• Tidak ada hasil yang ditemukan

LINK AND MATCH DUNIA PENDIDIKAN DAN INDU

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2018

Membagikan "LINK AND MATCH DUNIA PENDIDIKAN DAN INDU"

Copied!
165
0
0

Teks penuh

(1)

DUNIA PENDIDIKAN DAN INDUSTRI

DALAM MENINGKATKAN DAYA SAING TENAGA

KERJA DAN INDUSTRI

Editor :

Endang S. Soesilowati

PUSAT PENELITIAN EKONOMI

(2)

ii

KATA PENGANTAR

Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)

KATALOG DALAM TERBITAN

PUSAT DOKUMENTASI DAN INFORMASI ILMIAH LIPI

Link and Match Dunia Pendidikan dan Industri dalam Meningkatkan

Daya Saing Tenaga Kerja dan Industri /editor Endang S. Soesilowati,

Inne Dwiastuti. - [Jakarta] : Pusat Penelitian Ekonomi Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, 2009.

i-xi + 153 hlm: 15 cm x 21 cm

331

ISBN : 978-602-8659-21-5

Penerbit: LIPI Press, anggota Ikapi

Pusat Penelitian Ekonomi (LIPI)

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Widya Graha Lt. 4 - 5

Jalan Jenderal Gatot Subroto No. 10, Jakarta 12710

Telp: 021- 5207120

Fax: 021- 5262139

LIPI

Link & match.indd ii

(3)

mengandung suatu makna penting bagi perekonomian nasional. Makna ini terutama tentang berbagai aspek dalam hubungan/keterkaitan dan kesesuaian antara dunia pendidikan sebagai supplier tenaga kerja dengan dunia kerja sebagai demand tenaga kerja. Ditengarai adanya

mismatch jenis dan kualitas kompetensi supply tenaga kerja yang dihasilkan dunia pendidikan dengan permintaan (kebutuhan) tenaga

kerja oleh dunia kerja. Keadaan ini jelas memperburuk keadaan over

supply tenaga kerja di Indonesia yang secara langsung mengakibatkan relatif rendahnya kapasitas/daya saing tenaga kerja yang selanjutnya melemahkan daya saing dunia usaha khususnya dunia industri sebagai "leading sector" dalam perekonomian industri.

Penelitian link and match tahap ini dengan analisis yang masih

terbatas pada lingkup dunia pendidikan perguruan tinggi dan industri di dua lokasi Batam/Kepri dan Banten diharapkan dapat mengungkap

tentang existing condition disertai faktor-faktor yang mempengaruhi

kondisi ekonomi tersebut dan rekomendasi dalam scope terbatas. Diharapkan penelitian lanjutan yang lebih komprehensif dan mendalam akan memberikan solusi efektif dalam mempertautkan kesesuaian kualii kasi tenaga kerja yang dihasilkan dunia pendidikan dengan kebutuhan dunia usaha yang pada gilirannya akan berkontribusi signii kan dalam memperkuat daya saing ekonomi Indonesia.

Jakarta, Desember 2009 Kepala Pusat Penelitian Ekonomi – LIPI

(4)

iv

Link & match.indd iv

(5)

Namun demikian, berdasarkan data statistik angka pengangguran, tingginya lowongan kerja tak terisi, rendahnya kualitas pekerja, maupun hasil analisis

data sakernas menunjukkkan bahwa mismatch pendidikan dan tuntutan

dunia industri masih tinggi. Studi ini bertujuan mengukur implementasi link

and match dunia pendidikan dan industri. Selain mengkaji berbagai kebijakan bidang pendidikan, industri, dan tenaga kerja, studi ini juga menggunakan metode survei terhadap para pekerja di beberapa industri terpilih di propinsi Kepri (Batam) dan Banten yang merupakan daerah dengan pangsa industri tertinggi, dan tingkat pengangguran yang juga tinggi. Dengan melakukan

kajian tentang implementasi link and match dunia pendidikan dan industri,

diharapkan dapat menghasilkan rumusan strategi untuk menyelaraskan sistem pendidikan menengah ke atas yang sesuai dengan kebutuhan dan permintaan pasar kerja. Kesesusaian kompetensi dengan jenis pekerjaan, akan meningkatkan daya saing tenaga kerja dan juga industri (usaha), yang pada gilirannya akan memperkuat perekonomian nasional.

Hasil studi menunjukkan bahwa program link and match masih

terkonsentrasi pada penyelarasan tenaga kerja berpendidikan sekolah menengah. Istilah link and match sendiri tidak terlalu dipahami oleh beberapa narasumber dari industri terpilih. Keahlian yang dibutuhkan oleh pasar kerja tidak mengacu pada keahlian berdasarkan ijazah yang dimiliki, melainkan berbagai atribut keahlian yang tidak secara langsung diajarkan pada masa pendidikan sekolah/perguruan tinggi. Atas kuesioner yang disebarkan pada pekerja industri berpendidikan D1 ke atas, menunjukkan bahwa

pekerja yang match antara latar belakang pendidikan dengan pekerjaannya,

cenderung memiliki prestasi kerja yang lebih baik dibandingkan dengan yang mismatch.

(6)

vi

to link the industry demand and labour supply. However, up to recent, the condition of mismatch between education and labour market demand still exist, as shown by statistical data in the last i ve years of the increasing rate of educated unemployment and uni lled job vacancies. The study aims to assess the implementation of link and match between education and industry. The methodological research applied in this study is not only evaluating educational, industrial, and employment policies, but also implies the employment survey method in several industries in Banten and Batam. The result of the study is expected to give a valuable input for the educational and industrial stakeholders in order to minimize the educated unemployment rate, and to advance worker productivity, which in turn, enhancing labour and industrial competitiveness.

The research i ndings show that link-match program is still mainly concentrated on the secondary level. Although several industries studied do consider the skill of workers in the recruitment processes, unlike in Banten, several industries studied in Batam were not familiar with the term of link-match. The skill that they meant is not the skill that mentioned in the certii cate of graduation, but it seems to be the basic skill that could not be taught in the formal school at all. Based on 200 questioners gathered from two regions (Banten and Batam) some key relevance i ndings show that for all items, without any exemption indicate that those workers who stated their educational background match with their current jobs will be highly likely better than those worker who stated that their educational background do not match with their current job.

Link & match.indd vi

(7)

KATA PENGANTAR ...i

ABSTRAK ...iii

ABSTRACT ...iv

DAFTAR ISI ...v

DAFTAR TABEL ... vii

DAFTAR GAMBAR ...ix

BAB I LINK AND MATCH DUNIA PENDIDIKAN DAN INDUSTRI SEBUAH PENGANTAR ...1

Oleh: Endang S Soesilowati dkk BAB II KENDALA DAN REALISASI KEBIJAKAN LINK AND MATCH DUNIA PENDIDIKAN DAN INDUSTRI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN DAYA SAING INDUSTRI ... 17

Oleh: Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai BAB III POLA PENYERAPAN DAN TINGKAT PRODUKTIVITAS TENAGA KERJA BERPENDIDIKAN TINGGI DI DUNIA INDUSTRI ... 51

Oleh: Zamroni BAB IV TINGKAT KESESUAIAN KOMPETENSI PENDIDIKAN DENGAN BIDANG PEKERJAAN PADA DUNIA INDUSTRI ... 89

Oleh: Endang S Soesilowati BAB V STRATEGI PENINGKATAN LINK AND MATCH DUNIA PENDIDIKAN TINGGI DAN INDUSTRI ...125

(8)

Link & match.indd viii

(9)

Tabel 2.1 Peringkat HDI beberapa Negara di Asia ... 37 Tabel 2.2 The Global Competitiveness Index: Perbandingan

Ranking 2008-2009 dan 2009–2010 ... 38 Tabel 2.3 Penduduk 15 + yang Bekerja menurut Pendidikan

Tertinggi yang Ditamatkan (juta orang) ... 40 Tabel 2.4 Penduduk Berumur 15 tahun + yang bekerja seminggu

yang lalu menurut lapangan pekerjaan utama dan

pendidikan tinggi yang ditamatkan, 2007 ... 41 Tabel 2.5 Persentase Latar Belakang Pengetahuan yang

Diterapkan Dengan Pendidikan Terakhir Responden ... 44 Tabel 3.1 Penduduk Berumur 15 Tahun Keatas Dan Jenis Kegiatan

Selama Semingu yang lalu, 2005-2009 ... 52 Tabel 3.2 Angka Pengangguran Terbuka Menurut Pendidikan

Tertinggi yang Ditamatkan ... 54 Tabel 3.3 Pencari Kerja terdaftar, Lowongan Kerja Terdaftar dan

Penempatan tenaga Kerja ... 55 Tabel 3.4 Cara mendapatkan informasi utk dapat pekerjaan (%) ... 60 Tabel 3.5 Persyaratan yang sulit dipenuhi saat pertama

masuk kerja... ... 67 Tabel 3.6 Tiga Faktor Penting Yang Mempengaruhi

Produktivitas Kerja ... 70 Tabel 3.7 Intensitas Pengaruh dari Faktor Penentu

produktivitas kerja ... 71 Tabel 3.8 Latar belakang Pendidikan dan produktivitas kerja ... 79 Tabel 3.9 Jumlah Perusahaan (%) Yang Melakukan Training

(10)

x

Belakang Pendidikan dengan Jenis Pekerjaan ... 99 Tabel 4.2 Perbandingan Persentase Responden Match dan

Mismatch berdasarkan Dukungan Bekal Pendidikan ...101 Tabel 4.3 Perbandingan Persentase Responden Match dan

Mismatch berdasarkan Waktu tunggu mendapatkan pekerjaan ... ...104 Tabel 4.4 Perbandingan Persentase Responden match dan tidak

match berdasarkan Waktu Tunggu Mendapatkan

Pekerjaan yang Sesuai ...105 Tabel 4.5 Perbandingan Persentase Responden match dan

mis-match berdasarkan Pengalaman kerja di tempat lain ...107 Tabel 4.6 Perbandingan Persentase Responden match dan

mismatch berdasarkan Upah rata-rata perbulan ...110 Tabel 4.7 Persentase Responden berdasarkan tingkat Pendidikan

dan Posisi Pekerjaan menurut Gender ...112 Tabel 4.8 Perbandingan Responden match dan tidak match

berdasarkan Posisi Pekerjaan Sekarang dan Posisi

Pekerjaan Pertama Bekerja ...114 Tabel 4.9 Persentase dan Sekor rata-rata Responden atas Tingkat

Kesukaannya terhadap Posisi Jabatan Mereka ... 118 Tabel 5.1 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Menurut Pendidikan Dan Kegiatan Seminggu Yang Lalu, 2005 dan 2008. ...134 Tabel 5.2 Pertumbuhan Tenaga Kerja Yang Bekerja, Pengangguran

Terbuka, dan Angkatan Kerja, Tahun 2005-2008. (%) ...135 Tabel 5.3 Persentase Penduduk 15 Tahun Ke Atas Yang Bekerja

Selama Seminggu Yang Lalu Menurut Sektor Dan

Pendidikan Yang Di Tamatkan, 2008. ...138 Tabel 5.4 Persentase Responden TK Lulusan PT Beberapa Industri

Di Batam Dan Banten Berdasarkan Kesesuaian Pendidikan Dengan Jenis Pekerjaannya. ...144

Link & match.indd x

(11)

Gambar 2.1 Persentase Responden Berdasarkan Pilihan terhadap faktor yang menentukan dalam melamar pekerjaan .... 42

Gambar 2.2 Perbandingan Persentase Responden Berdasarkan Waktu Tunggu mendapatkan Pekerjaan yang Sesuai ... 43

Gambar 3.1 Proses Perekrutan Tenaga Kerja di Dunia Industri ... 61

Gambar 3.2 Pengaruh tambahan tahun pendidikan pada

Upah-laki-laki dan perempuan (%) LFS 1993-2001 ... 75

Gambar 4.1 Model Iceberg dari Lima karakteristik pembentuk

kompetensi ... 92

Gambar 4.2 Perbandingan Persentase Kesesuaian pekerjaan Responden dengan latar belakang pendidikan

berdasarkan kelompok Umur ...102

Gambar 4.3 Perbandingan Persentase Kesesuaian pekerjaan Responden dengan latar belakang pendidikan

berdasarkan lama kerja ...106

Gambar 4.4 Tingkat Pendidikan dan Tingkat Upah berdasarkan Gender ...111

Gambar 4.5 Perbandingan persentase responden antara yang

match dan yang mismatch terhadap tiga faktor

eksternal yang paling mempengaruhi semangat kerja. ..116

Gambar 4.6 Perbandingan persentase responden antara yang

match dan yang mismatch terhadap tiga faktor

imbalan yang paling mempengaruhi semangat kerja. 117

(12)

Link & match.indd xii

(13)

BAB 1

LINK AND MATCH

DUNIA PENDIDIKAN DAN INDUSTRI

Sebuah Pengantar

Endang S Soesilowati dkk.

Latar Belakang

Jumlah angkatan kerja pada tahun 2005 mencapai 105,8 juta orang dan meningkat menjadi 113,74 juta orang di tahun 2009 atau tumbuh sebesar 1,76 % (2005-2009). Sementara, pengangguran terbuka masih terjadi sebesar 10,25 juta (2006) dan 9,26 juta (Februari

2009) dengan rata-rata penurunan per tahun sebesar -1,85 %1.

Namun, jumlah pengangguran terdidik meningkat dari tahun ke tahun. Proporsi penganggur terdidik dari total angka pengangguran pada tahun 2004 sebesar 26 % menjadi 50,3 % di tahun 2008 (Koban, 2008). Yang lebih memprihatinkan adalah jumlah sarjana yang menganggur melonjak drastis dari 348.107 orang tahun 2004 menjadi 626.621 orang tahun 2009, dengan pertumbuhan rata-rata per tahun sebesar 14,03 %. Ditambah dengan pemegang gelar diploma I, II, dan III, berdasarkan data Sakernas BPS tahun 2007 terdapat lebih dari 740.000 orang yang menganggur. Pada Februari 2009, sebanyak 1,11 juta orang dari 9,26 juta orang pengangguran berasal dari program Diploma dan Universitas. Di sisi lain, walaupun peranan sektor industri terhadap pembentukan ekonomi nasional menunjukkan penurunan,

namun sektor industri tetap merupakan leading sector perekonomian

nasional melalui kontribusi sektoralnya yang paling besar, yaitu 27,4% di tahun 2005, 27,5% tahun 2006, 27,1% tahun 2007, 26,9 %

1 Dihitung dari data Sakernas BPS, http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_

(14)

2

tahun 2008, dan sebesar 27,3% pada tahun 20092. Selama 2004-2009

sektor industri ditargetkan tumbuh 8,56% dan menyerap tenaga kerja setidaknya 2,6 juta orang per tahun, namun ternyata pertumbuhan industri terus menurun, yaitu hanya 7,5% tahun 2004, 5,9% tahun 2005, 5,3% tahun 2006, 5,2% tahun 2007, dan 4,4% sampai triwulan

II 2008 (Kuncoro, 2008), demikian pula share penyerapan tenaga

kerjanya yang cenderung menunjukkan adanya penurunan, yaitu

12,27% di tahun 2005 menjadi 12,07% di tahun 20093. Di sisi lain,

persentasi lowongan kerja tidak terisi menunjukkan kecenderungan adanya peningkatan. Data Statistik Indonesia yang dikeluarkan oleh BPS, menunjukkan bahwa pada tahun 2005, 16,10 % lowongan kerja yang tidak terisi, dan pada dua tahun berikutnya (2007) meningkat menjadi 41,56 %.

Mengacu kepada beberapa penjelasan di muka, maka permasalahan penting SDM di Indonesia tentu saja selain terletak pada tingginya tenaga kerja terdidik yang tidak terserap di dunia

kerja, juga munculnya misallocation of human resources, yaitu adanya

kesenjangan yang terjadi antara pasar tenaga kerja dan dunia pendidikan. Hal ini antara lain tersirat dalam pernyataan Dirjen Depnakertrans, Tjetje Al Anshori bahwa 70% angkatan kerja tidak mampu memenuhi kualii kasi lowongan kerja yang tersedia (dalam Job Expo, 17 Maret 2008). Pernyataan tersebut diangkat lagi oleh Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Kabinet Bersatu pertama, Erman Suparno bahwa tingginya lowongan kerja yang tidak terisi ditengarai oleh karena adanya ketidakcocokan antara kebutuhan dan penyediaan tenaga kerja yang di antaranya karena kesenjangan

keterampilan dan pendidikan4.

2 Angka 2007 – 2009 berturut turut merupakan angka sementara, sangat sementara, dan sangat sangat

sementara http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=11&notab=4

3 Dihitung dari angka SAKERNAS BPS, http://www.bps.go.id/tab_sub/view.php?tabel=1&daftar=1&id_subyek=06

& notab=2

4 Pada acara diskusi Mencari Sistem Perlindungan TKI yang Efektif yang diadakan oleh Departemen Tenaga

Kerja, Kamis 2 Juli 2009, Pengangguran Banyak, 70% Lowongan Tak Terisi: Calon tenaga kerja yang ada hanya mampu mengisi 30 persen lowongan. http://bisnis.vivanews.com/news/read/71765-pengangguran_ banyak__70__lowongan_ tak_terisi

Link & match.indd 2

(15)

Dalam menjembatani hal tersebut, sebetulnya Menteri Pendidikan Prof. Dr. Ing. Wardiman (Periode 1989-1998) telah

mencanangkan program link and match antara dunia pendidikan

dengan dunia industri5. Link and match adalah penggalian kompetensi

yang dibutuhkan pasar kerja ke depan. Diharapkan paradigma

orientasi pendidikan tidak lagi supply minded tapi lebih demand

minded (kebutuhan pasar). Program link and match meliputi dua sasaran, yaitu pada tingkat sekolah menengah, dan pada tingkat perguruan tinggi. Khusus untuk sekolah menengah, sasaran program pemerintah (cq DEPDIKNAS) mengubah proporsi siswa SMU vs SMK 70:30, menjadi 30:70. Sementara itu, pada tingkat perguruan tinggi diharapkan adanya peran industri untuk menciptakan pelatihan-pelatihan khusus bahkan bekerja sama untuk mendirikan institusi

sesuai dengan jenis industri yang dikembangkan.6 Sejak tahun 1994,

Dewan Pengembangan Program Kemitraan Pendidikan Tinggi (DPPK-PT) mengembangkan konsep Cooperative Academic Education Program (Co-Op) yang menjalin kerjasama dengan lebih dari 62

industri, terdiri dari manufaktur, perbankan hingga telekomunikasi7.

Namun demikian, pasca berjalannya program Link and

Match (hampir dua dasawarsa), belum nampak hasil seperti yang diharapkan. Masih tinggi lulusan sarjana, di samping bekerja tidak sesuai dengan bidang studi, juga harus menunggu dalam waktu lama untuk mendapatkan pekerjaan. Di sisi lain, lowongan kerja yang tidak terisi semakin meningkat. Mengacu pada beberapa phenomena

di atas, maka penelitian yang mengkaji implementasi kebijakan link

and match dunia pendidikan dan industri sebagai salah satu upaya strategis untuk meningkatkan ei siensi, mutu tenaga kerja dan daya saing industri, layak untuk dilakukan.

5 Dalam Diskusi panel dan Lokakarya Dewan Pendidikan Provinsi Jawa Barat pada 17 Desember 2008, beliau

mengingatkan kembali perlunya program link and match.

6 Beberapa institusi yang telah ada antara lain, STTTelkom, IBI (Institut Bank Indonesia), STTI (Sekolah Tinggi

Teknologi Tekstil), Sekolah Tinggi Pariwisata Bandung (NHI).

7 Pedoman Umum Penyelenggaraan Co-op.

(16)

4

Masalah Penelitian

Tingginya angka pengangguran dapat dijelaskan dari berbagai aspek, salah satu diantaranya adalah adanya ketidak selarasan (mismatch) antara supply tenaga kerja dan demand dunia usaha

(industri)8. Pada penelitian ini jawaban yang diberikan untuk

menjelaskan tingginya angka pengangguran dilakukan menggunakan

asumsi ketidak selarasan (mismatch) dunia pendidikan dan industri

yang dikenal dengan istilah education mismatch atau education-job

mismatch. Francesca Sgobbi and Fátima Suleman9 mengemukakan

bahwa mismatch pendidikan terjadi oleh karena adanya heterogenitas

kemampuan pekerja pada kualii kasi pendidikan yang sama. Kesadaran dari adanya heterogenitas kemampuan dari para pekerja juga telah meningkatkan perhatian para peneliti untuk memusatkan pertanyaan

penelitian nya terhadap mismatch pendidikan, khususnya di

Negara-negara maju. Berbagai teori dikemukakan dalam memahami fenomena

mismatch pendidikan ini. Beberapa diantaranya, Sgobbi & Suleman

(2007) dengan teori human capital, job matching, dan occupational

mobility, Brahim Boudarbat dan Victor Chernof (2009) menggunakan

human capital, credentialism, job matching, dan technological change theory, dan Farooq, Javid, Ahmed, dan Khan (2009), mengemukakan

human capital, job competition, career mobility, assignment model, signaling model, dan matching theory. Dari ketiga kelompok peneliti tersebut paling tidak terdapat dua pendekatan yang sama, yaitu teori

tentang human capital dan job matching, dimana merekaberpendapat

bahwa mismatch pendidikan merupakan keadaan sementara yang

terjadi akibat pertukaran informasi yang kurang memadai antara pemberi kerja dan pencari kerja. Hal ini paling tidak menunjukkan

8 Daniel Münich and Jan Svejnar (2009) dalam studinya yang berjudul Unemployment and Worker-Firm

Mathing: Theory and Evidence from East and West Europe dalam menjelaskan tentang pengangguran yang terjadi di Eropa Timur dan Barat, mereka mengajukan tiga macam hipotesa, yaitu mismatch, low demand, dan restrukturisasi ekonomi. Sejak tahun 1990 an mismatch terjadi hampir di semua Negara Eropa yang sedang dalam periode transisi ekonomi.

9 A methodological contribution to the measurement of skill (mis)match, draft tulisan dari Sgobbi dan Suleman

yang akan dipresentasika dan didiskusikan pada Decowe Conference: Ljubljana, Slovenia, 24-25 September 2009.

Link & match.indd 4

(17)

adanya in-ei siensi dalam alokasi sumber daya manusia (Farooq et al., 2009).

Program link and match telah dicanangkan sejak tahun 1989,

namun demikian berdasarkan data statistik yang menunjukkan masih tingginya angka pengangguran, tingginya lowongan kerja yang tidak terisi, dan rendahnya kualitas pekerja, maupun hasil analisis data

sakernas tersebut di muka, menunjukkan bahwa mismatch pendidikan

dan kebutuhan keahlian pasar kerja masih tinggi, khususnya bagi

tenaga kerja yang berpendidikan tinggi. Mismatch antara pendidikan

dan pekerjaan mengakibatkan tingkat pendapatan yang lebih rendah,

rendahnya kepuasan kerja, dan tingginya tingkat turnover pekerja,

yang pada gilirannya mempengaruhi produktivitas pekerja (Bender & Heywood, 2006). Farooq et al (2009) menunjukkan beberapa penelitian

yang telah dilakukan tentang education-job mismatches bahwa hal

tersebut memberikan pengaruh yang relevan terhadap ei siensi

investasi pendidikan baik publik maupun swasta, karena

education-job mismatches mempengaruhi upah dan juga keluaran/hasil tenaga

kerja lainnya, seperti kepuasan kerja (Hersch 1991, Groot 1996),

on-the-job training (Sicherman 1991), mobilitas geograi (Dekker et al. 1996), dan turn over pekerja (Hersch, 1991 dikutip dari Farooq et.al, 2009). Hersch (1991), dan Battu, et al. (2000) telah meneliti tentang pengaruh

non-moneter dari adanya job-education mismatch, dan menemukan

bahwa pekerja yang overeducated dan pekerja perempuan yang

undereducated menunjukkan tingkat kepuasan kerja yang kurang

dibandingkan dengan pekerja yang match, dan selanjutnya dia

menyimpulkan bahwa pekerja yang memiliki pendidikan yang tepat memiliki premi pada kepuasan kerja (dikutip dari Farooq et.al, 2009). Namun, Allen dan van der Velden (2001), dan Green dan McIntosh

(2002) menemukan bahwa mismatch dalam kualii kasi menurunkan

kemungkinan pekerja untuk sangat puas, sementara mismatch dalam

pendidikan tidak mempengaruhi tingkat kepuasan pekerja (dikutip

dari Farooq et.al, 2009). Robst (2007) menunjukkan bahwa mismatch

(18)

6

pendapatan yang diterima pekerja.10 Dalam teori ekonomi tentang

‘Total Factor Productivity’, besaran upah/pendapatan merupakan salah satu faktor penting yang dapat mempengaruhi tingkat produktivitas pekerja yang tentu saja akan mempengaruhi kinerja industri.

Berdasarkan fenomena di atas, dapat dirumuskan beberapa pertanyaan penelitian:

Bagaimana peta permasalahan konsep dan realisasi kebijakan

• link

and match antara dunia pendidikan dan dunia industri?

Sejauhmana sistem pendidikan mengacu pada dinamika •

kebutuhan industri/ pasar kerja?

Sejauh mana konsistensi kebijakan rekruitmen tenaga kerja dan •

realisasi penyerapan dalam industri mengacu pada latar belakang pendidikan pekerja?

Bagaimana kinerja pekerja yang bekerja sesuai dengan bidang •

studi pendidikannya?

Strategi dan kebijakan seperti apa yang dapat diterapkan untuk •

meningkatkan link and match dunia pendidikan dan industri ?

Tujuan Penelitian

Tujuan Umum penelitian ini adalah menganalisa implementasi

link and match dunia pendidikan dan industri, yang secara khusus mencari jawaban atas pertanyaan penelitian yang diajukan, yaitu:

• Memetakan permasalahan konsep dan realisasi kebijakan link and

match dunia pendidikan dan dunia industri.

10 Dikutip dari Martin Nordin et al, 2008. Education-Occupation Mismatch: Is There an Income Penalty? IZA

Discussion Paper No. 3806 October 2008

Link & match.indd 6

(19)

• Menemukenali orientasi kebijakan kurikulum Perguruan Tinggi

• Mengungkapkan kebijakan rekruitmen tenaga kerja dan realisasi

penyerapan tenaga kerja berpendidikan tinggi pada industri

• Menganalisis tingkat kesesuaian kompetensi pekerja dengan bidang pekerjaannya

• Merumuskan strategi peningkatan realisasi link and match dunia

pendidikan dan dunia industri.

Lingkup dan Alur Permasalahan Penelitian

Dengan alasan ei siensi, efektivitas, dan ketajaman fokus

penelitian, maka lingkup kegiatan penelitian link and match dunia

pendidikan dan industri pada tahun 2009, dibatasi pada kajian khusus terhadap penyerapan tenaga kerja di industri (perusahaan yang bergerak pada jenis industri pengolahan) dengan tingkat pendidikan diploma (D1) ke atas. Kegiatan penelitian dimulai dengan melakukan studi literatur baik berdasarkan buku, jurnal ilmiah, media elektronik, maupun data statistik yang mengulas tentang kondisi sumber daya manusia di Indonesia yang menggambarkan adanya permasalahan dalam tingkat pengangguran, produktivitas pekerja, dan relasi antara pendidikan dengan dunia kerja, khususnya industri. Berdasarkan keadaan tersebut, penelitian ini kemudian memetakan penyebab permasalahan yang ada baik di tingkat institusi pendidikan, maupun pada industri. Hal ini diperoleh melalui kajian terhadap kebijakan-kebijakan yang dikeluarkan baik dalam bidang pendidikan, tenaga kerja, maupun industri. Kegiatan ini disertai dengan perolehan informasi yang menggambarkan tentang kebutuhan dan tuntutan industri. Ini dipelajari melalui kumpulan iklan lowongan kerja pada

surat kabar nasional dan juga media elektronik, serta focus group

(20)

8

pendidikan tinggi, industri, dan ketenaga kerjaan. Langkah studi

selanjutnya mengungkapkan sejauhmana efektivitas program link

and match dari kebijakan pendidikan teraplikasikan dalam dunia kerja, melalui survei yang dilakukan terhadap pekerja. Pekerja yang dijadikan sampel studi diambil dari beberapa persusahaan menengah besar pada industri pengolahan.

Setelah data dan informasi yang diperoleh melalui survei terhadap pekerja selesai diolah dan dianalisa, penelitian memformulasikan beberapa strategi untuk mengoptimalkan

implementasi program link and match tersebut, dengan tujuan

meningkatkan ei siensi dan produktivitas pekerja di perusahaan, sehingga memiliki dayasaing tinggi, baik bagi pekerja maupun industri. Rangkaian penjelasan tentang tahapan lingkup kajian ini dapat dilihat pada diagram alur permasalahan penelitian.

Link & match.indd 8

(21)

S

(22)

10

Metode Penelitian

Buku ini ditulis berdasarkan penelitian yang merupakan penelitian aplikasi kebijakan, dengan tujuan mengukur sejauhmana

pencapaian program link and match diimplementasikan pada dunia

pendidikan dan sesuai dengan kebutuhan industri/pasar kerja. Untuk

dapat mengukur sejauhmana implementasi program link and match

dunia pendidikan dan industri, maka seyogyanya informasi dari kedua belah pihak ---dunia pendidikan maupun dunia industri--- diperha-tikan secara cermat. Namun demikian, tidak berarti penelitian hanya mengumpulkan informasi secara langsung terhadap kedua sumber informasi tersebut, tapi dapat pula dilakukan dengan menggali infor-masi dari pekerja itu sendiri sebagai objek pengguna dari

implemen-tasi program link and match. Oleh karena lingkup kegiatan penelitian

dipusatkan pada implementasi program link and match dalam

peru-sahaan (industri), melalui kebijakan penempatan pekerja dalam jenis

pekerjaan serta jabatan yang tepat (the right man in the right place),

maka penelitian juga menggunakan pendekatan bidang studi eko-nomi sumber daya manusia.

Untuk dapat mengukur sejauhmana implementasi program link

and match dunia pendidikan dan industri, jenis data yang digunakan dalam penelitian berupa data kuantitatif dan kualitatif. Dari sisi sumber data yang digunakan sebagai bahan analisis, penelitian menggunakan data primer dan data sekunder. Pengumpulan data primer diperoleh terutama dengan menggunakan metode survei terhadap para pekerja dengan latar belakang pendidikan D1 ke atas yang telah bekerja di perusahaan-perusahaan terpilih yang mewakili beberapa

jenis industri. In-depth interview juga digunakan dalam penelititan

ini dengan narasumber-narasumber terpilih dari Dinas Pendidikan, Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi, Dinas Perindustrian, dan para

pimpinan dari Perguruan Tinggi, serta Human Resource Development

(HRD) di perusahaan terpilih, serta para pakar lainnya baik dari bidang pendidikan maupun industri. Data sekunder diperoleh melalui

Link & match.indd 10

(23)

pengumpulan dokumen kebijakan, data statistik dari publikasi resmi baik yang dikeluarkan pemerintah maupun swasta, buku, jurnal internasional, media massa, dan berbagai bahan dari internet yang mendukung analisis penelitian.

Metode survei terhadap para pekerja terutama menggunakan kuesioner terstruktur dengan memberikan pilihan jawaban yang tersedia. Beberapa pertanyaan terbuka ditambahkan, untuk memperoleh informasi yang lebih lengkap. Kandungan pertanyaan terutama mengungkapkan pengalaman pekerja dalam menerapkan pengetahuan yang diperoleh dari pendidikan formal yang dimiliki dalam proses perolehan pekerjaan dan pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan.

Merujuk pada data share industri terhadap PDRB dan data angka

pengangguran yang cukup tinggi, maka lokasi penelitian dipilih Kepulauan Riau dan Banten. Atas data karyawan di perusahaan yang

diteliti, dilakukan random stratii ed sampling, yang mewakili pekerja dari

beberapa strata posisi jabatan di perusahaan terpilih. Masing-masing perusahaan dari industri pengolahan diambil secara proporsional 100 orang pekerja dengan tingkat pendidikan D1 ke atas, dari masing-masing daerah penelitian sebagai responden, sehingga responden yang diberikan kuesioner berjumlah 200 orang.

Data primer dan sekunder yang diperoleh secara kuantitatif maupun kualitatif dianalisis dan dipresentasikan dalam berbagai tek-nik penyajian (grai k, tabulasi) dari temuan-temuan selama penelitian berlangsung serta menganalisis hasil temuan dengan menggunakan analisis statistik. SPSS digunakan untuk data entry dan analysis. Tabulasi silang dan analisa korelasi digunakan untuk menguji variabel-variabel yang diajukan, dengan menganalisa probabilitas perbedaan dan/atau kesesuaian latar belakang pendidikan dan jenis pekerjaan, pengala-man kerja, jenjang jabatan, dan juga jenis kelamin. Analisa kualitatif

(24)

12

narasumber, untuk mengidentii kasi dan mengumpulkan informasi

tentang strategi peningkatan implementasi program link and match

yang sudah dan akan mereka lakukan.

Untuk dapat menguji implementasi program link and match,

penelitian ini merumuskan empat hipotesa berikut:

Mendapatkan pekerjaan yang memiliki kesesuaian (

• match) dengan

latar belakang pendidikan membutuhkan waktu yang lebih lama dibandingkan dengan yang tidak sesuai

Tingkat pendidikan memberikan pengaruh terhadap produktivitas •

secara berbeda bagi pekerja yang memiliki kesesuaian (match)

latar belakang pendidikan dan pekerjaannya dibandingkan dengan yang tidak sesuai

Lebih banyak pekerja perempuan yang pekerjaannya sesuai •

(match) dengan latar belakang pendidikan dibandingkan dengan pekerja laki-laki

Pekerja yang memiliki kesesuaian (

• match) antara latar belakang

pendidikan dengan bidang pekerjaannya memiliki tingkat kepuasan kerja lebih tinggi dibandingkan dengan yang tidak sesuai

Pembabakan Penulisan

Buku Link and Match ini disusun dalam lima bab. Bab 1, merupakan

pengantar yang menggambarkan latar belakang permasalahan dan metodologi yang digunakan. Bab 2 mengungkapkan Kendala dan

Realisasi Kebijakan Link & Match dunia pendidikan dan industri, yang

menguraikan kendala yang dihadapi dalam mengimplementasikan

program Link & Match dan realisasi penerapannya di dua daerah

penelitian dengan menitik beratkan pada aspek penyediaan tenaga

Link & match.indd 12

(25)

kerja yang dipusatkan pada masalah pendidikan. Oleh karenanya, pada bab tersebut juga ditampilkan tentang orientasi kurikulum khususnya kurikulum pada perguruan tinggi, dan tingkat daya saing tenaga kerja. Bab selanjutnya, menyajikan Pola Penyerapan dan Tingkat Produktivitas Tenaga Kerja Berpendidikan Tinggi pada dunia Industri. Bab 3 tersebut menganalisis sisi permintaan dunia usaha/industri terhadap tenaga kerja, yang menguraikan tentang proses perekrutan dan peranan pelatihan terhadap pekerja. Bab 4 dalam buku ini menganalisa keterkaitan antara kompetensi latar belakang pendidikan pekerja dengan jenis pekerjaan. Analisa dilakukan terhadap terutama hasil survei terhadap pekerja yang dipilih berdasarkan random pada beberapa perusahaan/industri terpilih di dua lokasi penelitian. Selain menyajikan perbandingan kondisi pekerja antara mereka yang memiliki kesesuaian/keselarasan dua variabel (pendidikan dan pekerjaan) juga dikaitkan dengan beberapa variabel inti yang dimiliki pekerja seperti pengalaman kerja, pengembangan karir, kompensasi, dan kepuasan kerja, dalam bab tersebut juga disajikan hasil pengujian empat hipotesa yang diajukan. Sebagai penutup buku

ini memberikan strategi peningkatan implementasi link & match dan

(26)

14

DAFTAR PUSTAKA

Antara. 2008. Erman Suparno: Pentingnya Job Fair di Saat Krisis. (http://

indonesiabergerak.antara.co.id/news/?i=1229072346, diakses 30

Januari 2009).

Bender, Keith A. dan Heywood, John S. 2006. Educational Mismatch among Ph.D.s: Determinants and Consequences. Working Paper No. 12693. National Bureau of Economic Research (http://www. nber.org/papers/w12693, diakses 11 Februari 2009).

Boudabart, B dan Chernof , V. 2009. The Determinants of Education-Job Match among Canadian University Graduates. Discussion Paper No. 4513 October 2009. IZA.

Farooq, S; Javid, A; Ahmed U; Khan, M. J. (2009). Educational and Qualii cational Mismatches: Non-Monetary Consequences in Pakistan. European Journal of Social Sciences – Volume 9, Number 2.

HAM/DAY. 2009. Penganggur Terdidik 4,5 Juta. Kompas 16 Februari.

Irwandi. Distribusi Mahasiswa berdasarkan Bidang Studi, Tingginya Angka Pengangguran Sarjana. 16 Februari 2008. (http://www. dikti.go.id, diakses 4 Februari 2009).

Isfenti, Sadila. Tantangan dan Peluang Sumber Daya Manusia di Era Globalisasi. (http://digilib.usu.ac.id/download/fe/manajemen-isfanti.html, diakses 30 Januari 2009)

Koban, Antonius Wiwan. 2008. Mengurangi Pengangguran Terdidik. Harian Jurnal Nasional 16 September 2008.

Kuncoro, Mudrajad. 2008. Strategi penyelamatan Sektor riil. Harian Seputar Indonesia, 24 Desember 2008

Link & match.indd 14

(27)

Münich, D and Svejnar, J. 2009. “Unemployment and Worker-Firm Matching: Theory and Evidence from East and West Europe”. Policy Research Working Paper, No 4810. The World Bank Development Economics Department Research Support Unit January 2009 (http://www.cepr.org/meets/wkcn/4/4561/papers/Svejnar.pdf, diakses 15 November 2009)

Nordin, Martin et al, 2008. Education-Occupation Mismatch: Is There an Income Penalty? IZA Discussion Paper No. 3806 October 2008

ELN/WKM. 2008. Perguruan Tinggi Menjadi Sumber Pengangguran. 16 Februari (http://www.dikti.go.id, diakses 4 Februari 2009).

Sampoerna Foundation. Link-Match Pendidikan dan Kebutuhan Sektor Bisnis : 1st Public-Private Partnership Discussion Series. (http://www.sampoernafoundation.org/content/ view/ 882/342/ lang,id/, diakses 30 Januari 2009).

Sgobbi, F and Suleman, F (2009) A methodological contribution to the measurement of skill (mis)match. A draft will be presented and discussed at the Decowe Conference: Ljubljana, Slovenia, 24-25 September 2009. (http://www.decowe.com/static/ uploadedhtmlarea/ files/A_methodological_contribution_to_the_measurement_of_ skill_mismatch.pdf. Diakses 27 januari 2010).

Suara Karya. 2008. Paradigma Baru Ketenagakerjan : Penyediaan Tenaga Kerja Didasarkan pada Pendidikan. 5 Maret.

__________. 2008. 70 Persen Angkatan Kerja Tak Mampu Penuhi Kualii kasi Lowongan, 18 Maret

(28)

16

Link & match.indd 16

(29)

BAB 2

KENDALA DAN REALISASI KEBIJAKAN

LINK AND MATCH

DUNIA PENDIDIKAN DAN

INDUSTRI SEBAGAI UPAYA PENINGKATAN

DAYA SAING INDUSTRI

Inne Dwiastuti & Bahtiar Rifai

Pendahuluan

Perkembangan dunia pendidikan saat ini sedang memasuki era yang ditandai dengan gencarnya inovasi teknologi, sehingga menuntut adanya penyesuaian sistem pendidikan yang selaras dengan tuntutan dunia kerja. Pendidikan harus mencerminkan proses memanusiakan manusia dalam arti mengaktualisasikan semua potensi yang dimilikinya menjadi kemampuan yang dapat dimanfaatkan dalam kehidupan sehari-hari di masyarakat luas. Tingkat keberhasilan pembangunan nasional Indonesia di segala bidang akan sangat bergantung pada sumber daya manusia sebagai aset bangsa dalam mengoptimalkan dan memaksimalkan perkembangan seluruh sumber daya manusia yang dimiliki. Upaya tersebut dapat dilakukan dan ditempuh melalui pendidikan, baik melalui jalur pendidikan formal maupun jalur pendidikan non formal. Seperti telah dijelaskan pada Bab

pengantar di muka, bahwa program Link and Match yang pertama kali

(30)

18

dunia industri masih tetap terjadi yang antara lain ditunjukkan oleh semakin meningkatnya jumlah penganggur berpendidikan. Untuk itu, Bab ini akan mengemukakan tentang kendala yang dihadapi

dalam mengimplementasikan program link and match di dua daerah

penelitian Batam (Kepri) dan Banten, dan juga berbagai upaya yang telah dilakukan khususnya dari sisi dunia pendidikan dalam mengimplementasikan program tersebut. Selanjutnya, tulisan ini juga mengungkapkan kesenjangan yang terjadi antara ketersediaan tenaga kerja dengan kebutuhan industri yang digambarkan melalui hasil survey terhadap 164 responden pekerja dengan latar belakang pendidikan tinggi (D1 ke atas) dari beberapa industri terpilih di dua daerah penelitian.

Kendala yang dihadapi dalam Aplikasi Kebijakan Link

and Match di daerah penellitian

Berdasarkan pengamatan dan wawancara mendalam yang dilakukan terhadap beberapa narasumber di dua daerah penelitian,

kendala yang dihadapi dalam mengaplikasikan program Link & Match

dapat diklasii kasikan pada uraian berikut.

Di Batam (Kepri)

Istilah Link-Match tidakcukup populer bagi beberapa perusahaan

dari industri terpilih. Aplikasi program Link-Match nampaknya di Batam

belum optimal karena terdapat beberapa permasalahan. Pertama,

masalah keterbatasan infrastruktur belajar mengajar. Keterbatasan fasilitas praktikum yang tersedia di laboratorium, pembangunan infrastruktur penunjang aplikasi dan proses belajar yang belum mencukupi terutama dikarenakan adanya kendala dana yang tersedia. Kedua, masalah kompetensi dari sdm di Batam. Kualii kasi kompetensi yang dibutuhkan oleh dunia usaha lebih tinggi daripada yang mampu disediakan oleh dunia pendidikan. Hal ini terutama diakibatkan oleh

Link & match.indd 18

(31)

perubahan dan perkembangan industri yang jauh lebih cepat dan berkembang, sementara orientasi pendidikan tidak mudah melakukan penyesuaian terlebih dalam waktu yang singkat. Dicontohkan antara lain, perubahan tuntutan ketrampilan/keahlian tukang las misalnya. Pengajaran masih menggunakan bahan ajar dengan peralatan yang konvensional, padahal di dunia kerja sekitarnya sudah menggunakan

perlatan kerja yang sangat modern. Ketiga, masalah kurikulum

pendi-dikan. Kurikulum nasional kurang sesuai dengan kondisi daerah/kon-disi lokal. Belum ada panduan nasional yang berfungsi untuk menjadi pedoman pengembangan kurikulum sehingga mengakibatkan pen-gembangan kurikulum di daerah menjadi stagnan. Selain itu kurang-nya interaksi antara dunia pendidikan dan industri, mengakibatkan kebutuhan perusahaan tidak dapat diakomodir oleh dinas pendi-dikan setempat pada saat penyusunan kurikulum dilakukan. Hal ini mengakibatkan kurikulum yang ada relatif kurang mengimbangi per-kembangan maupun kebutuhan dunia kerja, akibatnya tenaga kerja yang dihasilkan tidak siap pakai. Namun demikian, di daerah peneli-tian Batam, khususnya, pengembangan kurikulum langsung dilaku-kan oleh sekolah bersama wakil masyarakat daerah tersebut, tanpa dukungan dari pemerintah pusat maupun industri secara langsung.

Keempat, kurangnya koordinasi diantara stakeholders terkait. Walau-pun sudah terjadi hubungan antara dunia industri, tenaga kerja dan dinas pendidikan, namun belum ada koordinasi antara dinas industri, dinas tenaga kerja, dan dinas pendidikan maupun institusi industri.

Kelima, belum ada pemetaan yang jelas dan pasti, berapa dan seperti apa tenaga kerja yang dibutuhkan dunia industri. Mayoritas industri di Batam merupakan industri perakitan sehingga tenaga kerja yang lebih dibutuhkan adalah sebatas operator yang cukup hanya

tama-tan smU, dan belum memiliki keahlian khusus (skilled-labour). Disisi

lain, perekonomian Batam telah mengarah kepada pariwisata mela-lui perdagangan umum, namun tenaga untuk hal ini juga belum siap.

(32)

20

tidak memiliki keahlian yang sesuai dengan latar belakang

pendidi-kannya. Ketujuh, lulusan SMK masih banyak yang bekerja di luar

bi-dangnya (sebanyak 50 persen) akibat keterbatasan lahan kerja yang sesuai dengan bidangnya, dan keengganan mereka untuk diberikan pekerjaan yang sama dengan lulusan SMU bekerja sebagai operator.

Mereka menuntut untuk paling tidak diposisikan menjadi supervisor,

padahal lowongan pekerjaan yang ada kebanyakan hanyalah menjadi operator. Selain itu, jenis SMK yang dibangun belum banyak mengacu pada jenis perusahaan yang berdiri di Batam.

Di Banten

Penerapan kebijakan program link & match di Banten juga belum

optimal, karena terdapat beberapa kendala. Pertama, masalah

oversupply mahasiswa pada jurusan yang lapangan pekerjaannya sedikit. Misalnya di Fakultas ekonomi, Fakultas Teknik Industri, Fakultas Pertanian, dan Fakultas Pendidikan (matematika dan biologi)

di Universitas Tirtayasa (UNTIRTA) mengalami oversupply mahasiswa.

Fenomena yang terjadi adalah justru bidang/jurusan yang masih diperlukan, peminatnya hanya sedikit. Misalnya: Fakultas Metalurgi mengalami kekurangan mahasiswa, padahal banyak tersedia lapangan pekerjaan di industri sekitar bagi para lulusan Fakultas Metalurgi.

Untuk mengurangi masalah oversupply pada beberapa jurusan favorit

dilakukan dengan menekan kuota penerimaan mahasiswa pada jurusan favorit tersebut dan menambah kuota penerimaan mahasiswa pada jurusan yang kurang diminati. Akan tetapi langkah ini kurang efektif, karena walaupun kuota mahasiswanya sudah ditambah, tetap saja

Fakultas Metalurgi mengalami kekurangan mahasiswa. Kedua, masih

tingginya kesenjangan antara kemampuan calon tenaga kerja dengan

keahlian yang ditawarkan pada lowongan kerja. Ketiga, masih kurang

memadainya fasilitas laboratorium di universitas, sehingga tidak

mampu mengejar kecanggihan alat-alat di dunia industri. Keempat

Link & match.indd 20

(33)

kurangnya koordinasi antara pihak industri, lembaga pendidikan, dan dinas tenaga kerja. Wajib lapor perusahaan kepada Disnakertrans kurang direspon secara baik, sehingga dinas setempat kesulitan dalam

melakukan Setting Program terutama menyangkut lowongan yang

dibutuhkan. Bursa kerja khusus yang dilakukan lembaga pendidikan juga tidak berkoordinasi dengan Disnakertrans. Padahal, pelatihan yang diselenggarakan Disnaker selama ini konon telah mengacu pada kurikulum sesuai kebutuhan perusahaan yang telah memberikan jaminan untuk dapat diterima kerja di perusahaan yang bersangkutan disertai dengan syarat magang bagi minimal lulusan SMU/SMK.

Sebelum menggambarkan upaya atau strategi dalam menerapkan

program Link and Match, penulis sajikan ulasan khusus tentang

kurikulum pendidikan tinggi sebagai acuan dalam menganalisa upaya yang dilakukan beberapa kasus institusi pendidikan di kedua daerah penelitian.

Orientasi Kurikulum Pendidikan Tinggi

Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraaan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu (Rusman, 2009:3). Sementara itu menurut Saylor, Alexander dan Lewis (1974, dalam Rusman, 2009) menerjemahkan kurikulum sebagai segala upaya sekolah untuk mempengaruhi siswa agar dapat belajar, baik dalam ruangan kelas maupun diluar sekolah. Dilain pihak, Harold B. Alberty (1965 dalam Rusman, 2009) memandang kurikulum sebagai semua kegiatan yang diberikan kepada siswa di bawah tanggungjawab sekolah.

(34)

22

Rusman, 2009). Menurut Saylor dan Alexander isi kurikulum adalah fakta, observasi, presepsi, ketajaman, sensibilitas, desain, dan solusi yang tergambarkan dari apa yang dipikirkan seseorang yang secara keseluruhan diperoleh dari pengamalan dan semua itu merupakan komponen yang menyusun pikiran yang mereorganisasi dan menyusun kembali hasil pengalaman tersebut ke dalam adat dan pengetahuan, ide, konsep, generalisasi, prinsip, rencana dan solusi. Dalam pandangan Zais (1976, dalam Rusman, 2009) isi kurikulum mencakup pengetahuan proses dan nilai. Hal ini dikuatkan melalui pertimbangan saat menyeleksi/menyusun kurikulum : 1) Kesadaran terhadap kedudukan pengetahuan dalam diri seseorang; 2). Kesadaran dari potensi pengetahuan yang melandasi isi (pembelajar dan pengalaman). Menurut Dewey (1996, dalam Rusman, 2009), Isi didei niskan sebagai pencatatan dan pengetahuan (simbol, grai k, rekaman suara) yang terpisah dari potensinya untuk berinteraksi dengan lingkungan masyarakat. Lalu pengetahuan diterjemahkan sebagai pertambahan dan pendalaman arti.

Isi kurikulum merupakan hal yang paling mendasar dan

esensial dari rangkaian kurikulum, dimana terbagi dari dua hal

utama:

a) Bersifat umum

Diaplikasikan kepada seluruh siswa, yang berfungsi penguatan proses interaksi dan pengembangan tingkat berpikir, mengasah perasaan dan berbagi pendekatan untuk dapat saling memahami, serta posisi siswa dalam lingkungan sekolah dan kehidupan sehari-hari.

b) Bersifat khusus

Diaplikasikan untuk program-program tertentu, disesuaikan berdasar kebutuhan berbeda atau mempunyai kemampuan

Link & match.indd 22

(35)

istimewa (lebih) dibanding siswa lainnya untuk mengaktualisasikan seluruh potensi yang dimilikinya.

Manajemen Kurikulum

Manajemen kurikulum didei nisikan sebagai suatu sistem pengelolaan kurikulum yang kooperatif, komprehensif, sistemik dan sistematik dalam rangka mewujudkan ketercapaian tujuan kurikukum (Rusman, 2009:3). Dalam pelaksanaanya, manajemen kurikulum harus dikembangkan sesuai dengan konteks Manajemen Berbasis Sekolah (MBS) dan Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan (KTSP). Pelaksanaan manajemen kurikulum diberikan kepada lembaga pendidikan atau sekolah untuk mengelola kurikulumnya secara mandiri dengan memprioritaskan kebutuhan dan ketercapaian sasaran visi dan misi lembaga pendidikan atau sekolah yang bersangkutan dengan tidak mengabaikan kebijakan nasional yang telah ditetapkan. Dengan kata lain, kebijakan nasional berfungsi sebagai pedoman utama dalam menyusun, menetapkan dan mengembangkan kurikulum yang selanjutnya disesuaikan dengan kebutuhan masing-masing institusi pendidikan tersebut. Hal ini dimaksudkan agar masing-masing institusi pendidikan dapat berkembang sesuai dengan karakteristik masing-masing melalui spesialisasi pada bidangnya yang didukung dengan sumber daya sesuai kebutuhannya.

Fungsi utama dari manajemen kurikulum (Rusman, 2009:5) adalah:

a) Meningkatkan ei siensi pemanfaatan sumber daya kurikulum.

b) Meningkatkan keadilan (equity) dan kesempatan kepada siswa

untuk mencapai hasil yang maksimal.

c) Meningkatkan relevansi dan efektivitas pembelajaran sesuai dengan kebutuhan peserta didik maupun lingkungan sekitar peserta didik.

(36)

24

e) Meningkatkan partisipasi masyarakat untuk membantu mengem-bangkan kurikulum.

Implementasi Kurikulum

Terdapat beberapa hal yang berpengaruh dalam implementasi kurikulum seperti: karakteristik kurikulum, strategi implementasi, karakteristik penilaian, pengetahuan pengajar tentang kurikulum, sikap terhadap kurikulum, dan ketrampilan mengarahkan (Hasan, 1984, dalam Rusman, 2009:74). Selanjutnya, dukungan dari pimpinan instansi, dukungan dari rekan pengajar, dan dukungan dari dalam diri pengajar merupakan unsur utama dalam mengimplementasikan kurikulum (Mars 2002 dalam Rusman 2009).

Implementasi kurikulum seharusnya dapat mendorong pengembangan kreativitas dari penyerapan materi sehingga secara langsung membuktikan adanya penguasaan materi. Hal utama yang harus diperhatikan adalah peserta didik sebagai subyek pembelajaran sehingga komunikasi multiarah mutlak diperlukan. Harapannya adalah subyek pembelajaran mampu memahami objek, menganalisis, dan merekonstruksi agar mampu membentuk pengetahuan baru (Rusman, 2009:75). Dengan kata lain, implementasi kurikulum mampu membentuk inovasi dan kreativitas siswa sehingga dapat mengembangkan ilmu pengetahuan yang diperoleh sebelumnya (sebagai dasar pengembangan).

Nana Syaodih (2001, dalam Rusman, 2009) melengkapi analisis implementasi kurikulum dengan menempatkan faktor pengajar sebagai kunci utama pelaksanaan kurikulum. Diperlukan pengajar yang memiliki kemampuan, semangat, kreativitas, inovasi dan dedikasi yang tinggi yang mampu mengimplementasikan kurikulum secara optimal. Faktor sarana dan prasarana, biaya, organisasi, lingkungan berfungsi sebagai pendukung dari hal tersebut. Artinya, bahwa meski kurikulum dan faktor pendukung relatif sederhana namun bila pengajar memiliki hal tersebut diatas, maka justru dapat mengubah

Link & match.indd 24

(37)

kesederhanaan dan keterbatasan faktor-faktor tersebut menjadi kekuatan dalam pelaksanaan proses pembelajaran.

Rusman (2009) memandang bahwa terdapat beberapa sumber daya pendukung keberhasilan pelaksanaan kurikulum seperti :

a) Manajemen Institusi Pendidikan

Kemampuan mengelola berbagai hal (bersifat administrasi, teknis, keuangan maupun akademik) secara ei sien dan efektif sehingga mendukung proses pembelajaran.

b) Pemanfaatan Sumber Belajar

Bagaimana mengelola berbagai sumber-sumber belajar seperti: pesan (informasi); orang/manusia yang menyampaikan informasi (pengajar, tokoh/aktor maupun siswa); bahan/material; peralatan; teknik/metode; hingga lingkungan dalam mendukung proses belajar mengajar.

c) Penggunaan Media Pembelajaran

Bagaimana mengoptimalkan penggunaan media visual, cetak maupun elektronik dalam menyampaikan informasi yang dibutuhkan dalam memproses belajar dan mengajar.

d) Penggunaan Strategi dan Model-model Pembelajaran

Bagaimana memilih strategi pembelajaran sesuai dengan kebutuhan secara efektif sehingga menghasilkan kualitas pendidikan yang optimal.

e) Kualitas Kinerja Pengajar

f ) Monitoring Pelaksanaan Kurikulum (Pembelajaran)

(38)

26

a) Produktivitas,

Hasil yang akan diperoleh dalam kegiatan kurikulum merupakan aspek yang harus dipertimbangkan dalam manajemen kurikulum.

b) Demokratisasi

Pelaksanaan manajemen kurikulum harus berasaskan demokrasi yang menempatkan pengelola, pelaksana dan subjek didik pada posisi yang seharusnya dalam melaksanakan tugas dengan penuh tanggungjawab untuk mencapai tujuan kurikulum.

c) Kooperatif

Untuk memperoleh hasil yang diharapkan dalam kegiatan manajemen kurikulum perlu adanya kerjasama yang positif dari berbagai pihak yang terlibat.

d) Efektivitas dan ei siensi

Rangkaian kegiatan manajemen kurikulum harus memper-timbangkan efektivitas dan ei siensi untuk mencapai tujuan kurikulum dalam aspek biaya, tenaga dan waktu.

e) Mengarahkan visi, misi dan tujuan yang ditetapkan dalam kurikulum.

Realisasi Implementasi Link-Match dunia Pendidikan

dan Industri di Batam dan Banten

Mengacu pada informasi yang diperoleh melalui wawancara dengan para narasumber dari dinas pendidikan di dua daerah penelitian, mengesankan bahwa pemerintah daerah tidak dapat mencampuri kebijakan pendidikan tinggi setempat. Seperti telah disebutkan sebelumnya, kasus Disdiknas Banten misalnya, penjabat yang mengurusi pendidikan tinggi adalah kepala seksi pada esselon empat, sementara ketua penyekenggara pendidikan tinggi sudah

Link & match.indd 26

(39)

menduduki esselon dua. Di sisi lain, kurikulum nasional dipandang kurang sesuai dengan kondisi daerah/kondisi lokal. Perusahaan memberikan masukan kepada dunia pendidikan untuk memasukkan hal-hal khusus yang bersifat praktis sesuai dengan kebutuhan industri. Sementara itu, seorang narasumber dari pihak industri menyatakan bahwa sampai saat ini pengajaran di perguruan tinggi masih terfokus pada pengembangan ilmu yang bersifat teoritis, dan kurang aplikatif. Inilah yang menjadi kunci permasalahan, mengapa lulusan perguruan tinggi tidak dapat mengisi kekosongan lowongan kerja yang tersedia. Pelatihan atau pendidikan tambahanpun nampaknya masih perlu disediakan oleh perusahaan, bila perusahaan ingin meningkatkan kompetensi pekerjanya yang lebih pas dengan kebutuhan jenis pekerjaan/posisi kerja bagi karyawan/pekerja bersangkutan (akan dijelaskan pada uraian selanjutnya).

Baik di daerah penelitian Kepri maupun Banten pemerintah daerah mulai secara serius menggarap politeknik dengan jurusan yang beragam dan lebih menyesuaikan kebutuhan tenaga kerja dan pengembangan ekonomi daerah yang bersangkutan. Kepri dengan mengembangkan Politeknik yang ada ditambahkan untuk jurusan maritim terutama untuk distribusi barang dan jasa. Langkah ini ditunjukkan dengan mengaktifkan kembali politeknik yang telah dilebur kedalam perguruan tinggi yang berorientasi akademik. Politeknik Batam yang telah diubah menjadi Universitas Maritim Raja Ali Haji (UMRAH) pada 2007 yang lalu, akhirnya diaktifkan kembali sebagai perguruan tinggi berorientasi vokasi yang mandiri. Bahkan, sesuai dengan program pemerintah yang mulai menaruh perhatian tinggi terhadap pendidikan vokasi, statusnya akan ditingkatkan, dari perguruan tinggi swasta (PTS) menjadi Badan hukum Pendidikan milik Pemerintah (BHPP), perguruan tinggi negeri (PTN) versi baru.

Bagi provinsi Kepulauan Riau (Kepri) yang memiliki tiga daerah

berstatus Free Trade Zone (FTZ), yaitu Batam, Bintan, dan Karimun (BBK),

(40)

28

upayanya menyediakan tenaga kerja terampil di BBK. Diyakini, tenaga kerja terampil yang dididik di daerah investasi tentu akan memiliki daya tahan kerja lebih tinggi (ditunjukkan dengan rendahnya tingkat

turn over pekerja). Keyakinan ini akan semakin tinggi bila peserta didik atau calon tenaga terampilnya adalah sdm unggulan yang diberi beasiswa oleh pemerintah daerah. Keberadaan BHPP Politeknik Batam layak menjadi bagian dari promosi bagi para calon investor, yaitu terjaminnya ketersediaan tenaga kerja terampil di lokasi investasi.

Sebagai BHPP, pengembangan Politeknik Batam akan didukung oleh Depdiknas yang semakin peduli terhadap pendidikan vokasi. Peran Depdiknas (pemerintah) bagi investasi dan pengoperasian yang diperlukan BHPP tertulis jelas pada UU BHP. Sebagai BHPP di FTZ, Politeknik Batam harus mampu mengembangkan diri agar dapat menghasilkan tenaga kerja dengan berbagai jenis keterampilan guna memenuhi kebutuhan industri. Kedua variabel di atas akan menjadi dasar yang kuat bagi pengembangan BHPP Politeknik Batam di masa mendatang.

Politeknik Batam, merupakan satu-satunya Politeknik di kota Batam, diresmikan oleh Mendiknas RI berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan Nasional Bulan Oktober No. 235/D/O/2000 dengan membuka tiga program studi yang memiliki tingkat kebutuhan tertinggi di kawasan industri Batam yaitu Akuntansi, Teknik Elektro dan Teknik Informatika. Ketiga Program Studi yang dimiliki Politeknik Batam telah mendapatkan akreditasi “B” dari Badan Akreditasi Nasional perguruan Tinggi (BANPT) pada tahun 2003, dan sertii kasi ISO 9001-2000 untuk Quality Manajemen System pada tahun 2006. Politeknik Batam berada dibawah Yayasan Pendidikan Batam yang terdiri dari dari Pemerintah Kota Batam, Otorita Batam, Universitas Riau dan Institut Teknologi Bandung.

Sementara itu, Banten khususnya di Serang, direncanakan pembangunan Politeknik bekerja sama dengan Universitas Negeri

Link & match.indd 28

(41)

setempat (UNTIRTA) dengan jurusan/ bidang studi kargo, akuntansi, kimia dan transportasi yang dianggap merupakan bidang studi yang saat ini lebih sesuai dengan kebutuhan usaha/industri dan pengembangan daerah setempat.

Beberapa kebijakan lokal yang telah dilakukan baik di daerah penelitian

Banten maupun Kepri dalam mengimplementasikan program Link and

Match dari sisi pendidikan dapat dikelompokkkan menjadi empat aspek yaitu, pengembangan kurikulum, pengembangan kapasitas institusi, pengembangan pengetahuan (knowledge), dan pengembangan skill SDM. Gambaran ini diperoleh terutama berdasarkan kajian terhadap empat lembaga perguruan tinggi (masing-masing diwakili oleh Poltek Batam dan UIB di Batam, UNTIRTA dan Poltek Piksi di Banten, serta BBLKI di Banten.

Pengembangan Kurikulum

Dalam pengembangan kurikulum, terdapat beberapa strategi

yang diimplementasikan untuk mendukung keterkaitan (link and

(42)

30

Tidak hanya dengan membuka kelas/jurusan khusus, namun kurikulum dapat diimplementasi dengan mengubah (merekonstruksi ulang) isi dari kurikulum itu sendiri. Dengan kata lain, tidak harus dengan mengubah struktur kurikulum (umum dan khusus) namun fokus kepada isi yang disesuaikan dengan kebutuhan. Dapat dicontohkan peningkatan aplikasi software visual basic ke fox pro di Poltek Piksi Serang demi mengakomodasi kebutuhan teknologi yang berkembang demikian

pesat. Sementara di Batam, UIB melakukan technical assistance dengan

Universitas Indonesia, maupun dengan benchmarking melalui studi

banding untuk melengkapinya. Hal ini dimaksudkan untuk mengikuti perkembangan kompetisi pendidikan yang semakin ketat, berbagai hal positif dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan kurikulum sesuai kebutuhan pasar maupun institusi tersebut.

Lebih jauh, hal tersebut dapat direalisasikan dalam bidang ajar yang disesuaikan dengan perkembangan nasional. Misalnya, perkembangan syariah dimanifestasikan dengan pengembangan jurusan ekonomi syariah di fakultas ekonomi Untirta. Pembukaan bidang ajar nampaknya cukup fl eksibel sebagai salah satu bentuk respon positif atas dinamika dunia pendidikan dan dunia bisnis.

Terakhir, adanya pelibatan dunia industri dalam penyusunan kurikulum akademik di tingkat perguruan tinggi. Salah satu bentuk aplikasi ini adalah adanya peran aktif dari institusi perguruan tinggi untuk melakukan kerjasama dalam menyesuaikan kebutuhan dunia industri guna melengkapi kurikulum dasar yang telah disusun sebelumnya. Hal tersebut telah dilakukan Universitas International Batam (UIB) misalnya, dengan melakukan survei secara berkala (selama 2 tahun) sebelum menyusun kurikulum. Model ini sangat bermanfaat sebagai pelengkap dan penunjang dari kurikulum dasar yang telah disusun sekaligus menyesuaikan berbagai perubahan di dalam dunia industri. Artinya, bahwa beberapa perguruan tinggi telah berupaya untuk bersaing dengan dinamika dunia industri dengan membekali peserta didiknya melalui kurikulum tambahan, sehingga mampu menghasilkan lulusan

Link & match.indd 30

(43)

yang siap bekerja sesuai dengan kebutuhan industri.

Dalam implementasi sistem pendidikan nasional, pengembangan dan manajemen kurikulum diserahkan kepada masing-masing institusi pendidikan melalui tim yang dibentuk di dalam institusi tersebut (wawancara dengan Dinas Pendidikan Batam, 2009). Tim yang terbentuk tersebut dapat terdiri atas pengajar institusi (utama), atau dapat melibatkan tokoh masyarakat dan pakar kurikulum (bersifat tentative/insidental). Selanjutnya kurikulum tersebut diuji di tingkat Dinas Pendidikan setempat dan dilakukan supervisi oleh pengawas setempat secara regular. Salah satu pertimbangan mendasar adanya otonomi kurikulum adalah keseragaman merupakan hal yang tidak lazim untuk diterapkan pada masa sekarang (Zais, 1976, dalam Rusman, 2009). Justru keragaman isi kurikulum merupakan sarana mengakomodasi tuntutan perkembangan global, sehingga dunia pendidikan dapat lebih dinamis. Dari empat kasus pendidikan tinggi di dua daerah penelitian terindikasikan bahwa pihak pendidikan tinggi itu sendiri lah yang harus lebih aktif dan kreatif mengembangkan muatan kurikulum sesuai dengan kebutuhan pasar kerja.

Pengembangan Institusi Pendidikan

Seperti diuraikan di bagian sebelumnya, bahwa terdapat beberapa faktor yang mendukung implementasi kurikulum, baik dari manajemen institusi hingga monitoring pelaksanaan kurikulum. Sebagai salah satu bentuk aplikasi kurikulum adalah bagaimana keterkaitan dunia industri dengan dunia pendidikan khususnya dalam pengembangan kapasitas institusi. Dalam realitas dilapangan

beberapa hal tersebut terwujud dalam: pertama, kerjasama dukungan

(44)

32

(Poltek) Piksi di Serang, sementara di Serpong hal tersebut diwujudkan dalam pembangunan Poltek bekerjasama dengan Siemens. Di Batam hal tersebut telah lama terwujud dalam pembangunan Politeknik Batam sebagai manifestasi kerjasama Otorita Batam, Pemerintah Kota Batam, Universitas Riau, ITB maupun Mc. Dermont.

Kedua, pengembangan institusi diaplikasikan dalam membentuk forum komunikasi khusus dunia industri dan pendidikan seperti

pera-nan industri sekitar di Banten terhadap think-tankBalaiBesarLatihan

Kerja Industri (BBLKI). Lebih jauh, strategi yang diterapkan oleh BBL-KI adalah melakukan kerjasama dengan negara Austria dengan men-dapatkan bantuan teknis yang sangat membantu dalam mengasah ketrampilan dan keahlian para calon tenaga kerja maupun para kar-yawan. Sebagai gambaran, pelatihan di BBLKI tidak dikenakan biaya dimana sumber pendanaanya berasal dari DIPA. Namun, akibat keter-batasan anggaran ini, maka tidak semua calon peserta dapat diterima mengikuti pelatihan. Di institusi ini tidak hanya calon tenaga kerja

saja (fresh graduate) yang terlibat, tapi juga cukup banyak karyawan

dari perusahaan yang ditempatkan untuk mengikuti pelatihan. Sering-kali, perusahaan swasta yang bersangkutan tidak berkontribusi dalam pengembangan BBLKI walaupun mereka menitipkan karyawannya dalam pelatihan tersebut.

Selanjutnya, guna mewujudkan visi dan misi dinas pendidikan bahwa pendidikan berkualitas untuk seluruh pihak tanpa harus terkendala waktu, biaya maupun sarana maka program beasiswa dari pihak swasta turut mendukung proses implementasi pendidikan di Indonesia. Beberapa realisasinya terwujud atas dukungan beberapa perusahaan (misalnya Krakatau Steel dan Indah Kiat) yang memberikan bantuan beasiswa kepada mahasiswa baik di perguruan tinggi setempat (misalnya Poltek Piksi maupun Untirta) maupun di perguruan tinggi lainnya di luar Banten, dan juga dapat berupa ikatan dinas. Salah satu hal yang cukup menguntungkan dari adanya ikatan dinas adalah adanya kepastian jaminan pekerjaan setelah lulus

Link & match.indd 32

(45)

bagi mahasiswa untuk bekerja di perusahaan yang bersangkutan. Di lain pihak bagi perusahaan menjadi relatif ei sien karena dapat mendapatkan calon tenaga kerja yang terbaik dengan mengikuti perkembangan pendidikannya.

Hal senada juga diimplementasikan perusahaan Mc. Dermont dan Schneider kepada siswa SMK yang berprestasi dalam program beasis-wa ikatan dinas di Batam. Terdapat kurang lebih 20 sisbeasis-wa berprestasi yang dibina dalam kelas khusus yang setelah lulus wajib bekerja di kedua perusahaan tersebut.

Pengembangan Pengetahuan

Pengembangan Pengetahuan (knowledge) menjadi hal yang

sangat esensial dalam mendukung implementasi kurikulum, yakni obyek dari kurikulum tersebut. Artinya pengetahuan sebagai target dari kurikulum untuk diimplementasikan kepada peserta didik. Hal ini dapat diartikan bahwa penguasaan pengetahuan menjadi salah satu indikator keberhasilan implementasi kurikulum. Beberapa strategi untuk meningkatkan pengetahuan adalah dengan melibatkan dosen tamu yang dapat berasal dari para praktisi maupun pakar dan peneliti dibidangnya. Hal tersebut diimplementasikan di wilayah Banten mau-pun Batam, seperti sebagian pengajar Poltek Piksi merupakan praktisi informatika dari Perusahaan Krakatau Steel. Demikian pula Politeknik Batam dan UIB yang mendatangkan para pakar industri yang berada di Batam sebagai dosen tamu.

(46)

34

Ketiga, melakukan kuliah umum dengan nara sumber yang berasal dari para pengusaha sukses dan ternama. Harapannya hal ini mau memberikan gambaran perkembangan dan dinamika dunia usaha di lingkungan perguruan tinggi. Secara langsung updating informasi dapat diperoleh bagi para peserta didik maupun pengajarnya.

Terakhir, dengan membangun pusat pengembangan akademis, dimana para pengajar dapat mengembangkan kemampuan akademis maupun non akademis (khususnya perkembangan isu-isu nasional maupun global). Berbagai riset, seminar, lokakarya, asistensi maupun

coaching dapat dilakukan melalui media ini. Wujud riilnya adalah Aplikasi Academic Centre untuk dosen UIB di Batam.

Pengembangan Keterampilan (Skill) Sumber Daya

Manusia (SDM)

Dalam aspek yang lain, kurikulum diharapkan mampu mengembangkan keahlian para lulusan perguruan tinggi. Keterkaitan kurikulum dunia pendidikan dan industri diimplementasikan dalam membentuk Balai Besar Latihan Kerja Industri guna meningkatkan keahlian baik bagi calon tenaga kerja maupun para karyawan yang telah berkerja. Hal ini telah diimplementasikan di Banten, dengan durasi pelatihan selama 3 bulan. BBLKI ini merupakan wujud kerjasama antara Depnakertrans, swasta dan BUMN. Tidak sedikit MoU telah terjalin antara BBLKI dan BUMN maupun swasta, khususnya dalam rangka memberikan training kepada karyawannya. Selain itu, Politeknik Batam juga membuka sertii kasi dan pelatihan kepada khalayak umum untuk mengasah kemampuannya melalui kelas-kelas khusus, seperti kelas welding, aplikasi cisco, Sertii kasi Profesi Telematika melalui tempat Tempat Uji Kompetensi (TUK), mekatronika, maupun akuntansi yang diakui dengan melibatkan para penguji dari akademisi maupun praktisi industri.

Link & match.indd 34

(47)

Strategi selanjutnya adalah mengembangkan program magang di dunia industri. Program magang ini dapat terwujud setelah pihak perguruan tinggi melakukan pendekatan kepada dunia industri. Arti-nya bahwa inisiatif perguruan tinggi berperan sentral dalam mendu-kung program magang tersebut. Program magang ini telah terealisasi dalam bentuk forum jejaring magang antara Poltek Piksi dengan PT Indah Kiat maupun Krakatau Steel selama 6 bulan mengingat pro-gram yang dikembangkan Poltek Piksi adalah akademisi dengan fokus pada lulusan yang siap kerja. Sementara Untirta telah menjalin pro-gram magang dengan PT. Indah Kiat dengan durasi magang selama 3 bulan. Di wilayah Batam, program magang telah terealisasi antara Mc Dermont dan Schneider dengan SMK I, Pacii c Hotel dengan SMK II Perhotelan, Astra Indonesia dengan SMK Kartini. Di tingkat perguruan tinggi, Politeknik Batam dan UIB telah menjalin kerjasama dalam program magang dengan beberapa perusahaan terkait, khususnya atas spesialisasi bidang yang dimiliki kedua kampus tersebut.

(48)

36

Kesenjangan antara Ketersediaan Tenaga Kerja dengan

Kebutuhan industri serta Kaitannya dengan Daya Saing

Industri

Pengembangan sumber daya manusia (SDM) yang berkualitas tinggi menjadi salah satu kunci bagi keberhasilan pembangunan suatu

negara. Pada tahun 1990, United Nation Development Program (UNDP)

memperkenalkan pengukuran pembangunan manusia yang dikenal

dengan Human Development Index (HDI) yang menggambarkan kualitas

manusia berdasarkan tiga indikator yaitu kesehatan, pendidikan

dan kemampuan ekonomi. Berdasarkan Human Development Report

(HDR) dari UNDP (lihat tabel 2.1), kualitas SDM Indonesia beberapa tahun terakhir relatif rendah dibandingkan dengan Negara-negara ASEAN lainnya. Berdasarkan data UNDP (2006, 2007/2008, 2009), pada tahun 2005, 2006 dan 2007 posisi Indonesia masing-masing berada pada ranking 110, naik ke peringkat 108, kemudian turun ke peringkat 111 dari 182 negara-negara di dunia. Selanjutnya pada tahun 2007 posisi Indonesia turun 3 peringkat dari tahun sebelumnya. Posisi ini masih jauh tertinggal dibandingkan dengan Malaysia yang berhasil menempati ranking 66, Thailand yang berada pada posisi 87, dan Philipina yang menempati ranking 105. Indonesia hanya lebih unggul

dari negara-negara yang tergolong less-developed countries diASEAN

seperti Vietnam (ranking 116), laos (ranking 133), Kamboja (ranking 137), dan Myanmar (ranking 138).

Link & match.indd 36

(49)

Tabel 2.1 Peringkat HDI beberapa Negara di Asia

Negara 2005 2006 2007

Ranking HDI index Ranking HDI index Ranking HDI index

Singapura 25 0,907 25 0,916 23 0,944

Brunei 33 0,66 34 0,871 30 0,920

Malaysia 61 0,796 61 0,805 66 0,829

Thailand 73 0,778 74 0,784 87 0,783

Filipina 84 0,758 84 0,763 105 0,751

Indonesia 110 0,697 108 0,711 111 0,734

Vietnam 108 0,704 109 0,709 116 0,725

Laos 133 0,545 129 0,583 133 0,619

Kamboja 130 0,571 130 0,581 137 0,593

Myanmar 129 0,578 133 0.533 138 0,586

Sementara itu, kualitas SDM yang relatif rendah juga terlihat dari

laporan International Institute for Management Development

(IMD)-World Competitiveness Year Book (2009), dimana produktivitas tenaga kerja Indonesia berada di peringkat 42 dari 57 negara-negara di dunia

yang disurvei11. Hasil survei tahun 2009 ini cukup menggembirakan

karena peringkat daya saing Indonesia naik 9 peringkat dibandingkan tahun 2008 (ranking 51), akan tetapi masih kalah jauh dari Malaysia yang menempati posisi 18 dan Thailand yang berada pada ranking 26. Dalam hal ini produktivitas berkaitan erat dengan kualitas SDM. Berdasarkan catatan IMD, rendahnya kondisi daya saing indonesia, disebabkan oleh buruknya kinerja perekonomian nasional dalam 4 (empat) hal pokok, yaitu: (a) buruknya kinerja perekonomian nasional yang tercermin dalam kinerjanya di perdagangan internasional, investasi, ketenagakerjaan,

11 Dei nisi competitiveness berdasarkan IMD adalah bagaimana suatu negara dan dunia bisnis memaksimalkan

(50)

38

dan stabilitas harga, (b) buruknya ei siensi kelembagaan pemerintahan dalam mengembangkan kebijakan pengelolaan keuangan negara dan kebijakan i skal, pengembangan berbagai peraturan dan perundangan untuk iklim usaha kondusif, lemahnya koordinasi akibat kerangka institusi publik yang masih banyak tumpang tindih, dan kompleksitas struktur sosialnya, (c) lemahnya ei siensi usaha dalam mendorong peningkatan produksi dan inovasi secara bertanggung jawab yang tercermin dari tingkat produktivitasnya yang rendah, pasar tenaga kerja yang belum optimal, akses ke sumberdaya keuangan yang masih rendah, serta praktik dan nilai manajerial yang relatif belum profesional, dan (d) keterbatasan di dalam infrastruktur, baik infrastruktur i sik, teknologi, dan infrastruktur dasar yang berkaitan dengan kebutuhan

masyarakat akan pendidik

an dan kesehatan.

Tabel 2.2 The Global Competitiveness Index: Perbandingan Ranking

2008-2009 dan 2009–2010

Negara 2008-2009 2009-2010

Ranking Ranking

Singapore 5 3

Malaysia 21 24

Brunei Darussalam 39 32

Thailand 34 36

Indonesia 55 54

Vietnam 70 75

Filipina 71 87

Kamboja 110 109

sumber: wef 2009

Link & match.indd 38

Gambar

Tabel 2.1 Peringkat HDI beberapa Negara di Asia
Tabel 2.2 The Global Competitiveness Index: Perbandingan Ranking       2008-2009 dan 2009–2010
Tabel 2.4  Penduduk Berumur 15 tahun + yang bekerja seminggu yang
Gambar 2.1
+7

Referensi

Dokumen terkait

Saat ini keluarga Tn. M sedang berada pada tahap perkembangan dewasa awal dimana anak pertama berusia 22 tahun. M berusaha memberikan kebebasan dan tanggung jawab pada anak –

Pada soal nomor empat mengenai mengaitkan berbagai konsep matematika, terdapat miskonsepsi notasi yang telah peneliti duga sebelumnya, diantaranya mengabaikan tanda

Azas Le Chatelier : Prinsip yang menyatakan bahwa jika dalam suatu sistem kesetimbangan mengalami perubahan konsentrasi, suhu, volume, atau tekanan maka sistem

Pada saat analisis glukosa murni dimasukkan reagn fehling A dan reagen fehling B yang akan dititrasi dengan larutan pati hasil hidrolisis, harus dipanaskan diatas kompor

Tradisi atau kebiasaan, dalam pengertian yang paling sederhana adalah sesuatu yang telah dilakukan untuk sejak lamadan menjadi bagian dari kehidupan suatu kelompok

Dinamika dalam pemekaran di suatu wilayah untuk menjadikan daerahnya menjadi daerah otonom pada dasarnya tidak bertentangan dengan semangat otonomi daerah yang

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa terdapat hubungan linier positif yang kuat antara motivasi dan intensitas penggunaan Line Shopping dengan tingkat kepuasaan

Penyusunan spesifikasi komputer dilakukan dengan menelusuri ruang solusi kombinasi perangkat keras yang dibuat berdasarkan prioritas komponen dan menggunakan fungsi