• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori 1.Efektivitas 1.Efektivitas

4. Teknik Numbered Heads Toghether (NHT)

Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu teknik dalam pembelajaran kooperatif yang dirancang untuk mempengaruhi pola interaksi siswa dan sebagai alternatif terhadap struktur kelas tradisional. NHT (Numbered Heads Together) pertama kali dikembangkan oleh Spenser Kagen (1993) untuk melibatkan lebih

banyak siswa dalam menelaah materi yang tercakup dalam suatu pelajaran dan mengecek pemahaman mereka terhadap isi pelajaran tersebut (Trianto, 2007:62).

Menurut Slavin, (2010:4) Numbered Heads Together (NHT) merupakan salah satu metode dalam pembelajaran kooperatif. Pembelajaran kooperatif merujuk pada berbagai macam metode pengajaran dimana siswa bekerja dalam kelompok-kelompok kecil untuk saling membantu satu sama lainnya dalam mempelajari materi pelajaran. Dalam kelas kooperatif para siswa diharapkan dapat saling membantu, saling mendiskusikan dan menutup kesenjangan dalam pemahaman mereka.

Menurut Trianto, (2007:62) dijelaskan bahwa numbered heads together terdiri dari empat langkah, yaitu sebagai berikut:

 Fase 1 : penomoran (numbering)

Dalam fase ini guru membagi siswa ke dalam kelompok 3-5 orang dan kepada setiap anggota kelompok diberi nomor antara 1 sampai 5.

 Fase 2 : Mengajuakan pertanyaan (questioning)

Guru mengajukan sebuah pertanyaan kepada siswa. Pertanyaan dapat bervariasi. Pertanyaan dapat amat spesifik dan dalam bentuk kalimat tanya.

 Fase 3 : berpikir bersama (heads together)

Siswa menyatukan pendapatnya terhadap jawaban pertanyaan itu dan meyakinkan tiap anggota dalam timnya mengetahui jawaban tim.

 Fase 4 : pemberian jawaban (answering)

Guru memanggil suatu nomor tertentu, kemudian siswa yang nomornya sesuai mengacungkan tangannya dan mencoba menjawab pertanyaan untuk seluruh kelas.

Nur (2005:78) menjelaskan bahwa Numbered Heads Together pada dasarnya merupakan sebuah varian diskusi kelompok: ciri khasnya adalah guru hanya menunjuk seorang siswa yang mewakili kelompoknya, tanpa memberitahu terlebih dahulu siapa yang akan mewakili kelompoknya itu. Cara ini menjamin keterlibatan total semua siswa. Cara ini juga merupakan upaya yang sangat baik untuk meningkatkan tanggungjawab individual dalam diskusi kelompok.

Sintaks model Cooperative Learning teknik NHT adalah sebagai berikut :

1) Siswa dibagi dalam kelompok dan setiap siswa dalam setiap kelompok mendapat nomor.

2) Guru memberikan tugas dan tiap-tiap kelompok disuruh untuk mengerjakannya.

3) Kelompok mendiskusikan jawaban yang benar dan memastikan bahwa setiap anggota kelompok dapat mengerjakannya.

4) Guru memanggil salah satu nomor siswa dan siswa yang nomornya dipanggil melaporkan hasil kerjasama mereka. 5) Siswa lain diminta untuk memberi tanggapan, kemudian guru

menunjuk nomor lain.

6) Kesimpulan. (Hamdani, 2011 : 90) Kelebihan teknik ini adalah :

1) Setiap siswa menjadi siap semua.

2) Siswa dapat melakukan diskusi dengan sungguh-sungguh. 3) Siswa yang pandai dapat mengajari siswa yang kurang

pandai.

Kelemahan teknik ini adalah :

1) Kemungkinan nomor yang dipanggil akan dipanggil lagi oleh guru.

2) Tidak semua anggota kelompok dipanggil oleh guru. (Hamdani, 2010:90)

Berdasarkan pernyataan di atas dapat disimpulkan bahwa Teknik Numbered Heads Together (NHT) adalah sejenis model pembelajaran kelompok dengan ciri khususnya adalah setiap anggota kelompok mempunyai nomor. Nomor ini adalah identitas dari siswa. Penomoran tersebut akan dipanggil mewakili kelompoknya untuk mempresentasikan hasil diskusi kelompok dan

memberikan tanggapan terhadap kelompok lain. Dengan cara guru memanggil secara acak dan spontan, sehingga setiap siswa dituntut untuk menguasai tugas kelompoknya dan harus siap untuk mempresentasikan maupun memberikan tanggapan terhadap hasil dari kelompok lain.

5. Aktivitas

Menurut Sanjaya, (2006:134) menjelaskan bahwa aktivitas diperlukan dalam pembelajaran karena pada prinsipnya belajar adalah berbuat untuk mengubah tingkah laku. Oleh karena itu, setiap peristiwa pembelajaran menuntut keterlibatan intelektual-emosional siswa melalui asimilasi dan akomodasi kognitif untuk mengembangkan pengetahuan, tindakan serta pengalaman langsung dalam rangka membentuk ketrampilan (motorik, kognitif dan sosial), penghayatan serta internalisasi nilai-nilai dalam pembentukan sikap.

Penggunaan asas aktivitas besar nilainya bagi pengajaran para siswa, oleh karena: (1) para siswa mencari pengalaman sendiri dan langsung mengalami sendiri. (2) berbuat sendiri akan mengembangkan seluruh aspek pribadi siswa secara integral. (3) memupuk kerjasama yang harmonis dikalangan siswa. (4) para siswa bekerja menurut minat dan kemampuan sendiri. (5) memupuk disiplin kelas secara wajar dan suasana kelas menjadi lebih interaktif. (6) mempererat hubungan sekolah dan masyarakat, hubungan antara orang tua dengan guru. (7) pengajaran diselenggarakan secara realistis

dan konkrit secara sehingga mengembangkan pemahaman dan berpikir kritis serta menghindarkan verbalitas. (8) pengajaran disekolah menjadi hidup sebagaiman aktivitas dalam kehidupan bermasyarakat (Hamalik, 2011:177).

Guru sebagai fasilitator dapat merancang aktivitas siswa dalam berpikir dan berbuat selama pembelajaran (Slameto, 2003:36). Penggunaan media dan metode yang tepat dapat menjadi pilihan guru dalam mendorong timbulnya aktivitas siswa selama pembelajaran. Penggunaan model yang menarik dapat memunculkan respon siswa. Dengan aktivitas siswa sendiri, kesan dalam mempelajari materi pembelajaran tidak akan berlalu begitu saja., tetapi dipikirkan, di olah kemudian dapat dikeluarkan lagi dalam bentuk yang berbeda. Penggunaan model yang bervariasi juga dapat merangsang aktivitas siswa. Siswa akan bertanya, menyampaikan pendapat dan berdiskusi dengan siswa yang lain. Dalam berbuat siswa dapat mengerjakan tugas, mencatat, menggambar maupun merangkum inti sari dari materi yang sedang dipelajari. Bila siswa berpartisipasi aktif nantinya ia akan menguasai materi itu dengan baik.

Dierich dalam Hamalik (2011:172) mengklasifikasikan macam-macam aktivitas menjadi seperti berikut :

1. Kegiatan-kegiatan visual

Membaca, melihat gambar-gambar, mengamati, eksperimen, demonstrasi, pameran, dan mengamati orang lain bekerja atau bermain.

2. Kegiatan-kegiatan lisan (oral)

Mengemukakan suatu fakta atau prisip, menghubungkn suatu kejadian, mengajukan pertanyaan, memberi saran, mengemukakan pendapat, wawancara, diskusi dan interupsi. 3. Kegiatan-kegiatan mendengarkan

Mendengarkan penyajian bahan, mendengarkan percakapan dan diskusi kelompok, mendengarkan suatu permainan, mendengarkan radio.

4. Kegiatan-kegiatan menulis

Menulis cerita, menulis laporan, memeriksa karangan, membuat rangkuman, mengerjakan test, dan mengisi angket. 5. Kegiatan-kegiatan menggambar

Menggambar, membuat grafik, chart, diagram peta, dan pola.

6. Kegiatan-kegiatan metrik

Melakukan percobaan, memilih alat-alat, melaksanakan pameran, membuat model, menyelenggarakan permainan, menari dan berkebun.

7. Kegiatan-kegiatan mental

Merenungkan, mengingat, memecahkan masalah, menganalisis faktor-faktor, melihat hubungan-hubungan, dan membuat keputusan.

8. Kegiatan-kegiatan emosional

Minat, membedakan, menari, tenang dan lain-lain.

Whipple dalam Hamalik (2011:174) menggolongkan aktivitas siswa berupa kegiatan dalam mempelajari masalah seperti berikut : (1) mencari informasi dalam menjawab pertanyaan-pertanyaan penting; (2) mempelajari ensiklopedi dan referensi; (3) membawa buku-buku dari rumah dan perpustakaan; (4) membuat catatan pembelajran; (5) menafsirkan peta, menentukan lokasi-lokasi yang berhubungan dengan materi pembelajaran; (6) menilai informasi dari berbagai sumber, menganalisis pernyataan yang bertentangan; (7) mempersiapkan daftar bacaan yang digunakan dalam pembelajaran. Aktivitas-aktivitas tersebut sangat mungkin untuk dilakukan dalam pembelajaran geografi yang materinya cukup luas.

Dokumen terkait