• Tidak ada hasil yang ditemukan

TINJAUAN PUSTAKA

2.6 Teknik pemisahan

2.6.1 Ekstraksi

Metode ekstraksi paling sederhana dan menjadi pilihan adalah maserasi (perendaman). Yakni merendam material didalam pelarut. Maserasi (merendam dalam pelarut). Tahapan ekstraksi melewati dua mekasnisme dasar yaitu :

1. Disolusi : proses terendamnya senyawa target oleh solvent.

2. Difusi : proses terbawanya senyawa oleh solvent keluar dari sel. Dalam ekstraksi pemilihan pelarut ekstraksi sangat penting. Kegagalan

mengekstraksi biomassa dapat menyebabkan kehilangan zat aktif. Selain itu, penggunaan metode ekstraksi yang tidak tepat, seperti pemanasan terhadap biomassa dengan suatu pelarut, dapat menyebabkan penguraian bahan alam yang berakibat aktivitas biologisnya menjadi hilang. Terdapat juga metode ekstraksi sederhana yakni ekstraksi dingin. Ekstaksi dingin dilakukan dengan cara merendam sampel dengan pelarut yang sesuai dalam suhu kamar. Keuntungan cara ini merupakan metode ekstraksi yang mudah karena ekstrak tidak dipanaskan sehingga kemungkinan kecil bahan alam menjadi terurai(Heinrich, 2005).

2.6.2 Kromatografi

Kromatografi adalah istilah umum untuk berbagai cara pemisaham berdasarkan partisi cuplikan antara fase bergerak, dapat berupa gas atau zat cair, dan fase diam, dapat berupa zat cair atau zat padat. Kita mengetahui bahwa Tswett sebagai penemu kromatografi dimana pada tahun 1903 menguraikan karyanya mengenai pemakaian kolom kapur untuk memisahkan pigmen daun. Istilah Kromatografi dipakai oleh Tswett untuk menggambarkan daerah berwarna yang bergerak dibagian bawah kolom.

Dalam kromatografi terjadi pemisahan hal ini disebabkan molekul-molekul sampel tertahan oleh fase diam atau dibawa oleh fase gerak, tergantung pada afinitas senyawa untuk kedua fase tersebut (Jhonson, 1991). Kromatografi telah mengalami banyak perkembangan dan berikut merupakan gambar beberapa cabang dari kromatografi :

Kromatografi

Kromatografi Gas Kromatografi cair

Gas-Cair Gas-Padat

Pertukaran

Ion Eksklusi

Kromatografi

Partisi Penjerapan Cair- Padat Kromatografi

Kertas

Kromatografi Lapis Tipis

2.6.2.1 Kromatografi Kolom

Kromatografi kolom merupakan salah satu metode pemisahan kromatografi konvensional yang bersejarah karena dari sinilah bermula metode kromatografi. Kolom gelas dengan kran pada salah satu ujungnya diisi oleh fasa diam berupa silika atau alumina. Ukuran diameter partikel fasa diam berkisar 100 µm. campuran yang akan dipisahkan dituangkan pada bagian atas kolom yang berisi fasa diam. Begitu pula fase gerak berupa pelarut organik seperti heksan atau eter dialirkan dari bagian atas kolom. Komponen-komponen yang telah terpisah dari campurannya bergerak terbawa fase gerak ke bawah kolom. Jumlah komponen penyusun campuran dapat terlihat sebagai cincin-cincin berwarna sepanjang kolom gelas.

Akhirnya, komponen-komponen dari campuran meninggalkan kolom gelas satu persatu dan dapat ditampung pada tempat yang berbeda. Untuk melakukan pemisahan dengan metode kromatografi kolom diperlukan waktu yang relative lama, bisa berjam-jam hanya untuk memisahkan satu campuran. Selain itu, hasil pemisahan kurang jelas artinya kadang-kadang sukar mendapatkan pemisahan secara sempurna karena pita komponen yang satu bertumpang tindih dengan yang lainnya.. Ukuran patikel yang cukup besar membuat luas permukaan fase diam relative kecil sehingga tempat untuk berinteraksi antara komponen-komponen dengan fasa diam menjadi terbatas. Apabila ukuran diameter partikel diperkecil supaya luas permukaan fasa diam bertambah maka menyebabkan semakin lambatnya aliaran fasa gerak atau fasa gerak tidak mengalir sama sekali. Selain itu fasa diam yang sudah terpakai tidak dapat digunakan lagi untuk pemisahan campuran yang lain karena sukar meregenerasi fasa diam ( Hendayana, 2006).

Mekanisme pemisahan pada kromatografi pembagian dapat didasarkan pada perbedaan koefisien partisi komponen-komponen campuran dalam fase gerak dan fase diam. Kecepatan proses pemisahan dapat dinyatakan dengan harga Rf komponen campuran.

Rf=Laju perambat an komponen sampel

Adsorben yang digunakan harus memenuhi syarat berikut: 1. Tidak larut dalam pelarut yang digunakan

2. Inert

3. Cukup aktif sehingga memungkinkan permabatan sampel 4. Tidak berwarna agar pemisahan dapat diamati

5. Memungkinkan fase gerak dapat mengalir dengan baik 6. Dapat diproduksi dengan sifat konstan

Serta pemilihan adsorben diharapkan memiliki polaritas yang sama dengan sampel, sedangkan untuk pelarut digunakan pelarut yang memiliki sifat berlawanan. Bila digunakan pelarut yang kurang polar, pemisahan sempurna, tetapi lambat sehingga volume eluen yang diperlukan lebih banyak jika dibandingkan dengan pelarut yang lebih polar (Harmita, 2009).

2.6.2.2 Kromatografi Lapis Tipis

Kromatografi Lapis Tipis metode yang paling banyak digunakan untuk memurnikan sejumlah komponen. Metode ini menggunakan lempeng kaca atau aluminium yang telah dilapisi dengan penyerap (misalnya silika gel) dengan ketebalan tertentu tergantung pada jumlah bahan yang akan dimuat kedalam lempeng. Lempeng lapis penyerap sering menggunakan indicator fluoresensi (�254) sehingga bahan alam yang mengabsorpsi sinar UV gelombang-pendek (254 nm) akan tampak sebagai bercak hitam pada latar hijau. Pada sinar UV gelombang-panjang, senyawa tertentu dapat menampakkan fluoresensi biru atau kuning terang (Heinrich, 2005).Kelebihan dari KLT pada penelitian Flavonoid ialah sebagai cara analisis cepat yang memerlukan bahan yang sangat sedikit.

KLT berguna untuk tujuan berikut:

a. Mencari pelarut untuk kromatografi kolom

b. Analisis fraksi yang diperoleh dari kromatografi kolom c. Identifikasi flavonoid secara ko-kromatografi

Plat Kromatografi Lapis Tipis dapat dibuat sendiri dengan adsorben yang telah disediakan dan sampel yang merupakan campuran senyawa yang akan dipisahkan, sampel dilarutkan dalam pelarut yang mudah menguap kemudian sampel tersebut ditotolkaan pada plat dengan menggunakan pipet mikro atau juga dapat menggunakan pipa kapiler. Tetesan sampel harus diusahakan sekecil mungkin dilakukan berulang kali dan dikeringkan. Plat Kromatografi Lapis Tipis yang telah diteteskan sampel dalam system pelarut untuk pengembangan. Pemilihan system pelarut dipakai berdasarkan atas prinsip like dissolve like, yang berarti pemilihan system pelarut berdasarkan kepolaran dari sampel dimana sampel yang bersifat nonpolar digunakan system pelarut yang non polar juga. berikut menurut Markham (1988) senyawa Flavonoida akan menunjukkan warna bercak khas yang dihasilkan pada penyerap kromatografi ( bisa digunakan kromatografi kertas dan lapis tipis) berdasarkan golongan flavonoid yang dikandung oleh ekstraksi sampel. Tabel 2.1 berikut warna bercak khas jenis flavonoida dengan menggunakan sinar UV:

Tabel 2.1 Warna Khas Jenis Flavonoida dengan Sinar UV Warna bercak Dengan sinar UV

Sinar UV Tanpa NH3

Sinar UV Dengan NH3

Jenis Flavonoid yang mungkin Tak Nampak Fluorosensi biru

muda

Isoflavon tanpa 5-OH bebas Kuning redup dan

kuning atau fluorosensi jingga

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan

Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan dihidroflavonol

Fluorosensi kuning

Jingga atau merah Auron yang mengandung 4’OH bebas dan 2-4 OH khalkon

Hijau-kuning

Hijau-biru atau hijau

Perubahan warna sedikit atau tanpa perubahan

a. Auron yang tak mengandung 4’OH bebas dan flavanon tanpa 5-OH bebas b. Flavonol yang mengandung 3-OH bebas dan disertai atau tanpa 5-OH bebas Merah jingga

redup atau merah senduduk

Biru Antosianidin 3-Glikosida

Merah jambu atau fluorosensi kuning

Biru Sebagian besar antosianidin 3,5

Kromatografi sering digunakan untuk uji pendahuluan kandungan flavonoida suatu ekstrak, dengan menggunakan pelarut alcohol dan bejana sebagai penyangga serta menggunakan sinar UV untuk mengidentifikasi golongan senyawa flavonoid dalam suatu ektraksi sampel.

Proses pengembangan akan lebih baik bila ruangan pengembangan dalam kondisi tertutup. Dan visualisasi kromatogram dapat dilakukan dengan menggunakan sinar UV (Adnan, 1997)

2.6.2.3 Komatografi Lapis Tipis Preparatif

KLT berskala preparatif memiliki kelebihan dibandingkan dengan KLT biasa, dimana dapat menghasilkan bahan yang cukup murni untuk uji biologis dan elusidasi struktur. KLT Preparatif digunakan sebagai prosedur pembersih akhir untuk pemisahan 2-4 senyawa (Heinrich, 2005). Pada KLT preparative, cuplikan yang akan dipisahkan ditotolkan berupa garis pada salah satu sisi plat dan dikembangkan secara tegak lurus pada garis cuplikan sehingga campuran akan terpisah menjadi beberapa pita. Pita ditampakkan dengan menggunakan sinar UV dan penyerap yang mengandung pita dikerok dari plat kaca (Gritter, 1991 ).

Penjerap Kromatografi Lapis Tipis mengandung pengikat dan indikator fluorosensi yang susunan kimianya biasanya tidak ketahui. Ketika senyawa yang dipisahkan dengan KLTP diekstraks, pengikat, indicator, dan pencemar lain kemungkinan besar terekstraksi pula. Makin polar pelarut pengekstraksi makin banyak bahan yang tidak diinginkan yang terekstraksi. Fase gerak biner sangat sering dipakai pada pemisahan secara KLTP : n-heksana : etilasetat, n-heksana : aseton. Serta pengembangan plat KLTP biasanya dilakukan dalam bejana kaca yang dapat menampung beberapa plat. Keefesienan pemisahan dapat ditingkatkan dengan cara pengembangan berulang (Hostettman, 1995)

2.7 Adsorben

Adsorben dapat bersifat polar atau non polar. Silika gel dan alumina, adsorben yang paling banyak digunakan dalam kromatografi, kedua-duanya bersifat polar. Kedua adsorben tersebut lebih mudah mengadsorbi solute yang bersifat lebih polar dari pada solute yang bersifat nonpolar. Dengan demikian alkohol akan teradsorbsi lebih kuat daripada eter dan selanjutnya dari pada senyawa- senyawa hidrokarbon. Sebagai contoh adsorben yang nonpolar adalah charcoal (Adnan, 1997 ). Silika dan Alumina mempunyai gugus hidroksil antaraksi yang menentukan sifat penjerapan. Jumlah dan tatasusun gugus hidroksil ini menentukan keaktifan. Makin besar jumlah gugus hidroksil pada senyawa, makin kuat senyawa itu ditahan. Begitu juga dengan tatasusun isomer dari senyawa maka urutan elusi dari yang paling lemah adalah orto, meta dan para ( Johnson, 1991).

Berikut ini merupakan beberapa jenis adsorben yang sering digunakan pada kromatografi untuk pemisahan senyawa bahan alam khususnya Flavonoida :

1. Selulosa

Selulosa ideal digunakan untuk memisahkan glikosida yang satu dengan yang lain, atau memisahkan glikosida dari aglikon, serta unuk memisahkan aglikon yang kurang polar.

2. Silika

Silika paling banyak digunakan untuk memisahkan aglikon yang kurang polar, misalnya isoflavon, flavanon, metil flavon , dan flavonol.

3. Poliamida

Poliamida cocok untuk memisahkan semua flavonoid. Tetapi dapat mencemari fraksi-fraksi.

4. Gel sephadex

Bahan ini dirancang untuk memisahkan campuran, terutama berdasarkan pada ukuran molekul (bila digunakan pelarut air); molekul besar terelusi lebih dahulu. Pada cara ini sephadex berguna untuk memisahkan poliglikosida yang berbeda bobot molekulnya, bila sebagai pengelusi dipakai pelarut organik (Markham, 1988).

Dokumen terkait