• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB I: PENDAHULUAN

H. Metode Penelitian

4. Teknik Pengumpulan Data

35

itu data yang diperoleh dari rekaman arsip, dan perangkat fisik yang relevan dengan fokus penelitian digunakan untuk mendukung data dari sumber lain.89

4. Teknik Pengumpulan Data

Peneliti mengumpulkan data dengan beberapa teknik. Pertama, wawancara mendalam dan intensif kepada informan-informan terkait. Kedua, observasi secara teliti untuk memperoleh gambaran peristiwa secara detail. Ketiga, review atau analisis dokumen. Di samping itu, teknik lain yang digunakan adalah materi audiovisual, rekaman arsip dan perlengkapan fisik yang relevan.90

Sejak awal Februari 2019, peneliti telah memulai ke lapangan untuk keperluan wawancara dan observasi. Wawancara dilakukan pada beberapa waria, tokoh masyarakat, agamawan, dan tokoh NU. Peneliti merekam semua wawancara berdasarkan izin yang bersangkutan. Berkenaan dengan pemilihan informan, penulis menetapkan mereka sebagai informan berdasarkan pertimbangan pengetahuan dan perannya sebagai dasar dalam penentuan informan secara purposive.

89

Yin, Studi Kasus: Desain Dan Metode, 101; Review dokumen, observasi partisipan, dan in-depth interview dimaksudkan untuk memahami pengalaman, perspektif, dan pandangan seseorang dalam keadaan tertentu. Schwandt and Gates, " Case Study Methodology". dalam The SAGE

Handbook of Qualitative Research, 607–8.

90 Teknik pengumpulan data multi sumber informasi meliputi observasi, interview, dokumen, dan materi audio visual. Creswell, Qualitative Inquiry & Research Design, 130–41; Sementara Yin, mengemukanan enam teknik pengumpulan data yang mencakup dokumen, rekaman arsip, interview, observasi langsung, observasi partisipan, dan peralatan fisik. Yin, Studi Kasus: Desain

Dan Metode, 103–18; Adapun Simon menginformasikan empat teknik pengumpulan data yang

mencakup interview, observasi, analisis dokumen dan pendekatan kreatif. Simons, The Oxford

36

Dengan begitu, wawancara yang telah peneliti lakukan berlangsung dalam dua bagian. Pertama, wawancara tahap pertama dengan waria yaitu Choirul Huda alias Sories Monica dan Soni Ardianto Alias Sonya Manon. Perjumpaan peneliti dengan mereka berawal dari forum lintas iman di Kota Kediri. Di mana dalam forum itu ada kelompok masyarakat lintas iman dan menghadirkan seluruh eleman masyarakat, termasuk waria yang diundang oleh Pak. Oful. Dari forum inilah awal perkenalan peneliti dengan mereka. Pada kesempatan ini pula, peneliti mulai membangun komunikasi dengan mereka. Dari pembicaraan itu, peneliti telah mendapat beberapa informasi dasar mengenai keberadaan komunitas waria Kediri yang saat ini telah menjadi organisasi independen yakni Persatuan Waria Kediri Raya (perwaka) yang meliputi waria di daerah Kota dan Kabupaten Kediri. Perjumpaan ini berlanjut hingga pada suatu waktu peneliti diminta untuk mengisi ceramah pada agenda pengajian rutin yang mereka laksanakan satu kali dalam satu bulan. Dua pengalaman tersebut merupakan modal awal yang sangat penting bagi peneliti untuk masuk dalam dalam komunitas waria Kota Kediri dan mencari informasi untuk keperluan riset ini. Sebelum melakukan wawancara intensif, peneliti memulainya dengan membangun komunikasi dengan Sories baik secara tidak langsung (by phone dan chat) maupun secara langsung. Di mana dalam pembicaraan ringan itu, peneliti sesekali menanyakan hal-hal terkait waria dan perwaka.

Meski sudah saling mengenal, proses wawancara tidak selalu berjalan mulus karena kesibukan informan dan keterbatasan waktu luang yang peneliti

37

miliki. Setidaknya peneliti pernah mengalami problem itu karena pada suatu waktu ketika peneliti tiba di lokasi sesuai jam yang telah ditentukan bersama, ternyata Sories baru saja berangkat ke luar Kota untuk menyelesaikan pekerjaan. Akhirnya peneliti memutuskan untuk menunda wawancara dengan tetap menjaga komunikasi dengannya melalui whatsapp untuk menjadwalkan ulang. Pada pertemuan selanjutnya, peneliti berhasil melakukan wawancara dengan Sories dari sekitar jam sembilan hingga jam sebelas malam. Setelah itu, Sonya datang karena diminta Sories untuk hadir, kemudian peneliti juga memulai pembicaraan dan mewawancarai Sonya.

Setelah wawancara selesai, kami pergi ke salah satu tempal mangkal waria di area sekitar Simpang Lima Gumul (SLG) hingga menjelang shubuh. Di sini, mereka mengenalkan peneliti dengan beberapa waria lainnya yang di kemudian hari beberapa dari mereka juga menjadi informan tambahan dalam riset ini. Setelah terbangun kepercayaan dan penerimaan yang semakin baik. Penelitia lebih banyak mewawancarai mereka pada malam hari di beberapa tempat dan berpindah-pindah dari satu kafe ke kafe lain, salon, dan salah satu tempat mangkal mereka di SLG. Selain itu, peneliti juga ikut serta bersama mereka pada acara pengajian rutin Gus Lik.

Sedangkan pertimbangan peneliti memilih Sories dan Sonya sebagai informan kunci dalam riset ini didasarkan pada beberapa pertimbangan. Pertama, secara organisatoris keduanya adalah pengurus harian organisasi Perwaka. Kedua, posisi mereka saat ini sebagai angkatan kedua setelah angakatan Hj. Ikke Fradasari sekaligus yang dituakan oleh dua angkatan

38

generasi waria di bawahnya di mana para waria muda memanggil Sories dengan sebutan ummi atau mami dan Sonya dipanggil emak. Ketiga, mereka mempunyai komposisi yang saling melengkapi di mana Sories dapat dikategorikan sebagai waria rumahan yang sibuk bekerja di sektor informal dan masih sangat perhatian pada para waria muda sehingga pada malam hari masih sering menyempatkan diri untuk ikut bergabung dengan waria muda untuk mendengarkan keluh kesah (curhatan) mereka sekaligus mentraktir minum dan makan. Sedangkan Sonya terkategori sebagai waria lapangan yang lebih intens menemani dan mendampingi waria muda yang juga dijadikan tempat berkeluh kesah terutama ketika para waria muda menghadapi problem-problem yang menjadikan mereka sebagai korban kriminal seperti penodongan dan lainnya. Keempat, mereka juga menjadi pintu masuk peneliti untuk dapat berkomunikasi dengan waria lainnya dan Mika yang secara organisatoris menjabat sebagai sekretaris Perwaka sekaligus masih merupakan saudara Hj. Ikke.

Sedangkan wawancara peneliti dengan tokoh masyarakat dan agamawan berlangsung di tengah pandemi Covid-19. Untuk menyiasati problem ini peneliti mengambil langkah untuk menginterview secara tidak langsung, yaitu peneliti berkorespondensi melalui telepon untuk menyampaikan maksud peneliti kemudian mengajukan beberapa pertanyaan berkenaan dengan keperluan riset. Di samping itu, peneliti juga meminta kesediaan mereka untuk menjawab beberapa pertanyaan lain yang peneliti kirimkan melalui chatt

39

melanggar protokol kesehatan yang telah ditetapkan pemerintah. Di sini peneliti juga memilih tokoh agama yang termasuk dalam kelompok muda dan kelompok tua serta pertimbangan keterwakilan tokoh agama laki-laki dan perempuan yang terdiri dari berbagai elemen yaitu tokoh pesantren, akademisi, dan organisasi.

Adapun observasi yang peneliti lakukan terutama pada aktifitas keagamaan yang menjadi program rutin Jam‟iyyah Nurul Iman atau aktifitas keagaman lain yang dilakukan oleh anggota jam‟iyyah untuk memperoleh informasi tentang pemahaman dan perilaku keislaman. Misalnya ketika peneliti secara kebetulan diundang untuk menjadi pemateri dalam jam‟iyyah tersebut. Peristiwa itu memberikan kesempatan pada peneliti untuk merasakan nuansa keagamaan anggota jam‟iyyah. Selain itu, peneliti juga sempat menghadiri rutinan jamiyyah Nurul Iman yang berlangsung di desa lain dan juga menyempatkan diri untuk mengikuti mereka pada pengajian rutinan mingguan Gus Lik yang saat itu berlangsung di daerah Gurah Kabupaten Kediri.