• Tidak ada hasil yang ditemukan

4. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.6. Analisis Teknis Budidaya tambak

4.6.3. Teknik Pemeliharaan Bandeng

Pengamatan terhadap kegiatan budidaya bandeng yang dilakukan oleh petambak di Holtekam dikelompokkan menjadi beberapa tahapan budidaya yaitu : persiapan tambak (pengeringan, pemberantasan hama, pengolahan dasar tambak, pemupukan dan pemasukan air), penebaran benih, pemeliharaan (pengelolaan air dan lingkungan, penanganan hama dan penyakit) panen dan pasca panen.

A. Persiapan Tambak

Kegiatan yang dilakukan dalam tahapan ini meliputi : pengeringan, pemberantasan hama, pengolahan tanah dasar dan perbaikan dinding pematang, dan pemupukan dasar. Kegiatan awal budidaya bandeng adalah pengeringan tambak. Tujuan pengeringan adalah mengeluarkan air tambak selama pemeliharaan, membasmi hama penyakit dan benih-benih ikan liar yang bersifat pemangsa dan penyaing. Pengeringan dasar tambak juga dimaksudkan untuk mengurangi senyawa-senyawa asam sulfat dan senyawa beracun yang terjadi selama tambak terendam air, yang memungkinkan terjadinya proses mineralisasi bahan organik yang dibutuhkan untuk pertumbuhan klekap dapat berlangsung. Tahap selanjutnya adalah pemberantasan hama dan penyakit ikan. Secara tidak langsung dengan melakukan pengeringan telah memutuskan siklus hidup hama dan penyakit ikan yang mungkin ada dalam tambak. Untuk membasmi hama ikan petambak biasanya menggunakan pestisida jenis Akodan 50 ml dengan bahan aktif endosulfan. Aplikasi pemberantasan hama ikan dilakukan pada saat air hanya tergenang pada saluran keliling tambak dan dilakukan pada saat panas terik. Untuk meminimalisir limbah pestisida maka perlu menggunakan saponin sebagai pengganti pestisida. Kelebihan saponin adalah dapat diurai oleh lingkungan dengan cepat dan tidak meninggalkan residu, bahkan menjadi pupuk.

Hasil wawancara dengan petambak dan pengamatan visual di lapangan didapatkan bahwa pengeringan tambak dilakukan setelah panen total, dimana petambak ada yang hanya mengganti air karena lumut masih tersedia dan ada

62

yang melakukan pengeringan total. Tahap selanjutnya adalah perbaikan pematang, saluran air dan pengolahan tanah dasar dengan tujuan menciptakan kondisi lingkungan yang memenuhi syarat bagi kehidupan dan pertumbuhan bandeng. Perbaikan pematang dilakukan dengan menutup bocoran-bocoran pada pematang yang dibuat oleh kepiting dan belut.

Pemupukan dasar dilakukan setelah dilakukan pemberantasan hama. Pupuk yang digunakan oleh petambak di Holtekam adalah pupuk anorganik (urea, TSP dan NPK) dan pupuk organik cair (Ursal). Menurut Cholik et al. (1998), pemakaian pupuk anorganik dalam tambak akan mempercepat pertumbuhan plankton, sedangkan pupuk organik akan mempertahankan stabilitas kehidupan plankton. Pupuk organik sebelumnya diperoleh dari peternakan ayam petelur, namun hingga saat ini sudah sulit diperoleh sehingga petambak hanya menggunakan pupuk anorganik. Pemupukan tambak dimaksudkan untuk merangsang pertumbuhan makanan alami yang dibutuhkan ikan selama pemeliharaan. Sebelum pemupukan, air di masukkan ke dalam tambak sampai ketinggian 5-10 cm di pelataran dan dibiarkan selama 1-2 hari. Petambak di Holtekam melakukan pemupukan dengan menebar pupuk di seluruh permukaan dasar tambak. Namun, ada juga petambak yang melakukan pemupukan dengan menarik kantung pupuk yang telah dilubangi sampai pupuk habis terserap oleh air. Alasannya adalah dengan menarik kantung pupuk diseluruh permukaan tambak, akan lebih cepat terserap oleh air dan lumut untuk tumbuh kembali. Jumlah pupuk yang digunakan rata-rata 100 kg/ha Urea dan 100 kg/ha TSP, disamping itu, sebagian petambak menggunakan pupuk organik merek Ursal untuk merangsang pertumbuhan fitoplankton dan klekap. Setelah pemupukan, dilakukan pengisian air sampai mencapai ketinggian 10–20 cm dan dibiarkan menguap selama 1 minggu. Selanjutnya setelah klekap tumbuh, dilakukan penambahan air secara bertahap sampai mencapai kedalaman 35–45 cm. Idealnya, tinggi air tambak berkisar antara 60–100 cm, namun kondisi tambak di Holtekam umumnya di bangun secara manual sehingga tinggi dan lebar pematang hanya memungkinkan untuk menahan volume air sedikit. Rata-rata tinggi air di pelataran tambak berkisar 35–50 cm.

63

B. Penebaran Benih

Penebaran benih ikan bandeng dilakukan setelah kondisi air sudah stabil, hal ini ditandai perubahan warna air menjadi coklat kehijauan. Penebaran benih dilakukan pada saat cuaca sejuk dan biasanya pada pagi hari. Ukuran benih yang ditebar bervariasi dan umumnya berumur 1–2 bulan. Penggunaan benih ukuran gelondongan lebih menguntungkan karena daya toleransinya yang besar terhadap fluktuasi salinitas. Benih ikan diperoleh dari petani penggelondong atau hasil penggelondongan sendiri. Sebagian petambak melakukan penggelondongan sendiri dengan menyediakan satu petakan untuk penggelondongan yang nantinya untuk digunakan pada tahap pembesaran. Sebagian petambak yang lain langsung membeli dari petambak yang secara khusus mendatangkan nener.

Hasil wawancara diperoleh informasi bahwa petambak memperoleh nener pada saat musim nener di perairan Holtekam, dimana penangkapan nener dilakukan oleh masyarakat lokal (masyarakat Papua) dan dari petambak yang menampung nener dari Makassar dan Palu (Sulawesi).

Penebaran benih dilakukan dengan melakukan aklimatisasi terlebih dahulu dengan cara mengapungkan kantong benih di permukaan air, selang 20–25 menit kemudian, kantong secara perlahan ditenggelamkan sehingga benih keluar dengan sendirinya. Padat tebar benih yang dilakukan oleh petambak di Holtekan rata-rata berkisar antara 1.000–2.500 ekor/ha, alasannya karena tidak dilakukan pemberian pakan tambahan dan hanya mengandalkan pakan alami berupa makrofita dan klekap yang tumbuh dalam tambak. Disamping itu, biaya operasionalnya yang relatif lebih sedikit.

Melihat tingkat teknologi yang diterapkan di tambak Holtekam, memberikan peluang besar untuk ditingkatkan ke tingkat teknologi tradisional plus dan semi intensif, mengingat sumber benih yang cukup tersedia dan juga adanya dukungan Pemerintah Kota Jayapura untuk membenahi sarana prasarana produksi di kawasan Tambak Holtekam.

C. Pemeliharaan

Keberhasilan usaha budidaya tambak tidak hanya ditentukan oleh konstruksi dan tata letak tambak, pengolahan tanah dan pengadaan benih, tetapi

64

juga ditentukan oleh proses pemeliharaan sejak penebaran benih sampai panen. Kegiatan yang dilaksanakan selama proses pemeliharaan adalah :

- Pengelolaan Kualitas air dan Pemantauan Lingkungan

Untuk mempertahankan kondisi kualitas perairan tambak tetap stabil dan ketersediaan pakan alami tetap tersedia secara kontinu, maka setelah masa pemeliharaan sekitar satu bulan. Jenis pupuk susulan yang digunakan adalah pupuk urea dan TSP atau NPK. Pemupukan susulan bertujuan untuk mempertahankan kecerahan air dan memasok unsur hara. Dosis pupuk yang digunakan adalah urea 10-15 kg dan TSP 5-10 kg/ha atau NPK dengan dosis 20–25 kg/ha. Aplikasi pupuk dapat dilakukan dengan menebar di pelataran, diletakkan dalam kantong dan direndam sampai kedalaman 20 cm, diletakkan diatas para-para yang berada sekitar 20 di bawah permukaan air atau diletakkan dekat pintu pemasukan air. Pemberian pupuk dilakukan setiap dua minggu sekali. Hasil wawancara dan pengamatan visual di lapangan, petambak di Holtekam melakukan pemupukan dengan cara meletakkan pupuk dalam kantong kain dan digantung pada beberapa tempat di pelataran kolam dimana bagian bawah kantong pupuk terendam air. Aplikasi pupuk susulan dilakukan setiap dua minggu sekali.

Selama proses pemeliharaan perlu dilakukan penambahan air. Penambahan air dimaksudkan untuk mengganti kehilangan air dari tambak akibat penguapan dan rembesan. Kualitas air yang digunakan harus baik dan bebas dari bahan pencemar. Penambahan air dilakukan setiap dua minggu sekali sebanyak 20-25% dari volume air tambak. Hasil wawancara dengan petambak menunjukkan bahwa selama pemeliharaan tidak dilakukan pergantian air, namun hanya dilakukan penambahan air untuk mengganti air yang hilang akibat rembesan dan penguapan. Hal ini dilakukan karena selama proses pemeliharaan tidak dilakukan pemberian pakan hanya pemberian pupuk susulan setiap dua minggu sekali.

Pemantauan lingkungan selama proses pemeliharaan dilakukan secara rutin dengan memeriksa kondisi pematang dan tambak. Hal ini dimaksudkan untuk mengantisipasi dan mencegah adanya kebocoran pematang, predator dan memantau pertumbuhan ikan yang dipelihara.

65

- Penanggulangan Hama dan Penyakit

Hama adalah organisme yang dapat menimbulkan gangguan terhadap ikan peliharaan. Berdasarkan aktivitasnya, hama dapat dikelompokkan ke dalam golongan pemangsa (predator), pesaing (competitor), perusak sarana budidaya dan pencuri. Pemangsa (predator) adalah organisme yang dapat memangsa ikan yang dipelihara. Pemangsa di tambak dapat berupa burung, ular, biawak dan ikan-ikan buas (kakap).

Upaya penanggulangan terhadap hama burung dilakukan dengan menangkap atau dengan selalu mengontrol tambak. Hasil pengamatan dan wawancara dengan petambak, dikatakan bahwa hama burung merupakan hama yang paling berbahaya disamping biawak. Hama burung dapat menghabiskan ikan peliharaan dalam waktu singkat, apabila mereka memasuki areal tambak. Pengendalian yang dilakukan dengan memasang tali saling melintang dan membuat patung orang-orangan untuk menakuti burung. Penanggulangan ikan pemangsa dilakukan dengan memasang saringan pada pintu pemasukan air.

Hama pesaing (competitor) berupa hewan yang menjadi pesaing dalam hal pemanfaatan ruang dan makanan. Hama kompetitor di tambak bandeng berupa ikan mujair (Oreochromis mossambica), siput, kepiting. Penanggulangan hama pemangsa dilakukan pada saat pengeringan tambak dengan menggunakan pestisida dan memasang saringan pada pintu pemasukan air untuk mencegah masukknya benih ikan liar ke dalam tambak (Effendi 2004).

Hama perusak sarana di tambak berupa kepiting dan belut yang membuat lubang pada pematang, demikian juga dengan adanya teritip yang melubangi pintu air yang terbuat dari bahan kayu. Penanggulangan hama jenis perusak ini dilakukan dengan pengeringan tambak dan penggunakan pestisida organik. Penanggulangan hama kepiting dilakukan dengan menangkap secara langsung dan membunuhnya. Hasil wawancara dengan petambak di Holtekam bahwa hama perusak sarana adalah kepiting dan udang penggali (udang doser, nama lokal). Kepiting, belut dan udang penggali membuat lubang pada pematang tambak. Kehilangan air dari tambak akibat bocoran pematang hama perusak ini cukup besar sehingga menambah biaya bahan bakar untuk mengisi air ke dalam tambak.

66

Penyakit ikan didefenisikan sebagai segala sesuatu yang dapat menimbulkan gangguan suatu fungsi atau struktur dari organ-organ tubuh baik sebagian maupun secara keseluruhan, baik secara langsung maupun tidak langsung (Effendi 2004). Penyakit timbul sebagai hasil dari interaksi yang tidak serasi antara faktor lingkungan (kualitas air), ikan dan patogen. Interaksi yang tidak serasi ini menyebabkan stress pada ikan yang dipelihara, sehingga mekanisme pertahanan tubuh menjadi lemah dan akhirnya mudah terserang penyakit. Penyakit ikan dapat mengakibatkan kerugian ekonomis yang tinggi karena penyakit dapat menyebabkan terhambatnya pertumbuhan ikan, organ- organ tubuh yang tidak sempurna, pertumbuhan lambat, konversi pakan yang tinggi dan produksi yang rendah.

Jenis-jenis penyakit yang menyerang ikan bandeng adalah penyakit pilek/flu (cold) sebagai akibat perubahan cuaca yang mendadak (hujan dan penurunan suhu air). Penyakit ini ditandai dengan menurunnya nafsu makan, kondisi ikan lemah dan warna kulit kusam, pertumbuhan lambat dan meningkatkan peluang dimangsa oleh predator. Disamping itu penyakit parasiter yang umum menyerang adalah bacteria yakni Vibrio sp. yang menyebabkan vibriosis (haemorrhagic septicemia), Flexibacter columnaris yang menyebabkan ekor busuk (finn root). Penyakit parasiter ini umumnya menyerang benih dan gelondongan ikan bandeng. Disamping penyakit yang disebabkan oleh bakteri, juga terdapat penyakit non parasiter yang disebabkan oleh kondisi lingkungan yang buruk, pakan yang jelek, benih yang kualitasnya rendah serta perubahan iklim yang ekstrim, sehingga ikan yang dipelihara mengalami stress dan mudah terserang penyakit infeksi. Hasil pengamatan dan wawancara dengan petambak di Holtekam diperoleh informasi bahwa penyakit yang menyerang ikan bandeng di tambak belum ada, hal ini disebabkan karena padat tebar yang masih rendah dan kondisi lingkungan tambak yang relatif stabil dan baik.

D. Panen dan Pasca Panen

Panen dilakukan setelah ikan mencapai ukuran konsumsi. Biasanya ukuran ikan konsumsi adalah 3–4 ekor/kg dengan lama pemeliharaan 4-5 bulan. Panen dapat dilakukan secara selektif/bertahap atau secara total. Panen secara

67

bertahap dilakukan apabila ukuran ikan tidak seragam, dimana hanya ikan yang telah mencapai ukuran konsumsi yang ditangkap dengan jaring sedangkan sisanya di pelihara lagi sampai mencapai ukuran konsumsi. Waktu panen disesuaikan dengan permintaan konsumen, dalam hal ini pedagang pengumpul. Setelah panen, maka pembeli langsung datang ke lokasi tambak dan transaksi jual beli dilakukan. Pembayaran dilakukan dengan dua cara yakni secara tunai di lokasi tambak dan setelah ikan habis terjual (2-3 hari).

Pemanenan secara total dilakukan dengan menguras tambak sehingga ikan dapat di panen semuanya, selanjutnya dilakukan persiapan tambak untuk pemeliharaan periode berikutnya. Metode panen ikan yang dilakukan oleh petambak di Holtekam adalah dengan panen selektif dan juga panen total. Pengelolaan air limbah pada saat panen perlu dilakukan sehingga peluang tergelontornya lumpur cair yang mengandung banyak bahan organik ke saluran dapat dikurangi. Hasil pengamatan dan wawancara selama penelitian didapatkan bahwa rata-rata jumlah petakan yang dipanen adalah 10 petak atau setara 10 ha setiap minggu. Buangan bahan organik dapat dikurangi pada saat panen dengan melakukan pengurangan air secara bertahap sehingga lumpur cair dari tambak yang terbuang dapat dikurangi. Setelah panen, sisa air dalam tambak di diamkan 2–3 hari untuk memberikan waktu terjadinya pengendapan lumpur dan bahan organik yang ada.

Penanganan ikan yang telah dipanen dilakukan oleh pembeli yang selanjutnya diantar ke pasar atau rumah makan dan restoran. Penanganan ikan segar umumnya dilakukan dengan sistim rantai dingin yakni diusahakan ikan berada pada suhu dingin sejak panen sampai tiba di konsumen. Sistim rantai dingin ini umumnya menggunakan es curah yang diletakkan dalam wadah berupa boks Styrofoam, selanjutnya ikan disusun secara berlapis dengan serpihan es. Hal ini dimaksudkan agar ikan dapat tiba di tangan konsumen dalam keadaan segar dan mutunya baik.

4.7 Analisis Finansial

Analisis yang dilakukan terhadap usaha tambak bandeng berdasarkan data musim tanam terakhir. Penerimaan petambak adalah jumlah nilai hasil tambak

68

yaitu perkalian produksi tambak pada musim tanam tersebut dengan harga yang berlaku pada saat penelitian (Kadariah et al. 1978). Produksi utama tambak di Holtekam adalah ikan bandeng dan hasil sampingan lainnya berupa udang dan ikan liar yang diperoleh selama masa pemeliharaan. Namun, hasil sampingan itu digunakan untuk keperluan rumah tangga pengelola tambak.

Pendapatan merupakan selisih antara penerimaan (nilai hasil produksi) dengan pengeluaran (nilai total biaya). Total biaya pengeluaran merupakan biaya produksi yang dikeluarkan. Rincian biaya investasi dan biaya produksi dapat dilihat pada Lampiran 4 dan 5, sedangkan struktur biaya usaha tambak dan hasil analisis pendapatan usaha bandeng pada lampiran 6 dan 7.

Keuntungan atau pendapatan yang diperoleh petambak skala sempit (1–3 ha) berkisar antara Rp.10.770.000,-/tahun sampai Rp. 18.186.000,-/tahun, dengan pendapatan rata-rata Rp.13.423.000,- /1 ha/tahun, dengan R/C = 1.96 dan BEP produksi 225 kg dan BEP harga Rp. 3.576,- (Lampiran 6). Pada skala

sedang pendapatan petambak berkisar antara Rp. 69.604.000,-/5 ha/tahun sampai Rp. 89.404.000,-/tahun dengan pendapatan rata-rata sebesar Rp. 81.720.000,-/

5 ha/tahun dengan R/C = 2.72 dan BEP produksi 781 kg dan BEP harga Rp. 10.296,- (Lampiran 7).

Pendapatan rata-rata petambak pada masing-masing skala usaha tersebut telah melampaui pendapatan minimal untuk memenuhi kebutuhan hidup di Kota Jayapura, dimana pendapatan minimal tersebut di dekati dengan Upah Minimum

Ragional (UMR). UMR untuk Kota Jayapura Provinsi Papua adalah Rp. 950.000,-/bulan atau Rp. 11.400.000/ tahun (Bappeda Kota Jayapura 2010).

Hasil analisis kelayakan usaha budidaya bandeng secara monokultur (lampiran 9 dan 10) menunjukkan bahwa usaha budidaya yang dilakukan selama 10 tahun dengan discount rate 19% layak untuk dilakukan. Skala usaha kecil dengan luas 1 ha menghasilkan NPV sebesar Rp. 6.938.061,- , Net B/C sebesar 1.16 dan IRR sebesar 26.9%. Sedangkan skala usaha sedang dengan luas 5 ha menghasilkan NPV sebesar Rp. 274.625.279,-, Net B/C sebesar 2.90 dan IRR sebesar 50.9%. Hal ini menunjukkan bahwa usaha budidaya bandeng di tambak baik skala kecil maupun sedang walaupun dengan pola tradisional menguntungkan dan berpeluang untuk di kembangkan ke arah teknologi

69

tradisional plus dan semi intensif. Pengembangan budidaya bandeng dengan teknologi semi intensif adalah dengan mengoptimalkan pemanfaatan input sarana produksi, sehingga peningkatan produksi budidaya dapat tercapai dan dampak limbah budidaya dapat diminimalisir sehingga kelestarian sumberdaya perairan pesisir tetap terjaga.

4.8 Keterkaitan antara Kegiatan Budidaya, Limbah Perairan dan

Dokumen terkait