• Tidak ada hasil yang ditemukan

semakin kecil peluang inovasi tersebut dapat bermanfaat bagi penerima inovasi dalam proses diseminasi yang dilakukan.

2.5. Adopsi Teknologi Adaptif Lokasi

Adopsi dapat dikemukakan sebagai suatu hasil abstrak dari suatu kegiatan introduksi inovasi teknologi yang secara sederhana dapat digambarkan sebagai proses penyampaian pesan hingga diterimanya suatu pesan tersebut oleh penerima pesan. Faktor yang mempengaruhi kecepatan adopsi inovasi teknologi antara lain adalah sifat inovasi, saluran komunikasi, ciri-ciri sistem sosial, kegiatan promosi, interaksi individu dan kelompoknya, sumber informasi dan faktor internal (Rogers, 1983). Dengan kata lain, percepatan adospsi inovasi teknologi tidak terlepas dari bagaimana kondisi pembudidaya baik sebagai individu maupun sebagai anggota masyarakat yang membentuk suatu sistem sosial, maupun peranan lembaga penyuluhan dalam proses introduksi teknologi akuakualtur.

Dengan dasar bahwa motivasi merupakan ruh dari pemberdayaan, maka pemberdayaan (empowerment) dapat berarti memberikan motivasi dan dorongan kepada masyarakat agar menggali potensi yang ada untuk ditingkatkan kualitasnya (Wahyuni, 2000). Dengan demikian, produk atau inovasi yang akan disampaikan ke pembudidaya ikan harus bermutu (good innovations), cara menyampaikan produk atau inovasi juga harus bermutu (good extension method), dan orang yang menyampaikan pun juga harus bermutu (good extension agent). Akhirnya, dengan penerapan total quality management dalam penyuluhan, diharapkan percepatan adopsi inovasi akan dapat berhasil.

Agen penyuluhan merupakan individu atau institusi yang mempunyai tugas pokok memberikan pendidikan informal kepada pembudidaya ikan dan keluarganya tentang segala sesuatu yang berkaitan dengan usaha pembudidayaan ikan. Hal ini bermaksud agar mereka mampu, sanggup, dan berswadaya memperbaiki atau meningkatkan kesejahteraan keluarganya atau bila memungkinkan mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat sekelilingnya. Dalam konteksnya, agen penyuluh dapat berasal dari pembudidaya ikan (pembudidaya ikan penyuluh) dan penyuluh profesional (penyuluh dinas), sedangkan peneliti/pengkaji berperan sebagai pendukung.

23

Peran peneliti utuk menghasilkan teknologi yang sesuai dengan tuntunan dan kebutuhan akan menjadi strategis ditentukan oleh peran komunikasi penelitian. Analisis diseminasi terdapat formulasi informasi yang tergabung dalam sistem makro informasi yang merupakan suatu gambaran tentang mengalirnya informasi yang dapat dipertanggungjawabkan. Diseminasi dalam hal ini merupakan hasil dari formulasi komunikasi yang menuntut perlu adanya ketepatan berkomunikasi, yaitu bagaimana sebaiknya proses penyampaian pesan dari sumber kepada penerima dengan menggunakan media tertentu yang menimbulkan efek (Onong, 1977).

Laswell dalam Onong (1977) mengatakan bahwa proses komunikasi terjangkau dalam pertanyaan: ”who says what in which chanel to whom with what

effect” yang terangkum pada lima unsur komunikasi sehingga jawaban dari

pertanyaan yang diajukan yaitu 1) komunikator (source), 2) komunikan (receiver), 3) pesan (message), 4) media (chanel) dan 5) efek (effect). Unsur-unsur diatas merupakan proses komunikasi yang bertujuan untuk mencapai hasil (efek). Dalam hal ini, beberapa faktor penting yang berpengaruh terhadap diseminasi inovasi teknologi antara lain adalah hubungan sosial, struktur sosial, dan keterbukaan.

Penyebaran atau diseminasi suatu teknologi ke dalam suatu sistem sosial memerlukan sinergi yaitu perencanaan menyeluruh tentang teknologi yang akan disampaikan. Pentingnya strategi ini antara lain karena diseminasi mengandung unsur kesengajaan berupa kesengajaan mengintroduksikan suatu teknologi kedalam sistem sosial untuk mencapai tujuan tertentu. Selain itu dalam deseminasi terdapat target waktu, yaitu perubahan yang diharapkan terjadi dalam waktu yang tidak terlalau lama (Lionberger dan Gwin 1982).

Berdasarkan lokasi introduksi inovasi teknologi pengolahan ikan cucut di Kecamatan Pelabuhan Ratu, Kabupaten Sukabumi, yang dilakukan oleh Pusat Penelitian dan Pengembangan Perikanan (Puslitbang Perikanan), diketahui bahwa inovasi teknologi tersebut diadopsi oleh masyarakat setempat (PRPPRSE, 2004). Bahkan, inovasi teknologi pengolahan ikan cucut tersebut telah diterima sebagai inovasi teknologi pula yang diadopsi masyarakat pengolah hasil perikanan di wilayah Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi dan wilayah Kabupaten Cilacap.

24

Di lain pihak, pada kegiatan introduksi inovasi teknologi penggunaan palka berinsulasi dalam kaitannya penanganan ikan hasil tangkapan perikanan laut di wilayah Kabupaten Sukabumi dan Banyuwangi telah pula diadopsi masyarakat nelayan setempat sebagai suatu inovasi yang dapat memberikan manfaat bagi mereka (PRPPSE, 2004). Inovasi teknologi penanganan ikan dengan sistem palka berinsulasi ini telah pula diadopsi oleh masyarakat nelayan perikanan tangkap laut di wilayah Kabupaten Jembrana, Nusa Tenggara Barat, Lampung dan Cilacap.

Hasil studi adopsi inovasi teknologi pengolahan ikan cucut yang dicontohkan, juga mengemukakan bahwa tingkat adopsi inovasi teknologi tersebut dipengaruhi secara nyata oleh tingkat pendidikan formal responden yang diteliti. Kemudian, diketahui pula adopsi inovasi teknologi tersebut berkorelasi positif terhadap umur, pendidikan non formal, jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja dalam keluarga, alasan berusaha dan kekosmopolitan.

Kemudian, adopsi inovasi teknologi tersebut juga berkorelasi positif terhadap keanggotaan responden dalam kelompok pengolah, ketersediaan sarana dan prasarana, dukungan kelembagaan, asal modal usaha dan pemasaran hasil. Di lain pihak, tersebarnya inovasi teknologi pengolahan ikan cucut ke daerah lainnya dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berkaitan dengan sifat teknologi, yaitu keuntungan relatif, kerumitan teknologi, kemudahan untuk dicoba dan kemudahan untuk diamati (PRPPSE, 2004).

Hasil studi lainnya mengungkapkan bahwa teknologi perikanan tangkap yang telah diintroduksikan oleh instansi terkait, seperti purse-seine atau mini

purse-seine, long-line, rawai dasar dan cantrang diadopsi oleh masyarakat nelayan

di wilayah penelitian, yaitu di Jawa, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Barat, Kalimantan Selatan dan Bali (PRPPSE, 2005). Bahkan, tingkat adopsi responden terhadap alat tangkap mini purse seine di tiap lokasi penelitian berada pada kategori tinggi, sedangkan untuk alat tangkap cantrang dan long-line berada pada kategori sedang hingga tinggi.

Tinggi rendahnya tingkat adopsi pada umumnya dipengaruhi oleh karakteristik internal individu responden dan eksternal masyarakat nelayan penerima inovasi teknologi tersebut. Adpun karakteristik internal yang berpengaruh adalah umur, pendidikan formal, pendidikan non formal, pendapatan,

25

jumlah tanggungan keluarga, jumlah tenaga kerja keluarga, dan tingkat kekosmopolitan (PRPPSE, 2005). Sementara faktor eksternal terdiri dari kehadiran dalam kelompok, ketersediaan sarana dan prasarana, pengaruh tokoh masyarakat, dukungan kelembagaan, asal modal usaha, pemasaran hasil, dan keberadaan kelembagaan adat yang berlaku di wilayah penelitian (PRPPSE, 2005).

26 III. METODE PELAKSANAAN KEGIATAN

Dalam pelaksanaan kegiatan secara umum didasarkan pada dua fungsi yaitu sebagai fasilitator dalam meningkatkan peran kapasitas koperator atau masyarakat kelautan dan perikanan yang menjadi sasaran. Dalam hal ini PEK TAL sebagai kelembagaan yang mengintroduksi teknologi kelautan dan perikanan yang ada di masyarakat. Fungsi yang kedua adalah menghasilkan wirausahawan di tingkat pedesaan yang dapat memanfaatkan IPTEK dalam usaha kelautan dan perikanan yang bersifat komersil yang juga mendukung ke arah fungsi fasilitator.

Metode pelaksanaan kegiatan dalam kaitannya dengan peningkatan peran koperator dalam penerapan teknologi dilakukan kegiatan alih teknologi terhadap kooperator yaitu masyarakat kelompok sasaran. Proses alih teknologi tersebut juga dilakukan melalui beberapa kegiatan lainnya seperti studi banding, pameran, sosialisasi, pertemuan dan diskusi dengan nara sumber serta observasi lapang dan petakan contoh (demonstration plot). Kemudian, terkait dengan kegiatan pengembangan kewirausahawan di pedesaan pada usaha pengembangan budidaya udang dilakukan berdasarkan pada fungsi kelembagaan PEK TAL sebagai inkubator bisnis. Pada prinsipnya dari keseluruhan kegiatan tersebut diteliti beberapa aspek sebagai berikut;

1. Sejauhmana kesesuaian teknologi yang adaptif lokasi terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan masyarakat di wilayah studi ini dan dilanjutkan dengan kesiapan lokasi dalam penerapan teknologi adaptif lokasi (ketepatgunaan teknologi).

2. Sejauhmana adopsi teknologi yang adaptif lokasi dapat diterima oleh masyarakat pembudidaya di kawasan psesisir Kabupaten Pinrang.

3. Sejauhmana peningkatan peran kooperator dalam penerapan teknologi adaptif lokasi.

4. Identifikasi komponen model penyusun model pengembangan ekonomi kawasan berbasis teknologi adaptif lokasi.

27 IV. HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN

Sampai dengan akhir bulan Juni 2015 atau triwulan 2 telah dilaksanakan beberapa kegiatan yang dapat dirinci sebagai berikut;

1. Kegiatan yang dilakukan pada periode Januari hingga Maret 2015 kesemuanya masih termasuk dalam kategori perencanaan dan evaluasi kegiatan tahun lalu. Termasuk didalamnya evaluasi singkat Kimbis secara keseluruhan baik sebagai fasilitator bisnis masyarakat yang menuju kepada exit strategy (Lampiran 1).

Berdasarkan Lampiran 1 terlihat pula bahwa Kimbis sebagai inkubator bisnis terlihat perkembangannya mulai dari inisiasi dan pembentukan kelembagaan, penumbuhan kelembagaan, pengembangan kelembagaan, pemantapan kelembagaan yang kesemuanya rencananya dilakukan hingga tahun 2015. Dengan demikian diharapkan pada tahun 2016 akan dicapai kemandirian kelembagaan Kimbis. Kemudian, terlihat pula pengembangan usaha Kimbis yang sejak awal di tahun 2013 telah difokuskan pada dua bidang usaha yaitu pembuatan media probiotik RICA dan pakan alami Phroneima. Namun demikian, pengembangan jaringan Kimbis baru dimulai sejak tahun 2014 dengan adanya kegiatan yang diikuti oleh calon wirausahawan yang mempelajari bagaimana proses pengepakan (packing) dan pembuatan merk (branding) yang dilakukan di Kimbis Gunung Kidul yang telah dahulu mengembangkan proses packing dan

branding pada media probiotik dan bahkan telah diproduksi dan dijual maskipun

terbatas untuk lingkungan sendiri.

Terkait dengan pengembangan calon wirausahawan media probiotik, maka penerima bantuan dari KIMBis Pinrang antara lain berupa bantuan 1 (satu) set perlengkapan untuk pengembangbiakan probiotik pada tahun 2014, hingga saat ini masih digunakan oleh kelompok pembudidaya ikan (pokdakan) Samaturue di desa Wiringtasi, kec. Suppa. Bantuan perlengkapan ini dianggap cukup efektif dan tepat guna bagi penerima bantuan dalam melakukan usaha budidaya udang dengan menggunakan probiotik RICA (sekaligus menerapkan teknologi yang telah dilatih ke penerima bantuan).

Untuk kegiatan pengawalan teknologi yang telah dilakukan selama ini, kegiatan pembuatan pakan dianggap lebih cocok untuk perikanan air tawar (kurang cocok

28 dilakukan di lokasi pada saat pelatihan sebelumnya); untuk pelatihan pengolahan hasil perikanan, lebih banyak diterapkan untuk diversifikasi makanan olahan dari ikan, belum dikomersilkan; untuk pelatihan terkait penentuan fish founder dan GPS, memberikan dampak penggunaan alat tersebut oleh nelayan di Kab. Pinrang dan dianggap membantu meningkatkan hasil tangkapan ikan nelayan di Kab. Pinrang. Kemudian juga dilakukan sosialisasi persiapan exit strategy KIMBis Pinrang yang rencananya akan dilakukan pada tahun 2016 dan sosialisasi pembentukan technopark di Kab. Pinrang tahun 2015.

Koordinasi perencanaan kegiatan Kimbis pada bulan Maret 2015 dilakukan terhadap pengurus KIMBis Kabupaten Pinrang di lokasi Kimbis di Desa Wiringtasi, Kabupaten Pinrang. Kegiatan koordinasi program kerja KIMBis Kab. Pinrang 2015, dengan fokus kegiatan tetap pada kegiatan pengawalan teknologi probiotik RICA dan Phronima suppa untuk budidaya udang di Kab. Pinrang. Kegiatan direncanakan akan dilakukan pada lokasi yang belum pernah menjadi lokasi penyebaran teknologi yaitu di wilayah kecamatan Mattero Sompe, Cempa, dan Duampanua (lokasi yang belum pernah dilakukan kegiatan pengawalan teknologi tersebut).

Pada bulan Maret ini juga dilakukan pertemuan dengan Kepala Dinas KP Kab. Pinrang untuk melakukan sosialisasi dan koordinasi program kerja KIMBis Pinrang 2015 dan sosialisasi pembentukan technopark 2015 serta sosialisasi mempersiapkan exit

strategy KIMBis Pinrang 2016. Salah satu bentuk kegiatan yang dilakukan untuk

mengoptimalkan kinerja dan capaian pengelolaan kawasan minapolitan dan industri perikanan di Kabupaten Pinrang, pada tanggal 9 Maret 2015 telah dilakukan pertemuan bersama para pemangku kepentingan terkait pengembangan usaha budidaya udang di Kabupaten Pinrang bertempat di Kantor Desa Tasiwalie. Pertemuan ini dibuka oleh Ir. Nurdin (Kabid. Perikanan Budidaya Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pinrang), dan ditutup oleh Ir. Budaya (Kepala Dinas KP Kab. Pinrang).

Pertemuan ini dihadiri oleh para pembudidaya udang, pedagang pengumpul udang, Prof. Zahri Nasution dan Bayu Vita Indah Yanti, SH (pengurus KIMBis Pusat untuk Kab. Pinrang), Prof. Hattah Fattah (akademisi dari UMI Makassar), perwakilan PT ATINA Sidoarjo (perusahaan pengekspor udang), para penyuluh perikanan, dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Pinrang. Kegiatan ini merupakan kegiatan bersama yang ditujukan untuk melakukan identifikasi lebih lanjut mengenai permasalahan terkait usaha budidaya udang windu yang merupakan komoditas unggulan dari kabupaten ini, terutama setelah adanya beberapa kegiatan dari beberapa institusi yang ditujukan untuk mempercepat peningkatan produktivitas kawasan minapolitan ini.

29 Kegiatan ini merupakan salah satu hasil dari inisiasi beberapa pengurus KIMBis Suppa Kab. Pinrang yang telah menjadi pengurus dalam Badan Koordinasi Pengelolaan Kawasan Minapolitan dan Industrialisasi Perikanan Kab. Pinrang (Kawasan LOWITA) periode 2014-2019 yang ditetapkan pada tanggal 7 Agustus 2014 melalui Keputusan Bupati Pinrang No.523/326/2014.

Ir Nurdin mewakili Kepala Dinas KP Kab. Pinrang membuka acara pertemuan dengan pembudidaya udang di desa tasiwalie kecamatan

Suppa

dari kiri ke kanan Prof.Hattah (Dosen UMI Mks), Prof.Zahri (KIMBis Pusat),dan PT ATINA Sidoarjo dalam pertemuan dengan

pembudidaya udang di desa tasiwalie kecamatan Suppa

Ir. Budaya (Ka. Dinas KP Kab. Pinrang) pada saat penutupan acara pertemuan

dengan pembudidaya udang di desa tasiwalie kecamatan Suppa

2. Kegiatan yang dilakukan pada periode April dan Mei 2015 merupakan periode perubahan secara administratif terjadi pada kegiatan Kimbis yang diarahkan menjadi Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis Teknologi Adaptif Lokasi (PEK TAL). Pada saat ini dilakukan beberapa kali diskusi dan pengarahan yang dilakukan oleh Bidang tata Operasional maupun oleh Sekretariat Kimbis serta Penanggung Jawab Output (PPO).

Hasil akhir dari kegiatan pada periode ini adalah perubahan atau penyesuaian Rencana Operasional Kegiatan Penelitian (ROKP) dari semula bernama KIMBis menjadi PEK TAL (sebagaimana terdapat pada Lampiran 2). Perubahan yang terjadi juga didasarkan pada RKA KL yang disampaikan oleh Bidang Tata Opersional BBPSE KP.

30

3. Kegiatan yang dilakukan pada bulan Juni 2015 adalah koordinasi dan sosialisasi kegiatan Eks Kimbis serta temu Iptek dalam rangka penyusunan unsur pembentuk model kepada Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang dan pengurus Kimbis di lokasi (1 paket).

Tujuan kegiatan ini antara lain adalah agar mitra kerja Eks Kimbis di lokasi yang berfungsi sebagai pemanfaat dan pembina utama lembaga Kimbis yaitu Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang beserta aparat nya yang terkait pada berbagai bidang tugas dapat memahami adanya perubahan Kimbis menjadi suatu lembaga lain pada tahun 2016.

Disamping itu, petugas Eks Kimbis Pusat Kabupaten Pinrang juga berkesempatan menjelaskan hasil-hasil yang dicapai Eks Kimbis sejak tahun 2012 hingga 2014. Juga dijelaskan perubahan yang terjadi dari semula kegiatan Kimbis menjadi PEK TAL yang akan dilaksanakan pada periode Juni hingga akhir Desember 2015.

Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pinrang yang disampaikan oleh Kepala Dinas menanggapi bahwa meskipun terjadi perubahan tata penamaan sebaiknya fungsi sebagaimana Kimbis selama ini tetap dilakukan. Hal ini akan banyak membantu tugas yang berkaitan dengan pembangunan perikanan di wilayah Kabupaten Pinrang. Hal ini terutama terkait dengan penyebarluasan teknologi yang bermanfaat bagi peningkatan produksi dan pendapatan masyarakat pembudidaya udang.

Dikemukakan pula bahwa dengan adanya lembaga Kimbis ini, teknologi yang dihasilkan oleh Badan Penelitian dan Pengembangan Kelautan dan Perikanan (Balitbang KP) dapat langsung dimanfaatkan masyarakat. Demikian pula umpan baliknya bagi Balitbang KP dapat secara langsung diketahui guna penyempurnaan teknologi sehingga dapat diterapkan kembali oleh masyarakat perikanan di wilayah ini. Begitu pula, dengan adanya kerjasama dengan pihak lembaga penelitian lainnya (dalam hal ini Universitas Muslim Indonesia Makasar; dan Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Pintang, PT Atina sebagai Eksportir pemasaran udang), maka upaya saling melengkapi teknologi dan non teknologi

31

yang diterapkan terhadap masyarakat perikanan akan semakin dapat diharapkan meningkatkan produksi dan pendapatannya.

4. Pada bulan Juni 2015 ini juga dilakukan kegiatan pertemuan Peningkatan Peran Kooperator Dalam Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi sebanyak 2 paket (satu dilaksanakan terpusat di Desa Wakka dan satu dilaksanakan terpusat di Desa Paria). Masing-masing peserta berjumlah 30 orang anggota masyarakat pembudidaya sebagai kelompok sasaran (2 paket).

Pada prinsipnya kegiatan pertemuan Peningkatan Peran Kooperator Dalam Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi yang dilaksanakan di Desa Wakka dan di Desa Paria merupakan upaya peningkatan kapasitas anggota masyarakat pembudidaya udang agar mereka lebih dapat berperan dalam penerapan teknologi adaptif lokasi. Dalam pertemuan ini anggota masyarakat yang mengikuti merupakan mereka yang belum pernah mengikuti pertemuan yang sama, sehingga diharapkan dapat meningkatkan peran masing-masing kooperator tersebut dalam penerapan teknologi adaptif lokasi.

Teknologi adaptif lokasi yang diperkenalkan adalah pemanfaatan probiotik RICA dalam upaya perbaikan lingkungan tambak udang. Di lain pihak teknologi adaptif lainnya yang diperkenalkan adalah pemanfaatan pakan alami Phronima dalam budidaya udang termasuk bagaimana memproduksinya dan keuntungan penggunaannya dalam budidaya udang (materi terlampir). Kedua teknologi adaptif lokasi ini saling melengkapi dan dapat digunakan sekaligus dalam periode budidaya udang, sehingga diharapkan hasil yang optimal untuk proses produksi udang di lahan tambak kelompok sasaran dan masyarakat perikanan budidaya sekitarnya.

5. Pada bulan Juni ini juga dilakukan pertemuan atau rapat dengan pengurus Eks Kimbis di lokasi dengan materi menjelaskan kuesioner dan tugas pengumpulan data yang harus dilakukan oleh para enumerator di lapangan.

32

Pada pertemuan yang dijelaskan kuesiner yang akan digunakan dalam pengumpulan data terhadap kelompok sasaran.

Pertama adalah kusioner yang berisikan evaluasi terhadap penerapan teknologi adaptif lokasi yang diperkenalkan kepada masyarakat. Dalam hal ini diteliti tingkat adopsi dan difusi nya dalam masyarakat pembudidaya udang di wilayah Kabupaten Pinrang. Hasilnya diharapkan akan menggambarkan adanya peran kooperator dalam penerapan teknologi adaptif lokasi (contoh kuesioner pada Lampiran 3 dan hasilnya pada Lampiran 4).

Kedua adalah kuesioner pendapat masyarakat kelompok sasaran terkait dengan kesesuaian teknologi adaptif lokasi terhadap kondisi sosial, ekonomi, budaya dan lingkungan masyarakat tersebut. Jawaban atas pertanyaan dalam pengumpulan data ini merupakan dasar kesimpulan salah satu input dalam penyusunan model PEK TAL. Kesimpulan ini akan dikaitkan analisisnya terhadap ketersediaan input lainnya dalam penyusunan unsur pembentuk model Pengembangan Ekonomi Kawasan Berbasis Teknologi Adaptif Lokasi (PEK TAL). Hasilnya diharapkan akan menggambarkan sejauhmana kesiapan lokasi dalam penerapan teknologi adaptif lokasi (contoh kuesioner pada Lampiran 5 dan hasilnya pada Lampiran 6).

6. Pada bulan September 2015 dilakukan pertemuan Pertemuan FGD Identifikasi Komponen Model IPTEK Berbasis TAL di Lokasi Eks Kimbis Kab. Pinrang.

Pertemuan FGD dimoderatori oleh Sunarso, SE pengurus Kimbis; Kemudian dikemukakan hasil survey tentang pengumpulan data evaluasi penerapan teknologi adaptif lokasi oleh Pengurus Kimbis Pusat yaitu Prof. Dr. Zahri Nasution. Kemudian dilanjutkan paparan dari Dinas KP Kab. Pinrang tentang potensi pembangunan perikanan budidaya udang dan dukungan Dinas KP dalam kegiatan KIMBis di Kab. Pinrang (Lampiran 7).

Dijelaskan oleh Prof. Zahri Nasution bahwa penerapan teknologi adaptif lokasi yang diperkenalkan kepada masyarakat yang dalam hal ini diteliti tingkat

33

adopsi dan difusinya dalam masyarakat pembudidaya udang di wilayah Kabupaten Pinrang. Hasilnya diharapkan dapat memberikan arah dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Pinrang terutama di wilayah kecamatan pesisir (Lampiran 4 dan 6).

Tingkat teknologi yang diterapkan masyarakat pembudidaya udang akan berhubungan dengan ketersediaan sumber daya (dana, waktu dan tenaga) yang ada atau tersedia pada pelaksana budidaya udang tersebut. Oleh karena itu teknologi yang diperkenalkan pada masyarakat pembudidaya perlu disesuaikan dengan kondisi masyarakat, terutama ketersediaan pembiayaan dalam penerapan teknologi yang akan dilaksanakan. Oleh karena itu, ketepatgunaan teknologi dalam kaitannya dengan kondisi masyarakat pembudidaya perlu disesuaikan, sehingga akan dapat menghasilkan suatu yang maksimal dan memiliki produktivitas tinggi. Dalam hal ini, teknologi yang diperkenalkan harus dapat memberikan keuntungan relatif dan selaras dengan teknologi yang ada sebelumnya. Kemudian, teknologi yang diperkenalkan juga harus dapat mengatasi faktor pembatas yang ada pada pembudidaya dan dapat memanfaatkan sumberdaya yang ada pada lingkungan sekitarnya.

Dikemukakan pula masih banyak pembudidaya udang yang mengemukakan bahwa mereka masih sangat memerlukan pendampingan dalam mengembangkan udang sebagai komoditas strategis. Mereka mengemukakan bahwa pengurus Kimbis dapat membantu masyarakat dalam memecahkan permasalahan dan kendala yang ada pada masyarakat perikanan secara keseluruhan, terutama masyarakat pembudidaya.

Peserta pertemuan juga mengemukakan bahwa pembudidaya ikan di wilayah mereka masing-masing sangat terbantu dengan adanya dukungan dan kerjasama Dinas Kelautan dan Perikanan dengan Kimbis dalam melaksanakan program dan kegiatan yang berkaitan dengan pembangunan kelautan dan perikanan di kabupaten ini. Pengurus Kimbis juga mengemukakan merasa jika adanya penutupan Kimbis di masa mendatang terutama kaitannya dengan pembinaan dan pengenalan atau introduksi teknologi baru.

34

7. Pada bulan September 2015 dilakukan pertemuan Pertemuan FGD Peningkatan Peran Koperator Dalam Penerapan Teknologi AdaptifLokasi (Eks Kimbis Kab. Pinrang).

Pada cara tersebut dipaparkan Zahri Nasution, Hatta Fattah, Muharjadi A. terkait dengan hasil survey tentang Ketepatgunaan dan adopsi Teknologi

pemanfaatan probiotik dan pakan alami Phronema di Kab. Pinrang. Kemudian, penjelasan Terkait dengan Probiotik dan Phronema sesuai dengan Hasil Survey Tentang Pengumpulan Data Lapangan oleh Prof. Hatta Fattah dan Ir. Muharjadi A (Lampiran 8 dan 9) yang dilanjutkan dengan Pembahasan dan Diskusi Evaluasi Penerapan Teknologi Adaptif Lokasi dan Peningkatan Peran Koperator.

Pertemuan FGD dimoderatori oleh Abdul Salam, S.Pi. pengurus Kimbis; Kemudian dikemukakan hasil survey tentang pengumpulan data evaluasi penerapan teknologi adaptif lokasi tentang probiotik RICA dan pakan alami Phronema oleh Pengurus Kimbis Pusat yaitu Prof. Dr. Zahri Nasution. Dijelaskan bahwa penerapan teknologi adaptif lokasi yang diperkenalkan kepada masyarakat yang dalam hal ini diteliti tingkat ketepatgunaan dan adopsinya dalam masyarakat pembudidaya udang di wilayah Kabupaten Pinrang. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan arah dalam pembangunan kelautan dan perikanan di Kabupaten Pinrang terutama di wilayah kecamatan pesisir (Lampiran 4 dan 6).

Perbedaan tingkat penggunaan teknologi dalam pelaksanaan perikanan budidaya udang akan terlihat dengan intensitas penggunaan input produksi dalam budidaya udang tersebut. Input utama yang dapat digunakan sebagai indikasi

Dokumen terkait