• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teknik Pemeliharaan Koleksi Benda Museum

BAB III PERKEMBANGAN MUSEUM NEGERI PROVINSI JAMBI

3.6 Teknik Pemeliharaan Koleksi Benda Museum

Setiap kehidupan manusia selalu meninggalkan hasil karya yang umum disebut benda kebudayaan. Untuk menghargai nilai-nilai budaya luhur, maka manusia selalu berusaha dengan segala kemampuannya untuk menyelamatkan dan mempertahankan hasil budaya tersebut agar tidak terjadi kerusakan atau musnah.

Konservasi merupakan suatu tindakan untuk melindungi suatu benda dari bahaya kerusakan dan memelihara serta merawat benda tersebut dari gangguan kemusnahan. Dengan demikian konservasi koleksi museum, adalah suatu tindakan dengan memelihara atau merawat koleksi yang mengalami kerusakan agar terhindar dari kemusnahan. Dalam perkembangan ilmu pengetahuan ilmu konservasi juga berkembang. Ilmu konservasi dipopulerkan oleh ahli kebudayaan di Eropa sesudah perang dunia kedua. Dengan pengalaman perang yang menghasilkan kehancuran dan kerusakan terhadap segala ciptaan manusia, maka mereka berinisiatif untuk memperbaikinya. Dengan demikian untuk menanggulangi kerusakan tersebut

diperlukan teknik-teknik, metode, peralatan dan bahan yang digunakan agar objek yang menjadi sasaran terhindar dari kehancuran.

Benda-benda koleksi museum yang mengalami kerusakan biasanya dipengaruhi oleh berbagai faktor didalamnya seperti:

1. Faktor elemen iklim yang tidak sesuai yang meliputi kelembaban udaradan temperature udara yang tidak sesuai yang disebabkan fluktuasi temperature dan kelembaban relatif pada lingkungan disekitar koleksi. Koleksi organic lebih bereaksi dengan kelembaban disekitarnya karena pada koleksi organic mengandung sejumlah air didalamnya, dan selalu berusaha menyeimbangkan dengan kandungan uap air yang ada disekitarnya.

2. Faktor cahaya, yaitu cahaya alam, maupun cahaya buatan. Hal yang berhubungan masalah cahaya yang menyangkut radiasi ultra violet. Sinar ultra violet pada cahaya akan merubah struktur dari material dan sinar inframerah dapat membakar material karena sifatnya yang lebih panas. Kerusakan akibat cahaya pada koleksi museum tergantung dari jenis koleksinya. Koleksi anorganik tidak sensitive terhadap cahaya kecuali jika pada permukaanya terdapat cat akan menjadi sensitif. Sedangkan koleksi organic sensitif terhadap cahaya dengan tiga tingkat sensitivitas yaitu: sensitif (koleksi lukisan, kayu, kulit), sangat sensitif (kertas tekstil), dan sangat-sangat sensitif (koleksi foto).

3. Faktor Mikro Organisme yang meliputi segala jenis jamur. 4. Faktor insek (serangga) dan binatang pengerat.

6. Faktor lain (kelengahan) yang meliputi lingkungan yang berkenaan dengan tempat manusia, insiden, api dan air yang rusak akibat penggaraman. Kecerobohan manusia juga merupakan faktor yang tidak disadari, seringkali kerusakan ditimbulkan karena tidak hati-hatinya pekerja museum dalam memegang dan membawa benda koleksi saat dipindahkan ataupun ketika melakukan kegiatan konservasi. Untuk mengatasinya staf konservasi telah dibekali ilmu dalam melakukan kegiatannya, sehingga kerusakan akibat salah memegang (terutama kerusakan fisik) dapat diminimalisasi.

Untuk mencegah kerusakan yang lebih parah yang ditimbulkan oleh berbagai macam hal diatas, maka dilakukalah kegiatan dan teknik konservasi koleksi museum. Berdasarkan atas tujuan dan cara pelaksanaannya, konservasi dapat dibedakan kepada dua langkah yaitu:

3.6.1Langkah Preventif

Langkah ini ditujukan untuk mencegah laju kerusakan pada koleksi museum. Beberapa sifat kerusakan yang mungkin terjadi pada koleksi museum, antara lain dapat berupa kerusakan baru, dapat berupa lebih kerusakan parah, atau terlihat terjadi gejala lebih cepatnya proses kerusakan yang lebih cepat. Langkah preventif dapat meliputi beberapa hal, antara lain;

a. Pengendalian Kelembaban Udara

Pemantauan kelembaban udara perlu diperhatikan, khususnya ditempat penyimpanan koleksi atau ruang pameran. Dari hasil pantauan dapat dievaluasi perbedaan antara kelembaban udara didalam museum dengan diluar museum.

Suhu udara di ruang pameran dan ruang penyimpanan juga selalu dipantau, dari hasil pantauan dapat dievaluasi perbedaan antara suhu udara di dalam museum dengan diluar. Alat pemantau suhu udara yang sering digunakan adalah thermometer, sedangkan alat pengatur suhu dapat digunakan air conditioner.

c. Pengaturan Cahaya

Pengaturan cahaya sangat diperlukan, pengendalian pencahayaan dilakukan dengan cara mengatur cahaya agar tidak langsung mengenai koleksi. Lampu yang digunakan dalam ruangan harus diberi filter untuk mencegah sinar ultra violet mengenai koleksi.

d. Pengawetan

Beberapa cara pengawetan dapat dilakukan yaitu antara lain dengan memberikan bahan kimia pengawet seperti formalin. Biasa pengawetan ini dilakukan pada benda-benda koleksi fauna (hewan)

e. Reproduksi Koleksi

Dalam upaya menghindari kehancuran, kerusakan total, maka koleksi-koleksi yang sangat mahal, sangat langka, bernilai bukti ilmiah, sejarah atau seni yang tinggi, dan koleksi yang berisiko dan keamanan perlu dibuatkan tiruan atau kembarannya. Seperti halnya Keris Siginjei yang merupakan senjata khas masyarakat Jambi. Oleh karena benda ini hanya ada satu maka dibuatlah keris tiruannya sedangkan keris aslinya telah dipindahkan ke museum pusat di Jakarta.

Langkah ini ditujukan untuk menghilangkan atau mengobati kotoran dan penyakit yang menempel pada koleksi serta memperbaiki kerusakan yang terjadi pada koleksi. Beberapa langkah yang dilakukan antara lain;

a. Fumigasi

Fumigasi berasal dari bahasa latin Fumigare yang berarti pengasapan, yaitu dengan menguapkan sulphur atau belerang. Uap asap itu dapat membunuh atau mematikan serangga, kuman, binatang kecil yang merusak atau bisa menimbulkan penyakit. Fumigasi dilakukan dalam tempat yang tertutup dan kedap udara. Koleksi dimasukkan kedalam ruangan itu, sehingga hama-hama seperti kecoa ataupun binatang yang lebih kecil (kutu) akan mati dengan sendirinya, kegiatan ini paling sering dilakukan oleh museum karena sangat mudah dilakukan dan efektif dalam membasmi berbagai hama.

b. Perawatan

Koleksi yang terkena kotoran ataupun yang diserang serangga dibersihkan dengan menggunakan kulit kayu atau akar kayu, Caranya adalah bahan kulit atau akar kayu ditumbuk sampai betul-betul hancur. Kemudian dicampur dengan air untuk dibuat ekstrak. Campur setiap 6 (enam) sendok makan ekstrak tersebut dengan 3 liter air, lalu disemprotkan pada koleksi-koleksi yang ada dimuseum untuk membasmi serangga-serangga ataupun juga sebagai antisipasi pencegahan dari serangan berbagai macam serangga. Perawatan ini sering dilakukan karena bahan-bahan yang didapatkan sangat mudah dan tersedia leh alam, mengingat pada masa itu bahan kimia tidak mudah didapatkan seperti sekarang.

Restorasi koleksi adalah kegiatan untuk mengembalikan keadaan koleksi kepada keadaan semula. Untuk koleksi yang retak, pecah, patah, gompel, dan juga hilang sebagian ornamennya dapat dilakukan rekonstruksi, penguatan, pengisian, penambalan, pewarnaan, serta konsolidasi.

Dokumen terkait