• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA ANEUK GLEE KECAMATAN INDRA PURI KABUPATEN ACEH BESAR BALAI PENELITIAN TANAH

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2021

Membagikan "TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI DAN KONSERVASI TANAH DESA ANEUK GLEE KECAMATAN INDRA PURI KABUPATEN ACEH BESAR BALAI PENELITIAN TANAH"

Copied!
37
0
0

Teks penuh

(1)

DESA ANEUK GLEE KECAMATAN INDRA PURI

KABUPATEN ACEH BESAR

BALAI PENELITIAN TANAH

BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN

SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN 2007

(2)

Penyusun : Ai Dariah Didi Ardi Suriadikarta

Achmad Rachman

Penyunting : Neneng L. Nurida

M. Al Jabri

Design Cover : Sukmara

Setting/Layout : Didi Supardi

Rahmah D. Yustika

Penerbit : Balai Penelitian Tanah

Jl. Ir. H. Juanda No. 98. Bogor 16123, Telp. (0251) 336757, Fax. (0251) 321608, 322933, E-mail:

soil-ri@indo.net.id

ISBN 978-979-9474-82-7

Penulisan dan pencetakan buku ini dibiayai dari dana DIPA Tahun Anggaran 2007, Balai Penelitian Tanah, Bogor

(3)

KATA PENGANTAR

Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prima Tani, Balai Penelitian Tanah telah menyusun Booklet Formulasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi dan Konservasi Tanah dan Air sebagai acuan bagi pelaksana Prima Tani dalam menerapkan rekomendasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air mendukung kegiatan Prima Tani.

Booklet disusun berdasarkan hasil survei tanah di lokasi-lokasi Prima Tani dimana Balai Penelitian Tanah menjadi penanggung jawab survei. Booklet ini merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam mengimplementasikan teknologi pemupukan dan konservasi tanah dan air. Sesuai dengan judulnya, booklet ini menyajikan formulasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan teknik konservasi tanah dan air.

Sasaran dari penyusunan booklet formulasi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air adalah para pelaksana dan pengguna teknologi yang terkait langsung dengan kegiatan Prima Tani, yaitu Pemandu Teknologi, Manajer Laboratorium Agribisnis, Penyuluh Pertanian Lapangan, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kelompok Tani peserta Prima Tani.

Semoga booklet ini bermanfaat, khususnya dalam mensukseskan Prima Tani sebagai salah satu upaya mendukung program pemerintah mensejahterakan masyarakat di pedesaan. Bogor, November 2007

Kepala Balai, Dr. Achmad Rachman

(4)

DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR ... i

DAFTAR ISI ... ii

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... iv

DAFTAR LAMPIRAN ... iv

I. PENDAHULUAN ... 1

II. KEADAAN FISIK DAERAH ... 3

2.1. Lokasi dan Perhubungan ... 3

2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian ... 3

2.3. Iklim dan Hidrologi ... 6

III. TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI ... 7

3.1. Status Hara Lahan ... 7

3.2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah ... 8

3.2.1. Pupuk N ... 10

3.2.2. Pupuk P ... 10

3.2.3. Pupuk K ... 12

3.3. Pengelolaan Bahan Organik ... 13

3.4. Rekomendasi Pemupukan Jagung, Kedelai, dan Cabai Merah ... 15

3.5. Rekomendasi Pemupukan Mangga dan Pisang .... 16

IV. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR ... 18

4.1. Teknik Konservasi Existing ... 18

4.1. Rekomendasi Teknik Konservasi ... 19

(5)

DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam ... 4 Tabel 2. Status hara tanah pada lahan sawah hasil analisis

laboratorium Desa Aneuk Glee, Kec. Indrapuri, Kab. Aceh Besar, Provinsi NAD ... 7 Tabel 3. Rekomendasi pemupukan padi sawah berdasarkan

status hara tanah di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar ... 9

Tabel 4. Rekomendasi pemupukan tanaman jagung, kedelai, dan cabai merah di Desa Aneuk Glee, Kec. Indrapuri, Kab. Aceh Besar, Provinsi NAD ... 15 Tabel 5. Teknik konservasi existing dan rekomendasi teknik

konservasi pada beberapa pola penggunaan lahan kering di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD ... 22 Tabel 6. Beberapa contoh jenis hijauan pakan ternak yang

cocok untuk padang penggembalaan (Prawiradiputra et al., 2006) ... 25

(6)

DAFTAR GAMBAR

Halaman

Gambar 1. Peta penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam ... 5 Gambar 2. Contoh galengan yang diperkuat tanaman

rumbut (a) dan ditanami rumput dan kacang panjang (b) ... 21 Gambar 3. Rorak (Foto: Pedum Pegunungan) ... 28 Gambar 4. Teras kebun (kiri), penampang teras kebun

(kanan) (Foto dan sketsa: Balai Penelitian Tanah, 2007) ... 29

DAFTAR LAMPIRAN

Halaman

Lampiran 1. Rorak dan mulsa vertikal (Sumber: Departemen Pertanian, 2006) ... 28 Lampiran 2. Teras kebun (Balai Penelitian Tanah, 2007) ... 30

(7)

I. PENDAHULUAN

Informasi potensi sumber daya lahan dan arahan pengembangan komoditas merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan pertanian di suatu wilayah. Data dan informasi ini perlu dilengkapi dengan formulasi teknologi pengelolaan sumber daya lahan yang lebih spesifik, antara lain dalam penerapan teknik konservasi tanah, pengelolaan kesuburan tanah khususnya pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan bahan organik.

Teknologi pemupukan spesifik lokasi dengan menerapkan pemupukan berimbang adalah pemupukan untuk mencapai status semua hara dalam tanah optimum untuk pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Untuk hara yang telah berada dalam status tinggi, pupuk hanya diberikan dengan takaran yang setara dengan hara yang terangkut panen, sebagai takaran pemeliharaan. Pemberian takaran pupuk yang berlebihan justru akan menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan dan masalah pencemaran lingkungan. Kondisi atau status optimum hara dalam tanah tidak sama untuk semua tanaman pada suatu tanah. Demikian juga status optimum untuk suatu tanaman, berbeda untuk tanah yang berlainan. Agar pupuk yang diberikan lebih tepat, efektif dan efisien, maka rekomendasi pemupukan harus mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman. Rekomendasi pemupukan yang berimbang disusun berdasarkan status hara di dalam tanah yang diketahui melalui teknik uji tanah.

Penerapan teknik konservasi tanah dan air merupakan kunci keberlanjutan usaha tani dalam upaya mengoptimalkan

(8)

pemanfaatan lahan kering. Teknologi konservasi tanah dan air dimaksudkan untuk melestarikan sumber daya alam dan menyelamatkannya dari kerusakan. Target minimal dari aplikasi teknik konservasi adalah menekan erosi yang terjadi di setiap bidang tanah hingga di bawah batas yang diperbolehkan. Secara umum, teknik konservasi tanah dan air dibagi dalam tiga golongan yaitu: (1) teknik konservasi vegetatif; (2) teknik konservasi mekanik atau teknik konservasi sipil teknis; dan (3) teknik konservasi kimia. Dalam aplikasi di lapangan teknik konservasi tersebut tidak berdiri sendiri, namun dapat merupakan kombinasi dari dua atau tiga teknik konservasi. Pemilihan teknik konservasi yang tepat harus bersifat spesifik lokasi dan sesuai pengguna artinya harus mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani setempat. Oleh sebab itu rekomendasi teknik konservasi yang dianjurkan di setiap lokasi disusun dengan mempertimbangkan tipe penggunaan lahan, kemiringan, vegetasi, dan teknik konservasi yang ada di lapangan (existing) di masing-masing lokasi.

(9)

II. KEADAAN FISIK DAERAH

2.1. Lokasi dan Perhubungan

Desa Aneuk Glee, terletak sekitar 20 km dari Banda Aceh, pada jalur jalan raya Banda Aceh-Medan, dengan posisi geografis 95o23’00” - 95o25’36” BT dan 5o23’00’’- 5o26’36” LU. Desa Aneuk

Glee termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar. Luas desa sekitar 921 ha, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:

- sebelah utara berbatasan dengan Desa Mon Ara,

- sebelah selatan berbatasan dengan Desa Pegunungan Bukit Barisan,

- sebelah barat berbatasan dengan Desa Tumbo Baro, Kecamatan Kuta Malaka,

- sebelah timur berbatasan dengan Desa Lam Ilie Tengoh. Desa Aneuk Glee dapat dicapai sekitar 30-45 menit dari Kota Banda Aceh, menggunakan kendaraan roda empat (labi-labi) atau sepeda motor. Jarak dari Kota Jantho, ibu kota Kabupaten Aceh Besar sekitar 22 km. Perhubungan antar kampung di Desa Aneuk Glee menggunakan jalan desa yang umumnya sudah diaspal cukup baik, dan sebagian kecil jalan tanah yang sudah diperkeras dengan batu dan kerikil.

2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian

Berdasarkan hasil studi participatory rural appraisal (PRA) yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP)

(10)

Nanggroe Aceh Darussalam, dan hasil pengamatan lapang, penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee terdiri atas lahan sawah, irigasi, lahan sawah tadah hujan, dan lainnya merupakan lahan kering berupa kebun campuran, padang penggembalaan, hutan, dan permukiman. Rincian penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee disajikan dalam Tabel 1.

Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam

No. SP Simbol Penggunaan lahan Luas

ha % 1 2 3 4 6 7 8 Si sth kc pp b ht p Sawah irigasi Sawah tadah hujan Kebun campuran

Padang penggembalaan (rumput dan belukar) Belukar Hutan permukiman 66 61 129 335 139 180 11 7,2 6,6 14,0 36,4 15,1 19,5 1,2 Jumlah 921 100,0

Sumber: BPTP Provinsi NAD dalam Ardi et al. (2007)

Lahan sawah irigasi ditanami padi sawah sepanjang tahun, dengan pola tanam padi-bera-padi. Kondisi sawah seperti ini umumnya mempunyai kedalaman lapisan olah sekitar 40 cm, yang diduga karena sistem drainase yang tidak lancar akibat saluran pembuangan air yang kurang berfungsi dengan baik. Pada lahan sawah irigasi yang kedalaman lapisan olahnya relatif dangkal (15-25 cm) mempunyai pola tanam padi-palawija-padi. Lahan sawah tadah hujan biasanya hanya ditanami padi satu kali dalam setahun dengan pola tanam padi-bera-bera. Lahan kering umumnya berada di luar permukiman, digunakan

(11)

untuk kebun campuran dengan berbagai jenis tanaman, seperti kelapa, pisang, mangga, belimbing wuluh, jeruk nipis, asam jawa, nangka, enau, dan bambu. Padang penggembalaan umumnya ditumbuhi rumput-rumputan sangat pendek, dan setempat-setempat terdapat semak/belukar.

Gambar 1. Peta penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh Darussalam

2.3. Iklim dan Hidrologi

Iklim Desa Aneuk Glee dan daerah sekitarnya diwakili oleh data hujan dari hasil pengamatan BPP Indrapuri, yang jaraknya dari lokasi ini sekitar 10 km. Awal musim hujan dimulai bulan Oktober atau November, dan mencapai puncaknya pada bulan Februari/Maret. Meskipun curah hujan tidak mencukupi untuk pertanaman musim kemarau, lahan sawah di Desa Aneuk Glee dapat

(12)

ditanami padi dua kali dalam setahun, karena adanya air irigasi dari saluran irigasi bendung Krueng Jrue.

Kebutuhan air di desa ini berasal dari beberapa sumber, antara lain untuk lahan sawah irigasi berasal dari bendung air Krueng Jrue yang mempunyai panjang saluran primer yang melalui desa sepanjang 1,8 km. Sedangkan untuk lahan sawah tadah hujan berasal dari hujan dan embung yang ada di desa ini yang berjumlah tiga buah, masing-masing dengan luas 4,5, 1,5, dan 1,0 ha. Keberadaan embung-embung tersebut berpotensi meningkatkan areal tanam padi sawah, khususnya sawah tadah hujan menjadi 125 ha. Air untuk lahan kering berasal dari hujan, sedangkan untuk keperluan penduduk sehari-hari berasal dari sumur dengan kedalaman rata-rata 10 m.

(13)

III. TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI

3.1. Status Hara Lahan

Status hara N, P, K dan pH tanah lapisan atas (0-20 cm) yang ditetapkan dengan hasil analisis laboratorium, Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, disajikan pada Tabel 2. Sesuai dengan fungsinya, lahan di Desa Aneuk Glee ini terdiri atas delapan jenis penggunaan lahan yaitu: sawah irigasi, sawah tadah hujan, kebun campuran, padang penggembalaan, belukar, hutan, dan permukiman.

Tabel 2. Status hara tanah, dan pH pada lahan sawah hasil analisis laboratorium Desa Aneuk Glee, Kec. Indrapuri, Kab. Aceh Besar, Provinsi NAD

Lokasi Status hara pH

tanah Penggunaan lahan Luas

N P K

ha %

SP 1 R S R 6,9 Padi sawah irigasi 66 7,2

SP 2 R S T 6,5 Sawah tadah hujan 61 6,6

SP 3 R T T 6,3 Kebun campuran 129 14,0

SP 4 R R S 5,8 Padang

penggembalaan

335 36,4

Rendahnya status hara N pada lahan sawah disebabkan sifat unsur N yang sangat mobil, mudah menguap (volatilisasi), dan tercuci, meskipun pada umumnya petani sudah menggunakan pupuk N dengan takaran yang cukup tinggi. Status hara P dan K yang berbeda pada setiap SPT, diperkirakan sebagai pengaruh dari sistem penggunaan lahan yang berbeda dan kemiringan lahan yang berbeda pula.

(14)

3.2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah

Produktivitas tanaman padi ditentukan oleh kesuburan tanah terutama ketersediaan hara, kondisi iklim (curah hujan dan radiasi surya), varietas tanaman, pengolahan tanah serta pengendalian hama penyakit tanaman. Dalam kondisi lingkungan biotik dan abiotik yang optimal, tanaman padi dapat tumbuh dan berproduksi secara optimal sesuai dengan potensi hasilnya.

Dalam pengelolaan hara P dan K pada lahan sawah diperlukan pengetahuan mengenai kebutuhan hara P dan K untuk tanaman padi. Tanaman padi varietas unggul dengan tingkat produksi sekitar 5 t GKP ha-1 memerlukan sekitar 34 kg P

2O5 dan 156

kg K2O. Jika pada waktu panen seluruh gabah dan jeraminya

diangkut keluar dari lahan sawah, maka akan terjadi pengangkutan hara dalam tanah, terutama K2O yang banyak terkandung di dalam

jerami. Bila hanya gabahnya yang diangkut keluar dan jeraminya dikembalikan ke lahan sawah, maka K yang hilang terangkut panen akan dapat dikurangi. Untuk menjaga keberlanjutan produktivitas lahan perlu diberikan pupuk dengan jenis dan jumlah yang cukup.

Upaya untuk meningkatkan efisiensi pemupukan pada lahan sawah dilakukan antara lain melalui: (a) modifikasi bentuk butiran dan kelarutan pupuk; (b) perbaikan waktu dan teknik aplikasi pemupukan; (c) ameliorasi dengan pupuk organik dan pupuk hayati; dan (d) perbaikan takaran anjuran pemupukan agar lebih efektif dan efeisien. Namun demikian berdasarkan status hara dan keadaan lahan maka rekomendasi pemupukan padi sawah yang dapat diterapkan sebagaimana disajikan pada Tabel 3.

(15)

Tabel 3. Rekomendasi pemupukan padi sawah berdasarkan status hara tanah di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar

No. SP Penggu naan lahan Status Hara Tanpa bahan organik Dengan 5 t jerami ha

-1 Dengan 2 t pupuk

kandang ha-1

N P K Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl

kg ha-1

1 Sawah irigasi R S R 300 100 100 300 100 50 300 50 80

(16)

3.2.1. Pupuk N

Hara N merupakan hara yang mobil, mudah menguap, dan tercuci. Karena sifat dari hara N tersebut, maka umumnya kadar hara N tanah setelah panen rendah. Pengembalian jerami dapat meningkatkan bahan organik tanah dan sumber N bagi tanaman. Status hara N tanah rendah sehingga takaran pemupukan N sebanyak 300 kg urea ha-1, yang diberikan dua kali pada umur

tanaman 2 minggu setelah tanam, dan pemupukan kedua pada waktu tanaman berumur 4-6 minggu setelah tanam.

3.2.2. Pupuk P

Kandungan P tanah merupakan faktor penting yang perlu diperhatikan dalam pemupukan P. Tanah yang mempunyai kandungan P tinggi, pemupukan P ditujukan untuk memenuhi atau mengganti P yang terangkut panen, sedangkan pada tanah yang mempunyai kandungan P sedang dan rendah, pemupukan P ditujukan selain untuk mengganti P yang terangkut panen juga untuk meningkatkan kandungan P tanah, sehingga diharapkan dapat meningkatkan status P tanah.

Penentuan takaran pupuk P secara tepat (spesifik lokasi) untuk masing-masing lahan sawah, yaitu dengan memberikan hara P sesuai dengan status P dari lahan sawah tersebut. Saat ini sudah dapat dilakukan dengan menggunakan alat bantu perangkat uji tanah sawah (PUTS). Perangkat uji tanah sawah ini berguna untuk mengukur kandungan unsur hara P dalam tanah sawah secara langsung dan cepat di lapangan.

(17)

Tanggap tanaman padi terhadap pemupukan P sangat nyata terutama pada tanah-tanah yang status P-nya rendah, walaupun ketersediaan unsur hara P pada lahan sawah dengan penggenangan dapat meningkat. Umumnya makin tinggi status P tanahnya makin kecil tanggap tanaman padi terhadap pemupukan P. Namun sebaiknya pemupukan P tetap diberikan, yaitu dengan takaran 50 kg SP-36 ha musim-1, sebagai takaran pemeliharaan (maintenance rate)

yang bertujuan untuk mempertahankan agar kandungan P dalam tanah tetap tinggi, sehingga dapat menjamin agar tanaman tidak akan mengalami kekurangan unsur hara P.

Berdasarkan hasil pengukuran analisis laboratorium terhadap sampel-sampel tanah dari lahan sawah di Desa Aneuk Glee, rata-rata berstatus P sedang. Dengan demikian rekomendasi pemupukan P untuk lahan sawah irigasi dan tadah hujan Desa Aneuk Glee adalah 100 kg SP-36 ha-1, dan bila memberikan pupuk kandang 2 t

ha-1 maka diperlukan pemberian pupuk SP-36 sebanyak 50 kg

(Tabel 3).

Sumber pupuk P yang biasa digunakan adalah SP-36. Pupuk SP-36 mengandung 36% P2O5. Seluruh pupuk P diberikan pada saat

pemupukan dasar yaitu sehari sebelum tanam. Cara pemupukan P disebar merata di atas permukaan tanah kemudian dibenamkan ke dalam lapisan olah bersamaan dengan perataan tanah. Pupuk P dapat diberikan sekaligus dengan pupuk K, karena sifat hara P yang tidak mobil, sehingga mempunyai pengaruh residu untuk musim tanam berikutnya.

(18)

3.2.3. Pupuk K

Pemupukan K juga perlu memperhatikan status hara K dalam tanah. Pada tanah dengan kandungan K sedang dan tinggi tidak perlu diberi pupuk K, karena kebutuhan hara K tanaman padi dapat dipenuhi dari K tanah, sumbangan air pengairan dan pengembalian jerami. Hampir 80% K yang diserap tanaman padi berada dalam jerami, oleh karena itu dianjurkan untuk mengembalikan jerami ke tanah sawah. Sambil menunggu pengolahan tanah pertama, jerami dapat dikomposkan dengan biodek agar cepat melapuk dan diaplikasikan bersamaan dengan pengolahan tanah kedua.

Lahan sawah irigasi dan sawah tadah hujan mempunyai status hara K yang berbeda, sawah irigasi mempunyai status K rendah sehingga perlu dipupuk 100 kg KCl ha-1, apabila jerami dikembalikan

perlu pupuk KCl 50 kg ha-1. Bila menggunakan pupuk kandang 2 t ha-1

maka cukup menambahkan 80 kg KCl ha-1 untuk sawah irigasi (Tabel

3 ). Sawah tadah hujan mengandung unsur hara K tinggi sehingga pupuk K tidak diperlukan. Jerami selain meningkatkan bahan organik tanah juga dapat menyumbangkan unsur hara K yang dalam 5 t jerami ha-1 setara dengan 100 kg KCl ha-1.

Sumber hara K pada tanah sawah adalah hara K di dalam tanah, jerami, pupuk K, dan air irigasi. Pupuk K yang umum dijumpai di Indonesia yaitu KCl dengan kadar K2O 60% dan kalium zulfat

(K2SO4) atau yang lebih dikenal sebagai ZK mengandung kadar K2O

45% dan 18% S. Bentuk pupuk KCl granul kecil-kecil dan berwarna putih atau merah.

Sifat hara K yang mobil sehingga pemupukan K sebaiknya diberikan di bagi dua atau tiga kali untuk menghindari pencucian K,

(19)

dan fiksasi K khususnya pada tanah sawah Vertisols. Waktu pemupukan K pertama diberikan sehari sebelum tanam, dan pemupukan kedua pada saat primordia. Cara pemupukan K pertama diberikan disebar merata di atas permukaan tanah kemudian dibenamkan ke dalam lapisan olah bersamaan dengan perataan tanah. Pemupukan K kedua diberikan di antara baris tanaman.

Untuk meningkatkan efisiensi pemupukan dianjurkan untuk mengembalikan jerami selain sebagai sumber K juga meningkatkan kadar bahan organik tanah. Pupuk kandang juga dapat digunakan namun perlu diperhatikan C/N rasio dan takarannya tidak berlebihan sehingga dampak negatif reduksi yang berlebihan dapat dihindari.

3.3. Pengelolaan Bahan Organik

Pengelolaan hara P dan K pada lahan sawah tidak dapat dipisahkan dari pengelolaan bahan organik. Penggunaan bahan organik dapat berpengaruh terhadap rekomendasi dan kebutuhan pupuk P dan K. Untuk tanah sawah yang pengelolaannya tidak disertai dengan pemberian bahan organik diperlukan pupuk P dan K (juga pupuk N) yang jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang diberi bahan organik, baik berupa jerami, kompos maupun, pupuk kandang. Pemberian jerami direkomendasikan sebanyak 5 t ha-1,

yang diperhitungkan dari hasil tanah sawah setempat dengan tingkat hasil gabah sekitar 5 t ha-1.

Anjuran pengembalian jerami ke tanah sawah sukar untuk diterapkan karena diperlukan upaya khusus (tambahan biaya). Karena itu kenyataan di lapangan umumnya petani membakar jerami, dengan alasan antara lain: indeks pertanaman tiga kali (IP

(20)

300), sehingga petani tidak cukup waktu untuk mengkomposkan jerami, pengomposan jerami membutuhkan waktu dan tenaga, dan penumpukan jerami selama satu musim tersebut akan memakan tempat, sehingga mengurangi luas areal tanam. Tetapi keuntungannya adalah dapat mengurangi jumlah pupuk yang ditambahkan ke lahan.

Pengembalian jerami secara langsung tanpa dikomposkan terlebih dahulu akan mengakibatkan lahan sawah menjadi kotor dan mengganggu pengolahan tanah. Tetapi di lain pihak sedapat mungkin jerami tidak dibakar, karena pembakaran jerami akan menghilangkan banyak unsur-unsur hara dan fungsi-fungsi lain dari jerami (bahan organik) sebagai bahan pembaikan sifat-sifat tanah.

Teknologi pengelolaan jerami yang tepat perlu dikembangkan. Jerami yang dihasilkan sebaiknya tidak langsung dikembalikan ke sawah pada musim tanam berikutnya, tetapi pengembaliannya ditunda dahulu selama satu musim tanam. Jerami dikumpulkan di bagian pinggir petakan sawah atau dapat di tempat lain dan dibiarkan melapuk secara alami atau pelapukannya dipercepat (dikomposkan) dengan diberi berbagai inokulan mikroba, yang saat ini makin banyak dipasarkan. Dengan demikian satu musim kemudian jerami yang telah menjadi kompos tersebut siap untuk dikembalikan, dengan cara diaduk dengan tanah bersamaan dengan pengolahan tanah.

Selain pemberian jerami, juga direkomendasikan penggunaan pupuk kandang sebanyak 2 t ha-1. Untuk meningkatkan dan

mempertahankan kesuburan dan produktivitas lahan sawah sedapat mungkin diberikan tambahan bahan organik seperti pupuk kandang,

(21)

kompos, pupuk hijau atau azola untuk melengkapi pemberian pupuk buatan. Perlu ditekankan bahwa dalam jangka panjang pemberian bahan organik ke tanah sawah tidak hanya berguna untuk mengembalikan atau mempertahankan kandungan unsur-unsur hara makro dan mikro dalam tanah, tetapi bahan organik mempunyai banyak fungsi (manfaat) lain untuk mempertahankan kesuburan fisik, kimia, dan biologi tanah serta efisiensi pemupukan.

3.4. Rekomendasi Pemupukan Jagung, Kedelai, dan Cabai Merah

Takaran rekomendasi untuk tanaman jagung, kedelai, dan cabai merah di Desa Aneuk Glee disajikan pada Tabel 4.

Tabel 4. Rekomendasi pemupukan tanaman jagung, kedelai, dan cabai merah di Desa Aneuk Glee, Kec. Indrapuri, Kab. Aceh Besar, Provinsi NAD

No SP Penggunaan lahan Status hara Takaran pupuk

Jagung Kedelai Cabai N P K Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Kg ha-1 1 Sawah irigasi R S R 300 50 100 50 50 100 60 120 100 2 Sawah tadah hujan R S T 300 50 50 50 50 50 60 120 50

Untuk tanaman jagung pada sawah irigasi maupun pada sawah tadah hujan, pemupukan N diberikan dua kali, yaitu setengah takaran pada waktu tanam dan setengah takaran pada umur satu

(22)

bulan. Cara pemupukan bisa dilarikan atau ditugal sedalam 5 cm sekitar 5-7 cm, selain tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Sedangkan pupuk P dan K dapat diberikan sekaligus pada saat tanam.

Untuk tanaman kedelai selain perlu pupuk N, P, dan K juga dibutuhkan pengapuran bila tanahnya masam pH < 5,0. Besarnya takaran kapur yang diberikan tergantung dari nilai kadar Al dapat ditukar (Aldd) dalam tanah tersebut, biasanya takaran kapur

diberikan antara setengah sampai satu kali kadar Aldd.(1 Aldd setara

dengan 1 t kaptan). Tetapi untuk Desa Aneuk Glee tidak diperlukan pengapuran karena pH tanahnya agak netral.

Untuk tanaman cabai pupuk yang dibutuhkan adalah N, P, K dan bahan organik. Pada tanah dengan pH agak netral tidak perlu pengapuran, namun tetap perlu penambahan bahan organik. Takaran yang umum digunakan untuk cabai merah adalah 60 kg N ha-1, 120 kg P

2O5 ha-1, 50 kg K2O, dan 4 t ha-1 pupuk organik/pukan.

Pupuk N diberikan tiga kali masing-masing sepertiga takaran, pupuk P diberikan sekaligus sehari sebelum tanam pada musim hujan, dan pupuk K diberikan dua kali masing-masing setengah takaran. Pemupukan N diberikan kedua dan ketiga masing-masing pada umur 3 dan 6-8 minggu setelah tanam, dan pupuk K kedua diberikan pada umur 6-8 minggu setelah pemupukan pertama.

3.5. Rekomendasi Pemupukan Mangga dan Pisang

Lahan kering di Desa Aneuk Glee berupa kebun campuran, ditanami tanaman mangga, pisang dan jenis tanaman hutan yaitu jati. Tanaman mangga tidak dipelihara secara intensif, sehingga

(23)

pertumbuhan dan produksinya kurang optimal. Takaran pemupukan mangga yaitu ZA berkisar 400-2.000 g pohon-1 dan SP-36 berkisar

250-500 g pohon-1 dan ZK berkisar 150-500 g pohon-1 serta pupuk

kandang 50-100 kg pohon-1. Waktu aplikasi pupuk ZA, SP-36 dan ZK

pada setiap pertengahan musim hujan dan pemberian pupuk kandang pada waktu akhir musim hujan. Cara pemupukan dengan cara dilarik pada piringan kemudian larikan ditutup tanah.

Pemupukan tanaman pisang tergantung dari umur tanaman, pada tanaman masih umur < 1 bulan diberikan pupuk ZA 250 g pohon-1, DS 100 g pohon-1, ZK 100 g pohon-1, dan pupuk kandang

15 – 50 kg pohon-1. Bila tanaman udah berumur 3 - 12 bulan cukup

(24)

IV. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR

Program Prima Tani di Desa Aneuk Glee dititikberatkan pada agroekosistem lahan sawah irigasi, namun demikian tidak berarti bahwa rekomendasi tindakan konservasi hanya ditujukan untuk lahan sawah. Luas lahan kering di desa ini mencapai 783 ha (86,2% dari luas total desa), oleh karena itu lahan kering juga berpotensi untuk mendukung pembangunan pertanian di desa ini. Masalah konsevasi tanah pada lahan kering seringkali menjadi simpul kritis pengembangan pertanian pada agroekosistem ini.

4.1. Teknik Konservasi Existing

Penggunaan lahan kering terdiri di Desa Aneuk Glee terdiri atas kebun campuran, belukar, padang penggembalaan, dan hutan. Topografi desa ini bervariasi dari datar sampai berbukit (kemiringan lahan 0-25%). Lahan datar sebagian besar diusahakan sebagai lahan sawah, sedangkan lahan kering umumnya berada pada kemiringan lahan >3%. Lahan-lahan di perbukitan umumnya masih bervegetasi hutan.

Lahan sawah merupakan bentuk penggunaan lahan yang sudah aman dari segi pencegahan erosi, selain kondisi topografinya yang relatif datar, keberadaan galengan dapat mencegah terjadinya erosi. Namun demikian, konservasi tanah yang ditujukan untuk mempertahankan produktivitas lahan harus tetap dilakukan. Drainase pada lahan sawah belum mendapat perhatian dari petani sawah di desa ini. Padahal meskipun padi pada beberapa fase pertumbuhannya hidup dalam kondisi tergenang, namun proses drainase pada lahan sawah tetap diperlukan.

(25)

Usaha tani pada lahan kering di desa ini belum secara langsung menerapakan tindakan konservasi, namun dari jenis tanaman yang mereka pilih yakni tanaman tahunan, maka sebenarnya petani telah menerapkan suatu tindakan konservasi secara vegetatif, terutama jika persen penutupan lahan relatif tinggi. Namun demikian, karena pada beberapa tempat lahan yang digarap berada pada topografi berombak-bergelombang, maka masih diperlukan beberapa tambahan pencegahan erosi dan usaha lainnya untuk pemeliharaan atau peningkatan produktivitas lahan, di antaranya dalam hal pengelolaan air, perbaikkan drainase dan bahan organik, serta penerapan teknik konservasi lainnya.

4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi Lahan Sawah

Pengelolaan hara dan bahan organik merupakan aspek yang penting untuk diperhatikan agar produktivitas lahan sawah tetap terjaga (rekomendasi pemupukan dan pengelolaan bahan organik disajikan pada Bab III). Pengelolaan bahan organik pada lahan sawah diantaranya penting untuk proses restrukturisasi tanah. Proses restrukturisasi terutama sangat diperlukan jika sehabis pertanaman padi, lahan sawah digunakan untuk menanam tanaman palawija. Beberapa teknik konservasi lainnya bisa dilakukan untuk lebih mengoptimalkan fungsi lahan sawah diantaranya adalah:

(a) Aplikasi mulsa dan teknik tanpa olah tanah setelah masa tanam padi

Sebagian lahan sawah di desa ini (khususnya sawah tadah hujan) hanya bisa ditanami padi selama satu musim tanam dalam

(26)

setahun, selanjutnya lahan dibiarkan bera. Jika masa tanam dilakukan secara tepat ditambah dengan aplikasi teknik pengelolaan air, maka palawija bisa ditanam setelah padi.

Penerapan sistem olah tanah konservasi (tanpa olah tanah/olah tanah minimum) dapat mempersingkat masa persiapan tanam tanaman palawija. Aplikasi pengolahan tanah minimum/tanpa olah tanah sangat penting mengingat keterbatasan waktu yang tersedia untuk pertanaman palawija, selain itu akan sangat menghemat tenaga kerja. Penggunaan mulsa juga merupakan pendukung penting sistem pengolahan tanah minimum atau tanpa olah tanah (sistem olah tanah konservasi).

Cara aplikasi mulsa jerami adalah sebagai berikut:

- Setelah panen tanaman padi dan kondisi tanah sudah dalam keadaan tidak tergenang, jerami ditebas dan disebarkan pada jalur-jalur tanam untuk palawija, akan lebih baik jika jerami dapat menutup seluruh permukaan tanah.

- Biji tanaman palawija misalnya jagung langsung ditanam dengan cara ditugal pada jalur-jalur yang telah ditutup mulsa jerami.

- Selama masa pertumbuhan palawija, frekuensi penyiraman dapat dikurangi (dibanding saat sebelum diaplikasikan mulsa) karena penguapan dapat ditekan. - Setelah panen tanaman palawija, jerami sudah mulai

melapuk dan dapat dicampur bersamaan dengan pengolahan tanah.

(27)

(b) Pemeliharaan galengan dan pembuatan/pemeliharaan saluran drainase

Pemeliharaan galengan sangat penting dilakukan. Galengan dalam keadaan stabil (tidak bocor atau terkikis) akan bisa mengurangi kehilangan air. Stabilisasi galengan dapat dilakukan dengan menanam rumput pakan ternak seperti setaria, paspalum atau BD. Rumput dipangkas secara periodik. Pemangkasan jangan dilakukan terlalu pendek, karena dapat menyebabkan rumput mati. Selain rumput, tanaman legum seperti komak, gude dan lain sebagainya dapat juga ditanam pada galengan sawah. Biji tanaman komak dan gude dapat dikonsumsi, dan hijauannya dapat dimanfaatkan sebagai sumber pupuk organik.

Galengan dapat juga dimanfaatkan untuk menanam tanaman ”cash crop” seperti tanaman sayur (mentimun, tomat, pare, kacang panjang, dan lain-lain). Sangat tidak dianjurkan menanam tanaman penghasil umbi seperti singkong, ubi jalar, talas, dan lain sebagainya pada galengan, karena akan merusak galengan saat dilakukan pemanenan umbi.

Gambar 2. Contoh galengan yang diperkuat tanaman rumbut (a) dan ditanami rumput dan kacang panjang (b)

(28)

Perbaikan/pembuatan saluran drainase pada lahan sawah juga tidak boleh diabaikan. Saluran drainase selain berfungsi untuk membuang kelebihan air, juga untuk membuang senyawa-senyawa beracun, misalnya senyawa yang mengandung besi atau asam-asam organik.

Lahan kering

Selain digunakan untuk areal permukiman dan masih bervegetasi hutan, lahan kering di desa ini digunakan dalam bentuk kebun campuran, padang penggembalaan dan berada dalam kondisi tidak produktif yakni berupa lahan belukar. Beberapa tindakan yang dapat direkomendasikan untuk masing-masing bentuk penggunaan lahan disajikan pada Tabel.

Tabel 5. Teknik konservasi existing dan rekomendasi teknik konservasi pada beberapa pola penggunaan lahan kering di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD

No SP Lereng (%) Penggunaan lahan Konservasi existing Rekomendasi Maks. proporsi tanaman semusim*) Teknik konservasi % 3 3-15 Kebun campuran - 75 - Rorak dikombinasikan

dengan mulsa vertikal. - Teras kebun atau teras

individu - Pembuatan saluran pembuangan air 4 3-15 Padang penggembalaan - - - Perawatan rumput - Pemeliharaan lintasan ternak. - Pembuatan saluran drainase - Pembuatan penampung air (embung)

(29)

Kebun campuran

Kebun campuran diusahakan pada kemiringan lereng 3-15%, jika proporsi tanaman tahunan sudah melebihi 25%, maka peranan tanaman tahunan sudah dapat berkontribusi dalam mengkonservasi tanah, apalagi jika jenis tanaman tahunan yang diusahakan cukup beragam, maka akan menciptakan sistem multistrata (tajuk bertingkat) yang sangat baik untuk perlindungan tanah.

Pemeliharaan produktivitas tanah pada kebun campuran tidak boleh diabaikan. Serasah yang dihasilkan tanaman tahunan atau dari penyiangan dapat dimanfaatkan sebagai sumber bahan organik. Agar sekaligus dapat mendukung pengelolaan air pada kebun campuran, maka mulsa diaplikasikan dalam bentuk mulsa vertikal, yaitu dimasukkan ke dalam lubang atau roral yang dibuat dengan jarak tertentu (petunjuk pembuatan rorak dan aplikasi mulsa vertikal disajikan pada Lampiran 1).

Pembuatan saluaran pembuangan air pada kebun campuran juga penting dilakukan, terutama jika sering terjadi genangan. Beberapa tanaman tahunan sensitif terhadap genangan, oleh karena itu jika rorak tidak cukup untuk menampung dan meresapkan aliran permukaan maka dibuat saluran-saluran drainase.

Pada areal yang kemiringannya sudah mencapai 15%, teras kebun atau teras individu disarankan untuk diaplikasikan. Selain dapat mencegah erosi, keberadaan teras kebuh dapat memudahkan pemeliharaan (misalnya pemupukan, penyiangan, dan lain sebagainya). Petunjuk aplikasi teras tersebut disajikan pada Lampiran 2.

(30)

Padang penggembalaan

Pemeliharaan rumput penting dilakukan agar pakan yang dihasilkan berkualitas baik. Karena kondisi rumput pada padang penggembalaan di desa ini relatif buruk (jarang-jarang), maka untuk meningkatkan produktivitas padang penggembalaan ini, maka perlu dilakukan peremajaan rumput. Pemeliharaan rumput pada padang penggembalaan sekaligus juga dapat meningkatkan perlindungan (konservasi) tanah.

Menurut Prawiradiputra et al. (2006), jenis hjauan yang cocok dibudidayakan di padang penggembalaan harus memiliki perakaran kuat, tahan pijakan, tahan renggutan, dan toleran terhadap kekeringan. Beberapa jenis hijauan unggul yang cocok dibudidayakan potongan dan padang penggembalaan disajikan pada Tabel 6. Di padang rumput unggul dan dipelihara dengan baik, seperti di negara-negara yang peternakannya sudah maju, dengan kapasitas tampung 3 satuan ternak ha-1, mampu meningkatkan

bobot badan sapi 250 g hari ha-1.

Pemeliharaan lintasan ternak juga penting dilakukan, diantaranya dengan memperbaiki atau membuat saluran drainase (agar lintasan tidak becek saat terjadi hujan), saluran drainase juga perlu dibuat pada areal penggembalaan, untuk menyalurkan kelebihan air sehingga tidak terjadi genangan saat musim hujan. Pembuangan air dapat diarahkan pada embung yang dibuat pada posisi lahan yang lebih rendah. Embung ini dapat dimanfaatkan sebagai sumber minum ternak.

(31)

Tabel 6. Beberapa contoh jenis hijauan pakan ternak yang cocok untuk padang penggembalaan (Prawiradiputra et al., 2006)

Nama Botani Nama umum

Penggembalaan ringan B. Humidocola Andropogon gayanus Digitaria decumbens Cenchrus ciliaris Stylosanthes spp. Macroptilium atropurpureum Penggembalaan sedang Chloris gayana Brachiaria mutica Cynodon plectostachyus Setaria spp. Desmodium spp Centrosema pubescen Penggembalaan berat Brachiaria decumbens Paspalum dilatatum Paspalum notatum Cynodon dactylon Calopogonoim muconoides Pueraria phaseloides Rumbut beha Rumput gamba Rumput pangola Rumput buffel Stilo Siratro Rumpiut rhodes Rumput malela Star grass Setaria Desmodium Sentro Rumput signal Rumput australi Rumput bahia Rumput kawat Kalopo Puero Belukar

Luas belukar di desa ini sekitar 139 ha atau 15% dari luas total desa ini. Bila minat petani untuk menanam tanaman semusim rendah karena keterbatasan tenaga kerja, maka rehabilitasi lahan sebaiknya dilakukan dengan menanam tanaman tahunan berupa

(32)

tanaman kayu-kayuan (tanaman hutan), atau tanaman tahunan lainnya baik dalam bentuk buah-atau tanaman industri. Peningkatan kualitas tanah dapat dilakukan dengan menanam tanaman tanaman penutup. Jenis tanaman penutup yang bisa dipilih diantarnya benguk (mucuna sp.), kakacangan (arachis pintoi), centrosema pubenscens, dan crotalaria sp.

(33)

V. DAFTAR PUSTAKA

Ardi, D., Kurnia, U. Kurnia, dan U. Sutrisno. 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan Untuk Mendukung Prima Tani di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi NAD. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian.

Balai Penelitian Tanah. 2007. Sistem Pengelolaan Lahan Sesuai Harkat (SPLaSH) versi 1.02. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.

Departemen Pertanian. 2006. Peraturan Menteri Pertanian RI Nomor: 47/Permentan/OT.140/10/2006 tentang Pedoman Umum Budidaya Pertanian Pada Lahan Pegunungan. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Prawiradiputra, B.R., Sajimin, N.D. Purwantari, I. Herdiawan. 2006.

Hijauan Pakan di Indonesia. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian.

(34)

Lampiran 1. Rorak dan Mulsa Vertikal (Sumber: Departemen Pertanian, 2006)

Rorak merupakan lubang penampungan atau peresapan air, dibuat di bidang olah atau saluran resapan (Gambar 3). Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan.

Gambar 3. Rorak (Foto: Pedum Pegunungan)

Dimensi rorak yang disarankan. sangat bervariasi, misalnya kedalaman 60 cm, lebar 50 cm, dan panjang berkisar antara 50-200 cm. Panjang rorak dibuat sejajar kontur atau memotong lereng. Jarak ke samping antara satu rorak dengan rorak lainnya berkisar 100-150 cm, sedangkan jarak horizontal 20 m pada lereng yang landai dan agak miring sampai 10 m pada lereng yang lebih curam. Dimensi rorak yang akan dipilih disesuaikan dengan kapasitas air atau sedimen dan bahan-bahan terangkut lainnya yang akan ditampung.

Mulsa dapat dimasukkan ke dalam rorak (mulsa vertikal)

(35)

Sesudah periode waktu tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Agar rorak dapat berfungsi secara terus-menerus, bahan-bahan yang masuk ke rorak perlu diangkat keluar atau dibuat rorak yang baru. Aplikasi rorak dapat pula dikombinasikan dengan mulsa vertikal, yang mana bahan mulsa dimasukkan ke dalam rorak.

(36)

Lampiran 2. Teras kebun (Balai Penelitian Tanah, 2007)

Teras kebun adalah teras yang digunakan untuk penanaman tanaman tahunan yang ditanam dalam barisan. Teras dibuat dengan interval yang bervariasi menurut jarak tanam (Gambar 4). Selain untuk pencegahan erosi, teras kebun juga dapat memfasilitasi pengelolaan lahan (land management facility), diantaranya untuk fasilitas jalan kebun, dan penghematan tenaga kerja dalam pemeliharaan kebun.

Gambar 4. Teras kebun (kiri), penampang teras kebun (kanan) (Foto dan sketsa: Balai Penelitian Tanah, 2007)

a. Persyaratan

• Digunakan pada lahan dengan kemiringan 10 - 60%.

• Dapat digunakan pada berbagai kedalaman tanah, yang lebih dalam dari 25 cm.

• Perlu ditanami rumput atau legum penutup tanah di antara teras.

• Perlu saluran pembuangan air yang aman (berumput).

Tanaman tahunan

(37)

b. Pembuatan dan pemeliharaan

Untuk mendapatkan populasi tanaman yang maksimum, jarak antar teras dibuat lebih pendek. Dimensi teras kebun yang digunakan perlu disesuaikan pula dengan perkiraan jumlah air yang akan ditampung (besarnya run-off).

Gambar

Tabel 1.  Penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee, Kecamatan Indrapuri,  Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam   No
Gambar 1.  Peta penggunaan lahan di Desa Aneuk Glee, Kecamatan  Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Nangroe Aceh  Darussalam
Tabel 2.  Status hara tanah, dan pH pada lahan sawah hasil  analisis laboratorium Desa Aneuk Glee, Kec
Tabel 3.  Rekomendasi pemupukan padi sawah berdasarkan status hara tanah di Desa Aneuk Glee,  Kecamatan Indrapuri, Kabupaten Aceh Besar
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tidak berpengaruh nyatanya paket teknologi konservasi tanah, pengelolaan bahan organik serta hara P terhadap konsentrasi sedimen dalam aliran permukaan disebabkan karena

Hasil penelitian tingkat partisipasi masyarakat terhadap penerapan teknik rehabilitasi lahan dan konservasi tanah (RLKT) menunjukkan bahwa tingkat partisipasi masyarakat

Kehilangan tanah akibat erosi pada lahan sayuran di sentra tembakau di ke-dua desa tersebut dapat diturunkan secara drastis melalui penerapan teknik konservasi tanah secara

Total skornya 44,25 (52,06%), menunjukkan bahwa tingkat penerapan teknologi konservasi tanah pada lahan usahatani sayuran di Kecamatan Sukaraja termasuk sedang. Skor

Pengaturan penggunaan lahan dan teknik konservasi tanah dan air perlu dintensifkan guna meminimalisir dampak perubahan iklim khususnya dalam pengendalian bencana banjir,

Untuk menentukan kebutuhan pupuk P dan K tanaman padi sawah dapat dilakukan dua pendekatan: pertama berdasarkan kelas status hara P dan K tanah terekstrak HCl 25% dengan rekomendasi

Adapun tujuan pengabdian ini adalah untuk memperkenalkan program pemupukan hara spesifik lokasi; transformasi pengetahuan dalam pengelolaan lahan sawah (subak); Peningkatan

Masalahnya karena penerapan teknologi tersebut belum berdasarkan unsur hara yang menjadi pembatas pada lokasi bersangkutan serta sangat perlu pemberian hara tanaman yang spesifik pada