• Tidak ada hasil yang ditemukan

METODE PENELITIAN KUALITATIF YOVIE FEBRI

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "METODE PENELITIAN KUALITATIF YOVIE FEBRI"

Copied!
55
0
0

Teks penuh

(1)

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Keseimbangan dalam masyarakat merupakan suatu keadaan yang diidam-idamkan oleh setiap warga masyarakat. Dalam keadaan demikian itu para warga masyarakat merasa akan ada ketenteraman karena tidak ada pertentangan pada kaidah-kaidah dalam nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat, tetapi adakala-nya keseimbangan itu mengalami ketegangan karena tidak ada kesusilaan atau terjadi benturan norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, sehingga dengan demikian masyarakat dalam keadaan sakit. Gejala-gejala sosial seperti ini yang termasuk penyakit masyarakat yang sering dijumpai dalam kehidupan sehari-hari. Soedjono (1988) menyatakan penyakit masyarakat itu meliputi: (1) Gelandangan (tuna wisma dan tuna karya); (2) Penyalahgunaan narkotika dan alkoholisme; (3) Prostitusi atau penyimpangan/abnormal di bidang seksual; (4) Penyakit jiwa; (5) Tuna netra kriminal; dan (6) Kolerasi antar penyakit masyarakat dan kriminalitas.

(2)

atau sering disebut lokalisasi pelacuran, tetapi juga dalam bentuk pelacuran terselubung. Sudah menjadi rahasia umum, tempat-tempat seperti klab malam, panti pijat, tempat dansa, bahkan ada salon kecantikan yang dipergunakan sebagai tempat pelacuran.

(3)

Berdasarkan beberapa pengertian tersebut di depan, dapat diambil simpulan bahwa unsur-unsur yang pelacuran adalah: (1) Adanya suatu perbuatan, yaitu penyerahan diri seseorang wanita kepada laki-laki yang bukan suaminya dalam hubungan kelamin tanpa pilih-pilih dan terjadi berulang-ulang; dan (2) Adanya imbalan baik berupa uang atau barang lainnya sebagai pembayaran dari pihak laki-laki.

anggota masyarakat biasa sehingga interaksi dengan lingkungan sekitar tetap terjaga.

Di Kota Padang sendiri kegiatan prostiusi sama halnya dengan prostitusi di kota lain, illegal namun sangat menjamur dapat dengan mudah ditemukan dan dijumpai seperti cendawan di musim hujan. Baik secara terang-terangan atau pun berkedok tempat usaha seperti tempat karaoke, tempat pijat, dan lain-lain. Karena masyarakat Padang menjunjung nilai-nila dan norma sosial yang berlaku,biasanya seorang perempuan pekerja seks komersial tidak mau menjelaskan secara terang-terangan bahwa dirinya adalah seorang pekerja seks komersial namun menutupinya dengan bekerja di suatu tempat seperti yang ada di Taman Melati Padang. Mereka menjajakan diri didalam mobil pribadi. Karena masyarakat Padang menjunjung nilai-nila dan norma sosial yang berlaku.

(4)

B. Identifikasi Masalah

Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka dapat di identifikasi beberapa permasalahan antara lain:

1. Kegiatan prostitusi di Kota Padang

2. Factor yang menyebabkan terjadinya prostitusi di Kota Padang khususnya Taman Melati

3. Cara menanggulangi prostitusi di Kota Padang khususnya Taman Melati

C. Batasan Masalah

Berbagai kompleksitas permasalahan muncul terkait dengan objek yang akan di kaji. Oleh karena itu, pembatasan masalah perlu dilakukan agar penelitian tidak jauh menyimpang dengan topik yang akan di kaji. Hal ini dilakukan agar pembahasan dapat lebih spesifik dan terfokuskan sehingga akan di peroleh suatu kesimpulan yang terarah pada aspek yang akan diteliti. Adapun batasan masalah pada penelitian ini adalah fenomena prostitusi yang ada di Kota Padang.

D. Rumusan Masalah

1. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Prostitusi dikawasan Taman Melati Padang?

2. Alasan masih melakukan prostitusi?

(5)

E. Tujuan Penelitian

1. Untuk mengetahui mekanisme prostitusi di Kota Padang khususnya Taman Melati, Padang.

2. Untuk mengetahui Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya Prostitusi dikawasan Taman Melati Padang.

3. Untuk mengetahui cara mengatasi terjadinya prostitusi khususnya dikawasan Taman Melati Padang.

F. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini yang mengangkat tema tentang Fenomena Prostitusi di kawasan Taman Melati Padang, diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak. Adapun kegunaan penelitian ini adalah sebagai berikut:

1. Manfaat Teoritis

a. Penelitian ini diharapkan mampu menambah informasi serta dapat juga sebagai bahan referensi yang berkaitan dengan Prostitusi di Taman Melati Padang.

b. Penelitian ini dapat dijadikan penelitian yang relevan bagi penelitian-penelitian selanjutnya.

(6)

a. Bagi Universitas Negeri Padang.

Penelitian ini diharapkan mampu untuk dijadikan sarana acuan dalam meningkatkan dan menambah wawasan mengenai Fenomena Prostitusi di Kota Padang.

b. Bagi Peneliti

1) Penelitian ini untuk memenuhi syarat dalam rangka menyelesaikan tugas akhir mata kuliah analisis data kualitatif

2) Menambah pengetahuan dan pengalaman peneliti mengaplikasikan ilmu pengetahuan yang didapat selama perkuliahan kedalam karya nyata.

c. Bagi Masyarakat Umum

1) Diharapkan dapat menambah pengetahuan dan memberikan informasi yang luas mengenai Fenomena Prostitusi di Kota Padang

2) Agar pembaca dapat memberikan tindakan yang tepat kepada para pelaku prostitusi.

(7)

KAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR

A. Kajian Pustaka

1. Definisi Prostitusi

Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Prostitusi adalah pertukaran hubungan seksual dengan uang atau hadiah sebagai suatu transaksi perdagangan.

Dalam pengertian yang lebih luas, seseorang yang menjual jasanya untuk

hal yang dianggap tak berharga juga disebut melacurkan dirinya sendiri, misalnya

seorang musisi yang bertalenta tinggi namun lebih banyak memainkan lagu-lagu

komersial. Di Indonesia pelacur sebagai pelaku pelacuran sering disebut sebagai

sundal atau sundel. Ini menunjukkan bahwa prilaku perempuan sundal itu sangat

begitu buruk hina dan menjadi musuh masyarakat, mereka kerap digunduli bila

tertangkap aparat penegak ketertiban, Mereka juga digusur karena dianggap

melecehkan kesucian agama dan mereka juga diseret ke pengadilan karena

melanggar hukum. Pekerjaan melacur atau nyundal sudah dikenal di masyarakat

sejak berabad lampau ini terbukti dengan banyaknya catatan tercecer seputar

mereka dari masa kemasa. Risiko yang dipaparkan pelacuran antara lain adalah keresahan masyarakat dan penyebaranpenyakit menular seksual, seperti AIDS yang merupakan risiko umum seks bebas tanpa pengaman seperti kondom.

(8)

Di kalangan masyarakat Indonesia, pelacuran dipandang negatif,

dan mereka

yang menyewakan atau menjual tubuhnya sering dianggap sebagai sampah masyarakat. Menilik ke belakang bahwa makin maraknya tempat-tempat prostitusi tak lepas dari lilitan ekonomi, sehingga banyaknya wanita yang memilih dengan melacurkan diri. Dalam pandangan agama prostitusi sama saja dengan perbuatan perzinaan. Perlunya penanaman pandangan agama sangat diperlukan dalam hal ini, dan mampu menjadi pembatas diri untuk melakukan hal-hal yang tidak sejalan dengan agama, moral maupun etika masyarakat.

Semakin mendesaknya kebutuhan-kebutuhan menjadi alasan rasional bukan moral. Misalnya, mundurnya usia perkawinan, tingginya angka perceraian, meningkatnya mobilitas penduduk, gaya hidup, pendapatan masyarakat, broken home, dan tantangan yang dihadapi. Belakangan ini, berita di media massa membukakan mata bahwa globalisasi juga berdampak pada penyebaran dan perluasan ruang lingkup operasi

perempuan penghibur.

Selain beberapa faktor-faktor di atas ada satu faktor yang jangan di kesampingkan, yaitu akses yang masih mudah di jumpai, bahkan beberapa tempat lokalisasi secara terang-terangan menawarkan jasa pelacuran. Motif-motif yang Melatarbelakangi Pelacuran

Motif-motif yang melatarbelakangi tumbuhnya pelacuran pada wanita itu

beraneka ragam. Dibawah ini disebutkan beberapa motif, antara lain sebagai

(9)

1) Adanya kecenderungan melacurkan diri pada banyak wanita untuk menghindarkan diri dari kesulitan hidup, dan mendapatkan kesenangan melalui

jalan pendek. Kurang pengertian, kurang pendidikan, dan buta huruf, sehingga

menghalalkan pelacuran.

2) Ada nafsu-nafsu seks yang abnormal, tidak terintegrasi dalam kepribadian, dan keroyalan seks. Histeris dan hyperseks, sehingga tidak merasa puas mengadkan

relasi seks dengan satu pria/suami.

3) Tekanan ekonomi, faktor kemiskinan, ada pertimbangan-pertimbangan ekonomis untuk mempertahankan kelangsungan hidupnya, khususnya dalam

usaha mendapatkan status sosial yang lebih baik.

4) Gadis-gadis dari daerah slums (perkampungan-perkampungan melarat dan kotor dengan lingkungan yang immoril yang sejak kecilnya selalu melihat

persenggamaan oramg-orang dewasa secara kasar dan terbuka, sehingga

terkondisikan mentalnya dengan tindak-tindak asusila). Lalu menggunakan

mekanisme promiskuitas/pelacuran untuk mempertahankan hidupnya.

5) Ajakan teman-teman sekampung/sekota yang sudah terjun terlebih dahulu dalam dunia pelacuran.

4. Perilaku Menyimpang

(10)

tersebut dilakukan oleh orang lain belum tentu mendapat pandangan yang sama. Hal ini terjadi akibat dari adanya reaksi yang diberikan atas perilaku menyimpang yang dilakukan berbeda-beda terhadap individu yang berbeda. Misalnya kebiasaan berjudi yang dilakukan oleh masyarakat etnis tertentu, bagi mereka berjudi merupakan sebuah tradisi yang dilakukan untuk menyatukan anggota keluraga atau masyarakat sehingga dianggap bukan merupakan sebuah penyimpangan.

Dalam menentukan suatu tindakan menyimpang atau tidak serta kondisi yang dianggap sebuah penyimpangan terdapat 4 sudut pandang yang dapat di gunakan untuk menjadi kategori tersebut. Keempat sudut pandang berikut yaitu:

1. Pandangan statistik

Menurut pandangan ini, penyimpangan bukan lah perilaku rata – rata yang banyak terjadi.namun sebaliknya, penyimpangan adalah perilaku yang sangat jarang terjadi atau secara sederhana dapat di katakan sebagai hal yang luar biasa. Pandangan ini mengasumsikan semua perilaku adalah benar, penyimpangan menunjukkan pada perilaku yang secara statistik berbeda dari perilaku kebanyakan orang.

2. Pandangan absolutisme

(11)

3. Pandangan reaktivis

Para reaktivis melihat penyimpangan sebagai perilaku yang di labelkan menyimpang oleh orang lain. Penyimpangan adalah cap yang di berikan terhadap seseorang yang perilakunya telah di cap sebagai penyimpangan oleh orang lain.

4. Pandangan normatif

Menurut pandangan ini penyimpangan adalah pelanggaran terhadap norma yang telah menjadi standar penting. Pelanggaran norma sering di gambarkan sebagai reaksi atau sanksi dari pengendalian sosial.

5. INTERAKSI SOSIAL

(12)

pertamadari terjadinya hubungan sosial Komunikasi merupakan penyampaian suatu informasi dan pemberian tafsiran dan reaksi terhadap informasi yang disampaikan. Karp dan Yoels menunjukkan beberapa hal yang dapat menjadisumber informasi bagi dimulainya komunikasi atau interaksi sosial.

Sumber Informasi tersebut dapat terbagi dua, yaitu Ciri Fisik dan Penampilan. Ciri Fisik, adalah segala sesuatu yang dimiliki seorang individu sejak lahir yang meliputi jenis kelamin, usia, dan ras. Penampilan di sini dapat meliputi daya tarik fisik, bentuk tubuh, penampilan berbusana, dan wacana. Interaksi sosial memiliki aturan, dan aturan itu dapat dilihat melalui dimensi ruang dan dimensi waktu dari Robert T Hall dan Definisi Situasi dari W.I. Thomas. Hall membagi ruangan dalam interaksi sosial menjadi 4 batasan jarak, yaitu jarak intim, jarak pribadi, jarak sosial, dan jarak publik. Selain aturan mengenai ruang Hall juga menjelaskan aturan mengenai Waktu. Pada dimensin waktu ini terlihat adanya batasan toleransi waktu yang dapat mempengaruhi bentuk interaksi. Aturan yang terakhir adalah dimensi situasi yang dikemukakan oleh W.I. Thomas. Definisi situasi merupakan penafsiran seseorang sebelum memberikan reaksi. Definisi situasi ini dibuat oleh individu dan masyarakat.

6. KETENTUAN PELACURAN DALAM KUHP

(13)

di dalam hukum pidana terdapat asas legalitas yang termuat dalam Pasal 1 ayat (1) KUHP, yang menyebutkan: Tiada suatu perbuatan dapat dipidana kecuali atas aturan pidana dalam perundang-undangan yang telah ada sebelum perbuatan itu dilakukan.

Hal ini berarti segala perbuatan yang belum diatur di dalam undang-undang tidak dapat dijatuhi sanksi pidana. Jadi, belum tentu semua perbuatan melawan hukum atau merugikan masyarakat diberi sanksi pidana. Namun, Moeljatno (1994) mengartikan pelacuran tidak dijadikan larangan dalam hukum pidana, janganlah diartikan bahwa pelacuran itu tidak dianggap merugikan masyarakat. Oleh karena itu, perlu dicari rumusan hukum atau peraturan yang tepat menindak aktivitas pelacuran, yang selama ini dalam praktik dapat dilaksanakan oleh penegak hukum.

Pasal 296 KUHP, menyebutkan bahwa: Barang siapa dengan sengaja meng-hubungkan atau memudahkan perbuatan cabul oleh orang lain, dan menjadikannya sebagai mata pencahariaan atau kebiasaan, diancam dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun 4 (empat) bulan atau denda paling banyak seribu rupiah.

Ketentuan Pasal 296 KUHP tersebut mengatur perbuatan atau wanita yang melacurkan diri tidak dilarang oleh undang-undang, sedangkan yang bisa dikena-kan pasal ini adalah orang-orang yang menyediadikena-kan tempat kepada laki-laki dan perempuan untuk melacur, dan agar dapat dihukum perbuatan itu harus dilakukan untuk mata pencaharaian atau karena kebiasaannya.

(14)

laki-laki yang kebetulan pelacur, dikarenakan tidak ada maksudnya sama sekali untuk mengadakan atau memudahkan perbuatan cabul, ia sebab hanya menyewa-kan rumah dan bumenyewa-kan merupamenyewa-kan mata pencaharian yang tetap.

Pasal 297 KUHP menyebutkan bahwa perdagangan wanita dan perdagang-an laki-laki yperdagang-ang belum cukup umur, diperdagang-ancam dengperdagang-an pidperdagang-ana penjara paling lama enam tahun. Perdagangan wanita ini harus diartikan sebagai semua perbuatan yang langsung bertujuan untuk menempatkan seorang perempuan dalam keadaan ber-gantung kepada kemauan orang lain yang ingin menguasai perempuan itu untuk disuruh melakukan perbuatan-perbuatan cabul dengan orang ketiga. Perbuatan perdagangan wanita harus bertujuan untuk menyerahkan wanita ke dalam kancah pelacuran tidak hanya mengenai wanita pelacur, tetapi wanita yang sudah menjadi pelacur pun dapat juga menjadi objek perbuatan perdagangan wanita.

(15)

Berdasarkan ketentuan di atas, jika dilihat dari ketiga pasal dalam KUHP (Pasal 296, Pasal 297 dan Pasal 506) tersebut yang berhubungan dengan kegiatan pelacuran, ternyata pelacurnya sendiri secara tegas tidak diatur atau tidak diancam oleh hukum pidana.

B. Kerangka Berpikir

Kerangka pikir yang menjadi garis besar dalam penelitian ini adalah prostitusi di Taman Melati Padang. Desakan ekonomi dan hal lainnya membuat wanita yang putus asa merelakan kegadisannya dijual.

Berdasarkan keadaan tersebut, peneliti tertarik untuk melakukan penelitian tentang bagaimana proses wanita menjual dirinya, dan apa yang menyebabkannya menjual diri.

Bagan 1. Kerangka Pikir

Lingkungan sosial

Pekerja Seks Komersial

(16)

BAB III

METODE PENELITIAN

(17)

Lokasi penelitian terkait dengan adanya Fenomena Prostitusi di Taman Melati Padang .Peneliti mengambil lokasi ini dikarenakan peneliti sering melihat banyak wanita menjajakan dirinya didalam mobil pribadi dan berkeliling disekitar kawasan Taman Melati Padang, sehingga kami tertarik untuk mengadakan penelitian ditempat tersebut terkait dengan adanya fenomena prostitusi di Taman Melati Padang

B. Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan selama kurang lebih 2 Minggu, yaitu pertengahan bulan Mei 2016 terhitung hingga terselesaikannya proposal ini.

C. Bentuk Penelitian

Penelitian mengenai Fenomena Prostitusi di kawasan Taman Melati Padang ini memerlukan pendekatan penelitian yang nantinya mampu untuk menganalisis setiap kejadian, persepsi, motivasi, tindakan dan lain sebagainya untuk kemudian dijelaskan serta diuraikan dalam sebuah data berupa kalimat ataupun kata-kata. Maka dari itu, penelitian ini menggunakan pendekatan secara kualitatif deskriptif.

(18)

wawancara yang sebelumnya telah diolah dan kemudian disajikan secara deskriptif.

Dalam penelitian ini, tentu data yang akan diambil oleh peneliti bersumber dari pihak-pihak yang terkait dalam Fenomena Prostitusi dikawasan Taman Melati Padang. Pengambilan data dilaksanakan dengan melakukan pengamatan setiap kegiatan dan tentunya dari hasil wawancara kepada wanita yang melakukan prostitusi tersebut.

D. Sumber Data Penelitian

Pada penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara dan observasi untuk mencari dan mengumpulkan data yang kemudian akan diolah untuk mendeskripsikan tentang Fenomena Prostitusi dikawasan Taman Melati Padang atau dengan istilah lain yaitu menggunakan data primer.

(19)

mendokumentasikan berbagai data dari sumber lain guna memperkaya data, baik itu melalui buku, foto, artikel, surat kabar, data statistik, dan lain sebagainya.

E. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data (Sugiyono, 2012: 224). Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik pengumpulan data yang meliputi:

1. Observasi

Menurut W. Gulo (2004:116), observasi adalah metode pengumpulan data, dimana peneliti mencatat hasil informasi sebagaimana yang mereka saksikan selama penelitian. Observasi melibatkan dua komponen, yaitu si pelaku observasi atau observer, dan obyek yang diobservasi atau observe. Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan observasi non pasrtisipan dimana peneliti hanya mengamati secara langsung keadaan obyek, tetapi peneliti tidak aktif dan ikut terlibat langsung.

Beberapa hal yang menjadi obyek observasi dalam penelitian ini diantaranya mencakup keadaan geografis dan kehidupan sosial di kota Padang khususnya kawasan Taman Melati, serta kegiatan wanita malam yang ada di kawasan tersebut.

2. Wawancara

(20)

pewawancara (interviewer)yang mengajukan pertanyaan, dan terwawancara (interviewee) yang memberikan jawaban atas pertanyaan itu. Wawancara secara umum terbagi menjadi dua, yaitu: wawancara terstruktur dan wawancara tidak terstruktur. Wawancara terstruktur memiliki arti bahwa wawancara yang dilakukan dimana pewawancara telah menetapkan sendiri masalah-masalah yang akan diajukan sebagai pertanyaan. Sedangkan wawancara tidak terstruktur merupakan wawancara yang memiliki ciri kurang diinterupsi dan arbiter. Wawancara tersebut digunakan untuk menemukan informasi yang bulan baku atau informasi tunggal (Moleong, 2007: 190).

Dalam penelitian ini, peneliti menggunakan wawancara secara semi terstruktur. Maka sebelum melakukan wawancara, peneliti telah menyiapkan pertanyaan-pertanyaan yang nantinya akan diajukan kepada informan. Namun, pada pelaksanaannya nanti akan disesuaikan dengan keadaan responden.

3. Dokumentasi

Dokumentasi berasal dari kata dokumen, yang memiliki arti barang-barang tertulis (Arikunto, 2002:135). Dokumentasi dilakukan dengan cara mengumpulkan dokumentasi pendukung data-data penelitian yang dibutuhkan.

Dalam penelitian ini, pendukung data dalam hal tertulis atau dokumen diambil dari berbagai arsip-arsip, serta juga melalui berbagai warta berita.

4. Studi Pustaka

(21)

kelengkapan data dalam penelitian dengan menggunakan sumber-sumber dari kepustakaan yang relevan.

F. Instrumen Penelitian

Instrumen pada penelitian ini adalah peneliti sendiri (human instrument). Kedudukan peneliti dalam penelitian kualitatif dapat dikatakan cukup rumit karena selain sebagai perencana, pelaksana pengumpulan data, menganalisis, penafsir data, peneliti tentu juga sebagai pelapor hasil penelitiannya tersebut (Moleong, 2007: 168). Instrumen sendiri menurut Arikunto (2002: 126) ialah alat pada waktu peneliti menggunakan suatu metode. Karena dalam penelitian ini menggunakan metode observasi, wawancara, dan dokumentasi, maka intrumen yang dibutuhkan antara lain yaitu pedoman observasi, pedoman wawancara, tape recorder, kamera, serta alat tulis.

G. Teknik Pemilihan Informan

Penelitian ini menggunakan teknik purposive sampling untuk pengambilan sampel dengan tujuan menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai macam sumber dan bangunannya (Moleong, 2007:224). Sampel yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah dari PSK yang melakukan prostitusi di Taman Melati Padang

H. Validitas Data

(22)

dipertanggungjawabkan kebenarannya. Dalam pemeriksaan keabsahan data ini, peneliti menggunakan trianggulasi data.

Trianggulasi adalah teknik pemeriksaan keabsahan atau valid tidaknya data dengan memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data tersebut untuk keperluan pengecekan atau sebagai pembanding terhadap data tersebut (Moleong, 2007:330). Untuk tekniknya sendiri, dalam penelitian ini digunakan teknik trianggulasi dengan sumber.

Trianggulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat yang berbeda dalam penelitian kualitatif. Menurut Patton dalam Moleong (2007: 330) hal tersebut dapat dicapai melalui:

1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan hasil wawancara.

2. Membandingkan apa yang dikatakan orang di depan umum dengan apa yang dikatakannya secara pribadi.

3. Membandingkan apa yang dikatakan orang-orang tentang situasi penelitian dengan apa yang dikatakannya sepanjang waktu.

4. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat dan pandangan orang seperti rakyat biasa, orang yang berpendidikan menengah atau tinggi, orang berada, orang pemerintahan.

(23)

Dalam teknik analisis data, terdapat empat komponen dimana keempat komponen tersebut merupakan proses siklus dan interaktif dalam sebuah penelitian. Keempat komponen tersebuat ialah:

1. Pengumpulan Data

Data dikumpulkan oleh peneliti berupa data dari hasil wawancara, observasi, dokumentasi yang dicatat dalam catatan lapangan yang terdiri dari dua aspek, yaitu deskripsi dan refleksi. Catatan deskripsi merupakan data alami yang berisi tentang apa yang dilihat, didengar, dirasakan, disaksikan, dan dialami sendiri oleh peneliti (Miles dan Huberman, 1994: 15). Pengamatan juga mencakup data-data lainnya baik itu data verbal maupun nonverbal dari penelitian ini. Peneliti juga akan melakukan pencatatan terkait dengan adanyaFenomena Prostitusi di kawasan Taman Melati Padang.

Catatan refleksi merupakan catatan yang membuat kesan, komentar, dan tafsiran dari peneliti tentang berbagai temuan yang dijumpai pada saat melakukan penelitian dan merupakan bahan rencana pengumpulan data untuk tahap selanjutnya. Untuk mendapatkan catatan ini, maka peneliti harus melakukan wawancara dengan berbagai informan (Miles dan Huberman, 1994: 16).

2. Redusi Data

(24)

diolah dan disajikan dnegan bahasa maupun tulisan yang lebih ilmiah dan lebih bermakna (Miles dan Huberman, 1994: 16).

3. Penyajian Data

Penyajian data adalah proses penampilan data dari semua hasil penelitian dalam bentuk paparan naratif representatif tabular termasuk dalam format matriks, grafis dan sebagainya, yang nantinya dapat mempermudah peneliti dalam melihat gambaran hasil penelitian karena dari banyaknya data dan informasi tersebut peneliti kesulitan dalam pengambilan kesimpulan dari hasil penelitian ini (Usman, 2009: 85). Data-data yang diperoleh perlu disajikan dalam format yang lebih sederhana sehingga peneliti mudah dalam menganalisisnya dan membuat tindakan berdasarkan pemahaman yang diperoleh dari penyajian data-data tersebut.

4. Penyimpulan Data

Kesimpulan merupakan langkah akhir dalam pembuatan laporan penelitian. Penarikan kesimpilan adalah usaha guna mencari atau memahami makna, keteraturan pola-pola penjelasan, alur sebab akibat. Kesimpulan yang telah ditarik maka kemudian diverifikasi dengan cara melihat dan mempertanyakan kembali dan melihat catatan lapangan agar memperoleh pemahaman yang tepat. Selain itu, juga dapat dengan mendiskusikannya (Usman, 2009: 87).

(25)

agar data tersebut mempunyai validitas sehingga kesimpulan yang ditarik menjadi kuat.

(26)

BAB IV

HASIL PENELITIAN

A. Temuan Umum

1. Deskripsi Cakupan Wilayah Penelitian

Kawasan Taman Melati Padang dipilih karena lebih mudah terjadinya transaksi prostitusi dikota Padang dan telah berlangsung dari tahun ke tahun

2. Peta lokasi observasi

3. Deskripsi Informan

Sebagian dari mobil pribadi yang melintas melewati pukul 23.00 WIB di Kawasan Taman Melati Padang rata-rata terdapat wanita pekerja seks komersial didalamnya.

(27)

prostitusi. Namun harus ditekankan, peneliti hanya membayar PSK untuk wawancara, tidak lebih. Informan dari penelitian ini berdasarkan judul yang diangkat oleh peneliti yakni Prostitusi di kawasan Taman Melati Padang maka

Informan dalam penelitian ini berjumlah 3 orang, yang terdiri dari PSK yang terlibat langsung dalam Prostitusi. Dengan jumlah informan tersebut, peneliti memang masih belum bisa untuk mendapatkan informasi yang dibutuhkan. Populasi diidentifikasi adalah seluruh PSK yang terlibat dalam prostitusi mobil pribadi di kawasan Taman Melati Padang, sebab informan yang dibutuhkan adalah PSK yang secara langsung mengetahui dan mengikuti prostitusi. Informan merupakan subjek penelitian yang sangat penting, maka dalam penelitian ini nama asli dari informan sengaja disamarkan dengan menggunakan nama lain untuk melindungi informan terhadap hal-hal yang tidak diinginkan dikemudian hari.

Di bawah ini adalah gambaran secara umum tentang identitas informan yang telah peneliti wawancarai. Secara rinci berikut data informan yang menjadi narasumber berdasarkan kriteria yang sudah ditentukan:

1. Dewi (28 Tahun)

(28)

2. Bunga (30 Tahun)

Merupakan seorang PSK yang berasal Dhamasraya ini, juga telah bercerai dengan suaminya karena masalah rumah tangga. Ibu 2 orang anak ini kini ditinggal pergi oleh anak dan mantan suaminya. Bunga bercerai lantaran kepergok selingkuh dengan seorang pria. Putus asa, ia berkerja menjadi pemuas nafsu pria dan kadang menjadi artis orgen tunggal. (Bunga, 18 Mei 2016)

3. NN ( 29 Tahun)

Merupakan teman seperjuangan Dewi yang juga berkerja menjadi PSK Taman Melati Padang. NN yang sulit diungkap asal daerahnya melarikan diri dari rumah karena dikeluarganya terjadi Broken Home. Ia kabur ke Padang dengan uang secukupnya untuk mencoba hidup baru. Wanita yang ketika ditanyai selalu menjawab dengan tutur kata kesal ini tidak memiliki suami. Setiba di Padang ia mencari pekerjaan, namun sayang NN diberi pekerjaan sebagai PSK oleh pria yang sebelumnya tak dikenal. Selama 1 tahun lebih ia telah meramaikan prostitusi di Kota Padang tercinta ini (NN, 13 Mei 2016)

Kami mohon maaf bila informasi yang kami sebutkan di identitas informan sangatlah sedikit, hal ini dikarenakan biaya wawancara yang mahal dan kami berusaha dengan sangat untuk menjaga kerahasiaan informan kami, terlebih informan kami adalah seorang wanita, sehingga jika informasi yang kami berikan banyak maka biaya yang kami butuhkan untuk wawancara pun bertambah, oleh karena itu kami hanya memberikan sedikit informasi mengenai informan kami.

(29)

1. Faktor terjadinya prostitusi

Segala sesuatu dalam kehidupan melalui sebuah proses, di mana proses tersebut yang menjadi awal mula dan tahapan untuk terjadinya sesuatu kedepan. Dalam kaitanya dengan kehidupan masyarakat, proses-proses tersebut dapat dikatakan sebagai sebuah interaksi karena interaksi merupakan syarat utama terjadinya aktivitas-aktivitas sosial. Apabila dua orang bertemu, maka interaksi dimulai pada saat itu juga, mereka saling menegur, berjabat tangan, atau bahkan mungkin berkelahi. Aktivitas semacam itu merupakan bentuk dari interaksi sosial, meskipun orang-orang yang bertemu muka tersebut tidak saling berbicara interaksi sosial tetap terjadi karena masing-masing sadar akan adanya pihak lain yang menyebabkan perubahan dalam perasaan maupun syaraf orang-orang yang bersangukutan karena berbagai macam hal (Soekanto, 2009: 55).

absari (2005) menyatakan bahwa beberapa hal yang menjadi penyebab broken home adalah kemiskinan dan hutang yang melilit, pasangan tidak lagi saling menghargai dan menyayangi, pengaruh orang ketiga yang berusaha mengahancurkan hubungan rumah tangga, dan salah satu pasangan jatuh cinta terhadap orang lain sehingga menyebabkan terjadinya perselingkuhan.

(30)

banyak menolong saya hidup di kota ini. Lalu saya tak tak tahu akan pekerjaan yang diberikannya pada saya seperti ini.” Ungkap Dewi (11 Mei 2016)

Namun ada juga wanita yang bekerja menjadi PSK lantaran masalah didalam keluarganya. Ia tak tahu harus berbuat apa dan kemudian terjurumus di pergaulan yang salah. “ Saya ada masalah. Lalu ngadu kesiapa lagi? Orang tua sudah pisah. Datang ke sini (Padang), ada yang ngebantu saya.” Ungkap wanita 29 tahun ini

Berdasarkan hasil wawancara dengan beberapa informan seperti yang telah paparkan, dapat diketahui bahwa proses awal terjadi nya prostitusi adalah melalui interaksi yang dilakukan dengan teman mereka yang telah membantu mereka. Kemudian faktor keluarga yang tak harmonis menambah beban hidup si PSK

Berdasarkan dari hasil wawancara yang dilakukan peneliti, dapat diketahui bahwa proses awal wanita tersebut mengenal akan keberadaan prostitusi berawal dari sebuah proses interaksi yang terjadi dengan teman seperjuangan, maupun interaksi lingkungannya seperti lingkungan yang telah menolongnya, hancurnya hubungan keluarga si PSK.

3. Faktor yang menyebabkan terjadinya prostitusi menurut KPAI

(31)

Penyebab kedua, menurut Susanto, adalah faktor berpikir instan untuk memenuhi kebutuhan ekonomi. Karakter berpikir instan seperti ini dapat mendorong seseorang terjun ke prostitusi. "Karakter berpikir instan harus dicegah," ujarnya.

Yang ketiga adalah keterpaksaan. Tidak sedikit pekerja seks yang terjun di dunia itu karena dipaksa atau diperbudak oleh seseorang atau pihak tertentu. "Dalam hal ini, pemerintah harus bisa menyelamatkan mereka yang tak berdaya." Penyebab keempat adalah pengaruh lingkungan atau teman sebaya. Lingkungan memiliki pengaruh yang besar terhadap diri seseorang. "Tak sedikit yang terjerumus ke prostitusi karena pengaruh lingkungannya," ujar Susanto. Kelima adalah pengaruh gaya hidup. Susanto menuturkan, gaya hidup seperti itu cenderung menafikan nilai agama, kepatutan, dan kesusilaan. "Itu terdorong gaya hidup hedonis." Penyebab terakhir adalah faktor frustasi. Kondisi seperti ini dapat memicu orang jatuh ke prostitusi. "Mereka berupaya lari dari masalah yang

dihadapinya," kata dia.

Intinya, Susanto mengatakan penyelesaian persoalan prostitusi memerlukan dukungan dari semua pihak. Baik pemerintah maupun masyarakat sendiri.

4. langkah mengurangi prostitusi

(32)

Dengan demikian, apabila masyarakat mulai jenuh, maka usaha-usaha penanggulangan ter-hadap pelacuran akan mengalami banyak hambatan, padahal akibat-akibat adanya pelacuran sangat membahayakan dan meresahkan masyarakat dan generasi anak-anak di masa mendatang.

Usaha-usaha dalam penanggulangan permasalahan wanita tuna susila atau pelacuran ialah dengan berusaha membendung dan mengurangi merajalelanya tindakan pelacuran yang membahayakan. Dalam hal ini, Dinas Sosial perlu bekerja sama dengan instansi lain yang terkait dan tokon-tokoh masyarakat dan agama untuk mengatasi dan menanggulangi pelacuran. Usaha-usaha untuk memberantas dan menanggulangi pelacuran dapat dilakukan secara preventif dan represif. Usaha preventif adalah usaha untuk mencegah jangan sampai terjadi pelacuran, sedang usaha represif adalah usaha untuk menyembuhkan para wanita tuna susila dari ketunasusilaanya untuk kemudian dibawa ke jalan yang benar agar menyadari perbuatan yang mereka lakukan itu adalah dilarang oleh norma agama. Adapun usaha-usaha yang bersifat preventif untuk menanggulangi dan mengatasi pelacuran dapat dilakukan dengan berbagai cara, antara lain:

1. Intensifikasi pemberian pendidikan keagamaan dan kerohaniaan.

2. Menciptakan bermacam-macam kesibukan dan kesempatan rekreasi bagi anak-anak usia puber untuk menyalurkan kelebihan energinya dalam aktivitas positif. 3. Memperluas lapangan kerja bagi kaum wanita .

4. Penyelenggaraan pendidikan seks dan pemahaman nilai perkawinan dalam kehidupan rumah tangga.

(33)

6. Memberikan bimbingan dan penyuluhan sosial dengan tujuan memberikan pe-mahaman tentang bahaya dan akibat pelacuran.

Sementara itu, usaha-usaha yang bersifat represif untuk menanggulangi atau mengurangi pelacuran dalam masyarakat dapat dilakukan berbagai hal, antara lain (Kartini Kartono, 1998):

1. Melalui lokasilisasi yang sering ditafsirkan sebagai legalisasi, orang melaku-kan pengawasan atau kontrol yang ketat demi menjamin kesehatan dan ke-amanan para pealacur dan para penikmatnya.

2. Melakukan aktivitas rehabilitasi dan resosialisasi para pelacur agar bisa di-kembalikan sebagai warga masyarakat yang susila.

3. Penyempurnaan tempat penampungan bagi para wanita tuna susila yang ter-kena razia disertai pembinaan sesuai minat dan bakat masing-masing.

4. Menyediakan lapangan kerja baru bagi mereka yang bersedia meninggalkan profesi pelacuran dan mau mulai hidup baru.

5. Mengadakan pendekatan terhadap keluarga para pelacur dan masyarakat asal mereka agar keluarga mau menerima kembali mantan wanita tuna susila itu guna mengawali hidup baru.

6. Melaksanakan pengecekan (razia) ke tempat-tempat yang digunakan untuk perbuatan mesum (bordil liar) dengan tindak lanjut untuk dilakukan penutupan.

(34)

Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, peneliti menemukan temuan-temuan di lapangan yang diperoleh melalui hasil observasi, wawancara, dan catatan dokumen. Adapun pokok-pokok temuan penelitian tersebut adalah sebagai berikut:

1. Faktor Ekonomi.

Kebutuhan yang semakin lama semakin mendesak bisa saja seseorang me-lakukan suatu perbuatan yang nekat, oleh sebab itu seseorang menjadi pelacur itu dikarenakan oleh adanya tekanan ekonomi, yaitu kemiskinan yang dirasakan terus menerus dan adanya kesenjangan penumpukan kekayaan pada golongan atas dan terjadinya kemelaratan pada golongan bawah bagi pengusaha rumah pelacuran mencari-cari wanita-wanita pelacur dari kelas melarat karena kebanyakan wanita tuna susila kebanyakan berasal dari keluarga miskin dengan pendidikan rendah. 2. Faktor Sosiologis

(35)

3. Faktor Psikologis

Faktor psikkologis memainkan peranan penting yang menyebabkan seorang wanita melacurkan diri. Kegagalan-kegagalan dalam hidup individu karena tidak terpuaskan dengan kebutuhan baik biologis maupun sosial dapat menimbulan efek psikologis sehingga mengakibatkan situasi krisis pada diri individu tersebut. Dalam keadaan krisis ini akan memudahkan timbul konflik batin, yang sadar atau tidak sadar mereka akan mencari jalan keluar dari kesulitan-kesulitan. Dalam keadaan demikian, orang akan mudah terpengaruh ke jalan yang sesat apabila orang itu dalam keadaan jiwa yang labil. Berbagai faktor internal psikologis yang dapat menjadi penyebab wanita menjadi pelacur, antara lain moralitas yang rendah dan kurang berkembang (misalnya kurang dapat membedakan baik buruk, benar salah, boleh tidak), kepribadian yang lemah dan mudah terpengaruh, dan kebanyakan para pelacur memiliki tingkat kecerdasan yang rendah.

Sejalan dengan pendapat Kartini Kartono, bahwa pelacuran tidak hanya timbul disebabkan dari pihak perempuan saja, tetapi juga oleh sebab-sebab dari pihak laki-laki, antara lain:

1. Nafsu birahi laki-laki untuk menyalurkan kebutuhan dan kepuasan seks tanpa ikatan apapun.

2. Rasa iseng laki-laki yang ingin mendapat pengalaman reaksi seks di luar ikatan perkawinan, ingin mencari varisi dalam reaksi seks.

(36)

4. Istri menjadi gila atau cacat jasmaniah, sehingga merasa malu untuk kawin lalu menyalurkan kebutuhan-kebutuhan seksnya dengan wanita-wanita pelacur, misalnya karena bongkok, buruk rupa, pincang dan lain sebagainya.

5. Bertugas di tempat yang jauh, pindah kerja atau ditugaskan di tempat yang lain yang belum sempat atau tidak dapat memboyong keluarga.

6. Karena berprofesi sebagai penjahat sehingga tidak memungkinkan berumah tangga.

7. Tidak mendapat kepuasan kebutuhan seks dengan patner atau istrinya.

8. Tidak bertanggungjawab atau akibat relasi seks dan dirasakan sebagai lebih ekonomis, misalnya tidak perlu memelihara anak keturunan, tidak perlu membiayai rumah tangga dan tidak perlu menjamin kebutuhan istri.

Faktor-faktor sebagaimana tersebut di atas akan menjadi penyebab yang kompleks. Hal ini yang secara langsung ataupun tidak langsung akan memelihara dan mempengaruhi keberadaan drama pelacuran yang tidak berkesudahan, dari masa ke masa, dan di mana saja belahan muka bumi ini, sepanjang manusia itu masih ada maka pelacuran pasti ada.

BAB V

(37)

Berdasarkan penelitian kami, dapat dikemukakan beberapa simpulan sebagai berikut.

Banyak faktor yang nendorong wanita terjun dalam dunia pelacuran, antara lain faktor ekonomi, sosiologis, dan psikologis. Faktor ekonomi, kebutuhan hidup semakin banyak dan dan mendesak, namun tidak dapat dipenuhi akibat tidak ada sumber penghasilan. Oleh karena itu melakukan pelacuran dianggap sebagai solusi yang instan. Faktor sosiologis, merujuk pada perkembangan dan perubuhan sosial-budaya yang begitu cepat, ikatan sosial yang renggang, dan masyarakat bersifat pragmatis, nilai-nilai sosial mengendor. Banyak anggota masyarakat yang tidak mampu menyesuaikan diri dengan perkembangan jaman, mereka teralienasi dari masyarakatnya. Pelacuran dipandang sebagai jalan keluar dari alienasi tersebut. Faktor psikologis, kepribadian yang lemah dan mudah terpengaruh, moralitas yang rendah dan kurang berkembang sehingga tidak dapat membedakan antara baik dan buruk, benar dan salah, boleh dan tidak boleh, menjadi sebab-sebab timbulnya pelacuran.

(38)

B. Saran

1. Bagi Orang Tua

Sebagai orang tua yang bertugas menjaga dan mendidik anaknya agar bertingkah laku dan berprilaku baik, hendaknya orang tua selalu memberikan kasih sayang pada anaknya agar tidak terjadi hal yang tak diinginkan

2. Bagi Pemerintah

Pemerintah harus jeli dalam menegakan hokum. Selalu melakukan razia ditempat rawan namun para wanita tersebut seharusnya diberikan pembinaan dan keterampilan agar mereka tak melakukan hal yang sama. Memberikan hukuman pada mucakari agar tidak menjerumuskan wanita yang dalam kesulitan ke dunia hitam

Daftar Pustaka

(39)

Anwar, Mochamad Dading. 1986, Hukum Pidana Bagian Khusus Buku II, Bandung: Alumni.

Basu, Benediktus, 1998. Sendi-Sendi Kriminologi, Surabaya: Usaha Nasional, Indah, Maya, 2001, “Bekerjanya Peradilan Pidana dalam Mewujudkan Perlindungan Korban”, Masalah-masalah Hukum Nomor 1 Tahun 2001. Semarang: Fakultas Hukum Undip..

Kartono, Kartini. 1988. Patologi Sosial. Jilid I, Edisi Baru, Jakarta: CV Rajawali.

Moeljatno. 1994. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Moeljatno. 2001. Azas-Azas Hukum Pidana, Jakarta: PT Bumi Aksara.

Poerwardaminta, WJS. 1998. Kamus Umum Bahasa Indonesi,, Jakarta: PN Balai Pustaka.

Prodjodikoro, Wirjono. 1986. Tindak-Tindak Pidana Tertentu di Indonesia, Bandung: PT Erresco.

Soedjono, D. 1988. Pathologi Sosial, Bandung: Alumni. LAMPIRAN OBSERVASI

(40)

Observasi Informan : Dewi

Umur : 29 tahun Tanggal : 18 Mei 2016 Waktu :23.00

Tempat : Hotel sesudah Mesjid Muhammadiyah Sumatera Barat Awalnya saya bertransaksi di kawasan Taman Melati, lalu setelah deal saya di bawa menuju kesebuah hotel sesudah Mesjid Muhammadiyah Sumatera Barat. Disana saya disambut 9 orang mucakiri besertapreman, dengan kesepakatan awal hanya melakukan wawancara dan membayar Rp.150000 pada mucikarinya

Refleksi

Terkait dengan apa yang dikatakan informan 1 menggambarkan bahwa narasumber mengungkapkan keluh kesahnya menjadi seorang pekerja

seks komersial

(41)

Informan : NN Umur : 29 tahun Tanggal : 13 Mei 2016 Waktu :23.00

Tempat : TamanMelati, didalam mobil mucikari

Kembali saya bertransaksi di kawasan Taman Melati, lalu setelah deal saya di bawa menuju kesebuah hotel sesudah Mesjid Muhammadiyah Sumatera Barat. Disana saya disambut beberapa orang mucakiri beserta preman di area parkiran hotel, dengan kesepakatan awal hanya melakukan wawancara dan membayar Rp.150000 pada

mucikarinya

Terkait dengan apa yang dikatakan informan 1 menggambarkan bahwa narasumber mengungkapkan keluh kesahnya menjadi seorang pekerja

seks komersial

Observasi Informan : Bunga

Refleksi

(42)

Umur : 29 tahun Tanggal : 18 Mei 2016 Waktu :23.10

Tempat : Hotel sesudah Mesjid Muhammadiyah Sumatera Barat Bunga yang pada saat itu didekat Dewi. Ia juga menceritakan sedikit

masalahnya setelah saya pancing dengan beberapa pertanyaan. ketika selesai wawancara, Bunga memaksa saya memberikannya imbalan. Namun uang yang saya bawa pas kemudian ia memasang wajah masam

informan 1 menggambarkan bahwa narasumber mengungkapkan keluh kesahnya menjadi seorang pekerja

seks komersial

(43)
(44)
(45)
(46)
(47)
(48)
(49)
(50)
(51)

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR...

BABI

PENDAHULUAN...

(52)

D. Rumusan Masalah... E. Tujuan Penelitian... F. Manfaat Penelitian...

BAB IIKAJIAN PUSTAKA DAN KERANGKA PIKIR...

A. KAJIAN PUSTAKA... 1. Definisi Prostitusi... 2. TinjauanProstitusi... 3. Perilaku Menyimpang... 4. INTERAKSI SOSIAL... 5. KETENTUAN PELACURAN DALAM KUHP ... B. Kerangka berfikir...

(53)

I. Teknik Analisis Data... 1. Pengumpulan Data... 2. Redusi Data... 3. Penyajian Data... 4. Penyimpulan Data...

BAB IVHASIL PENELITIAN...

1.Temuan Umum... a. Deskripsi Cakupan Wilayah Penelitian... b. peta lokasi observasi... c. Deskripsi Informan... 2. Temuan khusus... a. Faktor terjadinya prostitusi... b. Faktor yang menyebabkan terjadinya prostitusi menurut KPAI.. c. langkahmengurangi prostitusi... d. Pokok-Pokok Temuan Penelitian...

BAB V...

PENUTUP...

A. Kesimpulan...

B. Saran...

1. Bagi Orang Tua...

(54)

Daftar Pustaka...

LAMPIRAN OBSERVASI...

Lampiran analisis...

PROPOSAL METODE PENELITIAN

PENELITIAN KUALITATIF

(55)

OLEH:

YOVIE FEBRIAN PIKO\

1301038

JURUSAN SENI RUPA

FAKULTAS BAHASA DAN SENI

UNIVERSITAS NEGERI PADANG

Referensi

Dokumen terkait

Sulit dipercaya namun dengan apa yang telah terjadi di dalam kehidupan dan hubungan antar Arab Hadramaut dan etnis Kaili di kota Palu benar-benar tidak dapat terlepas dari

berakhir (disebut evaluasi sumatif). Berbeda dengan model yang pertama dikembangkan, model yang kedua ini ketika melaksanakan evaluasi, evaluator tidak dapat melepaskan

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rute, pola operasi, spesifikasi kapal, serta fasilitas pendukung (tangki Timbun) yang optimun, dengan kriteria

1. Daerah Bantul dan Gunungkidul secara geologis dan topografis sangat berbeda. Bantul merupakan daerah yang relatif datar dan subur, kawasan yang sangat baik untuk berbagai

TriPutra Inti Makmur digunakan untuk membantu strategi bisnis agar lebih mendukung visi dan misi perusahaan, dengan menggunakan teknologi informasi yang diharapkan

a) Kontrak kuliah dilakukan di awal kuliah, dengan cara kesediaan mengikuti aturan perkuliahan di FIB, sekaligus dosen yang bersangkutan mendapatkan jadwal kuliah yang

Padahal di DKI Jakarta Sendiri, terdapat 3(tiga) Instansi Badan Narkotika Nasional yaitu Badan Narkotika Nasional Pusat, Badan Narkotika Nasional Provinsi DKI Jakarta,

Bogdan dan Taylor, dalam Moleong (2007:248) menyebutkan bahwa “analisis data adalah upaya yang dilakukan dengan bekerja dengan data, mengorganisasi data,