• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Analisis Data

Dalam dokumen METODE PENELITIAN KUALITATIF YOVIE FEBRI (Halaman 22-36)

H. Validitas Data

I. Teknik Analisis Data

Dalam teknik analisis data, terdapat empat komponen dimana keempat komponen tersebut merupakan proses siklus dan interaktif dalam sebuah penelitian. Keempat komponen tersebuat ialah:

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan oleh peneliti berupa data dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi yang dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti (Miles dan Huberman, 1994: 15). Pengamatan juga mencakup data-data lainnya baik itu data verbal maupun nonverbal dari penelitian ini. Peneliti juga akan melakukan pencatatan terkait dengan adanyaFenomena Prostitusi di kawasan Taman Melati Padang.

Catatan refleksi merupakan catatan yang membuat kesan, komentar, dan tafsiran dari peneliti tentang berbagai temuan yang dijumpai pada saat melakukan penelitian dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap selanjutnya. Untuk mendapatkan catatan ini, maka peneliti harus melakukan wawancara dengan berbagai informan (Miles dan Huberman, 1994: 16).

2. Redusi Data

Reduksi data merupakan proses pemilihan/ penyederhanaan data-data yang diperoleh baik itu dari hasil wawancara, observasi, maupun dokumentasi yang didasarkan atas fokus permasalahan. Setelah melalui proses pemilihan data, maka akan ada data yang penting dan data yang tidak digunakan. Maka, kemudian data

diolah dan disajikan dnegan bahasa maupun tulisan yang lebih ilmiah dan lebih bermakna (Miles dan Huberman, 1994: 16).

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah proses penampilan data dari semua hasil penelitian dalam bentuk paparan naratif representatif tabular termasuk dalam format matriks, grafis dan sebagainya, yang nantinya dapat mempermudah peneliti dalam melihat gambaran hasil penelitian karena dari banyaknya data dan informasi tersebut peneliti kesulitan dalam pengambilan kesimpulan dari hasil penelitian ini (Usman, 2009: 85). Data-data yang diperoleh perlu disajikan dalam format yang lebih sederhana sehingga peneliti mudah dalam menganalisisnya dan membuat tindakan berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari penyajian data-data tersebut.

4. Penyimpulan Data

Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan laporan penelitian. Penarikan kesimpilan adalah usaha guna mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat. Kesimpulan yang telah ditarik maka kemudian diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali dan melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang tepat. Selain itu, juga dapat dengan mendiskusikannya (Usman, 2009: 87).

Miles dan Huberman (1994: 20) menjelaskan bahwa pengambilan kesimpulan harus dilakukan secara teliti dan hati-hati agar kesimpulan yang diperoleh berkualitas dan sesuai dengan tujuan penelitian. Hal tersebut dilakukan

agar data tersebut mempunyai validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kuat.

BAB IV

HASIL PENELITIAN A. Temuan Umum

1. Deskripsi Cakupan Wilayah Penelitian

Kawasan Taman Melati Padang dipilih karena lebih mudah terjadinya transaksi prostitusi dikota Padang dan telah berlangsung dari tahun ke tahun

2. Peta lokasi observasi

3. Deskripsi Informan

Sebagian dari mobil pribadi yang melintas melewati pukul 23.00 WIB di Kawasan Taman Melati Padang rata-rata terdapat wanita pekerja seks komersial didalamnya.

Untuk mendapatkan data yang akurat maka peneliti melakukan metode observasi, dan wawancara. Peneliti melakukan transaksi dengan germonya dan melihat kegiatan dari awal transaksi hingga setibanya dihotel tempat terjadinya

prostitusi. Namun harus ditekankan, peneliti hanya membayar PSK untuk wawancara, tidak lebih. Informan dari penelitian ini berdasarkan judul yang diangkat oleh peneliti yakni Prostitusi di kawasan Taman Melati Padang maka

Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang, yang terdiri dari PSK yang terlibat langsung dalam Prostitusi. Dengan jumlah informan tersebut, peneliti memang masih belum bisa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Populasi diidentifikasi adalah seluruh PSK yang terlibat dalam prostitusi mobil pribadi di kawasan Taman Melati Padang, sebab informan yang dibutuhkan adalah PSK yang secara langsung mengetahui dan mengikuti prostitusi. Informan merupakan subjek penelitian yang sangat penting, maka dalam penelitian ini nama asli dari informan sengaja disamarkan dengan menggunakan nama lain untuk melindungi informan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Di bawah ini adalah gambaran secara umum tentang identitas informan yang telah peneliti wawancarai. Secara rinci berikut data informan yang menjadi narasumber berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan:

1. Dewi (28 Tahun)

Merupakan PSK dari daerah Solok Kabupaten, telah memiliki anak berumur 5 tahun. Seorang wanita yang merantau ke Padang untuk mencari pekerjaan yang telah ditinggal suaminya sebab masalah keluarga. Namun dia terjebak oleh pergaulan di Padang yang membuat ibu satu orang anak ini menjadi PSK ketika ditawari pekerjaan yang bukan ia kehendaki. Anak dan Keluarga dikampung hingga saat ini tidak mengetahui pekerjaannya sekarang. (Dewi, 18 Mei 2016)

2. Bunga (30 Tahun)

Merupakan seorang PSK yang berasal Dhamasraya ini, juga telah bercerai dengan suaminya karena masalah rumah tangga. Ibu 2 orang anak ini kini ditinggal pergi oleh anak dan mantan suaminya. Bunga bercerai lantaran kepergok selingkuh dengan seorang pria. Putus asa, ia berkerja menjadi pemuas nafsu pria dan kadang menjadi artis orgen tunggal. (Bunga, 18 Mei 2016)

3. NN ( 29 Tahun)

Merupakan teman seperjuangan Dewi yang juga berkerja menjadi PSK Taman Melati Padang. NN yang sulit diungkap asal daerahnya melarikan diri dari rumah karena dikeluarganya terjadi Broken Home. Ia kabur ke Padang dengan uang secukupnya untuk mencoba hidup baru. Wanita yang ketika ditanyai selalu menjawab dengan tutur kata kesal ini tidak memiliki suami. Setiba di Padang ia mencari pekerjaan, namun sayang NN diberi pekerjaan sebagai PSK oleh pria yang sebelumnya tak dikenal. Selama 1 tahun lebih ia telah meramaikan prostitusi di Kota Padang tercinta ini (NN, 13 Mei 2016)

Kami mohon maaf bila informasi yang kami sebutkan di identitas informan sangatlah sedikit, hal ini dikarenakan biaya wawancara yang mahal dan kami berusaha dengan sangat untuk menjaga kerahasiaan informan kami, terlebih informan kami adalah seorang wanita, sehingga jika informasi yang kami berikan banyak maka biaya yang kami butuhkan untuk wawancara pun bertambah, oleh karena itu kami hanya memberikan sedikit informasi mengenai informan kami.

1. Faktor terjadinya prostitusi

Segala sesuatu dalam kehidupan melalui sebuah proses, di mana proses tersebut yang menjadi awal mula dan tahapan untuk terjadinya sesuatu kedepan. Dalam kaitanya dengan kehidupan masyarakat, proses-proses tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah interaksi karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Apabila dua orang bertemu, maka interaksi dimulai pada saat itu juga, mereka saling menegur, berjabat tangan, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk dari interaksi sosial, meskipun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara interaksi sosial tetap terjadi karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangukutan karena berbagai macam hal (Soekanto, 2009: 55).

absari (2005) menyatakan bahwa beberapa hal yang menjadi penyebab broken home adalah kemiskinan dan hutang yang melilit, pasangan tidak lagi saling menghargai dan menyayangi, pengaruh orang ketiga yang berusaha mengahancurkan hubungan rumah tangga, dan salah satu pasangan jatuh cinta terhadap orang lain sehingga menyebabkan terjadinya perselingkuhan.

Interaksi yang terjadi lantaran mereka dibawa oleh teman, dan masalah keluarga. Dari proses interaksi inilah awal mula wanita yang sebelumnya belum mengetahui akan keberadaan prostitusi kemudian menjadi tahu akan adanya prostitusi tersebut, seperti yang diungkapkan oleh salah satu informan berikut : “Saya awalnya tidak tahu akan seperti ini, namun teman-teman saya telah

banyak menolong saya hidup di kota ini. Lalu saya tak tak tahu akan pekerjaan yang diberikannya pada saya seperti ini.” Ungkap Dewi (11 Mei 2016)

Namun ada juga wanita yang bekerja menjadi PSK lantaran masalah didalam keluarganya. Ia tak tahu harus berbuat apa dan kemudian terjurumus di pergaulan yang salah. “ Saya ada masalah. Lalu ngadu kesiapa lagi? Orang tua sudah pisah. Datang ke sini (Padang), ada yang ngebantu saya.” Ungkap wanita 29 tahun ini

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan seperti yang telah paparkan, dapat diketahui bahwa proses awal terjadi nya prostitusi adalah melalui interaksi yang dilakukan dengan teman mereka yang telah membantu mereka. Kemudian faktor keluarga yang tak harmonis menambah beban hidup si PSK

Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa proses awal wanita tersebut mengenal akan keberadaan prostitusi berawal dari sebuah proses interaksi yang terjadi dengan teman seperjuangan, maupun interaksi lingkungannya seperti lingkungan yang telah menolongnya, hancurnya hubungan keluarga si PSK.

3. Faktor yang menyebabkan terjadinya prostitusi menurut KPAI

KPAI menganalisis ada enam penyebab prostitusi marak. Persoalan pertama karena eksploitasi muncikari. Para muncikari bisa melakukan berbagai tipu daya dan rayuan kepada perempuan bahkan anak-anak di bawah umur untuk akhirnya dijadikan pekerja seks.

Penyebab kedua, menurut Susanto, adalah faktor berpikir instan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Karakter berpikir instan seperti ini dapat mendorong seseorang terjun ke prostitusi. "Karakter berpikir instan harus dicegah," ujarnya.

Yang ketiga adalah keterpaksaan. Tidak sedikit pekerja seks yang terjun di dunia itu karena dipaksa atau diperbudak oleh seseorang atau pihak tertentu. "Dalam hal ini, pemerintah harus bisa menyelamatkan mereka yang tak berdaya." Penyebab keempat adalah pengaruh lingkungan atau teman sebaya. Lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. "Tak sedikit yang terjerumus ke prostitusi karena pengaruh lingkungannya," ujar Susanto. Kelima adalah pengaruh gaya hidup. Susanto menuturkan, gaya hidup seperti itu cenderung menafikan nilai agama, kepatutan, dan kesusilaan. "Itu terdorong gaya hidup hedonis." Penyebab terakhir adalah faktor frustasi. Kondisi seperti ini dapat memicu orang jatuh ke prostitusi. "Mereka berupaya lari dari masalah yang

dihadapinya," kata dia.

Intinya, Susanto mengatakan penyelesaian persoalan prostitusi memerlukan dukungan dari semua pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat sendiri.

4. langkah mengurangi prostitusi

Usaha-usaha dalam penanggulangan terhadap pelacuran harus segera di-lakukan sebab kalau tidak segera didi-lakukan, maka gejala dan penyakit sosial ini lama kelamaan dipandang oleh masyarakat sebagai hal yang wajar dan normal. Dengan adanya pandangan seperti itu berarti bahwa masyarakat mulai jenuh dalam menghadapi segala permasalahan yang berhubungan dengan pelacuran.

Dengan demikian, apabila masyarakat mulai jenuh, maka usaha-usaha penanggulangan ter-hadap pelacuran akan mengalami banyak hambatan, padahal akibat-akibat adanya pelacuran sangat membahayakan dan meresahkan masyarakat dan generasi anak-anak di masa mendatang.

Usaha-usaha dalam penanggulangan permasalahan wanita tuna susila atau pelacuran ialah dengan berusaha membendung dan mengurangi merajalelanya tindakan pelacuran yang membahayakan. Dalam hal ini, Dinas Sosial perlu bekerja sama dengan instansi lain yang terkait dan tokon-tokoh masyarakat dan agama untuk mengatasi dan menanggulangi pelacuran. Usaha-usaha untuk memberantas dan menanggulangi pelacuran dapat dilakukan secara preventif dan represif. Usaha preventif adalah usaha untuk mencegah jangan sampai terjadi pelacuran, sedang usaha represif adalah usaha untuk menyembuhkan para wanita tuna susila dari ketunasusilaanya untuk kemudian dibawa ke jalan yang benar agar menyadari perbuatan yang mereka lakukan itu adalah dilarang oleh norma agama. Adapun usaha-usaha yang bersifat preventif untuk menanggulangi dan mengatasi pelacuran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohaniaan.

2. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak usia puber untuk menyalurkan kelebihan energinya dalam aktivitas positif. 3. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita .

4. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan rumah tangga.

5. Pembentukan badan atau tim koordinasi dari semua unsur lembaga terkait dalam usaha penanggulangan pelacuran.

6. Memberikan bimbingan dan penyuluhan sosial dengan tujuan memberikan pe-mahaman tentang bahaya dan akibat pelacuran.

Sementara itu, usaha-usaha yang bersifat represif untuk menanggulangi atau mengurangi pelacuran dalam masyarakat dapat dilakukan berbagai hal, antara lain (Kartini Kartono, 1998):

1. Melalui lokasilisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melaku-kan pengawasan atau kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan ke-amanan para pealacur dan para penikmatnya.

2. Melakukan aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi para pelacur agar bisa di-kembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.

3. Penyempurnaan tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang ter-kena razia disertai pembinaan sesuai minat dan bakat masing-masing.

4. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan mau mulai hidup baru.

5. Mengadakan pendekatan terhadap keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka agar keluarga mau menerima kembali mantan wanita tuna susila itu guna mengawali hidup baru.

6. Melaksanakan pengecekan (razia) ke tempat-tempat yang digunakan untuk perbuatan mesum (bordil liar) dengan tindak lanjut untuk dilakukan penutupan.

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan temuan-temuan di lapangan yang diperoleh melalui hasil observasi, wawancara, dan catatan dokumen. Adapun pokok-pokok temuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Ekonomi.

Kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak bisa saja seseorang me-lakukan suatu perbuatan yang nekat, oleh sebab itu seseorang menjadi pelacur itu dikarenakan oleh adanya tekanan ekonomi, yaitu kemiskinan yang dirasakan terus menerus dan adanya kesenjangan penumpukan kekayaan pada golongan atas dan terjadinya kemelaratan pada golongan bawah bagi pengusaha rumah pelacuran mencari-cari wanita-wanita pelacur dari kelas melarat karena kebanyakan wanita tuna susila kebanyakan berasal dari keluarga miskin dengan pendidikan rendah. 2. Faktor Sosiologis

Dengan terjadinya perubahan dan perkembangan sosial-budaya yang cepat mengakibatkan ketidakmampuan banyak individu untuk menyesuaikan diri. Misal, bertemunya bermacam-macam kebudayaan asing dan kebudayaan setempat meng-akibatkan terjadi perubahan-perubahan kehidupan yang cepat sehingga masyarakat menjadi labil, banyak konflik budaya, kurang adanya kompromi mengenai norma-norma kesusilaan antar anggota masyarakat. Dengan kelemahan norma, motivasi jahat, adanya kesempatan, dan lingkungan sosial yang hiterogen dapat dijadikan alasan orang untuk menjadi pelacur. Mereka tidak peduli pada reaksi sosial yang dapat berupa kekaguman, pujian, hormat pesona, simpati, sikap acuh tak acuh, cemburu, iri hati, ketakutan penolakan, kemurkaan, hukuman, kebencian, kemarah-an, dan tindakan-tindakan konkrit lainnya.

3. Faktor Psikologis

Faktor psikkologis memainkan peranan penting yang menyebabkan seorang wanita melacurkan diri. Kegagalan-kegagalan dalam hidup individu karena tidak terpuaskan dengan kebutuhan baik biologis maupun sosial dapat menimbulan efek psikologis sehingga mengakibatkan situasi krisis pada diri individu tersebut. Dalam keadaan krisis ini akan memudahkan timbul konflik batin, yang sadar atau tidak sadar mereka akan mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan. Dalam keadaan demikian, orang akan mudah terpengaruh ke jalan yang sesat apabila orang itu dalam keadaan jiwa yang labil. Berbagai faktor internal psikologis yang dapat menjadi penyebab wanita menjadi pelacur, antara lain moralitas yang rendah dan kurang berkembang (misalnya kurang dapat membedakan baik buruk, benar salah, boleh tidak), kepribadian yang lemah dan mudah terpengaruh, dan kebanyakan para pelacur memiliki tingkat kecerdasan yang rendah.

Sejalan dengan pendapat Kartini Kartono, bahwa pelacuran tidak hanya timbul disebabkan dari pihak perempuan saja, tetapi juga oleh sebab-sebab dari pihak laki-laki, antara lain:

1. Nafsu birahi laki-laki untuk menyalurkan kebutuhan dan kepuasan seks tanpa ikatan apapun.

2. Rasa iseng laki-laki yang ingin mendapat pengalaman reaksi seks di luar ikatan perkawinan, ingin mencari varisi dalam reaksi seks.

3. Istri sedang haid, hamil tua, atau lama sekali mengidap penyakit, sehingga tidak mampu melakukan reaksi seks dengan suaminya.

4. Istri menjadi gila atau cacat jasmaniah, sehingga merasa malu untuk kawin lalu menyalurkan kebutuhan-kebutuhan seksnya dengan wanita-wanita pelacur, misalnya karena bongkok, buruk rupa, pincang dan lain sebagainya.

5. Bertugas di tempat yang jauh, pindah kerja atau ditugaskan di tempat yang lain yang belum sempat atau tidak dapat memboyong keluarga.

6. Karena berprofesi sebagai penjahat sehingga tidak memungkinkan berumah tangga.

7. Tidak mendapat kepuasan kebutuhan seks dengan patner atau istrinya.

8. Tidak bertanggungjawab atau akibat relasi seks dan dirasakan sebagai lebih ekonomis, misalnya tidak perlu memelihara anak keturunan, tidak perlu membiayai rumah tangga dan tidak perlu menjamin kebutuhan istri.

Faktor-faktor sebagaimana tersebut di atas akan menjadi penyebab yang kompleks. Hal ini yang secara langsung ataupun tidak langsung akan memelihara dan mempengaruhi keberadaan drama pelacuran yang tidak berkesudahan, dari masa ke masa, dan di mana saja belahan muka bumi ini, sepanjang manusia itu masih ada maka pelacuran pasti ada.

BAB V

Dalam dokumen METODE PENELITIAN KUALITATIF YOVIE FEBRI (Halaman 22-36)

Dokumen terkait