• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Vegetasi

Metode estimasi visual. Estimasi visual dilakukan berdasarkan pengamatan visual atau dengan cara melihat dan menduga parameter gulma yang

TT06 TT07 TT08 0.43 TT09 TT10 0.46 0.52 0.70 0 0.25 0.5 0.75 1 Koefisien Ketidaksamaan

akan diamati, misalnya tingkat penutupan, kelimpahan, dan distribusi gulma. Peubah tersebut dikelompokkan dalam dominansi dan frekuensi. Perhitungan dapat dilakukan seperti contoh pada metode kuadrat. Cara ini berguna apabila vegetasi gulma yang diamati cukup merata dan seragam serta waktu yang tersedia terbatas.

Karena metode ini lebih mengandalkan penaksiran secara visual, maka akan dijumpai beberapa kelemahan, yaitu pengamat berkecenderungan untuk menaksir lebih besar terhadap jenis gulma yang menyolok pandangan mata, misalnya karena warna daun atau bunga yang cerah atau tekstur daun yang besar atau lebar akan dinilai lebih dominan; pengamat berkecenderungan menilai jenis gulma yang sulit dikenali dan kurang menarik penampakannya dengan nilai taksiran yang lebih rendah, misalnya karena tekstur daunnya yang halus atau sempit dan kecil-kecil; dan hasil yang diperoleh kurang mewakili populasi yang diamati, baik jenis gulma maupun penyebarannya.

Metode kuadrat. Kuadrat adalah ukuran luas yang dihitung dalam satuan kuadrat (m2, cm2, dan sebagainya). Dalam pelaksanaan di lapangan lebih sering digunakan bujur sangkar. Besaran atau peubah yang dapat diukur dengan menggunakan metode ini adalah kerapatan, dominansi, frekuensi, nilai penting, dan nisbah jumlah dominansi (NJD). NP dan NJD dapat dihitung berdasarkan dominansi dengan frekuensi, kerapatan dengan frekuensi, atau dominansi, kerapatan, dan frekuensi. Makin banyak peubah yang digunakan makin mendekati nilai kebenaran yang akan diduga. NJD menggambarkan kemampuan suatu jenis gulma tertentu untuk menguasai sarana tumbuh yang ada. Semakin besar nilai NJD maka gulma tersebut semakin dominan. Apabila nilai NJD diurutkan dari yang tertinggi hingga terendah, semua gulma harus diberi nomor urut walaupun nilai NJD-nya sama, maka urutan NJD tersebut menggambarkan komposisi jenis gulma yang ada pada areal pengamatan.

Luasan Semprot dan Dosis

Luasan semprot adalah luasan areal yang akan disemprot dan biasanya terdiri atas dua jenis luasan, yaitu luasan blanket dan luasan efektif. Dosis adalah jumlah bahan herbisida dalam liter atau kilogram tiap satuan luas tertentu (liter/ha atau kg/ha). Setiap jenis produk herbisida memiliki dosis rekomendasi dalam satuan per hektar blanket yang dianjurkan oleh formulatornya. Dalam aplikasi di lapangan, luas areal yang disemprot tidak selalu penuh satu hektar. Misalnya penyemprotan khusus di piringan, pasar pikul, dan TPH. Oleh karena itu, digunakan dosis tanaman (dosis efektif), yaitu dosis penggunaan herbisida sesuai dengan luas penyemprotan yang sebenarnya. Perbandingan antara luas tanaman dan luas total disebut spray factor. Untuk mencari dosis efektif, sebelumnya harus dihitung luas efektif yang akan disemprot. Sebagai contoh adalah sebagai berikut.

Luas piringan = = 3.14 x 2 m x 2 m x 136 = 1 709.71 m2

Luas pasar pikul = =

Spray factor =

= = 26.48 %

Dosis tanaman = dosis anjuran x spray factor

= 1.5 l/ha (setara 540 g glifosat per ha) x 26.48 % = 0.39 l/ha efektif

Rotasi semprot piringan, pasar pikul, dan TPH pada TBM (8 kali) di BKLE lebih banyak dibandingkan dengan TM (6 kali). Hal ini dipengaruhi oleh penutupan tanah oleh tajuk tanaman. Penutupan tanah oleh tajuk tanaman pada TBM umumnya masih kurang, sehingga banyak permukaan tanah yang langsung mendapat penyinaran matahari. Hal ini berpengaruh positif terhadap pertumbuhan gulma sehingga pada TBM kerapatan gulmanya sangat tinggi. Kerapatan yang tinggi berpengaruh kepada pemakaian rotasi semprot yang lebih banyak juga. Kalibrasi Alat

Kalibrasi alat adalah penghitungan kebutuhan (volume) larutan per satuan luas (ha) sesuai dengan alat semprot yang digunakan. Hasil kalibrasi yang tepat berpengaruh terhadap efiensi biaya dan efektivitas pengendalian gulma. Kebutuhan larutan dipengaruhi oleh jenis alat semprot (sprayer), nozzle, kecepatan jalan penyemprot, kondisi gulma, dan topografi.

Langkah-langkah kerja kalibrasi alat dilakukan sebagai berikut.

1. Flow rate larutan (output) semprotan (liter/menit) diukur dengan cara menampung larutan yang keluar dari nozzle selama satu menit pada gelas ukur.

2. Lebar semprotan (m) diukur dengan alat meteran.

3. Kecepatan jalan penyemprot (m/menit) diukur dengan alat meteran dan

stopwatch.

4. Pengukuran (no. 1 – 3) diulang sebanyak tiga kali, kemudian diambil rata-ratanya.

Berdasarkan hasil kalibrasi tersebut dapat dihitung volume larutan yang dibutuhkan.

V = V = volume larutan (liter)

F = flow rate larutan (liter/menit)

W = kecepatan jalan penyemprot (m/menit) S = lebar semprotan (m)

Contoh perhitungan:

F = flow rate larutan adalah 1.6 liter/menit

W = kecepatan jalan penyemprot adalah 48 m/menit S = lebar semprotan adalah 1.5 m

V = =

Hasil penghitungan menunjukkan bahwa luasan piringan, pasar pikul, dan TPH pada areal 1 ha dengan jumlah pokok 136 adalah 2 648.11 m2. Luasan efektif (spray factor) yang disemprot adalah 26.48% dari luasan blanket. Volume semprot efektif dapat dihitung sebagai berikut.

Volume semprot efektif = volume semprot blanket x spray factor

= 222 l/ha x 26.48% = 58.78 l/ha

Konsentrasi

Konsentrasi adalah banyaknya herbisida (terlarut) dalam cc atau gram setiap liter air (pelarut) yang dinyatakan dalam persen. Kebutuhan herbisida per

knapsack sprayer didasarkan pada konsentrasi yang dipakai. Konsentrasi diperoleh dengan cara membandingkan dosis efektif dengan volume semprot efektif. Berikut contoh penghitungan konsentrasi untuk penyemprotan piringan, pasar pikul, dan TPH dengan volume semprot efektif 58.78 l dan dosis efektif 1.58 l/ha.

Konsentrasi = =

= 25.51%

Dosis herbisida per sprayer = konsentrasi x dosis efektif = 25.51% x 0.39 l/ha = 101.32 ml

Hasil penghitungan menunjukkan konsentrasi sebesar 0.25%. Kebutuhan herbisida per knapsack sprayer berkapasitas 15 liter adalah 101.32 ml/knapsack sprayer.

Semprot Kentosan

Brondolan yang tercecer selama proses panen berkecambah dan tumbuh menjadi kentosan. Setidaknya ada 3 kerugian yang ditimbulkan oleh kentosan. Pertama adalah kehilangan hasil panen dalam bentuk brondolan. Kedua adalah gangguan yang ditimbulkan kentosan terhadap operasional pemupukan dan pemanenan. Ketiga adalah tambahan biaya yang harus dikeluarkan untuk memberantas kentosan. Herbisida yang digunakan untuk semprot kentosan di BKLE adalah GRAMOXONE 276 SL berbahan aktif Paraquat diklorida 276 g/l dan herbisidaAMIRON-M20 WG berbahan aktif Metsulfuron methyl 20%.

Gejala kerusakan sudah dapat dilihat sehari setelah aplikasi karena sifat herbisida yang digunakan adalah herbisida kontak. Gejala kerusakan pada 2 MSA menunjukkan gejala kerusakan berupa kering seperti terbakar, namun pada 4 minggu setelah aplikasi, ternyata kentosan yang pada 2 MSA dianggap mati kering masih ada yang bertahan hidup. Adanya kentosan yang bertahan hidup ini salah satunya disebabkan oleh tidak sampainya larutan semprot ke titik tumbuh di dasar daun muda. Sehingga dasar daun muda yang tidak tersemprot tetap tumbuh. Hasil semprot kentosan 4 minggu setelah aplikasi dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6 Hasil semprot kentosan 4 minggu setelah aplikasi

Dokumen terkait