• Tidak ada hasil yang ditemukan

Jenis data yang dikumpulkan berupa data primer dan data sekunder, baik data kuantitatif maupun data kualitatif. Data primer diperoleh dari hasil

pengamatan di lapangan, hasil wawancara tertulis/kuisioner dengan mengajukan pertanyaan-pertanyaan yang terstruktur kepada responden, dan wawancara tidak tertulis dengan para pakar, dan stakeholder yang terkait dan berkompeten (Tabel 3.1). Sedangkan data sekunder diperoleh dari berbagai sumber, yaitu: berbagai instansi pemerintah yang terkait dengan penelitian ini, organisasi non pemerintah, dan jasa internet.

Tabel 3.1. Jenis data dan sumber data

Jenis Data Nama Data Sumber Data

Data primer

Jenis-jenis flora/vegetasi, satwa,

kondisi bentang alam Hasil pengamatan & analisis data Kondisi sosial budaya masyarakat

Persepsi masyarakat

Hasil pengamatan, wawancara, kuisioner, & analisis data

Potensi daya tarik wisata Hasil pengamatan & analisis data

Data sekunder

Peta Rupa Bumi Kabupaten

Gorontalo Skala 1 : 50.000 BAKOSURTANAL-Cibinong Peta Tata Batas CTN Nantu-

Boliyohuto Skala 1: 50.000

Dinas Kehutanan Propinsi Gorontalo

Citra Landsat tahun 2003, 2004, 2005

BAKOSURTANAL-Cibinong, Dinas Kehutanan Prov. Gorontalo Peta Land Systems and Land

Suitability Provinsi Gorontalo Skala 1 : 250.000

BAKOSURTANAL– Cibinong Potensi Desa sekitar kawasan CTN

Nantu-Boliyohuto

Kantor Desa dan Kantor Kecamatan

Data kependudukan, sosial, pertanian, perindustrian, perdagangan, perhubungan dan pariwisata

Bappeda, BPS

Data Curah Hujan dan Kelembaban Gorontalo

Stasiun Pengamatan Cuaca (BMG) Bandara Jalaludin gorontalo Data penunjang lainnya

Instansi pemerintah terkait, Perguruan Tinggi, ORNOP, dan publikasi ilmiah

3.3.2. Pengumpulan Data Tumbuhan/vegetasi.

Dalam pengambilan data, ada suatu aturan umum dalam menentukan jumlah

unit sampling, yaitu ”semakin banyak semakin bagus”. Aturan ini bisa diterima

penelitian. Karena keterbatasan yang dimiliki dalam penelitian ini, maka harus ditentukan jumlah dan ukuran unit sampling yang cukup mewakili keadaan populasi. Berdasarkan pengalaman para peneliti senior, jumlah kuadrat minimal

yang harus diambil adalah sekitar 30 buah dengan asumsi pada jumlah ≥ 30 kuadrat nilai keragamannya relatif stabil, tetapi bagaimanapun tidak ada jumlah kuadrat yang mutlak direkomendasikan, karena kisaran heterogen dilapangan bervariasi (Kusmana, 1997).

Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan metode Systematic sampling with random start, yaitu satuan-satuan contoh diletakkan pada interval jarak yang sama pada areal populasi, dimana unit contoh pertama dipilih secara acak. Sedangkan teknik analisis vegetasi menggunakan metode garis berpetak. Metode ini dapat dianggap sebagai modifikasi petak ganda atau metode jalur, yakni dengan cara melompati satu atau lebih petak dalam jalur sehingga sepanjang garis rintis terdapat petak-petak pada jarak tertentu yang sama. Metode ini efektif untuk mempelajari perubahan vegetasi menurut kondisi tanah, topografi dan elevasi, karena jalur-jalur contoh ini dibuat memotong garis-garis topografi, memotong sungai dan menaik atau menurun lereng (Kusmana, 1997). Gambar 3.2. memperlihatkan pelaksanaan metode garis berpetak di lapangan. Arah Rintisan C A 5m 10 m 100 m 100 m B 20 m Keterangan :

A: Unit contoh risalah pancang (5m x 5m) B: Unit contoh risalah tiang (10m x 10m) C: Unit contoh risalah pohon (20m x 20m)

Pada penelitian ini, pengambilan data vegetasi dibagi atas 3 (tiga) lokasi yang di anggap mewakili kawasan, yaitu lokasi SM Nantu (data sekunder), lokasi HPT Boliyohuto, dan HL Boliyohuto. Pada setiap lokasi dibuat 5 jalur masing- masing sepanjang 3 km dan jarak antar jalur 300m. Untuk memudahkan perisalahan vegetasi dan pengukuran parameternya, petak contoh dibagi-bagi ke dalam kuadrat-kuadrat. Ukuran kuadrat-kuadrat tersebut disesuaikan dengan bentuk morfologis jenis sebagai berikut:

Pohon : Pohon dewasa berdiameter ≥ 30 cm (petak ukuran 20x20 m) Tiang : Pohon muda berdiameter 10 - 29 cm (petak ukuran 10x10 m) Pancang : Anakan pohon tinggi ≥ 1.5 m, diameter < 10 cm (petak 5x5m) Satwa

Pengamatan satwa dilakukan dengan menggunakan metode perjumpaan, yaitu dengan mengamati dan mencatat jenis satwa yang dijumpai di sepanjang jalur pengamatan vegetasi. Pengamatan dilakukan secara langsung dan tidak langsung. Cara langsung apabila satwa tersebut dapat diamati secara okuler, sedangkan pengamatan tidak langsung dilakukan berdasarkan suaranya, jejak, sarang, bekas makan, kotoran, goresan, dan indikasi lainnya. Data-data tersebut dilengkapi dengan data sekunder yang berasal dari data penelitian-penelitian sebelumnya pada lokasi yang sama dalam kurun waktu lima tahun terakhir, berupa data keanekaragaman dan penyebaran satwa.

Kondisi Fisik

Data kondisi fisik yang diamati yaitu: 1) ketinggian/topografi kawasan yang dinyatakan dengan kisaran (selang) dimulai dari ketinggian yang terendah sampai pada ketinggian yang tertinggi dalam satuan meter di atas permukaan air laut (dpal); 2) kemiringan/kelerengan kawasan yang dinyatakan dengan derajat; 3) penutupan lahan; dan 4) bentang alam yang memiliki keindahan dan keunikan yang menjadi daya tarik wisata, baik yang berada dalam kawasan CTN Nantu- Boliyohuto, maupun yang berada di luar kawasan.

Data primer diperoleh melalui pengamatan dan hasil wawancara tak tertulis dengan tokoh masyarakat dan pengelola/petugas kawasan, sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil interpretasi peta rupa bumi Indonesia (RBI), hasil

penelitian sebelumnya, baik yang melalui media cetak (karya ilmiah, tulisan populer, internet), maupun media visual (tayangan televisi).

Ancaman Kawasan

Data ancaman kawasan berupa kegiatan-kegiatan yang merupakan ancaman terhadap keberadaan satwa dan tumbuhan, kerusakan habitat dan ekosistem, yang sangat berpotensi merusak sumber daya alam hayati dan ekosistem kawasan CTN nantu-Boliyohuto. Data diperoleh melalui pengamatan,wawancara tak tertulis (data primer) dan dari hasil-hasil penelitian sebelumnya (data sekunder)

Kondisi Sosial Budaya Masyarakat

Pengumpulan data dalam penelitian ini dilakukan dengan:

1. Metode Pengamatan, yaitu mengumpulkan data-data yang dilakukan dengan pengamatan dan pencatatan terhadap fenomena-fenomena yang dijadikan obyek pengamatan. Pengamatan dilakukan terhadap kegiatan masyarakat sekitar CTNNB, baik berupa sikap, interaksi, maupun sosial budayanya (perilaku, adat dan kebiasaan/tradisi).

2. Metode wawancara, yaitu pengumpulan data yang dilakukan melalui interaksi verbal secara langsung dengan arah tujuan yang telah ditentukan. Wawancara dilakukan dengan dua cara, yaitu:

Wawancara terstruktur dengan menggunakan instrumen kuisioner yang berisi pertanyaan-pertanyaan secara rinci. Wawancara dilakukan dengan melibatkan enam desa yang dipilih secara purposive sampling karena lokasinya berada paling dekat dengan kawasan, yaitu: Desa Mohiyolo, Desa Pangahu, Desa Sidoharjo (Kecamatan Tolangohula), Desa Potanga (Kecamatan Tolinggula), Desa Kasia (Kecamatan Sumalata), dan Desa Saritani (Kecamatan Wonosari). Masing-masing desa dipilih 45 orang masyarakat sebagai responden yang dipilih secara purposive sampling, yaitu anggota masyarakat yang memiliki akses terdekat menuju kawasan dan berusia 20 tahun ke atas. Wawancara dilakukan untuk memperoleh data tentang: 1) karakteristik masyarakat, terdiri atas tingkat pendidikan, mata pencaharian masyarakat, dan pendapatan masyarakat; dan 2) interaksi

masyarakat, yang menunjukkan tindakan/keterlibatan seseorang sebagai bentuk nyata dari sikap. Daftar kuisioner dapat dilihat pada Lampiran 1.

Wawancara tidak terstruktur yang bersifat lebih fleksibel dan terbuka, dilakukan terhadap tokoh masyarakat sekitar kawasan CTNNB yang mahir berbahasa Indonesia dan bahasa daerah Gorontalo dan pengelola kawasan yang secara intensif berinteraksi dengan masyarakat dan kawasan CTNNB. wawancara ini dimaksudkan untuk memperoleh data kearifan lokal dan adat istiadat yang merupakan budaya masyarakat lokal, dikaitkan dengan pengembangan pola pengelolaan taman nasional yang partisipatif, aspiratif dan akomodatif terhadap masyarakat lokal, sekaligus sebagai bentuk pengakuan awal terhadap hak-hak mereka dalam mengelola sumber daya alam. Wawancara ini juga digunakan untuk memperoleh data yang lebih akurat dari tokoh masyarakat yang paham tentang sosial budaya masyarakat sekitar kawasan CTNNB.

3. Foccus Group Discussion (FGD) danPemetaan Partisipatif. FGD dilakukan bersamaan dengan pengambilan data wawancara terstruktur, yang dimaksudkan untuk memperoleh informasi yang akurat dari masyarakat sekitar tentang pola hubungan yang terjadi antara unsur fisik dan sosial dalam pengelolaan sumberdaya alam kawasan CTNNB. Masyarakat sebagai pelaku utama mengidentifikasi dan menganalisa situasi pola penggunaan lahan oleh masyarakat di dalam kawasan, kegiatan-kegiatan ekonomi, serta wilayah adat/religi serta, baik potensi maupun permasalahannya. Hasilnya dituangkan dalam bentuk pemetaan dan akan menjadi penentu perencanaan pengelolaan kawasan CTNNB yang sesuai dengan kebutuhan dan kepentingan masyarakat, serta rencana-rencana masyarakat terhadap kawasan CTNNB. Pemetaan dilakukan secara sederhana, yaitu dengan mengunakan peta dasar/tematik yang telah disediakan. Masyarakat menentukan lokasi-lokasi yang selama ini mereka gunakan sebagai lokasi pemanfaatan, yaitu penggunaan lahan sebagai lahan perkebunan dan pertanian, pengambilan hasil hutan non kayu, lokasi Penambangan Emas Tanpa Izin (PETI), dan lokasi pemukiman beberapa keluarga Suku Polahi. Penentuan titik lokasi dilakukan dengan 2 cara, yaitu 1) berdasarkan

koordinat lokasi pelaksanaan FGD, dapat diperkirakan lokasi-lokasi penggunaan lahan tersebut di atas lembaran peta dasar/tematik; dan 2) penunjukkan lokasi secara langsung di lapangan (dalam kawasan CTNNB) yang dilakukan pada saat pengambilan data ekologi, kemudian lokasi tersebut ditentukan koordinatnya dengan menggunakan alat GPS.

Tabel 3.2. Variabel kondisi ekologi dan sosial yang diamati di CTNNB

Aspek Kajian

Kriteria Indikator Metode

pendekatan

Ekologi (biofisik)

Sebaran tumbuhan 1. Ada

2. Tidak ada Inventarisasi & Indentifikasi spesies Sebaran satwa 1. Ada

2. Tidak ada Bentang alam 1. Keindahan 2. Keunikan 3. Semak, Belukar Observasi, wawancara, FGD Sosial Ekonomi Interaksi masyarakat & Penggunaan lahan masyarakat

1. Pemanfaatan hasil hutan kayu

2. Pemanfaatan hasil hutan non kayu 3. Ladang/kebun 4. Adat/religi 5. pemukiman Kuisioner, FGD & pemetaan partisipatif Fasilitas 1. Ada 2. Tidak ada

Survey & data sekunder Kondisi Daya Tarik Wisata

Data yang dikumpulkan berupa unsur-unsur daya tarik wisata, yaitu: 1) daya tarik; 2) aksesibilitas; 3) fasilitas wisata; 4) lingkungan dan masyarakat; dan 5) potensi pasar. Kriteria dan indikator tersebut ditunjukkan pada Lampiran 2.

Data primer diperoleh melalui observasi/survey dan wawancara dengan masyarakat. Sedangkan data sekunder diperoleh dari hasil penelitian sebelumnya. Data yang dikumpulkan berupa data aktual (yang sudah dimanfaatkan) dan data potensial (yang belum dimanfaatkan).

Dokumen terkait