• Tidak ada hasil yang ditemukan

Program Prima Tani di Desa Aneuk Glee dititikberatkan pada agroekosistem lahan sawah irigasi, namun demikian tidak berarti bahwa rekomendasi tindakan konservasi hanya ditujukan untuk lahan sawah. Luas lahan kering di desa ini mencapai 783 ha (86,2% dari luas total desa), oleh karena itu lahan kering juga berpotensi untuk mendukung pembangunan pertanian di desa ini. Masalah konsevasi tanah pada lahan kering seringkali menjadi simpul kritis pengembangan pertanian pada agroekosistem ini.

4.1. Teknik Konservasi Existing

Penggunaan lahan kering terdiri di Desa Aneuk Glee terdiri atas kebun campuran, belukar, padang penggembalaan, dan hutan. Topografi desa ini bervariasi dari datar sampai berbukit (kemiringan lahan 0-25%). Lahan datar sebagian besar diusahakan sebagai lahan sawah, sedangkan lahan kering umumnya berada pada kemiringan lahan >3%. Lahan-lahan di perbukitan umumnya masih bervegetasi hutan.

Lahan sawah merupakan bentuk penggunaan lahan yang sudah aman dari segi pencegahan erosi, selain kondisi topografinya yang relatif datar, keberadaan galengan dapat mencegah terjadinya erosi. Namun demikian, konservasi tanah yang ditujukan untuk mempertahankan produktivitas lahan harus tetap dilakukan. Drainase pada lahan sawah belum mendapat perhatian dari petani sawah di desa ini. Padahal meskipun padi pada beberapa fase pertumbuhannya hidup dalam kondisi tergenang, namun proses drainase pada lahan sawah tetap diperlukan.

Usaha tani pada lahan kering di desa ini belum secara langsung menerapakan tindakan konservasi, namun dari jenis tanaman yang mereka pilih yakni tanaman tahunan, maka sebenarnya petani telah menerapkan suatu tindakan konservasi secara vegetatif, terutama jika persen penutupan lahan relatif tinggi. Namun demikian, karena pada beberapa tempat lahan yang digarap berada pada topografi berombak-bergelombang, maka masih diperlukan beberapa tambahan pencegahan erosi dan usaha lainnya untuk pemeliharaan atau peningkatan produktivitas lahan, di antaranya dalam hal pengelolaan air, perbaikkan drainase dan bahan organik, serta penerapan teknik konservasi lainnya.

4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi Lahan Sawah

Pengelolaan hara dan bahan organik merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan agar produktivitas lahan sawah tetap terjaga (rekomendasi pemupukan dan pengelolaan bahan organik disajikan pada Bab III). Pengelolaan bahan organik pada lahan sawah diantaranya penting untuk proses restrukturisasi tanah. Proses restrukturisasi terutama sangat diperlukan jika sehabis pertanaman padi, lahan sawah digunakan untuk menanam tanaman palawija. Beberapa teknik konservasi lainnya bisa dilakukan untuk lebih mengoptimalkan fungsi lahan sawah diantaranya adalah:

(a) Aplikasi mulsa dan teknik tanpa olah tanah setelah masa tanam padi

Sebagian lahan sawah di desa ini (khususnya sawah tadah hujan) hanya bisa ditanami padi selama satu musim tanam dalam

setahun, selanjutnya lahan dibiarkan bera. Jika masa tanam dilakukan secara tepat ditambah dengan aplikasi teknik pengelolaan air, maka palawija bisa ditanam setelah padi.

Penerapan sistem olah tanah konservasi (tanpa olah tanah/olah tanah minimum) dapat mempersingkat masa persiapan tanam tanaman palawija. Aplikasi pengolahan tanah minimum/tanpa olah tanah sangat penting mengingat keterbatasan waktu yang tersedia untuk pertanaman palawija, selain itu akan sangat menghemat tenaga kerja. Penggunaan mulsa juga merupakan pendukung penting sistem pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah (sistem olah tanah konservasi).

Cara aplikasi mulsa jerami adalah sebagai berikut:

- Setelah panen tanaman padi dan kondisi tanah sudah dalam keadaan tidak tergenang, jerami ditebas dan disebarkan pada jalur-jalur tanam untuk palawija, akan lebih baik jika jerami dapat menutup seluruh permukaan tanah.

- Biji tanaman palawija misalnya jagung langsung ditanam dengan cara ditugal pada jalur-jalur yang telah ditutup mulsa jerami.

- Selama masa pertumbuhan palawija, frekuensi penyiraman dapat dikurangi (dibanding saat sebelum diaplikasikan mulsa) karena penguapan dapat ditekan. - Setelah panen tanaman palawija, jerami sudah mulai

melapuk dan dapat dicampur bersamaan dengan pengolahan tanah.

(b) Pemeliharaan galengan dan pembuatan/pemeliharaan saluran drainase

Pemeliharaan galengan sangat penting dilakukan. Galengan dalam keadaan stabil (tidak bocor atau terkikis) akan bisa mengurangi kehilangan air. Stabilisasi galengan dapat dilakukan dengan menanam rumput pakan ternak seperti setaria, paspalum atau BD. Rumput dipangkas secara periodik. Pemangkasan jangan dilakukan terlalu pendek, karena dapat menyebabkan rumput mati. Selain rumput, tanaman legum seperti komak, gude dan lain sebagainya dapat juga ditanam pada galengan sawah. Biji tanaman komak dan gude dapat dikonsumsi, dan hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik.

Galengan dapat juga dimanfaatkan untuk menanam tanaman ”cash crop” seperti tanaman sayur (mentimun, tomat, pare, kacang panjang, dan lain-lain). Sangat tidak dianjurkan menanam tanaman penghasil umbi seperti singkong, ubi jalar, talas, dan lain sebagainya pada galengan, karena akan merusak galengan saat dilakukan pemanenan umbi.

Gambar 2. Contoh galengan yang diperkuat tanaman rumbut (a) dan ditanami rumput dan kacang panjang (b)

Perbaikan/pembuatan saluran drainase pada lahan sawah juga tidak boleh diabaikan. Saluran drainase selain berfungsi untuk membuang kelebihan air, juga untuk membuang senyawa-senyawa beracun, misalnya senyawa yang mengandung besi atau asam-asam organik.

Lahan kering

Selain digunakan untuk areal permukiman dan masih bervegetasi hutan, lahan kering di desa ini digunakan dalam bentuk kebun campuran, padang penggembalaan dan berada dalam kondisi tidak produktif yakni berupa lahan belukar. Beberapa tindakan yang dapat direkomendasikan untuk masing-masing bentuk penggunaan lahan disajikan pada Tabel.

Tabel 5. Teknik konservasi existing dan rekomendasi teknik konservasi pada beberapa pola penggunaan lahan kering di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD

No SP Lereng (%) Penggunaan lahan Konservasi existing Rekomendasi Maks. proporsi tanaman semusim*) Teknik konservasi % 3 3-15 Kebun campuran - 75 - Rorak dikombinasikan

dengan mulsa vertikal. - Teras kebun atau teras

individu - Pembuatan saluran pembuangan air 4 3-15 Padang penggembalaan - - - Perawatan rumput - Pemeliharaan lintasan ternak. - Pembuatan saluran drainase - Pembuatan penampung air (embung)

Kebun campuran

Kebun campuran diusahakan pada kemiringan lereng 3-15%, jika proporsi tanaman tahunan sudah melebihi 25%, maka peranan tanaman tahunan sudah dapat berkontribusi dalam mengkonservasi tanah, apalagi jika jenis tanaman tahunan yang diusahakan cukup beragam, maka akan menciptakan sistem multistrata (tajuk bertingkat) yang sangat baik untuk perlindungan tanah.

Pemeliharaan produktivitas tanah pada kebun campuran tidak boleh diabaikan. Serasah yang dihasilkan tanaman tahunan atau dari penyiangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik. Agar sekaligus dapat mendukung pengelolaan air pada kebun campuran, maka mulsa diaplikasikan dalam bentuk mulsa vertikal, yaitu dimasukkan ke dalam lubang atau roral yang dibuat dengan jarak tertentu (petunjuk pembuatan rorak dan aplikasi mulsa vertikal disajikan pada Lampiran 1).

Pembuatan saluaran pembuangan air pada kebun campuran juga penting dilakukan, terutama jika sering terjadi genangan. Beberapa tanaman tahunan sensitif terhadap genangan, oleh karena itu jika rorak tidak cukup untuk menampung dan meresapkan aliran permukaan maka dibuat saluran-saluran drainase.

Pada areal yang kemiringannya sudah mencapai 15%, teras kebun atau teras individu disarankan untuk diaplikasikan. Selain dapat mencegah erosi, keberadaan teras kebuh dapat memudahkan pemeliharaan (misalnya pemupukan, penyiangan, dan lain sebagainya). Petunjuk aplikasi teras tersebut disajikan pada Lampiran 2.

Padang penggembalaan

Pemeliharaan rumput penting dilakukan agar pakan yang dihasilkan berkualitas baik. Karena kondisi rumput pada padang penggembalaan di desa ini relatif buruk (jarang-jarang), maka untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan ini, maka perlu dilakukan peremajaan rumput. Pemeliharaan rumput pada padang penggembalaan sekaligus juga dapat meningkatkan perlindungan (konservasi) tanah.

Menurut Prawiradiputra et al. (2006), jenis hjauan yang cocok dibudidayakan di padang penggembalaan harus memiliki perakaran kuat, tahan pijakan, tahan renggutan, dan toleran terhadap kekeringan. Beberapa jenis hijauan unggul yang cocok dibudidayakan potongan dan padang penggembalaan disajikan pada Tabel 6. Di padang rumput unggul dan dipelihara dengan baik, seperti di negara-negara yang peternakannya sudah maju, dengan kapasitas tampung 3 satuan ternak ha-1, mampu meningkatkan bobot badan sapi 250 g hari ha-1.

Pemeliharaan lintasan ternak juga penting dilakukan, diantaranya dengan memperbaiki atau membuat saluran drainase (agar lintasan tidak becek saat terjadi hujan), saluran drainase juga perlu dibuat pada areal penggembalaan, untuk menyalurkan kelebihan air sehingga tidak terjadi genangan saat musim hujan. Pembuangan air dapat diarahkan pada embung yang dibuat pada posisi lahan yang lebih rendah. Embung ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber minum ternak.

Tabel 6. Beberapa contoh jenis hijauan pakan ternak yang cocok untuk padang penggembalaan (Prawiradiputra et al., 2006)

Nama Botani Nama umum

Penggembalaan ringan B. Humidocola Andropogon gayanus Digitaria decumbens Cenchrus ciliaris Stylosanthes spp. Macroptilium atropurpureum Penggembalaan sedang Chloris gayana Brachiaria mutica Cynodon plectostachyus Setaria spp. Desmodium spp Centrosema pubescen Penggembalaan berat Brachiaria decumbens Paspalum dilatatum Paspalum notatum Cynodon dactylon Calopogonoim muconoides Pueraria phaseloides Rumbut beha Rumput gamba Rumput pangola Rumput buffel Stilo Siratro Rumpiut rhodes Rumput malela Star grass Setaria Desmodium Sentro Rumput signal Rumput australi Rumput bahia Rumput kawat Kalopo Puero Belukar

Luas belukar di desa ini sekitar 139 ha atau 15% dari luas total desa ini. Bila minat petani untuk menanam tanaman semusim rendah karena keterbatasan tenaga kerja, maka rehabilitasi lahan sebaiknya dilakukan dengan menanam tanaman tahunan berupa

tanaman kayu-kayuan (tanaman hutan), atau tanaman tahunan lainnya baik dalam bentuk buah-atau tanaman industri. Peningkatan kualitas tanah dapat dilakukan dengan menanam tanaman tanaman penutup. Jenis tanaman penutup yang bisa dipilih diantarnya benguk (mucuna sp.), kakacangan (arachis pintoi), centrosema pubenscens, dan crotalaria sp.

V. DAFTAR PUSTAKA

Ardi, D., Kurnia, U. Kurnia, dan U. Sutrisno. 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan Untuk Mendukung Prima Tani di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian.

Balai Penelitian Tanah. 2007. Sistem Pengelolaan Lahan Sesuai Harkat (SPLaSH) versi 1.02. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor: 47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Prawiradiputra, B.R., Sajimin, N.D. Purwantari, I. Herdiawan. 2006.

Hijauan Pakan di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

Lampiran 1. Rorak dan Mulsa Vertikal (Sumber: Departemen Pertanian, 2006)

Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan (Gambar 3). Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.

Gambar 3. Rorak (Foto: Pedum Pegunungan)

Dimensi rorak yang disarankan. sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50 cm, dan panjang berkisar antara 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung.

Mulsa dapat dimasukkan ke dalam rorak (mulsa vertikal)

Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Agar rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahan-bahan yang masuk ke rorak perlu diangkat keluar atau dibuat rorak yang baru. Aplikasi rorak dapat pula dikombinasikan dengan mulsa vertikal, yang mana bahan mulsa dimasukkan ke dalam rorak.

Lampiran 2. Teras kebun (Balai Penelitian Tanah, 2007)

Teras kebun adalah teras yang digunakan untuk penanaman tanaman tahunan yang ditanam dalam barisan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak tanam (Gambar 4). Selain untuk pencegahan erosi, teras kebun juga dapat memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), diantaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.

Gambar 4. Teras kebun (kiri), penampang teras kebun (kanan) (Foto dan sketsa: Balai Penelitian Tanah, 2007)

a. Persyaratan

Digunakan pada lahan dengan kemiringan 10 - 60%.

Dapat digunakan pada berbagai kedalaman tanah, yang lebih dalam dari 25 cm.

Perlu ditanami rumput atau legum penutup tanah di antara teras.

Perlu saluran pembuangan air yang aman (berumput).

Tanaman tahunan

b. Pembuatan dan pemeliharaan

Untuk mendapatkan populasi tanaman yang maksimum, jarak antar teras dibuat lebih pendek. Dimensi teras kebun yang digunakan perlu disesuaikan pula dengan perkiraan jumlah air yang akan ditampung (besarnya run-off).

Dokumen terkait