• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN

B. Faktor-Faktor Penghambat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan

Kekerasan Di Kabupaten Tana Toraja.

Pelaksanaan pengawasan yang dilakukan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tana Toraja tentu tak lepas dari beberapa hambatan yang ada. Adapun faktor-faktor penghambat dalam pelaksanaan pengawasan tersebut adalah sebagai berikut :

1. Sarana dan Prasarana

Dukungan sarana dan prasarana yang memadai akan membantu lembaga atau instansi dalam melayani masyarakat dengan baik. Sejauh ini sarana yang ada pada kantor DPPPA dan P2TP2A cukup untuk menunjang pekerjaan administrasi. Namun masih kurangnya jenis dan alat kendaraan operasional merupakan salah satu faktor penghambat dalam melaksanakan tugas di lapangan. Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak Kabupaten Tana Toraja pada saat ini memiliki satu unit mobil jenis minibus dan satu unit motor jenis matic yang digunakan sebagai kendaraan operasional sehari-hari.

Berdasarkan hasil wawancara dengan ibu Martha selaku kepala Bidang Perlindungan Perempuan dan Anak bahwa petugas masih membutuhkan satu jenis unit mobil dan motor yang dapat menjangkau daerah-daerah di Kabupaten Tana Toraja dengan

60 medan yang sulit. Seperti yang disampaikan dalam wawancara di tempat kerja :

“DPPPA saat ini memiliki satu unit mobil dan motor sebagai kendaraan operasional sehari-hari. Namun masih terdapat daerah-daerah yang sulit dijangkau karena medan yang berat sehingga petugas juga memerlukan kendaraan khusus untuk menjangkau daerah-daerah tersebut”

Masih banyaknya daerah-daerah yang sulit dijangkau harus menjadi perhatian khusus bagi pemerintah agar pelayanan dapat mencapai seluruh lapisan masyarakat sampai ke pelosok.

2. Sumber daya manusia

Pengetahuan serta keterampilan petugas sangat diperlukan dalam memberikan pelayanan terhadap anak korban kekerasan.

Peningkatan kapasitas petugas sangat diperlukan guna memastikan hak-hak anak korban kekerasan dapat terpenuhi.

Namun masih kurangnya pelatihan khusus bagi petugas P2TP2A merupakan kendala yang dapat menyebabkan menurunnya kualitas pelayanan kepada masyarakat.

Menurut ibu Yurni selaku petugas P2TP2A dalam wawancara di lapangan:

“Pelatihan khusus bagi petugas P2TP2A Kabupaten Tana Toraja mengenai penanganan terhadap anak korban kekerasan masih sangat minim. Sehingga petugas masih kurang memahami dalam menangani kasus tersebut”

Saat ini jumlah petugas P2TP2A yang mengikuti pelatihan khusus penanganan terhadap anak korban kekerasan berjumlah satu orang. Hal ini tentu dapat berdampak pada menurunnya kualitas

61 pelayanan kepada masyarakat sehingga diharapkan agar kedepannya pemerintah dapat mengadakan pelatihan-pelatihan khusus bagi para petugas P2TP2A sehingga dapat melayani masyarakat dengan lebih baik lagi.

P2TP2A adalah pusat pelayanan terpadu dan terintegrasi bagi anak korban tindak kekerasan sehingga diharapakan memiliki petugas yang mempunyai pengetahuan dan keahlian yang lebih dalam penanganan terhadap anak korban kekerasan yang meliputi pengaduan, pendampingan, rujukan kasus yang memerlukan penanganan medis, konseling, bantuan hukum, pemulangan dan reintegrasi sehingga pelayanan terhadap masyarakat dapat berjalan dengan sebaik mungkin.

3. Masyarakat

Peran aktif masyarakat sangat diperlukan untuk mendukung pelayanan yang diberikan oleh pemerintah. Namun masih kurangnya pengetahuan serta kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang menimpah anak di bawah umur merupakan kendala yang sangat perlu untuk diperhatikan. Hal ini disampaikan oleh ibu Martha dalam wawancara di tempat kerja :

“Masyarakat sekarang mulai tahu mengenai keberadaan P2TP2A namun masih banyaknya anggapan masyarakat bahwa kekerasan yang menimpah anak di bawah umur terutama kekerasan seksual merupakan hal yang tabu untuk disampaikan sehingga pemenuhan terhadap hak-hak anak korban kekerasan tidak dapat terwujud secara maksimal”

62 Oleh karena itu, kedepannya pemerintah diharapkan untuk meningkatkan kegiatan sosialisasi di kalangan masyarakat tentang keberadaan P2TP2A, fungsi serta fasilitas yang dimilikinya.

63 BAB V

PENUTUP

A. Kesimpulan

1. Pelaksanaan pengawasan oleh Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak terhadap anak korban kekerasan sudah berjalan cukup baik dengan memenuhi standar operasional prosedur yang ada. Pengawasan DPPPA melalui Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak dilakukan dengan berkoordinasi dengan instansi dan lembaga yang terkait seperti Polres Tana Toraja dan LSM Pemerhati Perempuan dan Anak.

Adapun jenis pelayanan yang terdapat pada P2TP2A seperti pelayanan pengaduan, rujukan medis, konseling, bantuan hukum dan reintegrasi sosial.

2. Faktor-faktor yang menjadi penghambat Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak pada pengawasan terhadap anak korban kekerasan di Kabupaten Tana Toraja yaitu :

1) Faktor sarana dan prasara, yaitu kurangnya kendaraan operasional yang menunjang pekerjaan di lapangan. Terutama jenis kendaraan yang dapat menjangkau daerah-daerah dengan medan yang sulit.

2) Faktor sumber daya manusia, yaitu masih kurangnya pelatihan atau peningkatan kapasitas terhadap petugas untuk menangani

64 masalah anak korban kekerasan yang membutuhkan pelayanan khusus.

3) Faktor masyarakat, yaitu masih kurangnya pengetahuan serta kesadaran masyarakat untuk melaporkan kasus kekerasan yang menimpah anak di bawah umur.

B. Saran

Berdasaran kesimpulan yang diperoleh dari hasil penelitian di atas, maka peneliti memberikan beberapa saran yang dapat dijadikan masukan dan bahan pertimbangan :

1. Dinas Pemberdayaan Perempuan Dan Perlindungan Anak Kabupaten Tana Toraja diharapkan dapat meningkatkan pelayanan terhadap anak korban kekerasan serta koordinasi dengan berbagai lembaga dan instansi lain seperti Kepolisian dan LSM Pemerhati Perempuan dan Anak terkait dengan permasalahan anak korban kekerasan agar pelaksanaan pengawasan dapat berjalan lebih baik lagi sehingga pemenuhan hak-hak anak korban kekerasan dapat terwujud dengan maksimal.

2. Pemerintah diharapakan dapat meningkatkan sarana dan prasarana terutama mengadakan jenis kendaraan operasional yang mendukung kegiatan-kegiatan dilapangan, mengadakan pelatihan khusus atau peningkatan kapasitas kepada para petugas P2TP2A sehingga pelayanan terhadap anak korban kekerasan dapat berjalan dengan baik, dan meningkatkan kegiatan sosialisasi

65 terutama di daerah-daerah terpencil agar masyarakat semakin tahu di mana tempat untuk melapor jika terjadi kekerasan pada anak di bawah umur. Serta masyarakat diharapkan untuk semakin aktif dalam pemenuhan hak-hak anak terutama melaporkan kepada pihak yang berwajib jika terjadi kekerasan terhadap anak.

DAFTAR PUSTAKA BUKU

Adrian Sutedi. 2015. Hukum Perizinan Dalam Sektor Pelayanan Publik.

Jakarta : Sinar Grafika.

Dellyana, Shant. 1988. Konsep Penegakan Hukum. Yogyakarta: Liberty Jimly Assiddiqie. 2009. Penegakan Hukum. Jakarta.

Kementrian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak. 2013.

Profil Anak Indonesia. Jakarta : PT. Desindo Putra Mandiri.

Nurul Huda. 2008. Kekerasan Terhadap Anak dan Masalah Sosial yang Kronis. Pena Justicia Volume VII No.14

Philipus M. Hadjon. Tentang Wewenang. Makalah. Universitas Airlangga.

Surabaya

Prajudi Atmosudirdjo. 2010. Sistem Penyelenggaraan Pemerintah.

Surabaya : Gramedia

Prajudi Atmosudirdjo. Hukum Administrasi Negara. Jakarta: Ghalia Indonesia

Ridwan H.R, Hukum Administrasi Negara Indonesia. 2014. Jakarta : PT.

Raja Grafindo Persada.

Sirajuddin, dkk. 2012. Hukum Pelayanan Publik Berbasis Partisipasi Dan Keterbukaan Informasi. Malang : Setara Press

Soerjono Soekanto. 1983. Pengantar Penelitian Hukum. Jakarta: Rineka Cipta

Soerjono Soekanto. 2008. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penegakan Hukum. Jakarta: Rajawali Pers

Victor Situmorang dan Jusuf Juhir. 1993. Aspek Hukum Pengawasan Melekat Dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta : PT.

Rineka Cipta

W.F. Prins dan Kosim Adisoeputra. 1982. Pengantar Ilmu Hukum Administrasi Negara. Jakarta : Pradnya Paramita.

Dokumen terkait