• Tidak ada hasil yang ditemukan

MODEL PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT DISTRIBUSI BBM: DUMAI PONTIANAK BELAWAN - KRUENG RAYA

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "MODEL PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT DISTRIBUSI BBM: DUMAI PONTIANAK BELAWAN - KRUENG RAYA"

Copied!
9
0
0

Teks penuh

(1)

MODEL PERENCANAAN TRANSPORTASI LAUT DISTRIBUSI BBM:

DUMAI – PONTIANAK – BELAWAN - KRUENG RAYA

Firmanto Hadi1, Hasan Iqbal Nur1, Irfa’atil Karimah1*, Fara Putri

Nur Hariadi1

1Jurusan Transportasi Laut, Fakultas Teknologi Kelautan, Institut Teknologi Sepuluh

Nopember, *Email: irfaatil@gmail.com

Abstrak: Dalam upaya pemenuhan kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di wilayah Pontianak, Belawan dan Krueng Raya, dibutuhkan perencanaan transportasi laut yang efektif dan efisien dari Refinery Unit –II yang berada di Dumai. Tujuan utama penelitian ini adalah untuk mendapatkan rute dan ukuran kapal optimum dalam perencanaan transportasi laut distribusi BBM. Metode yang digunakan adalah optimasi non-linier, dengan kriteria minimum unit cost dan muatan terangkut memenuhi kebutuhan di daerah tujuan, serta perencanaan fasilitas pendukungnya. Hasil perhitungan menunjukan bahwa untuk perencanaan transportasi laut distribusi BBM yang paling optimum adalah dengan pola distribusi

port to port(Dumai – Pontianak; Dumai – Belawan dan Dumai – Krueng Raya),

dengan unit cost sebesar Rp 646.91/ton. Kapasitas kapal optimum yang dibutuhkan untuk distribusi BBM Dumai – Pontianak; Dumai – Belawan dan Dumai – Krueng Raya, secara berurutan adalah 5.200 ton, 3.200 ton, dan 3.200 ton. Fasilitas tangki timbun minimun yang dibutuhkan untuk masing-masing area adalah Pontinak (22.647KL), Belawan (47.421KL), Krueng Raya (14.104 KL).

Kata kunci:Distribusi BBM, Transportasi laut, Fleet sizing, Optimasi, Unit Cost

1. PENDAHULUAN

Bahan Bakar Minyak (BBM) merupakan komoditas yang memegang peranan sangat penting dalam semua aktivitas ekonomi, khususnya sebagai bahan bakar kendaraan bermotor. Seiring dengan perkembangan teknologi pada dunia otomotif, terjadi peningkatan jumlah kendaraan bermotor tiap tahunnya. Hal ini menjadi salah satu penyebab peningkatan permintaan pasokan BBM dibeberapa daerah di Indonesia. Sehingga perencanaan distribusi BBM pada masing – masing daerah harus disesuaikan dengan kebutuhan konsumsi BBM di masing – masing daerah (Ton/hari) agar terhindar dari krisis atau kelangkaan BBM.

Indonesia memiliki beberapa jumlah kilang minyak (

Refinary Unit

), salah satunya adalah

Refinary Unit

-II Dumai, dengan produk yang dihasilkan yaitu product oil berupa BBM (premium, solar, pertamax, dll). RU Dumai melayani beberapa daerah seperti Pontianak, Belawan dan Krueng Raya. Dalam paper ini, akan membahas model distribusi transportasi laut BBM. Cakupan wilayah dalam dalam penelitian ini adalah daerah Dumai, Pontianak, Belawan dan Krueng Raya, dimana Dumai merupakan daerah asal yang akan mensuplai kebutuhan Bahan Bakar Minyak untuk ketiga daerah yakni Pontianak, Belawan, dan Krueng Raya (Gambar 1). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan rute, pola operasi, spesifikasi kapal, serta fasilitas pendukung (tangki Timbun) yang optimun, dengan kriteria optimum yang digunakan adalahminimum

unit cost

dan muatan terangkut memenuhi kebutuhan di daerah

(2)

tujuan. Dengan demikian diharapkan distribusi BBM dapat berlangsung secara efektif dan efisien, sehingga kelangkaan BBM tidak terjadi.

KRUENG RAYA

BELAWAN

DUMAI

PONTIANAK

Gambar 1. Lokasi Dumai – Pontianak – Belawan – Krueng Raya

MODEL OPTIMASI

Berdasarkan konsep model optimasi, selanjutkan dapat melakukan pembuatan model yang dapat menggambarkan gambaran bagaiman pola operasi yang menghasilkan biaya optimum untuk mendapatkan unit cost paling minimum. Pada model optimasi ini akan menghasilkan kapal mana yang akan ditugaskan pada rute tertentu. Dalam proses

running

dalam model, alternatif rute yang awal ada 4 alternatif rute dijadikan 3 alternatif pola operasi. Dalam pola operasi ini terdapat dua pilihan rute, tujuannya yaitu untuk membandingkan rute

port to port

dan

transhipment

. Dan proses selanjutkan, model akan memilih pola operasi mana yang paling optimum untuk memberikan nilai unit cost (Rp/Ton.Nm) minimum pada masing-masing model (Gambar 2) DUM BWN PNK KRR BWN KRR DUM BWN PNK KRR PNK KRR DUM BWN PNK KRR PNK BWN MODEL 1 MODEL 2 MODEL 3 Keterangan: DUM : Dumai PNK : Pontianak BWN : Belawan KRR : Krueng Raya

(3)

Skema model alternatif pola operasi menjelaskan bahwa, proses model dalam satu kali running memberikan pilihan apakah akan memilih

port to port

atau

transhipment

yang akan memeberikan nilai

unit cost

paling minimum. Setiap model akan dilakukan running atau proses optimasi dengan sheet yang berbeda (Tabel 1).

 Objective function (Z) =∑ ∑ 𝑋𝑖𝑗 𝑌𝑖𝑗 5 𝑗=1 4 𝑖=1 Persamaan 1

i = Origin – Destination; j = Kapal ke-  Decision Variable =

𝐾11 Penugasan kapal 1 dari Dumai ke Pontianak 𝐾12 Penugasan kapal 2 dari Dumai ke Pontianak 𝐾13 Penugasan kapal 3 dari Dumai ke Pontianak 𝐾14 Penugasan kapal 4 dari Dumai ke Pontianak 𝐾54 Penugasan kapal 4 dari Pontianak ke Krueng Raya

𝐾𝑖𝑗 = 1; jika ditugaskan; 𝐾𝑖𝑗 = 0 ; jika tidak ditugaskan

 Constraint :

∑3𝑖=1∑4𝑗=1𝑌𝑖𝑗≤ 490.000 Persamaan 2

∑4𝑗=1𝑌1𝑖 – ∑5𝑖=4∑4𝑗=1𝑌𝑖𝑗= 160.000 Persamaan 3 ∑4𝑗=1𝑌2𝑗 + ∑4𝑗=1𝑌4𝑖≥ 280.000 Persamaan 4 ∑4𝑗=1𝑌3𝑖 + ∑4𝑗=1𝑌5𝑖≥ 50.000 Persamaan 5

Tabel 1 Input Model Optimasi

No Origin Destination

Demand (Ton)

Decision Variable Total Cost (X) Cargo Flow (Y) Lokasi K1 K2 K3 K4 K1 K2 K3 K4 K1 K2 K3 K4

1 Dumai Pontianak 160.000

2 Dumai Belawan 280.000

3 Dumai Krueng Raya 50.000

4 Pontianak Belawan 280.000

5 Pontianak Krueng Raya 50.000

Total Supply = 490.000 Ton

Data yang dibutuhkan dalam model optimasi ini diantaranya perhitungan biaya transpotasi laut dalam setahun oleh masing – masing kapal, dimana komponen biaya tersebut terdiri dari biaya

variable cost (cargo handling cost, port charges

dan

bunker

cost)

dan

fix cost

dimana

fix cost

merupakan biaya yang dikeluarkan untuk mengadakan kapal tersebut. Pengadaan kapal disini dilakukan dengan sistem

time

charter

. Data lain yang dibutuhkan dalam model juga perhitungan

roundtrip days

dari masing – masing kapal dan frekuensi kapal yang dibutuhkan untuk melakukan distribusi BBM dalam setahun. Distribusi BBM dalam model ini dibatasi dengan masa kerja kapal dalam setahun

(commision days)

yaitu 335 hari. Selanjutnya, dapat dilakukan proses optimasi model.

Proses optimasi yaitu diawali dengan memasukkan input data keseluruhan (input data yang dimaksud pada konsep optimasi). Hasil dari optimasi ini dengan mendapatkan unit cost minimum dengan jumlah kapal yang tententu. Berikut alur dari data yang akan dihasilkan dalam proses

running

model:

(4)

Ship Assignment (Decision Variable)

Frekuensi Setelah Penugasan

Muatan Terangkut Total Perkapal

Jumlah Kapal Yang Dibutuhkan

Muatan Real Terangkut Total (Ton) Jumlah Kapal Pembulatan

Total Cost =Fix Cost (Time Charter Hire) + Variable Cost + Biaya B/

M Unit Cost (Rp/Ton)

Gambar 3.

Output

Model Optimasi

Set Objective

: jumlah dari

total cost

dibagai dengan total

cargo flow

(min unit Cost)

By Changing Variable Cells: Decision Variable (Ship Assignment)

Constraint :

1.

Supply

Dumai ≤ 490.000 (sesuai

supply

origin)

2.

Demand

Pontianak =

demand

yang diterima –

demand

saat transhipment 3.

Demand

Belawan ≥ 280.000 (sesuai

demand

Belawan sendiri)

4.

Demand

Krueng Raya ≥ 50.000 (sesuai

demand

Krueng Raya sendiri) 5. 𝐾𝑖𝑗= Bin

PERENCANAAN RUTE DAN POLA OPERASI 1.1 Supply dan Demand BBM

Kebutuhan Bahan Bakar Minyak (BBM) di Pontianak, Belawan dan Krueng Raya ditentukan berdasarkan konsumsi perhari dari masing-masing daerah. Dengan diketahui kebutuhan perhari dari masing-masing daerah sehingga dapat dilakukan pemodelan untuk mengatur jadwal pengiriman BBM untuk ketiga daerah tersebut.Berikut kebutuhan BBM masing-masing wilayah tersebut:

Tabel 2.

Supply

dan

Demand

BBM

No. Nama Daerah Asal / Tujuan Volume (Ton/Tahun) Kebutuhan BBM (Ton/Hari)

Bongkar Muat

1 Dumai Asal 490.000 -

-2 Pontianak Tujuan 160.000 438

3 Belawan Tujuan 280.000 767

4 Krueng Raya Tujuan 50.000 137

1.2 Alternatif Kapal

Kapal alternatif terdiri dari beberapa pilihan armada tanker yang yang diajukan sebagai moda transportasi laut untuk melakukan distribusi BBM. Dalam hal ini, kapal alternatif kapal harus kompatibel dengan pelabuhan yang akan dikunjungi. Kompatibilitas kapal terhadap pelabuhan dilihat dari sarat kapal dan kedalaman pelabuhan itu sendiri (Tabel 3)

(5)

Tabel 3. Kompatibilitas Kapal terhadap Pelabuhan

No. Nama Pelabuhan Kedalaman Pelabuahan(m) Maksimal Sarat Kapal (m)

1 Dumai 10 9

2 Belawan 9 8

3 Pontianak 7 6

4 Krueng Raya 11 10

Pemilihan alternatif armada pada tugas ini yaitu langsung menentukan deadweight kapal dengan ranges tertentu. Pemilihan alternatif armada sendiri berdasarkan refrensi dari kapal yang sudah beroperasi pada daerah tersebut. Dalam paper ini, alternatif armada sebanyak empat kapal (Tabel 4).

Tabel 4. Alternatif Kapal

No. Kapal DWT (Ton) Payload (100%) Payload (95%)

1 Kapal 1 3.500 3.200 3.023

2 Kapal 2 4.500 4.100 3.887

3 Kapal 3 5.500 5.000 4.750

4 Kapal 4 6.500 5.900 5.615

1.3 Alternatif Rute dan Pola Operasi

Perencanaan rute alternatif merupakan beberapa alternatif pola operasi yang akan diajukan untuk melakukan distribusi BBM. Pemilihan rute alternatif yatu dengan kriteria minimum biaya dalam operasinya. Dalam paper ini, mengajukan 5 rute alternatif dimana masing – masing pelabuhan tujuan akan dijadikan sebagai pelabuhan transipment. Rute alternatif yang dimaksud dalam paper ini diantaranya:

Tabel 5. Alternatif Rute

Alternatif

Rute Ke- Asal Tujuan Alternatif Rute Ke- Asal Tujuan

1

Dumai Pontianak

2

Dumai Belawan

Dumai Belawan Belawan Pontianak

Dumai Krueng Raya Belawan Krueng Raya 3

Dumai Pontianak

4

Dumai Krueng Raya Pontianak Belawan Krueng Raya Pontianak Pontianak Krueng Raya krueng Raya Belawan

1.4 Rute dan Pola Operasi Optimum

Hasil running model optimasi dapat diterima setelah proses running dalam solver menyatakan bahwa hasil running adalah satisfied. pernyataan tersebut menyatakan bahwa hasil yang didapat dalam proses optimasi merupakan hasil yang paling optimum. Berikut merupakan hasil running model:

(6)

Tabel 6. Hasil Optimasi Model Ke- Origin Destination Total jarak (Nm)

Jumlah Kapal yang dibutuhkan (Unit)

Lokasi Kapal 1 Kapal 2 Kapal 3 Kapal 4

1

Dumai Pontianak 500 1

Dumai Belawan 245 2

Dumai Krueng Raya 257 1

Pontianak Belawan 681

Pontianak Krueng Raya 953

2

Dumai Belawan 245 2

Dumai Pontianak 500 1

Dumai Krueng Raya 257 1

Belawan Pontianak 681

Belawan Krueng Raya 40

3

Dumai Pontianak 500 1

Dumai Belawan 245 2

Dumai Krueng Raya 257 1

Krueng Raya Pontianak 953

Krueng Raya Belawan 40

Dimana masing – masing ukuran utama serta kapasitas muatan dari masing - masing kapal yang terpilih adalah sebagai berikut:

Tabel 7. Ukuran Utama dan Kapasitas Kapal Terpilih

Kapasitas Tanker Ton 3.023 5.615

GT ton 2.390 4.750 Dimensi LOA m 86,93 105,90 LPP m 85,40 99,23 Breadth m 13,95 15,95 Depth m 6,56 8,77 Draft m 4,57 5,80

Kecepatan Kecepatan knot 12,00 12,00

Dengan hasil running model diatas, juga diketahui total biaya yang dibutuh dalam kegiatan distribusi BBM pertahunnya, yaitu sebagai berikut:

Tabel 8. Total Biaya dan Unit Biaya Alternatif

Rute - 1

Origin Destination Total Cost (Rp)

Total Unit Cost Rp/Ton Cargo Terangkut (Ton) Dumai Pontianak

(7)

2. PERENCANAAN FASILITAS PELABUHAN

Dalam

paper

ini akan dilakukan desain pada Pelabuhan Pontianak. Perencanaan dermaga akan disesuaikan dengan kapal yang akan labuh serta muatan yang dibawa oleh kapal. berdasarkan hasil optimasi pada bab sebelumnya, kapal yang akan ditugaskan untuk mebgirim BBM untuk Pontianak adalah kapal 4 dengan muatan yang dibawa sebesar 5.614 Ton.

2.1 Perencanaan Fasilitas Dermaga

Dalam

paper

ini, untuk menghitung panjang jetty yang dibutuhkan menggunakan rumus sebagai berikut:

𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝑏𝑟𝑒𝑎𝑠𝑡𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑙𝑝ℎ𝑖𝑛 = 0,25 ∙ 𝐿𝑂𝐴

Selanjutnya, untuk menghitung jarak antar mooring

dolphin

dilakukan dengan rumus: 𝐽𝑎𝑟𝑎𝑘 𝑎𝑛𝑡𝑎𝑟 𝑚𝑜𝑜𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑙𝑝ℎ𝑖𝑛 = (𝐿𝑂𝐴− 𝑃𝑎𝑛𝑗𝑎𝑛𝑔 𝐽𝑒𝑡𝑡𝑦)

𝐽𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑚𝑜𝑜𝑟𝑖𝑛𝑔 𝑑𝑜𝑙𝑝ℎ𝑖𝑛

Dengan menggunakan rumusan di atas, maka didapatkan hasil untuk panjang breasting dolphin Pelabuhan Pontianak adalah 26,52 meter. Jarak antar mooring dolphin adalah 19,84 meter dengan jumlah 4 buah. Panjang

trestle

yang didesain adalah sepanjang 100 meter berdasarkan kondisi eksisting, dan lebar

trestle

adalah 3 meter yang didesain untuk akses pengawas.

2.2 Perencanaan Bongkar Muat

Loading arm merupakan alat bongkar muat untuk muatab curah cair. Dalam tugas ini, perencanaan kecepatan bongkar muat dari loading arm yaitu 300 ton/jam pada pelabuhan tujuan, sedangkan pada pelabuhan tujuan memiliki kecepatan bongkar muat sebesar 400 ton/jam. Aktivitas bongkar muat pada pelabuhan dibantu dengan menggunakan fasilitas pelabuhan, dan kecepatan bongkar muatnya lebih besar. Sedangkan pada pelabuhan tujuan memanfaat pompa kapal itu sendiri saat melakukan proses bongkar.

2.3 Perencanaan Fasilitas Tangki Timbun

Perhitungan awal dalam perencanaan tangki timbun, harus mengetahui frekuensi pengiriman dalam setahun serta jumlah pengirimana BBM dalam satu kali pengiriman. Sehingga dapat dilakukan simulasi penjadwalan pengiriman untuk masing-masing daerah tujuan. Selain itu, juga disimulasikan terdapat pengambilan BBM di tangki timbun sesuai kebutuhan masing-masing daerah perhari. Sehingga, dapat diketahui volume tangki sisa selama setahun.

Dari volume tangki sisa terbanyak selama penjadwalan tersbut akan dijadikan desain untuk perencanaan tangki timbun. Perencanaan tangki timbun dapat dirumuskan sebagai berikut:

𝑀𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑖𝑠𝑎 (𝑡𝑜𝑛) = 𝑀𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑚𝑎𝑠𝑢𝑘 (𝑡𝑜𝑛) − 𝑚𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑘𝑒𝑙𝑢𝑎𝑟 (𝑡𝑜𝑛) 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖 𝑡𝑖𝑚𝑏𝑢𝑛 (𝐾𝐿) =𝑀𝑢𝑎𝑡𝑎𝑛 𝑆𝑖𝑠𝑎 (𝑘𝑔) + 𝑠𝑡𝑜𝑐𝑘 𝑐𝑎𝑑𝑎𝑛𝑔𝑎𝑛 (𝑘𝑔)

(8)

Untuk lebih jelasnya, berikut volume tangki yang dibutuhkan oleh masing-masing daerah yaitu:

Tabel 9. Volume Tangki Timbun masing-masing Daerah

No. Nama Pelabuhan Volume Tangki Timbun (KL)

1 Dumai 490.000

2 Pontianak 22.647

3 Belawan 47.421

4 Krueng Raya 14.104

2.4. Perencanaan Fasilitas Bundwall

Bundwall

merupakan tembok yang mengelilingi tangki timbun yang berfungsi sebagai pengaman. Untuk memudahkan perhitungan,

bundwall

dibuat berbentuk balok, dengan ketinggian ± 1 meter.

𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑏𝑢𝑛𝑤𝑎𝑙𝑙 (𝑚3) = 120% ∙ 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝑡𝑎𝑛𝑔𝑘𝑖 𝑡𝑒𝑟𝑏𝑒𝑠𝑎𝑟 (𝑚3)

Pada paper ini

bundwall

yang penulis rancang pada Pelabuhan Pontianak, sehingga untuk luasan bundwall yang dibutuhkan pada pelabuhan ini adalah 15.547 KL dengan dimensi adalah sekitar 90,91 m x 127,27 m dan ketinggian dari bundwall ini adalah 1,2 m.

3. KESIMPULAN

Dari penelitian yang telah dilakukan maka diperoleh kesimpulan sebagai berikut:

1. Alternatif rute paling optimum adalah alternatif rute -1 yaitu dengan pola operasi

port to port

, dengan minimum unit cost sebesar Rp646.915. Kapasitas kapal optimum yang terpilih adalah sebagai berikut:

a. Dumai – Pontianak adalah kapal 4 (5.900 ton) dengan jumlah kapal 1 unit; b. Dumai – Belawan adalah kapal 1 (3.200 ton) dengan jumlah kapal 2 unit; c. Dumai – Krueng Raya adalah kapal 1 (3.200 ton) dengan jumlah kapal 1 unit. 2. Spesifikasi kapal terpilih yaitu kapal 1 dan kapal 4 adalah sebagai berikut:

a. Kapal 1  Payload : 3.200 Ton  LOA : 86,93 Meter  Lpp : 85,40 Meter  Lebar : 13,95 Meter  Sarat : 4,57 Meter b. Kapal 4  Payload : 5.900 Ton  LOA : 105,90 Meter  Lpp : 99,23 Meter  Lebar : 8,77 Meter  Sarat : 5,80 Meter 3. Kebutuhan fasilitas pelabuhan:

(9)

 Panjang

trestle

: 100 m

 Lebar

trestle

: 3 meter

 Panjang

Breasting dolphin

: 26,52 m b. Fasilitas tangki timbun:

 Dumai sebesar 490.000 KL  Pontianak sebesar 22.647 KL  Belawan sebesar 47.421 KL  Krueng Raya sebesar14.104 KL 

DAFTAR PUSTAKA

Hellenicshippingnews. (20015, Oktober 7).

Tanker Time Charter Estimates

. Dipetik Oktober 7, 2015, dari Hellenic Shipping News: www.hellenicshippingnews.com Kramadibrata, S. (1985).

Perencanaan Pelabuhan.

Jakarta: Ganesha Exact Bandung. (2014). Dalam D. Lasse,

Manajemen Muatan: Aktivitas Rantai Pasok di Area Pelabuhan

(hal. 162-169). Jakarta: Rajawali Press.

(1988). Dalam E. Lewis,

Principles of Naval Architecture Second Revision.

Jersey City, NJ.: The Society of Naval Architects and Marine Engineers 601 Pavonia Avenue. (2003). Dalam S.-T. Liu,

The Total Cost Bounds of The Transportation Problem with

Varying Demand and Supply

(hal. 247-251). Omega Vol.3.

(2011). Dalam B. Santosa, & P. Willy,

Metoda Metaheuristik Konsep dan Implementasi.

Surabaya: Guna Widya.

Triatmodjo, B. (2009).

Perencanaan Pelabuhan.

Yogyakarta: Beta Offset. Velsink, H., & Ligteringen, H. (2012).

Port And Terminals.

Netherland: VSSD. Violyta, R. (2015, Oktober 5). Pump Rate region III. (I. Karimah, Pewawancara)

Gambar

Gambar 1. Lokasi Dumai – Pontianak – Belawan – Krueng Raya
Gambar 3. Output  Model Optimasi
Tabel 3. Kompatibilitas Kapal terhadap Pelabuhan
Tabel 6. Hasil Optimasi   Model  Ke- Origin Destination Total jarak  (Nm)

Referensi

Dokumen terkait

Kesimpulan: Kondisi fisik lingkungan rumah yang berhubungan dengan kejadian TB paru adalah kepadatan hunian, ventilasi alami dan pencahayaan alami, baik di ruangan yang

Makalah ini mengkaji sistem uji kompetensi yang dikembangkan oleh Badan Nasional Sertifikasi Profesi (BNSP) yang meliputi tiga pilar utama yaitu Standar Kompetensi Kerja

Buku Pedoman Penyelenggaraan Pelayanan Imunisasi ini merupakan kumpulan dari beberapa reverensi buku panduan pelayanan imunisasi di Puskesmas, diharapkan dapat membantu

Kode morse tidak lagi dipergunakan sebagai modul komunikasi resmi Angkatan Laut internasional pada tahun 1997 dan diganti dengan sistem GMDSS yang menggunakan satelit,

Desain area dan ruang pada kedua taman lantai empat cukup jelas dan tidak abstrak, namun masih membingungkan dengan tidak terdapat batasan yang jelas antara ruang aktif

Berdasarkan hal tersebut, maka penelitian ini bertujuan untuk meneliti pengaruh dari tingkat pengungkapan informasi CSR dalam laporan tahunan terhadap informativeness

Setelah membaca teks dan mengamati video yang ditayangkan oleh guru, siswa dapat menelaah tentang pentingnya sikap kerja keras dalam keberagaman ekonomi dengan benarA.

Kecenderungan pemberitaan hari ini bertendensi positif dan netral masing-masing sebanyak delapan berita utama (34.8 %)..4. Bupati Ogan Ilir Diperiksa di BNNP Sumsel, Akan Dites Urine