DI DESA WONOREJO KECAMATAN PEMATANG
BANDAR KABUPATEN SIMALUNGUN
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN
SUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN
Penyusun : Irwan Nasution
Ai Dariah
Achmad Rachman
Penyunting : Al Jabri
Mas Teddy Sutriadi
Design Cover : Sukmara
Setting/Layout : Rahmah D. Yustika
Didi Supardi
Penerbit : Balai Penelitian Tanah
Jl. Ir. H. Juanda No. 98. Bogor 16123, Telp. (0251) 336757, Fax. (0251) 321608, 322933, E-mail: soil-ri@indo.net.id
ISBN 978-979-9474-84-1
Penulisan dan pencetakan buku ini dibiayai dari dana DIPA Tahun Anggaran 2007, Balai Penelitian Tanah, Bogor http://balittanah.litbang.deptan.go.id
KATA PENGANTAR
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prima Tani, Balai Penelitian Tanah telah menyusun Booklet Formulasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi dan Konservasi Tanah dan Air sebagai acuan bagi pelaksana Prima Tani dalam menerapkan rekomendasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air mendukung kegiatan Prima Tani.
Booklet disusun berdasarkan hasil survei tanah di lokasi-lokasi Prima Tani dimana Balai Penelitian Tanah menjadi penanggung jawab survei. Booklet ini merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam mengimplementasikan teknologi pemupukan dan konservasi tanah dan air. Sesuai dengan judulnya, booklet ini menyajikan formulasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan teknik konservasi tanah dan air.
Sasaran dari penyusunan booklet formulasi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air adalah para pelaksana dan pengguna teknologi yang terkait langsung dengan kegiatan Prima Tani, yaitu Pemandu Teknologi, Manajer Laboratorium Agribisnis, Penyuluh Pertanian Lapangan, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kelompok Tani peserta Prima Tani.
Semoga booklet ini bermanfaat, khususnya dalam mensukseskan Prima Tani sebagai salah satu upaya mendukung program pemerintah mensejahterakan masyarakat di pedesaan. Bogor, November 2007
Kepala Balai, Dr. Achmad Rachman
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iii
I. PENDAHULUAN ... 1
II. KEADAAN FISIK DAERAH ... 3
2.1. Lokasi dan Perhubungan ... 3
2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian ... 4
2.3. Iklim dan Hidrologi ... 4
III. TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI ... 6
3.1. Kondisi Kesuburan Tanah Sawah dan Teknologi Pemupukan Existing ... 6
3.2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah ... 9
IV. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR ... 15
4.1. Teknik Konservasi Tanah Existing ... 15
4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi ... 16
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa Wonorejo, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun,
Provinsi Sumatera Utara ... 4 Tabel 2. Analisis beberapa sifat kima tanah sawah dan
kriteria status hara P dan K serta kriteria kesuburan tanah Desa Wonorejo, Kecamatan
Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun ... 8 Tabel 3. Jumlah pupuk urea yang diberikan sesuai fase
pertumbuhan tanaman padi (Anonimous, 2006) . 10 Tabel 4. Rekomendasi pemupukan P tanah sawah di Desa
Wonorejo berdasarkan kelas status hara P tanah
(ekstrak HCl 25 %) ... 11 Tabel 5. Rekomendasi pemupukan K tanah sawah di Desa
Wonorejo berdasarkan kelas status hara K tanah
(ekstrak HCl 25 %) ... 11 Tabel 6. Kriteria tanah subur, sedang, dan kurang subur . 12 Tabel 7. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K tanah
sawah di Desa Wonorejo berdasarkan kriteria
status kesuburan tanah ... 13
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Denah lokasi pengambilan contoh tanah Desa
Wonorejo ... 7 Gambar 2. Tanaman penutup tanah Arachis pintoi pada
I. PENDAHULUAN
Informasi potensi sumber daya lahan dan arahan pengembangan komoditas merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan pertanian di suatu wilayah. Data dan informasi ini perlu dilengkapi dengan formulasi teknologi pengelolaan sumber daya lahan yang lebih spesifik, antara lain dalam penerapan teknik konservasi tanah, pengelolaan kesuburan tanah khususnya pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan bahan organik.
Teknologi pemupukan spesifik lokasi dengan menerapkan pemupukan berimbang adalah pemupukan untuk mencapai status semua hara dalam tanah optimum untuk pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Untuk hara yang telah berada dalam status tinggi, pupuk hanya diberikan dengan takaran yang setara dengan hara yang terangkut panen, sebagai takaran pemeliharaan. Pemberian takaran pupuk yang berlebihan justru akan menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan dan masalah pencemaran lingkungan. Kondisi atau status optimum hara dalam tanah tidak sama untuk semua tanaman pada suatu tanah. Demikian juga status optimum untuk suatu tanaman, berbeda untuk tanah yang berlainan. Agar pupuk yang diberikan lebih tepat, efektif dan efisien, maka rekomendasi pemupukan harus mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman. Rekomendasi pemupukan yang berimbang disusun berdasarkan status hara di dalam tanah yang diketahui melalui teknik uji tanah.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air merupakan kunci keberlanjutan usaha tani dalam upaya mengoptimalkan
pemanfaatan lahan kering. Teknologi konservasi tanah dan air dimaksudkan untuk melestarikan sumber daya alam dan menyelamatkannya dari kerusakan. Target minimal dari aplikasi teknik konservasi adalah menekan erosi yang terjadi di setiap bidang tanah hingga di bawah batas yang diperbolehkan. Secara umum, teknik konservasi tanah dan air dibagi dalam tiga golongan yaitu: (1) teknik konservasi vegetatif; (2) teknik konservasi mekanik atau teknik konservasi sipil teknis; dan (3) teknik konservasi kimia. Dalam aplikasi di lapangan teknik konservasi tersebut tidak berdiri sendiri, namun dapat merupakan kombinasi dari dua atau tiga teknik konservasi. Pemilihan teknik konservasi yang tepat harus bersifat spesifik lokasi dan sesuai pengguna artinya harus mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani setempat. Oleh sebab itu rekomendasi teknik konservasi yang dianjurkan di setiap lokasi disusun dengan mempertimbangkan tipe penggunaan lahan, kemiringan, vegetasi, dan teknik konservasi yang ada di lapangan (existing) di masing-masing lokasi.
II. KEADAAN FISIK DAERAH
2.1. Lokasi dan Perhubungan
Desa Wonorejo terletak pada posisi geografis 99o14’11” - 99o15’00” Bujur Timur (BT) dan 03o04’50’’ - 03o06’16” Lintang Utara (LU), termasuk ke dalam wilayah Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Desa ini terletak di dataran rendah, dengan ketinggian tempat 100-115 m di atas permukaan laut. Luas wilayah desa sekitar 267 ha, dengan batas-batas administrasi sebagai berikut:
sebelah utara : berbatasan dengan Nagori Purbaganda
sebelah selatan : berbatasan dengan Nagori Kandangan Selesai sebelah barat : berbatasan dengan Nagori Pardomoan Nauli
dan Perkebunan Kerasan
sebelah timur : berbatasan dengan Nagori Purwosari
Desa Wonorejo terletak + 50 km dari kota Pematang Siantar, ibukota Kabupaten Simalungun. Sedangkan jarak Desa Wonorejo ke kota Medan dapat dicapai melalui tiga jalur jalan, yaitu:
- Wonorejo ke Medan melalui Dolok Merangir +141 km
- Wonorejo ke Medan melalui Perdagangan dan Lima Puluh + 155 km
- Wonorejo ke Medan melalui Pematang Siantar + 193 km Kondisi keseluruhan jalan tersebut cukup baik, terutama jalan raya Pematang Siantar-Medan sangat baik.
2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian
Berdasarkan hasil studi participatory rural appraisal (PRA) yang dilakukan Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Provinsi Sumatera Utara, dan pengecekan lapangan, penggunaan lahan di Desa Wonorejo didominasi lahan sawah irigasi (75%), sisanya kebun campuran, dan sedikit kebun karet (Tabel 1).
Tabel 1. Penggunaan lahan di Desa Wonorejo, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara
Simbol Penggunaan lahan Luas
ha % si kr kc p
Sawah irigasi (sedikit perikanan dan/atau sayuran)
Kebun karet (rakyat)
Kebun campuran (kelapa, kakao, pisang, melinjo) Pemukiman 199 2 24 42 74,5 0,7 8,8 16,0 Jumlah 267 100,0
Sumber: Kurnia et al. (2007)
Banyak diantara petani Desa Wonorejo mengusahakan pembenihan ikan (lele dumbo dan nila) pada lahan sawahnya setelah panen padi, atau sebelum pertanaman padi. Pola tanam yang umum dijumpai adalah padi-padi-sayuran/ikan; padi-padi; atau ikan-ikan-padi. Kebun karet (rakyat) dijumpai dalam luasan yang sangat sempit sekitar dua ha saja, sedangkan kebun campuran +24 ha, terdiri atas kelapa, kakao, pisang, dan melinjo.
2.3. Iklim dan Hidrologi
Desa Wonorejo dan daerah sekitarnya mempunyai curah hujan sekitar 2.500 mm tahun-1. Berdasarkan data tersebut, menurut Koppen daerah tersebut termasuk tipe iklim Afa, dan menurut Schmidt dan Ferguson (1951), daerah ini termasuk tipe hujan B.
Pola drainase di daerah ini termasuk dendritik, dijumpai cukup banyak sungai atau selokan kecil dan saluran irigasi yang melalui desa. Kebutuhan air untuk tanaman padi dan ikan berasal dari saluran irigasi yang ada. Oleh karena itu, usaha perbenihan/ pembibitan ikan berkembang dengan baik, karena ditunjang oleh ketersediaan air yang cukup dari sistem irigasi yang ada di desa ini. Sedangkan kebutuhan air penduduk sehari-hari diperoleh dari sumur yang dibuat warga secara bergotong royong.
III. TEKNOLOGI PEMUPUKAN SPESIFIK LOKASI
Pemupukan spesifik lokasi merupakan pemberian pupuk yang sesuai dengan kebutuhan hara yang diperlukan tanaman berdasarkan keseimbangan hara dan target hasil yang diinginkan pada suatu lokasi. Kebutuhan hara dari tiap lokasi sangat beragam tergantung dari kondisi kesuburan tanahnya.
3.1. Kondisi Kesuburan Tanah Sawah dan Teknologi Pemupukan Existing
Untuk mengetahui status hara tanah di lokasi ini dilakukan pengambilan contoh tanah terutama di lahan sawah. Denah lokasi pengambilan contoh tanah dapat dilihat pada Gambar 1. Hasil analisis contoh tanah yang diambil di Desa Wonorejo dapat dilihat pada Tabel 2.
Tanah sawah Desa Wonorejo bereaksi masam pH berkisar dari 4,9 – 5,7 dan kandungan hara N umumnya sangat rendah, kadarnya di bawah 0,1% hampir di semua lokasi contoh. Status hara P dan K berdasarkan ekstraksi HCl 25% menunjukkan sebagian besar lokasi contoh tanah mempunyai status P tinggi, hanya beberapa lokasi yang berstatus sedang. Kapasitas tukar kation tanah (KTK) berkisar dari 5,45 – 7,63 cmol(+) kg-1 tergolong rendah dan sebagian besar bertekstur liat berpasir.
Para petani di Desa Wonorejo sudah terbiasa menggunakan pupuk pada lahan usaha taninya, namun agaknya jumlah yang diberikan masih kurang. Untuk tanaman padi sawah, petani biasa menggunakan 125-150 kg urea ha-1, dan 100-125 kg SP-36 ha-1. Akan tetapi petani umumnya tidak menggunakan pupuk K. Selain itu
ada beberapa orang petani yang memberikan tambahan pupuk N sebanyak 50 kg ZA ha-1.
Tabel 2. Analisis beberapa sifat kima tanah sawah dan kriteria status hara P dan K serta kriteria kesuburan tanah daerah Desa Wonorejo, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun
Lokasi contoh Tekstur pH Bahan organik P-Bray 1 Status ekstrak HCl 25 % K-dd KTK kesuburan Kriteria tanah C N P K % mg 100g-1 cmol(+) kg-1 US-24/I Liat 5,3 1,00 0,07 11,3 T T 0,15 6,39 S
US-25/I Liat berpasir 5,3 0,35 0,03 2,3 S T 0,25 5,69 TS
US-26/I Liat berpasir 5,0 1,44 0,11 37,4 T T 0,11 6,46 S
US-27/I Liat berpasir 4,9 1,25 0,09 30,4 T T 0,18 6,52 S
US-29/I Liat berpasir 5,7 0,85 0,07 7,6 T T 0,12 5,86 S
US-30/I Liat berpasir 5,3 1,20 0,09 10,0 S T 0,12 6,92 S
US-31/I Lempung liat berpasir 5,6 0,83 0,07 15,6 S T 0,18 6,18 S
DA-13/I Liat berpasir 5,2 1,08 0,09 68,5 T T 0,24 6,27 S
DA-15/I Liat 5,3 0,99 0,07 24,3 T S 0,10 7,63 S
DA-16/I Liat berpasir 5,5 0,62 0,05 18,4 T S 0,31 5,95 S
DA-17/I Liat berpasir 5,4 0,89 0,07 25,1 T T 0,21 6,74 S
DA-18/I Lempung liat berpasir 5,0 1,18 0,09 11,7 S S 0,10 5,45 S
* Status P atau K: S=sedang, T=tinggi
3.2. Rekomendasi Pemupukan Padi Sawah
Pupuk N adalah pupuk yang mobil dalam tanah sehingga mudah hilang melalui pencucian dan penguapan. Oleh karena itu pupuk N umumnya diberikan tiga kali sesuai kebutuhan tanaman padi terutama pada fase pertumbuhan yaitu, pada pertumbuhan awal (0-14 HST), fase anakan aktif (21-28 HST) dan fase primordia (35-50 HST). Pemupukan N sebaiknya berdasarkan bagan warna daun (BWD) yang dikemukakan Anonimous (2006). Agar efektif dan efisien, penggunaan pupuk disesuaikan dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Kebutuhan N tanaman dapat diketahui dengan cara mengukur tingkat kehijauan warna daun padi menggunakan BWD.
Jumlah pupuk urea yang diberikan dapat diihat pada Tabel 3. Pemberian pupuk urea berdasarkan pembacaan BWD. Bandingkan warna daun padi teratas yang telah membuka penuh dengan BWD. Pakai takaran pupuk urea sesuai nilai warna daun dan target hasil yang akan dicapai (5, 6, 7, atau 8 t ha-1) dengan cara budi daya yang diterapkan. Target hasil dapat ditentukan berdasarkan hasil panen tertinggi yang pernah dicapai dengan pengelolaan tanaman yang biasa dilakukan petani. Tingkat hasil ditentukan oleh iklim, varietas, dan pengelolaan tanaman.
Untuk menentukan kebutuhan pupuk P dan K tanaman padi sawah dapat dilakukan dua pendekatan: pertama berdasarkan kelas status hara P dan K tanah terekstrak HCl 25% dengan rekomendasi pemupukan sesuai SK Mentan No.: 01/Kpts/SR.130/1/2006, dan pendekatan kedua berdasarkan kelas status kesuburan tanah.
Tabel 3. Jumlah pupuk urea yang diberikan sesuai fase pertumbuhan tanaman padi (Anonimous, 2006)
Saat pemberian pupuk N Pembacaan BWD sesaat sebelum pemupukan Target hasil (GKG) 5 t ha-1 6 t ha-1 7 t ha-1 8 t ha-1 Takaran urea kg ha-1 0 – 14 HST - 45-55 55-65 65-90 90-110 21-28 HST dan 35-50 HST BWD < 3 75 100 125 150 BWD = 3,5 50 75 100 125 BWD > 4 0 0 atau 50 50 50
Pendekatan pertama berdasarkan hasil analisis tanah terhadap kadar P dan K terekstrak HCl 25% maka dapat ditentukan rekomendasi pemupukan P dan K tanah sawah di Desa Wonorejo seperti yang disajikan pada Tabel 4 dan 5. Terdapat tiga kelas status hara P tanah di Desa Wonorejo, yaitu rendah, sedang, dan tinggi, sedangkan kelas status hara K hanya satu kelas, yaitu tinggi. Jika jerami dikembalikan ke dalam tanah sawah maka pupuk K tidak perlu lagi diberikan, sebaliknya jika jerami tidak dikembalikan maka perlu diberi tambahan pupuk KCl 50 kg ha-1.
Pada umumnya kebanyakan para petani lebih senang membakar jerami atau memindahkan jerami keluar dari sawahnya untuk kepentingan lain. Pembakaran jerami akan menghilangkan semua N yang ada dalam jerami, sedangkan P dan K sebagian hilang. Dampak negatifnya lainnya adalah perkembangan mikroorganisme tanah terganggu, kesuburan tanah menurun karena bahan organik tanahnya ikut terbakar serta menimbulkan polusi udara.
Tabel 4. Rekomendasi pemupukan P tanah sawah di Desa Wonorejo berdasarkan kelas status hara P tanah ekstrak HCl 25% Kelas status hara P
tanah Lokasi contoh
Rekomendasi pemupukan P kg SP-36 ha-1
Rendah DA-14 100 Sedang US-25, US-30, US-31, DA-18 75
Tinggi
24, 26, US-27, US-29, DA-13, 14, 15,
DA-16, DA-17
50
Tabel 5. Rekomendasi pemupukan K tanah sawah di Desa Wonorejo berdasarkan kelas status hara K tanah ekstrak HCl 25% Kelas status
hara P tanah Lokasi contoh
Rekomendasi pemupukan K + jerami - jerami
kg KCl ha-1
Tinggi
24, 25, 26, US-27, US-29, US-30, US-31, 13, 15, 16, DA-17, DA-18
0 50
Secara umum hara P dan K tidak setiap musim perlu diberikan. Hara P dapat diberikan tiap empat musim sekali sedangkan hara K tiap enam musim sekali. Hal ini disebabkan pupuk P yang diberikan ke tanah, hanya + 20% nya terserap tanaman sedang sisanya terakumulasi dalam tanah, sementara itu pupuk K yang diberikan ke dalam tanah hanya terserap tanaman + 30% dan
sisanya terakumulasi dalam tanah. Sementara itu sumbangan hara K dari air irigasi juga cukup tinggi + 23 kg KCl ha musim-1.
Pendekatan kedua, rekomendasi pemupukan tanaman padi sawah berdasarkan sumbangan hara berasal dari tanah. Besar sumbangan N, P, dan K berasal dari tanah dapat diperhitungkan berdasarkan data hasil analisis tanah dengan menentukan kriteria tanah subur atau tidak subur yang dapat dilihat dalam Tabel 6. Tabel 6. Kriteria tanah subur, sedang dan kurang subur (Balai Besar
Penelitian Tanaman Padi, 2007) Sifat Kimia
Tanah Tidak Subur Subur Sangat Subur
BO tanah Rendah (C-org
<1 %) Sedang (C-org 1-1,5 %) Sedang – tinggi (C-org 1,5 – 2,5 %) KTK tanah Rendah (<10 me 100 g-1) Sedang ( <10 – 20 me 100 g-1) Tinggi ( > 20 me 100 g-1) Hara tersedia Rendah (P-Olsen < 5 ppm), K-dd < 0,15 me 100 g-1) Sedang (P-Olsen 5-10 ppm), K-dd 0,15- 0,30 me 100 g-1) Tinggi (P-Olsen > 10 ppm), K-dd > 0,30 me 100 g-1) Hasil gabah tanpa pupuk 2,5 t ha -1 4,0 t ha-1 > 4,0 t ha-1 Sumbangan N dari tanah 30 kg ha -1 50 kg ha-1 70 kg ha-1 Sumbangan P dari tanah 10 kg ha -1 15 kg ha-1 25 kg ha-1 Sumbangan K dari tanah 50 kg ha -1 75 kg ha-1 100 kg ha-1
Berdasarkan kriteria tanah subur dan tidak subur maka tanah sawah Desa Wonorejo mempunyai kriteria tanah sawah tidak subur dan subur. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K sesuai target hasil dapat dilihat pada Tabel 7.
Tabel 7. Rekomendasi pemupukan N, P dan K tanah sawah di Desa Wonorejo berdasarkan kriteria status kesuburan tanah
Kriteria kesuburan
tanah Lokasi contoh Pupuk
Takaran pupuk (kg ha-1) Target hasil (GKG) 5 t ha-1 6 t ha-1 7 t ha-1 Tidak subur US-25 N (urea) (133) 60 (178) 80 (213) 96 P2O5 (SP-36) (17) 6 (25) 9 (36) 13 K2O (KCl) (67) 40 (100) 60 (127) 76 Subur US-24, US-26, US-27, US-29, US-30, US-31, 13, DA-15, DA-16, DA-17, DA-18 N (urea) (89) 40 (133) 60 (169) 76 P2O5 (SP-36) (0) 0 (11) 4 (22) 8 K2O (KCl) (25) 15 (58) 35 (85) 51
Pupuk N diberikan tiga kali, yaitu sepertiga bagian pada umur 7-14 HST, sepertiga bagian pada umur 21-28 HST dan sepertiga bagian lagi umur 35-50 HST (primordia). Untuk lebih akurat pemupukan N sebaiknya dikoreksi dengan BWD sebagaimana prosedur yang telah dikemukakan di atas.
Pupuk P diberikan sekaligus pada saat tanam, sedangkan pupuk K diberikan sekaligus pada saat tanam atau dua kali jika dosis melebihi 100 kg ha-1. Pemberian pertama, setengah bagian pada umur 7-14 HST dan pemberian kedua, setengah bagian pada umur 35-50 HST (primordia). Pemberian K yang dipisah tergantung dari kondisi tanaman setempat (Dobermann dan Fairhurst, 2000; Tim Badan Litbang, 2007).
Kombinasi pemberian pupuk organik dan anorganik untuk tanaman padi sangat dianjurkan. Pupuk organik yang dianjurkan berupa pupuk kandang, kompos jerami, dan pupuk hijau lainnya, tentu saja disesuaikan dengan ketersediaan pupuk organik yang mudah diperoleh. Selain itu pengembalian jerami ke dalam tanah sangat dianjurkan mengingat 80% kalium yang diserap tanaman berada dalam jerami.
IV. TEKNOLOGI KONSERVASI TANAH DAN AIR
Lahan kering di Desa Wonorejo yang diusahakan untuk pertanian hanya mencapai 26 ha atau <10% dari total area. Jenis penggunaan lahan kering yang dominan adalah kebun campuran dan sebagian kecil diusahakan sebagai kebun karet. Jenis tanaman pada kebun campuran utamanya adalah karet, kakao, kelapa, kelapa sawit, melinjo, dan pisang.
Topografi pada lahan kering umumnya agak berombak (3-5%). Oleh sebab itu, teknik konservasi tanah di daerah ini bukan merupakan prioritas utama. Akan tetapi, perlindungan tanah, khususnya pada lahan kering tetap diperlukan. Pada lahan-lahan datar erosi percikan (splash erosion) masih bisa terjadi, dan dapat menyebabkan penghancuran agregat tanah yang selanjutnya berdampak pada pemadatan tanah, baik diakibatkan oleh pengaruh langsung dari penghancuran agregat tanah atau terjadinya iluviasi liat ke lapisan bawah permukaan. Pada lereng >5%, pengangkutan partikel tanah juga masih memungkinkan terjadi bila aliran permukaan cukup besar, dan peluang aliran permukaan yang besar pada lahan dengan lereng datar terjadi bila tingkat infiltrasi tanah menjadi rendah, salah satunya diakibatkan oleh pemadatan tanah.
4.1. Teknik Konservasi Existing
Penanaman tanaman tahunan pada lahan dengan kemiringan <5% merupakan tindakan konservasi tanah yang baik, asal tingkat penutupan dari tanaman tahunan relatif tinggi. Pada areal kebun campuran dengan umur yang relatif lama, penutupan lahan selain
didapat dari tanaman tahunan sendiri, juga dari tanaman rumput alami yang tumbuh di bawah tanaman tahunan. Kondisi yang memerlukan perhatian dari aspek konservasi adalah saat tanaman tahunan baru ditanam, dimana kanopi tanaman belum dapat menutup permukaan lahan, pada saat tanaman muda biasanya lahan juga dilakukan penyiangan. Penggunaan tanaman penutup tanah sebagai pelindung tanah belum dilakukan petani di desa ini.
4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi
Meskipun teknik konservasi pada kebun campuran dengan kemiringan <5% bukan merupakan prioritas, namun pencegahan terhadap penurunan produktivitas atau penurunan kualitas lahan masih perlu dilakukan. Terutama pada pertanaman (kebun) yang masih muda, permukaan tanah diupayakan tidak langsung terkena tumbukan butir-butir hujan, misalnya menggunakan mulsa sisa-sisa tanaman atau serasah dari tanaman-tanaman tersebut, dan dibiarkan berada di atas permukan tanah. Penanaman tanaman legum penutup tanah di antara tanaman tahunan juga merupakan tindakan yang dianjurkan, selain dapat melindungi permukaan tanah, juga dapat menjadi sumber pupuk hijau yang mempunyai kualitas baik. Pengelolaan bahan organik pada lahan kering dengan kondisi lereng seperti apapun sangat penting untuk dilakukan.
Tanaman yang digunakan sebagai tanaman penutup tanah sebaiknya memenuhi persyaratan sebagai berikut: (1) mudah diperbanyak dan dapat tidak mensyaratkan kesuburan tanah yang tinggi; (2) menghasilkan banyak daun, (3) toleran terhadap pemangkasan dan injakan; (4) resisten terhadap hama penyakit dan kekeringan, serta dapat bersaing dengan gulma; dan (5) mudah
diberantas, jika bidang tanah yang digunakan untuk tanaman penutup akan digunakan untuk keperluan lain.
Beberapa jenis tanaman legum yang biasa digunakan sebagai tanaman penutup tanah adalah: Centrocema pubescens,
Calopogonium muconoides, Mucuna sp. (benguk), Arachis pintoi
(kacang-kacangan), komak. Mukuna bila akan ditanam di antara tanaman tahunan, harus sering dipangkas karena pada kondisi curah hujan yang cukup pertumbuhannya cepat dan bila tidak segera dipangkas sulurnya dapat membelit tanaman utama.
Bila curah hujan mencukupi seperti di Desa Wonoreja, tanaman Arachis pintoii (kakacangan) baik untuk digunakan sebagai tanaman penutup pada areal kebun campuran. Arachis pintoii
banyak dikembangkan sebagai penutup tanah pada tanaman lada di Lampung Utara, Lampung Tengah, dan Lampung Timur. Tanaman ini juga pernah dikembangkan sebagai penutup tanah pada pertanaman kopi di Lampung Barat. Gambar 2 menunjukkan tanaman Arachis pintoii yang ditanam di antara tanaman lada dan kopi.
Gambar 2. Tanaman penutup tanah Arachis pintoii pada kebun lada dan kebun kopi
Penanaman tanaman tahunan dengan strata tajuk yang berbeda (multistrata) juga merupakan teknik perlindungan terhadap permukaan yang cukup efektif. Strata tajuk yang bertingkat-tingkat dapat memecah kekuatan butir-butir hujan. Sistem kebun campuran berpeluang untuk menciptakan sistem multistrata bila jenis tanaman yang ditanam cukup beragam.
V. DAFTAR PUSTAKA
Anonimous. 2006. Pemupukan padi sawah berdasarkan target hasil panen. Leaflet Kerjasama Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan, Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Teknologi Pertanian, Balai Besar Penelitian Tanaman Padi dan International Rice Research Institute.
Balai Besar Penelitian Tanaman Padi. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu Padi Hibrida. Disajikan pada: Lokakarya Inovasi Padi untuk Mendukung P2BN. Sukamandi, 7-8 Maret 2007. Balai Besar Penelitian Tanaman Padi, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian.
Kurnia, U., D. Ardi, dan U. Sutrisno. 2007. Identifikasi dan Evaluasi Potensi Lahan Untuk Mendukung Prima Tani di Desa Wonorejo, Kecamatan Pematang Bandar, Kabupaten Simalungun, Provinsi Sumatera Utara. Balai Penelitian Tanah. Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian. Departemen Pertanian.
Menteri Pertanian, 2006. Keputusan Menteri Pertanian, Nomor: 01/Kpts/SR.130/1/2006, tanggal 3 Januari 2006 tentang “Rekomendasi Pemupukan N, P, dan K pada Padi Sawah Spesifik Lokasi “
Tim Badan Litbang. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi Sawah Irigasi. Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian. Departemen Pertanian. 40 hal.