• Tidak ada hasil yang ditemukan

Tepak Kendang Suwanda

2. Ciri Khas Tepak

2.1. Teknik Tepak

Teknik tepak adalah cara membunyikan kendang yang dilakukan oleh Suwanda sehingga memberikan ciri khas tafsir Suwanda terhadap ragam

tepak yang dibuatnya. Dalam memainkan kendang Jaipongan, posisi

tangan Suwanda berbeda dengan para pengendang Sunda pada umumnya yakni posisi tangan kanan berada pada bagian gedug, sedangkan posisi tangan kiri berada pada bagian kumpyang. Para pengendang pada umumnya posisi tangan kanan berada pada bagian kumpyang sedangkan posisi tangan kiri pada bagian gedug.

Adanya dua posisi dalam teknik memainkan kendang Jaipongan tidak menjadi perdebatan dalam karawitan Sunda, oleh karena keduanya memiliki kelebihan masing-masing. Namun demikian, posisi memainkan kendang seperti Suwanda dengan tangan kanan pada bagian gedug, dapat lebih menunjang terhadap keterampilan seorang pengendang. Alasannya adalah tenaga yang digunakan lebih besar untuk menyuarakan bunyi gedug. Hal ini dapat memberikan kejelasan (artikulasi) lambang bunyi kendang dan ragam tepak yang dihasilkan karena gedug sebagai kunci utama untuk melahirkan beragam tepak kendang Jaipongan. Tidak mengherankan jika Suwanda memiliki keahlian yang luar biasa dalam memainkan beragam

tepak kendang Jaipongan yang sangat variatif. Salah satunya ditunjang oleh

posisi atau teknik memainkan kendang yang menempatkan tangan kanan pada bagian gedug.

Selain posisi tangan yang berbeda dari para pengendang pada umumnya, ciri khas tepak kendang Suwanda lainnya pada teknik tepak

diteunggeul. Mengenai teknik ini Suwanda menyatakan sebagai berikut. Atuh da abdi dipiwarang nuturkeun gerak ku kang Askin, nya ku abdi saban

usik-malikna diteunggeul baé, sanajan éta lagu téh dina tradisi mah tara diteunggeul

tapi dibalem baé, nya harita mah seueur pisan nu protés ti kalangan seniman tradisi, tapi ayeuna mah teu kakuping deui anu protés téh.7

(Saya disuruh untuk mengikuti gerak kang Askin, ya setiap bolak balik gerakannya saya pukul saja dengan keras, meskipun dalam tabeuhan tradisi, lagu tersebut tidak biasa dipukul keras seperti itu, tetapi di halus atau lembut. Waktu itu banyak sekali seniman yang protes terutama seniman tradisi, tapi sekarang tidak ada lagi yang protes).

Berdasarkan kutipan di atas, Suwanda dalam mengiringi lagu sekar ageung (Tablo dan Bayu-Bayu ketika itu), menggunakan teknik di luar kebiasaan tradisi, 'menyimpang' dari yang ada, yaitu dikendangi dengan teknik

tepak diteunggeul. Tepak diteunggeul adalah memainkan kendang dengan

keras, menggunakan tenaga, memiliki aksen-aksen menghentak sehingga tidak halus lagi. Tepak kendang diteunggeul pada umumnya sudah tidak memperhatikan lagu yang dibawakan, bahkan cenderung lebih banyak merusak karakter lagu, terutama dalam Jaipongan sebagai hiburan. Lagu sedih, lagu gembira, sekar tengahan maupun sekar ageung, sama tekniknya

diteunggeul yaitu dipukul dengan keras, menggunakan tenaga dalam

memainkan kendangnya. Semua lagu dalam karawitan Sunda, dapat diiringi dengan teknik tepak diteunggeul.

Lagu sekar ageung dikendangi oleh Suwanda dengan tepak

diteunggeul, karena ketika itu ada yang ngibing bernama kang Askin.

Teknik tepak melem yang biasa terdapat dalam Kiliningan, jelas tidak dapat mendukung tarian karena karakter tari tidak bisa terbangun oleh

tepak kendang yang halus. Untuk mengiringi tari, dibutuhkan sebuah

penegasan, tekanan, aksen-aksen dari kendang agar karakter tarian yang disajikan dapat muncul. Satu-satunya cara Suwanda untuk mengiringi tarian tersebut memainkan kendang dengan tepak diteunggeul meskipun mengorbankan lagu. Suwanda memainkan kendang dengan keras, bertenaga, apa pun yang ada dalam tarian, diikuti sesuai keinginan penari, tetapi masih dalam embat yang sama dengan lagu yang biasa dibawakan dalam tradisi.

Pada sekitar tahun 1960-1970-an, teknik tepak kendang yang umum dalam tradisi adalah teknik tepak melem (Suwanda dibalem). Tepak melem

7 Wawancara Abdul Aziz dengan Suwanda, pada tanggal 3 maret 1999. Periksa Abdul Azis, “Pencugan Merupakan Kreativitas Tari Jaipongan” dalam Endang Caturwati dan Lalan Ramlan, ed., Gugum Gumbira Dari ChaCha ke Jaipongan (Bandung: Sunan Ambu Press, 2007), 8.

adalah teknik memainkan kendang dengan halus, lembut, serta tanpa menggunakan tenaga yang besar karena untuk keperluan sajian Kiliningan yaitu mendukung karakter lagu yang dibawakan. Tepak melem sangat populer dalam teknik tepak kendang secara umum di Sunda, termasuk dalam kesenian Wayang Golék. Suwanda menggunakan teknik diteunggeul dalam memainkan kendangnya, merupakan 'penyimpangan' yang luar biasa ketika itu.

Teknik tepak diteunggeul selanjutnya digunakan oleh Suwanda dalam menggarap kendang Jaipongan. Semua tepak kendang Jaipongan yang dibuatnya menggunakan teknik diteunggeul. Secara tidak langsung, teknik ini menjadi ciri khas tepak kendang dalam Jaipongan. Semua kaset

Jaipongan hasil karya Suwanda yang beredar di pasaran menggunakan

teknik tepak ditenggeul meskipun dalam lagu-lagu sekar ageung yang biasa dimainkan dengan tepak melem. Teknik tepak diteunggeul selanjutnya menjadi ciri khas teknik tepak kendang Jaipongan yang membedakan dengan teknik tepak kendang lainnya.

Satu teknik lagi yang memberikan ciri khas tepak kendang Jaipongan Suwanda adalah teknik tepak diropel.8 Teknik tepak diropel adalah teknik memainkan kendang dengan dirangkep (dirangkap). Pada praktiknya, tangan kanan dan tangan kiri bersatu dalam satu sumber bunyi kemudian memukul sumber bunyi saling mengisi dalam ritmis yang padat. Teknik

tepak diropel adalah satu-satunya teknik memainkan kendang Jaipongan

yang dimiliki oleh Suwanda.

Teknik tepak diropel terutama nampak sekali dalam bagian pangkat lagu Daun Pulus Késér Bojong. Tepak diropel digunakan dalam lagu ini karena kendang sebagai pangkat. Pangkat kendang memberikan pemahaman bahwa Suwanda betul-betul memiliki keterampilan yang luar biasa dalam memainkan kendang. Hasil tepak kendang diropel lebih atraktif, energik, menarik, penuh ketangkasan, serta memerlukan tenaga yang ekstra. Tepak diropel Suwanda sering ditiru oleh pengendang lain, menjadi andalan bagi para pengendang Jaipongan untuk menunjukkan keterampilannya dalam memainkan kendang.