• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I PENDAHULUAN

G. Metode Penelitian

4. Teknik Dan Alat Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data dilakukan dengan cara studi kepustakaan (library reseacrh). Studi kepustakaan (library reseacrh) adalah serangkaian usaha untuk memperoleh data dengan jalan membaca, menelaah, mengklarifikasi, mengidentifikasi, dan dilakukan pemahaman terhadap bahan-bahan hukum yang berupa peraturan perundang-undangan serta buku-buku literatur yang ada relevansinya dengan permasalahan penelitian, dan selain mengumpulkan data dengan cara studi kepustakaan, penelitian ini juga didukung dengan teknik studi lapangan (field research).

Untuk menjawab problematika penelitian dalam mencapai tujuan dan menjawab permasalahan yang telah dirumuskan dalam penelitian, diperlukan data.

Untuk memperoleh data, seorang peneliti biasanya menggunakan instrumen mengumpulkan data. Alat pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan studi dokumen dan membuat pedoman wawancara serta melakukan wawancara mendalam (depth interview) kepada informan yaitu:

a. Hakim Pengadilan Negeri Tanjung Balai

b. Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Tanjung Balai 5. Analisis Data

Pengolahan, analisis dan konstruksi data penelitian hukum normatif dapat dilakukan dengan cara melakukan analisis terhadap kaidah hukum dan kemudian konstruksi dilakukan dengan cara memasukkan pasal-pasal ke dalam kategori-kategori atas dasar pengertian-pengertian dari sistem hukum tersebut.32 Data yang telah dikumpulkan selanjutnya akan dianalisis dengan analisis data kualitatif, yaitu sebagai berikut:

a. Mengumpulkan bahan hukum, berupa inventarisasi peraturan perundang-undangan yang terkait dengan judul penelitian.

b. Memilah-milah bahan hukum yang sudah dikumpulkan dan selanjutnya melakukan sistematisasi bahan hukum sesuai dengan permasalahan yang dikaji di dalam penelitian yang terkait pemberian hukuman berupa pidana mati bagi pelaku tindak pidana narkotika.

c. Menganalisis bahan hukum dengan membaca dan menafsirkannya untuk menemukan kaiedah, asas dan konsep yang terkandung di dalam bahan hukum tersebut khususnya yang terkait dengan pemberian hukuman berupa pidana mati bagi pelaku tindak pidana narkotika.

32 Soerjono Soekanto, Pengantar Penelitian Hukum, (Jakarta: Raja Grafindo Persada, 2006), hal. 225

d. Menemukan hubungan konsep, asas dan kaidah tersebut dengan menggunakan teori sebagai pisau analisis.

Penarikan kesimpulan untuk menjawab permasalahan dilakukan dengan menggunakan logika berfikir deduktif di mana metode deduktif dilakukan dengan membaca, menafsirkan dan membandingkan hubungan-hubungan konsep, asas, kaidah yang terkait sehingga memperoleh kesimpulan yang sesuai dengan tujuan penulisan yang dirumuskan.33

33 Lexy J Moleong, Metode Penelitian Kualitatif, (Jakarta: Rosda Karya, 2008), hal. 48

41

A. Permasalahan Hukum Terkait Penyebaran Narkotika Di Indonesia 1. Pengertian Narkotika

Narkotika atau yang sering disebut dengan drug adalah sejenis zat yang bisa menimbulkan pengaruh-pengaruh tertentu bagi mereka yang menggunakan dengan memasukkannya ke dalam tubuh.34 Pengaruh tersebut berupa pembiusan, hilangnya rasa sakit, rangsangan semangat dan halusinasi atau timbulnya khayalan-khayalan.

Secara bahasa narkotika berasal dari dari kata narke, yang berarti beku, lumpuh, dan dungu.35 Narkotika adalah obat yang dapat menghilangkan rasa nyeri yang berasal dari daerah visceral dan dapat menimbulkan efek stupor atau efek bingung dalam keadaan masih sadar namun masih harus di gertak, serta juga dapat menimbulkan adiksi.36

Definisi lain narkotika adalah terdiri dari zat sintesis dan semi sintesis yang terkenal adalah heroin yang terbuat dari morfhine yang tidak dipergunakan, tetapi banyak nampak dalam perdagangan-perdagangan gelap, selain juga terkenal istilah dihydo morfhine.37 Pengertian lain narkotika yaitu merupakan zat atau obat yang

34 Soedjono Dirdjosisworo, Hukum Narkotika Indonesia, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 1990), hal. 3

35 Wison Nadack, Korban Ganja Dan Masalah Narkotika, (Bandung: Indonesia Publishing House, 1983), hal. 122

36 Wijaya A.W, Masalah Kenakan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika, (Bandung:

Armico, 1985), hal. 145

37 Wison Nadack, Op. Cit., hal. 124

berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.38

Soedjono menyatakan bahwa yang dimaksud dengan narkotika adalah sejenis zat, yang bila dipergunakan atau di masukkan dalam tubuh akan membawa pengaruh terhadap tubuh pemakai di mana pengaruh tersebut berupa menenangkan, merangsang, dan menimbulkan khayalan atau halusinasi.39 Perkembangan didunia saat ini menunjukkan terjadinya kecenderungan perubahan yang kuat dalam memandang para penyalahguna narkotika yang tidak lagi dilihat sebagai pelaku tindak kriminal namun sebagai korban atau pasien yang harus diberi empati.

Hukum narkotika adalah aturan hukum yang mengatur tentang penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan narkotika, yang di dalam aturan tersebut memuat asas-asas, prinsip-prinsip, jenis-jenis narkotika, kebijakan penanggulangan tindak pidana narkotika, dan juga sanksi pidana bagi pelaku tindak pidana narkotika. Kebijakan penanggulangan tindak pidana penyalahgunaan obat-obatan atau narkotika merupakan kebijakan hukum positif yang pada hakikatnya bukanlah semata-mata pelaksanaan undang-undang yang dapat dilakukan secara yuridis normatif dan sistematik, dogmatik, sebab selain dengan pendekatan yuridis

38 Sudarsono, Prospek Pengembangan Obat Bahan Alami Bidang Kesehatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 4

39 Soedjono D, Segi Hukum Tentang Narkotika Di Indonesia, (Bandung: Karya Nusantara, 1977), hal. 5

normatif, kebijakan hukum pidana juga memerlukan pendekatan yuridis faktual yang dapat berupa pendekatan sosiologis, historis, bahkan memerlukan pula pendekatan komprehensif dari berbagai disiplin ilmu lainnya dan pendekatan integral dengan kebijakan sosial dan pembangunan nasional pada umumnya.40

Reformulasi kebijakan sanksi khususnya bagi pengguna narkotika kedepan yaitu dengan menerapkan sansi tindakan perlu mempertimbangkan jenis atau bentuk dari sanksi tindakan yang tepat dan bermanfaat dalam rangka menyelamatkan pengguna narkotika khususnya bagi pecandu, yang mana dalam menentukan jenis sanksi tindakan tersebut perlu memperhatikan beberapa hal seperti konvensi negara-negara didunia mencerminkan paradigma baru untuk menghindari peradilan pidana.

(restorative justice) yang merupakan alternatif yang sering digunakan diberbagai belahan dunia untuk penanganan pelaku tindak pidana yang bermasalah dengan hukum karena menawarkan solusi yang komprehensif dan efektif.41

Terpidana perkara narkotika baik pemasok, pedagang besar, pengecer, maupun pecandu atau pemakai pada dasarnya adalah merupakan korban penyalahgunaan tindak pidana narkotika yang melanggar peraturan pemerintah, dan para pelaku juga merupakan warga negara yang diharapkan dapat membangun negeri ini dari keterpurukan hampir di segala bidang, oleh harena itu bagaimanapun tingkat kesalahannya, para terpidana atau korban tersebut masih diharapkan dapat menyadari

40 Barda Nawawi Arief, Bunga Rampai Kebijakan Hukum Pidana, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2005), hal. 22

41 DS. Dewi, Fatahillah A. Syukur, Mediasi Penal Dalam Penerapan Restorative Justice Di Pengadilan Anak Indonesia, (Depok: Indie Publishing, 2011), hal. 4

bahwa apa yang telah diputus oleh majelis hakim atas kesalahan mereka adalah merupakan suatu cara atau sarana agar mereka meninggalkan perbuatan tersebut setelah terpidana selesai menjalani masa hukuman pidananya di lembaga pemasyarakatan.

2. Jenis-Jenis Narkotika

Narkotika merupakan zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi, sampai menghilangkan rasa nyeri dan dapat menimbulkan ketergantungan.42 Jenis-jenis narkotika secara lengkap termuat di dalam Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 pada Bab III, Pasal 6 Ayat (1) yang menyebutkan bahwa narkotika digolongkan menjadi Narkotika Golongan I, Narkotika Golongan II, dan Narkotika Golongan III.

Pada lampiran Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tersebut, yang dimaksud dengan narkotika golongan I, antara lain sebagai berikut:43

a. Papaver adalah tanaman papaver somniferum l, dan semua bagian-bagiannya termasuk buah dan jeraminya, kecuali bijinya.

b. Opium mentah, yaitu getah yang membeku sendiri, diperoleh dari buah tanaman papaver somniferum l yang hanya mengalami pengolahan sekadar untuk pembungkus dan pengangkutan tanpa memperhatikan kadar morfinnya

c. Opium masak terdiri dari:

1). Candu, yakni hasil yang diperoleh dari opium mentah melalui suatu rentetan pengolahan, khususnya dengan pelarutan, pemanasan dan peragian dengan atau tanpa penambahan bahan-bahan lain dengan maksud mengubahnya menjadi suatu ekstrak yang cocok utuk pemadatan.

42 Sudarsono, Prospek Pengembangan Obat Bahan Alami Bidang Kesehatan, (Bandung: Citra Aditya Bakti, 2003), hal. 4

43 Anonim, Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika, (Jakarta: Sinar Grafika, 2009), hal. 74

2). Jicing, yakni sisa-sisa dari candu setelah diisap, tanpa memperhatikan apakah candu itu dicampur dengan daun atau bahan lain.

3). Jicingko, yakni hasil yang diperoleh dari pengolahan jicing.

4). Morfina, adalah alkaloida utama dari opium.

5). Koka, yaitu tanaman dari semua genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae termasuk buah dan bijinya.

6). Daun koka, yaitu daun yang belum atau sudah dikeringkan atau dalam bentuk serbuk dari semua tanaman genus erythroxylon dari keluarga erythoroxylaceae yang menghasilkan kokain secara langsung atau melalui perubahan kimia.

7). Kokain mentah, adalah semua hasil-hasil yang diperoleh dari daun koka yang dapat diolah secara langsung untuk mendapatkan kokaina.

8). Kokaina, adalah metil ester-i-bensoil ekgonia.

9). Ekgonina, adalah lekgonina dan ester serta turunan-turunannya yang dapat diubah menjadi ekgonina dan kokain.

10). Ganja adalah semua tanaman genus cannabis dan semua bagian dari tanaman termasuk biji, buah, jerami, hasil olahan tanaman ganja atau bagian tanaman ganja termasuk damar ganja dan hashis.

11). Damar ganja adalah damar yang diambil dari tanaman ganja, termasuk hasil pengolahannya yang menggunakan damar sebagai bahan dasar.

Adapun narkotika golongan II yang berkhasiat pengobatan, digunakan sebagai pilihan terakhir dan dapat digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi tinggi mengakibatkan ketergantungan, antara lain seperti:

Terdapat juga narkotika golongan III yang berkhasiat pengobatan dan banyak digunakan dalam terapi dan/atau untuk tujuan pengembangan ilmu pengetahuan serta mempunyai potensi ringan mengakibatkan ketergantungan, antara lain seperti:

a. Asetildihidrokodeina

3. Efek Samping Penggunaan Narkotika

Adapun bentuk penyalahgunaan narkotika yang sering dilakukan oleh pelakunya adalah:44

a. Narkotika apabila dipergunakan secara proporsional, artinya sesuai menurut asas pemanfaatan, baik untuk kesehatan maupun untuk kepentingan penelitian ilmu pengetahuan, maka hal tersebut tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana narkotika, akan tetapi apabila dipergunakan untuk maksud-maksud yang lain dari itu, maka perbuatan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan yang jelas sebagai perbuatan pidana dan atau penyalahgunaan narkotika.

b. Penyalahgunaan narkotika meliputi pengertian yang lebih luas, antara lain sebagai berikut:

1). Membuktikan keberanian dalam melakukan tindakan-tindakan berbahaya dan mempunyai risiko. Misalnya ngebut di jalanan, berkelahi, bergaul dengan wanita dan lain-lain.

2). Menentang suatu otoritas, baik terhadap guru, orang tua, hukum maupun instansi tertentu.

3). Mempermudah penyaluran perbuatan seks.

4). Melepaskan diri dari kesepian dan memperoleh pengalaman-pengalaman emosional.

44 Buku Pedoman III, Petunjuk Khusus Tentang Operasi Penerangan Inpres Nomor 6 Tahun 1976, (Tanpa Lokasi: Tanpa Penerbit, Tanpa Tahun), hal. 8-9

5). Berusaha agar menemukan arti dari pada hidup.

6). Mengisi kekosongan-kekosongan dan perasaan bosan karena tidak ada kegiatan.

7). Menghilangkan rasa frustasi dan gelisah.

8). Mengikuti kemauan teman dan tata pergaulan lingkungan.

9). Hanya sekedar ingin tahu atau iseng.

Akibat dari penyalahguna narkotika dapat dibagi dalam tiga golongan besar, yaitu:45

a. Ketergantungan primer, ditandai dengan adanya kecemasan dan depresi, yang pada umumnya terdapat pada orang dengan kepribadian tidak stabil. Kategori ini sebetulnya dapat digolongkan orang yang menderita sakit (pasien) namun salah atau tersesat ke narkotika dalam upaya untuk mengobati dirinya sendiri yang seharusnya meminta pertolongan ke dokter (psikiater) di mana golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.

b. Ketergantungan reaktif, yaitu (terutama) terdapat pada remaja karena dorongan ingin tahu, bujukan dan rayuan teman, jebakan dan tekanan serta pengaruh teman kelompok sebaya (peer group pressure). Golongan ini sebenarnya merupakan korban (victim) di mana golongan ini memerlukan terapi dan rehabilitasi dan bukannya hukuman.

c. Ketergantungan simtomatis, yaitu penyalahgunaan ketergantungan narkotika sebagai salah satu gejala dari tipe kepribadian yang mendasarinya, pada umumnya terjadi pada orang dengan kepribadian anti sosial (psikopat) dan pemakaian narkotika itu untuk kesenangan semata. Kategori ini dapat digolongkan sebagai kriminal karena seringkali merangkap sebagai pengedar (pusher), dan golongan ini selain memerlukan terapi dan rehabilitasi juga hukuman.

Faktor-faktor yang menjadi penyebab penyalahgunaan narkotika oleh pelakunya, yaitu:46

a. Faktor psikis, antara lain:

1). Mencari kesenangan dan kegembiraan 2). Mencari inspirasi

3). Melarikan diri dari kenyataan

4). Rasa ingin tahu, meniru, mencoba, dan sebagainya.

45 Hawari, Dadang, Peran Keluarga Dalam Gangguan Jiwa, Edisi 21, Jurnal Psikologi, (Bandung: Rumah Sakit Jiwa Provinsi Jawa Barat, 2009), hal. 6

46 D. Soedjono, Narkotika Dan Remaja, (Bandung: Alumni, 1985), hal. 97

b. Faktor sosial kultural, antara lain:

1). Rasa setia kawan

2). Upacara-upacara kepercayaan/adat

3). Tersedia dan mudah diperoleh dan sebagainya

c. Faktor medik, antara lain, seseorang yang dalam perkembangan jiwanya mengalami gangguan, lebih cenderung untuk menyalahgunakan narkotika, misalnya untuk menghilangkan rasa malu, rasa segan, rasa rendah diri dan kecemasan.

Efek dari penyalahgunaan narkotika yang sering dirasakan oleh pelakunya, antara lain:47

a. Halusinogen, efek dari narkotika bisa mengakibatkan bila dikonsumsi dalam sekian dosis tertentu dapat mengakibatkan seseorang menjadi berhalusinasi dengan melihat suatu hal atau benda yang sebenarnya tidak ada atau tidak nyata contohnya kokain.

b. Stimulan, efek dari narkotika yang bisa mengakibatkan kerja organ tubuh seperti jantung dan otak bekerja lebih cepat dari kerja biasanya sehingga mengakibatkan seseorang lebih bertenaga untuk sementara waktu, dan cenderung membuat seorang pengguna lebih senang dan gembira untuk sementara waktu.

c. Depresan, efek dari narkotika yang bisa menekan sistem syaraf pusat dan mengurangi aktivitas fungsional tubuh, sehingga pemakai merasa tenang bahkan bisa membuat pemakai tidur dan tidak sadarkan diri.

d. Adiktif, di mana seseorang yang sudah mengkonsumsi narkotika biasanya akan ingin dan ingin lagi karena zat tertentu dalam narkotika mengakibatkan seseorang cenderung bersifat pasif, karena secara tidak langsung narkotika memutuskan syaraf-syaraf dalam otak.

e. Jika terlalu lama dan sudah ketergantungan narkotika maka lambat laun organ dalam tubuh akan rusak dan jika sudah melebihi takaran maka pengguna itu akan overdosis dan akhirnya berujung pada kematian.

Bahaya dan akibat dari penyalahgunaan narkotika dapat bersifat bahaya pribadi bagi pemakai dan dapat pula berupa bahaya sosial terhadap masyarakat atau lingkungan di mana yang bersifat pribadi dapat dibedakan menjadi 2 (dua) sifat, yaitu secara khusus dan umum, secara umum dapat menimbulkan pengaruh dan efek-efek

47 Ibid., hal. 99

terhadap tubuh pemakai atau pengguna dengan gejala-gejala antara lain sebagai berikut:48

a. Euphoria, suatu rangsangan kegembiraan yang tidak sesuai dengan kenyataan dan kondisi badan pemakai (biasanya efek ini masih dalam penggunaan narkotik dalam dosis yang tidak begitu banyak).

b. Dellirium, suatu keadaan di mana pemakai narkotika mengalami menurunnya kesadaran dan timbulnya kegelisahan yang dapat menimbulkan gangguan terhadap gerakan anggota tubuh pemakai (biasanya pemakaian dosis lebih banyak daripada keadaan euphoria).

c. Halusinasi, adalah suatu keadaan di mana pemakai narkotika mengalami khayalan, misalnya melihat, mendengar yang tidak ada pada kenyataannya.

d. Weakness, kelemahan yang dialami fisik atau phychis/kedua-duanya

e. Drowsiness, kesadaran merosot seperti orang mabok, kacau ingatan, mengantuk.

f. Coma, keadaan pemakai narkotika sampai pada puncak kemerosotan yang akhirnya dapat membawa kematian.

Bagaimanapun penyalahgunaan narkotika, bahwa bahaya dan akibat sosialnya akan lebih besar dibanding bahaya yang bersifat pribadi, karena menyangkut kepentingan bangsa dan negara di masa dan generasi mendatang, bahaya sosial terhadap masyarakat tersebut antara lain kemerosotan moral, meningkatnya kecelakaan, meningkatnya kriminalitas, pertumbuhan dan perkembangan generasi terhenti. Memahami bahaya dan akibat penyalahgunaan narkotika sebagaimana paparan di atas, maka selanjutnya akan lebih mengenal secara utuh tentang apa saja faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana narkotika tersebut, di mana pada umumnya secara keseluruhan faktor-faktor penyebab terjadinya tindak pidana narkotika dapat dikelompokkan menjadi:

48 Anonim, Op. Cit., hal. 79

a. Faktor internal pelaku di mana ada berbagai macam penyebab kejiwaan yang dapat mendorong seseorang terjerumus ke dalam tindak pidana narkotika, penyebab internal itu antara lain sebagai berikut:49

1). Perasaan egois, merupakan sifat yang dimiliki oleh setiap orang di mana sifat ini seringkali mendominir perilaku seseorang secara tanpa sadar, demikian juga bagi orang yang berhubungan dengan narkotika atau para pengguna dan pengedar narkotika. Pada suatu ketika rasa egoisnya dapat mendorong untuk memiliki dan atau menikmati secara penuh apa yang mungkin dapat dihasilkan dari narkotika.

2). Kehendak ingin bebas, sifat ini adalah juga merupakan suatu sifat dasar yang dimiliki manusia, smentara dalam tata pergaulan masyarakat banyak, norma-norma yang mambatasi kehendak bebas tersebut. Kehendak ingin bebas ini muncul dan terwujud ke dalam perilaku setiap kali seseorang diimpit beban pemikiran maupun perasaan, dan dalam hal ini seseorang yang sedang dalam himpitan tersebut melakukan interaksi dengan orang lain sehubungan dengan narkotika, maka dengan sangat mudah orang tersebut akan terjerumus pada tindak pidana narkotika.

3). Kegoncangan jiwa, hal ini pada umumnya terjadi karena salah satu sebab yang secara kejiwaan hal tersebut tidak mampu dihadapinya, dan dalam keadaan jiwa yang labil, apabila ada pihak-pihak yang berkomunikasi

49 A.W. Wijaya, Masalah Kenakalan Remaja Dan Penyalahgunaan Narkotika, (Bandung:

Armico, 1985), hal. 25-26

dengannya mengenai narkotika maka akan dengan mudah terlibat tindak pidana narkotika.

4). Rasa keingintahuan perasaan ini pada umumnya lebih dominan pada manusia yang usianya masih muda, perasaan ingin ini tidak terbatas pada hal-hal yang positif, tetapi juga kepada hal-hal yang sifatnya negatif. Rasa ingin tahu tentang narkotika, ini juga dapat mendorong seseorang melakukan perbuatan yang tergolong dalam tindak pidana narkotika.

b. Faktor eksternal pelaku, di mana faktor-faktor yang datang dari luar ini banyak sekali, diantaranya yang paling penting adalah berikut ini:50

1). Keadaan ekonomi, keadaan ekonomi pada dasarnya dapat dibedakan menjadi 2 (dua), yaitu keadaan ekonomi yang baik dan keadaan ekonomi yang kurang atau miskin. Pada keadaan ekonomi yang baik maka orang-orang dapat mencapai atau memenuhi kebutuhannya dengan mudah, demikian juga sebaliknya, apabila keadaan ekonomi kurang baik maka pemenuhan kebutuhan sangat sulit adanya, karena itu orang-orang akan berusaha untuk dapat keluar dari himpitan ekonomi tersebut. Terdapat hubungan antara ekonomi dengan narkotika, bagi orang-orang yang tergolong dalam kelompok ekonomi yang baik dapat mempercepat keinginan-keinginan untuk mengetahui, menikmati dan sebagainya tentang narkotika, sedangkan bagi yang keadaan ekonominya sulit dapat juga melakukan hal tersebut, tetapi kemungkinannya lebih kecil daripada mereka

50 Ibid., hal. 26

yang ekonominya cukup. Berhubung narkotika tersebut terdiri dari berbagai macam dan harganya beraneka ragam, maka dalam keadaan ekonomi yang bagaimanapun narkotika dapat beredar dan dengan sendirinya tindak pidana narkotika dapat saja terjadi.

2). Pergaulan atau lingkungan di mana pergaulan ini pada pokoknya terdiri dari pergaulan atau lingkungan tempat tinggal, lingkungan sekolah atau tempat kerja dan lingkungan pergaulan lainnya. Ketiga lingkungan tersebut dapat memberikan pengaruh yang negatif terhadap seseorang artinya akibat yang ditimbulkan oleh interaksi dengan lingkungan tersebut seseorang dapat melakukan perbuatan yang baik dan dapat pula sebaliknya, apabila di lingkungan tersebut narkotika dapat diperoleh dengan mudah, maka dengan sendirinya kecenderungan melakukan tindak pidana narkotika semakin besar adanya.

3). Kemudahan di mana di sini dimaksudkan dengan semakin banyaknya beredar jenis-jenis narkotika di pasar gelap maka akan semakin besarlah peluang terjadinya tindak pidana narkotika.

4). Kurangnya pengawasan di mana pengawasan disini dimaksudkan adalah pengendalian terhadap persediaan narkotika, penggunaan dan peredarannya, jadi tidak hanya mencakup pengawasan yang dilakukan pemerintah, tetapi juga pengawasan oleh masyarakat. Pemerintah memegang peranan penting membatasi mata rantai peredaran, produksi dan pemakaian narkotika, dan kurangnya fungsi pengawasan ini berakibat pasar gelap, produksi gelap dan

populasi pecandu narkotika akan semakin meningkat. Pada gilirannya, keadaan semacam itu sulit untuk dikendalikan, disisi lain keluarga merupakan inti dari masyarakat seyogyanya dapat melakukan pengawasan intensif terhadap anggota keluarganya untuk tidak terlibat keperbuatan yang tergolong pada tindak pidana narkotika.51

Ketidaksenangan dengan keadaan sosial di mana bagi seseorang yang terhimpit oleh keadaan sosial maka narkotika dapat menjadikan sarana untuk melepaskan diri dari himpitan tersebut, meskipun sifatnya hanya sementara, tetapi bagi orang-orang tertentu yang memiliki wawasan, uang dan sebagainya tidak saja dapat menggunakan narkotika sebagai alat melepaskan diri dari himpitan keadaan sosial, tetapi lebih jauh dapat dijadikan alat atau sarana bagi pencapaian tujuan-tujuan tertentu.52

4. Tindak Pidana Narkotika

Tindak pidana merupakan pengertian dasar dalam hukum pidana, yang mana tindak pidana merupakan suatu pengertian yuridis, lain halnya dengan istilah perbuatan jahat atau kejahatan. Secara yuridis formal, tindak kejahatan merupakan bentuk tingkah laku yang melanggar undang-undang pidana, dan oleh sebab itu setiap perbuatan yang dilarang oleh undang-undang harus dihindari dan barang siapa melanggarnya maka akan dikenakan pidana. Larangan-larangan dan kewajiban-kewajiban tertentu yang harus ditaati oleh setiap warga negara wajib dicantumkan

51 Ibid.

52 Ibid., hal. 27

dalam undang-undang maupun peraturan-peraturan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah.53

Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.54 Tindak pidana adalah

Tindak pidana adalah kelakuan (handeling) yang diancam dengan pidana, yang bersifat melawan hukum, yang berhubungan dengan kesalahan dan yang dilakukan oleh orang yang mampu bertanggung jawab.54 Tindak pidana adalah

Dokumen terkait