• Tidak ada hasil yang ditemukan

V. GAMBARAN UMUM KECAMATAN BOJONGSARI

5.3. Teknik Budidaya Ikan Hias Air Tawar

Teknik budidaya yang sesuai dengan kondisi lingkungan dan skala usaha yang dijalankan akan sangat mempengaruhi kualitas dan kuantitas dalam memproduksi ikan yang baik. Beberapa faktor teknis budidaya yang perlu diperhatikan adalah pemilihan induk, tempat pemeliharaan, teknik pemijahan, pemeliharaan, cara penanganan ikan sakit, penyortiran dan pengemasan, hingga proses pengangkutan.

a. Pemilihan Induk

Induk yang dipilih harus sudah berukuran 2.5 cm dan umurnya antara 6-7 bulan. Pembelian induk hanya dilakukan satu kali, yaitu pada saat memulai usaha. Setelah usaha berjalan, peternak memisahkan sebagian ikannya, biasanya yang memiliki ukuran di atas rata-rata, untuk dibesarkan sebagai calon induk. Jika terpaksa membeli, peternak tidak pernah membeli induk yang sudah jadi. Peternak biasanya membeli ikan berukuran M (2 cm) yang kemudian dibesarkan hingga

siap untuk memijah. Hal ini dilakukan karena ikan yang terbaik untuk dijadikan induk adalah ikan yang dari menetas hingga dewasa berada di lingkungannya dan akan mampu memijah dengan baik pada waktunya.

Induk baru membutuhkan waktu untuk belajar memijah. Biasanya induk baru bisa menghasilkan kualitas dan kuantitas telur yang optimal setelah 4 kali memijah. Telur yang baik adalah yang berwarna putih transparan. Induk hanya dapat digunakan selama 6 bulan. Setelah 6 bulan, telur yang dihasilkan berwarna putih susu. Telur ini tidak akan menetas dan akhirnya membusuk. Oleh karena itu, peternak biasanya mempersiapkan calon induk baru 6 bulan sebelumnya, sehingga pada saat induk lama afkir (tidak bisa digunakan lagi) sudah tersedia induk baru yang siap untuk memijah.

b. Tempat Pemeliharaan

Tempat pemeliharaan ikan hias berupa akuarium berukuran 100 cm x 50 cm x 35 cm dengan ketebalan kaca 5 mm. Akuarium tersebut diletakkan dalam rak besi bertingkat tiga dengan panjang sekitar 5 m, sehingga 1 rak mampu menampung 15 akuarium. Alas akuarium diberi styrofoam dengan ketebalam 2 cm agar tidak mudah pecah. Rak-rak tersebut disusun dalam sebuah bangunan berbentuk seperti gudang. Setiap akuarium diisi dengan air setinggi 30 cm. Air yang digunakan adalah air tanah berasal dari sumur.

Tempat pemijahan neon tetra menggunakan akuarium kecil berukuran 15 cm x 15 cm x 10 cm dengan ketebalan kaca 3 mm. Air yang digunakan adalah air yang direndam dengan daun ketapang selama 2-3 hari. Daun ketapang berfungsi untuk menurunkan pH, karena neon tetra menyukai pH yang asam (5.8), khususnya untuk pemijahan.

c. Pemijahan

Pemijahan Ikan Neon Tetra dilakukan secara berpasangan dengan perbandingan 1 : 1 didalam akuarium kecil. Induk yang berada dalam akuarium besar dipasang-pasangkan dan dimasukkan ke dalam akuarium kecil yang sudah diisi air setinggi 15 cm. Seluruh sisi akuarium ditutup dengan plastik hitam, karena telur neon tetra sangat sensitif terhadap intensitas cahaya yang kuat. Oleh karena itu, sebaiknya akuarium diletakkan di tempat yang teduh dan tidak banyak dilalui orang dan pemijahan dilakukan setelah pukul 15.00 WIB.

Pemijahan biasanya terjadi pada malam hari. Pengecekan dilakukan pada pagi hari dengan membuka sedikit plastik hitam, biasanya akan terlihat telur-telur berserakan di dasar akuarium. Induk neon tetra diangkat, sementara telur dibiarkan di dalam akuarium hingga menetas. Setelah induk diangkat, akuarium harus ditutup kembali dengan plastik hitam dan dibiarkan selama 24 jam. Membuka dan menutup plastik sebaiknya dilakukan secara bertahap agar telur tidak terlalu lama terkena cahaya matahari. Keesokan harinya, setelah menetas, telur dapat dipindahkan dengan cara disifon dengan selang kecil dan dipindahkan ke dalam akuarium besar. Setelah itu, akuarium dikosongkan, dibersihkan, dan diangin-anginkan hingga kering untuk digunakan keesokan harinya. Pemijahan neon tetra tidak dilakukan 3 hari sekali.

d. Pakan

Pakan yang digunakan adalah Artemia salina dan kutu air (Daphnia sp.). Larva Artemia salina dijual dalam bentuk kalengan dan merupakan produk impor dari negara-negara subtropis, sehingga sebaliknya digunakan sesedikit mungkin untuk menekan biaya. Larva artemia harus ditetaskan terlebih dahulu sebelum

diberikan kepada ikan. Penetasannya dilakukan dengan memasukkan larva

Artemia salina ke dalam toples yang telah diisi 2 liter air dan 50 gram garam dapur, sehingga menghasilkan larutan bersalinitas sekitar 25 ppt. Larva tersebut akan menetas setelah 24 jam dalam larutan garam yang diberi aerasi. Ikan-ikan yang baru menetas diberi pakan Artemia salina hingga berumur 10 hari, setelah itu diganti dengan kutu air.

Kutu air dapat diperoleh secara cuma-cuma di kolam-kolam ikan, khususnya lele, sehingga yang digunakan sebagai dasar perhitungan adalah biaya yang dikeluarkan untuk mencapai lokasi tersedianya pakan. Kutu air diberikan sebagai pakan setelah ikan berumur 10 hari. Pada masa peralihan dari pakan Artemia salina ke kutu air, kutu air yang akan diberikan harus disaring terlebih dahulu, sehingga ikan hanya akan memakan kutu air yang berukuran kecil. Setelah itu, secara bertahap ikan dapat memakan kutu air tanpa disaring hingga ikan mencapai ukuran S.

e. Pemeliharaan

Penggantian air dalam akuarium dilakukan setiap hari, tetapi tidak seluruhnya. Akuarium terlebih dahulu dibersihkan dengan menggunakan serok besar untuk mengangkat sisa-sisa makanan dan kotoran ikan. Setelah itu, air diputar hingga membentuk pusaran dan ke dalamnya dimasukkan selang kecil untuk menyedot air hingga kotorannya akan ikut tersedot. Penyedotan dilakukan hingga air yang tersisa hanya tinggal sepertiganya (± 10 cm).

Air diisi kembali dengan selang hingga mencapai ketinggian 30 cm. Pada saat memasukkan air sebaliknya digunakan aliran air yang tidak terlalu kuat agar ikan tidak terkejut. Selain itu, aliran air yang terlalu kuat akan menyebabkan

kandungan oksigen air kurang memadai. Kondisi ini akan menyebabkan ikan kekurangan oksigen dan berkumpul di permukaan air untuk memperoleh lebih banyak oksigen. Kondisi ini dapat diatasi dengan melarutkan sedikit garam ke dalam akuarium. Garam berfungsi meningkatkan kemampuan air dalam mengikat oksigen dan sebagai penenang sehingga ikan tidak kekurangan oksigen lagi dan kembali masuk ke dalam air.

Akuarium pemijahan harus dibersihkan dengan baik segera setelah digunakan agar jangan sampai ada telur rusak atau kotoran yang tersisa di dalamnya, sedangkan akuarium pemeliharaan hanya dikosongkan jika ikan sudah diangkat. Akuarium dibersihkan dengan menyedot air di dalamnya hingga habis. Seluruh sisi dinding dan dasarnya dibersihkan dengan menggunakan spons. Setelah itu, cuci sekali lagi dengan air bersih dan diangin-anginkan hingga kering sebelum digunakan kembali.

Kebersihan alat-alat seperti selang, serok, dan baskom juga harus selalu dijaga agar tidak menjadi tempat berkembangnya bibit penyakit. Penyimpanannya pun harus memperhatikan kemudahan memperolehnya. Selang-selang untuk penyifonan dan serok harus digantung setelah digunakan agar air yang terkandung di dalamnya segera kering. Jika serok kurang bersih dan masih basah dapat dikerumuni semut sehingga serok menjadi mudah rusak.

f. Penanganan Ikan Sakit

Penyakit yang sering menyerang ikan jenis tetra adalah: 1. White spot

Penyakit ini disebabkan oleh serangan parasit Ichtyophthirius multifiliis, sehingga sering disebut penyakit Ich. Penyakit ini dapat menyerang ikan besar

maupun kecil. Gejalanya terlihat dengan adanya bintik-bintik putih pada sirip dan tubuh ikan. Selain itu, ikan terlihat kurang nafsu makan, lemah, malas bergerak, sering naik ke permukaan, dan berenang dengan menggoyangkan sirip ekornya. 2. Velvet

Penyakit velvet muncul pada ikan karena serangan parasit Oodinium limneticum. Parasit ini termasuk ke dalam kelompok Protozoa dan menyerang seluruh tubuh. Oodinium limneticum tampak seperti beludru.

Penanganan kedua penyakit ini adalah mengurangi akuarium yang berisi ikan sakit dikurangi airnya hingga tinggal setengah, kemudian diberi 3 balok garam selama seminggu. Salinitas yang tinggi berfungsi untuk mematikan parasit. Selama masa pengobatan, ikan dipuasakan (tidak diberi makan) agar air tidak tercemar oleh kotorannya. Cara lain adalah memberikan obat-obatan seperti Blichicht, Velvet, dan lain-lain.

g. Penyortiran dan Pengemasan

Ikan perlu disortir terlebih dahulu sebelum dipasarkan. Penyortiran biasanya mulai dilakukan setelah ikan berumur 1 bulan. Ikan yang akan dipasarkan adalah yang sudah mencapai ukuran S (1 cm). Ikan yang telah melebihi ukuran S (1 cm) dipisahkan dan akan dibesarkan menjadi calon induk baru, sedangkan yang belum mencapai ukuran tersebut akan dibesarkan lagi.

Setelah penyortiran, dilakukan penghitungan ikan secara manual. Ikan yang akan dihitung diletakkan di atas sebuah baskom berisi air diletakkan selembar kain berpori-pori halus hingga kain sedikit tergenang. Penghitungan dilakukan secara manual dengan cara menyendoki dan menghitungnya satu per satu.

Ikan-ikan tersebut kemudian dikemas dalam kantong plastik rangkap dua berukuran 60 cm x 40 cm untuk mencegah kebocoran dan diisi dengan air hanya 1/5-1/7 volumenya dan diberi oksigen murni. Setiap kantong oksigen murni dapat digunakan untuk mengisi lima kantong ikan. Sesuai standar yang berlaku, setiap kantong plastik berisi 500 ekor ikan ukuran S atau 250 ekor ikan ukuran M. h. Pengangkutan

Pengangkutan dapat dilakukan dengan menggunakan sepeda motor maupun mobil. Sebelum diangkut, kantong plastik tadi dimasukkan terlebih dahulu ke dalam karung plastik yang mampu memuat 5 kantong ikan. Sebuah sepeda motor dapat menampung 20 kantong berisi 10 000 ekor ikan, sedangkan 1 mobil dapat menampung hingga 100 kantong berisi 50 000 ekor ikan.

Dokumen terkait