BAB III METODOLOGI PENELITIAN
3.5 Teknik Analisis
Teknik analisis data yang dipergunakan didalam penelitian ini
adalah teknik Structural Equation Modeling (SEM). SEM merupakan
sekumpulan teknik-teknik statistikal yang memungkinkan pengujian sebuah rangkaian hubungan yang relatif "rumit" secara simultan. (Ferdinand, 2002 : 6). Sebuah pemodelan SEM yang lengkap pada
dasarnya terdiri dari Measurement Model dan Structural Model.
Measurement Model atau model pengukuran ditujukan untuk mengkonfirmasi sebuah dimensi atau faktor berdasarkan indikator empirisnya. Structural model adalah model mengenai struktur hubungan yang membentuk atau menjelaskan kausalitas antara faktor.
Menurut Ferdinand (2002:24) untuk membuat permodelan yang lengkap terdapat beberapa langkah yaitu :
1. Pengembangan Model Berbasis Teori
Dalam pengembangan model teoritis, seorang peneliti harus melakukan serangkaian eksplorasi ilmiah melalui telaah pustaka yang intens mendapatkan justifikasi atas model teoritis yang dikembangkan.
2. Pengembangan diagram alur untuk menunjukkan hubungan kausalitas.
Model teoritis yang telah dibangun pada langkah pertama akan
digambarkan dalam sebuah path diagram (diagram alur). Path diagram (diagram alur) akan mempermudah peneliti melihat hubungan-hubungan kausalitas yang ingin diuji.
3. Konversi diagram alur kedalam serangkaian persamaan struktural clan spesifikasi model pengukuran. Peneliti dapat mulai mengkonversi spesifikasi model tersebut ke dalam rangkaian persamaan. Persamaan yang akan dibangun terdiri dari :
a. Persamaan struktural (structural equations). Persamaan ini
diramuskan untuk menyatakan hubungan kausalitas antar berbagai konstruk.
b. Persamaan spesifikasi model pengukuran (measurement model)
Peneliti menentukan variabel mana mengukur konstruk mana serta menentukan serangkaian matriks yang menunjukkan korelasi yang dihipotesakan antar konstruk atau variabel.
4. Memilih matriks input dan estimasi model
SEM hanya menggunakan matrik varians / konvarians atau matrik korelasi sebagai data input untuk keseluruhan estimasi yang digunakan. 5. Menilai problem identifikasi
Problem identifikasi pada prinsipnya adalah problem mengenai ketidakmampuan dari model yang dikembangkan untuk menghasilkan
yang unik. Problem identifikasi dapat muncul melalui gejala berikut : a. Standard error untuk satu atau beberapa koefisien adalah sangat
besar.
b. Program tidak mampu menghasilkan matrik informasi yang
seharusnya disajikan.
c. Muncul angka-angka yang aneh seperti adanya varians error yang negative
d. Munculnya korelasi yang sangat tinggi antar koefisien estimasi yang didapat.
6. Evaluasi Model
Pada langkah ini kesuksesan model dievaluasi melalui telaah terhadap berbagai kriteria goodness of fit.
7. Interpretasi dan Modifikasi Model
Menginterpretasikan model dan memodifikasikan model bagi model-model yang tidak memenuhi syarat pengujian yang dilakukan.
3.5.1 Confirmatory Factor Analysis
Model pengukuran variabel bebas dan terikat dalam penelitian ini menggunakan Confirmatory Factor Analysis. Pada Confirmatory Factor Analysis atau (CFA) peneliti menggunakan variabel-variabel yang diteliti untuk mendefinisikan sebuah faktor yang tidak dapat diukur secara langsung. Analisis atas indikator-indikator yang digunakan itu memberi makna atas label yang diberikan pada variabel laten atau faktor laten yang dikonfirmasi itu.
3.6 Asumsi Model
a. Uji Normalitas dan Linearitas
Sebaran data harus dianalisis untuk melihat apakah asumsi
normalitas dipenuhi sehingga data dapat diolah lebih lanjut untuk permodelan SEM ini. Normalitas dapat diuji dengan melihat gambar histogram data dapat diuji dengan metode-metode statistik. Uji normalitas ini perlu dilakukan baik untuk normalitas terhadap data tunggal maupun normalitas multivariant dimana beberapa variabel digunakan sekaligus dalam analisis akhir uji linearitas dapat dilakukan dengan mengamati scatterplots dari data yaitu dengan memilih pasangan data dan dilihat pola penyebarannya untuk menduga ada tidaknya linearitas. (Ferdinand, 2002 : 52).
b. Outliers
Outliers adalah observasi yang muncul dengan nilai-nilai ekstrem
baik secara invariant maupun multivariant yaitu yang muncul karena kombinasi kharakteristik unik yang dimilikinya dan terlihat sangat jauh berbeda dari observasi-observasi lainnya. Outliers pada dasarnya dapat muncul dalam 4 kategori :
1. Outliers muncul karena kesalahan prosedur.
2. Outliers muncul karena keadaan yang benar-benar khusus yang
memungkinkan profil aktanya lain daripada yang lain.
3. Outliers muncul karena adanya sesuatu alasan tetapi peneliti tidak dapat mengetahui apa penyebabnya.
4. Outliers dapat muncul dalam mengenali yang ada, tetapi bila dikombinasi dengan variabel lainnya. Kombinasinya menjadi tidak lazim atau sangat ekstrim atau yang biasa disebut multivariate outlier.
Perlakuan terhadap outliers dilakukan bergantung pada bagaimana
outlier itu muncul. Dalam analisis ini outliers dapat dievaluasi dengan dua cara yaitu analisis terhadap univariate outliers dan analisis terhadap multivariate outliers.
1. Univariate Outlier
Deteksi terhadap adanya outlier univariate dapat dilakukan dengan menentukan nilai ambang batas yang akan dikategorikan sebagai outliers dengan cara mengkonversi nilai data penelitian ke dalam standart score atau yang biasa disebut Z-score yang mempunyai rata-rata
nol dengan standar deviasi sebesar satu. Oleh karena itu kasus atau observasi yang mempunyai Z-score > 30 akan dikategorikan sebagai outliers.
2. Multivariate Outlier
Evaluasi terhadap multivariate outliers perlu dilakukan sebab walaupun data yang dianalisis menunjukkan tidak ada outliers pada tingkat univariate, tetapi observasi itu dapat menjadi outliers bila
sudah saling dikombinasikan. Jarak Mahalanobis (the Mahalanobis
distance) untuk tiap observasi dapat dihitung dan akan menunjukkan jarak sebuah observasi dari rata.-rata semua variabel dalam sebuah ruang multidimensional (Hair dkk, 1995 : Nomusis, 1994 : Tabuerick & Fidell 1996) Uji terhadap outliers multivariate dilakukan dengan menggunakan kriteria jarak Mahalanobis pada tingkat P< 0,001. jarak
Mahalarlohis itu dievaluasi dengan menggunakan X2 pada derajat bebas sebesar jumlah variabel yang digunakan dalam penelitian itu. (Ferdinand, 2002 : 102).
c. Multicolinearity dan Singularity
Multikolinearitas dapat dideteksi dan determinan matriks kovarians. Nilai determinan matriks kovarians yang sangat kecil
(ectremely small) mernberi indikasi adanya problem multikolinearitas atau singularitas.
d. Uji Validitas dan Reliabilitas
Validitas berhubungan dengan apakah suatu variabel mengukur
apa yang seharusnya diukur. Doll, Xia dan Torkzadeh (1994) seperti yang dikutip dari Wijanto (2008:65) mendefinisikan cara untuk
menguji validitas adalah dengan melihat standard factor loadings
(muatan factor standar) variabel-variabel teramati (indikator) terhadap variabel laten (faktor) merupakan estimasi validitas variabel-variabel teramati tersebut. Sedangkan reliabilitas adalah ukuran mengenai konsistensi internal dari indikator-indikator sebuah konstruk yang menunjukkan derajat sampai dimana masing-masing indikator itu mengindikasikan sebuah konstruk/faktor laten yang umum (Ferdinand, 2002 : 62). Reliabilitas diuji dengan construct reliability dan variance extracted. construct reliability dan variance extracted dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Contruct Reability =
Variance extracted =
Hair et.al (1998) menyatakan bahwa sebuah konstruk mempunyai
reliabilitas yang baik adalah jika :
- Nilai Construct Reliability (CR) nya ≥ 0,70 - Nilai Variance Extracted (VE) nya ≥ 0,50
3.7 Pengujian Model dengan OneStep Approach
Salah satu keunggulan dan SEM dibandingkan metode regresi akan metode multivariate yang lain adalah penerapan prosedur SEM secara sekaligus terhadap sebuah model hybrid / full SEM (kombinasi antara model pengukuran dan model struktural). Penerapan prosedur SENT ini dikenal sebagai One Step Approach (Wijanto, 2008 : 68).
3.7.1 Pengujian Model dengan Two -Step Approach
Permodelan SEM juga dapat dilakukan dengan pendekatan dua
langkah (two step approach) yaitu pertama mengembangkan model
pengukuran dan kedua adalah model struktural. Hal ini karena
measurement model dilakukan untuk menghasilkan penilaian mengenai
validitas konvergen (convergent validity) dan validitas diskriminan
(discriminate validity) sedangkan model struktural menyajikan penilaian mengenai validitas prediktif (predictive validity) (Ferdinand, 2002 : 24).