Semenjak hampir dua dekade yang lalu masalah issu link and
match antara dunia pendidikan tinggi dan industri banyak menjadi perhatian berbagai kalangan. Sudah banyak diskusi, kajian, konsep strategi dan kebijakan yang selanjutnya telah pula diimplementasikan
sebagai upaya untuk memperbaiki keadaan link and match di
Indonesia. Dari beragam aspek substansial yang dibahas akhirnya selalu bermuara pada diperlukannya kerjasama di antara perguruan tinggi, industri, dan pemerintah untuk menagani persoalan terutama dalam hal penyusunan kurikulum dan program magang.
Konsep-konsep kajian dan upaya perbaikan keadaan link
and match melalui praktek kerja atau program magang bagi para mahasiswa perguruan tingi seperti yang dilakukan Jepang dan bahkan disertai dengan memperbanyak pendidikan tinggi vokasi atau kejuruan (politeknik) seperti di Jerman sudah pula dilakukan,
namun kondisi kurang baiknya link and match belum berubah secara
signii kan. Bahkan dengan pertumbuhan cepat angkatan kerja berpendidikan tinggi yang melebihi daya serap/kesempatan kerja,
diperkirakan masalah kurang baiknya link and match tersebut akan
semakin serius dari waktu kewaktu. Semua kebijakan dan upaya yang telah dilakukan tidak ada yang salah, namun efektivitas, intensitas dan konsistensi kebijakan dan upaya perbaikan tersebut masih relatif rendah serta kurang terukur, sehingga sedikit perbaikan yang dicapai akan segera tergulung oleh pertambahan masalah yang lebih besar.
Sebagai contoh, sampai saat terakhir ini jumlah politeknik yang
Link & match.indd 146
ditengarai sukses menyediakan kebutuhan tenaga kerja berpendidikan tinggi sesuai dengan kriteria dunia kerja/industri baru sekitar 154 buah. Padahal untuk Indonesia yang berpenduduk diatas 230 juta jiwa dengan lebih dari 500 daerah kota/kabupaten membutuhkan ribuan politeknik. Tentu saja kecilnya pasokan tenaga kerja yang relatif cocok dengan kriteria dunia industri tidak akan mampu mengurangi masalah
lemahnya link and match tersebut. Sementara program magang atau
praktek kerja dan industri sebagai bapak angkat bagi mahasiswa universitas/akademi umum juga sangat sedikit terlaksana serta tidak konsisten berkelanjutan, sehingga mayoritas lulusannya masih jauh dari
mengenal dunia industri alias tidak match dengan kebutuhan industri.
Dalam pada itu pada dekade terakhir ini telah pula banyak dikembangkan berbagai upaya yang mengarah pada perbaikan
link and match tersebut. Salah satu upaya yang secara substansial cukup maju adalah pengembangan pola interaksi antara perguruan
tinggi-pemerintah-industri yang disebut sebagai konsep triple helix
yang dianggap akan melahirkan inovasi. Persaingan global ekonomi dunia yang memerlukan knowledge sebagai sinergi pengetahuan, kapabilitas, keterampilan, dan pengalaman untuk menghasilkan inovasi. Sebagaimana diuraikan dan dikutip Nani Grace (2009) dari Lunvall (1992), konsep pendekatan sistemik dalam inovasi menjelaskan suatu interaksi yang kompleks diantara aktor dan institusi untuk menciptakan dan mempertukarkan knowledge, dimana hubungan ini menghasilkan sinergi yang berdampak terhadap system inovasi yang dinyatakan dalam suatu Sistem Inovasi Nasional (SIN). Interaksi antar
institusi dalam konsep triple helix memerlukan adanya perluasan peran
perguruan tinggi pada pembangunan ekonomi melalui kemampuan
risetnya. Ada tiga model triple helix; pertama pemerintah mendominasi
suatu hubungan yang didalamnya berada perguruan tinggi dan industri; kedua perguruan tinggi-pemerintah-industri setara terpisah berdiri sendiri-sendiri; ketiga perguruan tinggi-industri-pemerintah saling berpotongan satu sama lainnya dalam interaksinya (Harjanto, 2004 dalam Nani, 2009).
148
Gambar 5.1 Model Triple Helix
Keterangan : OH = Organisasi Hibrida/Gabungan.
Dalam aspek hal hubungan interaksi perguruan tinggi-industri- pemerintah di Indonesia masih cenderung berada pada jenis/tahapan ke dua, dimana masing-masing lebih banyak berjalan sendiri-sendiri.
Oleh karena itu, dalam perpekstif peningkatan link and match antara
dunia perguruan tinggi dengan industri, jenis hubungan seperti ini relatif kurang efektif. Jika pada saatnya seperti di Negara-negara maju
model triple helix ketiga sudah terakomodasi secara menyeluruh/masif,
maka diyakini upaya peningkatan link and match tersebut akan efektif
dan mudah tercapai. Masalahnya seperti dikemukakan sebelumnya,
walau sudah semua kebijakan dan upaya peningkatan link and match
dilakukan dengan benar, namun intensitas, cakupan, dan konsistensi
yang jauh dari memadai menyebabkan kondisi link and match tersebut
belum kunjung membaik bahkan cenderung memburuk.
Menyadari keterbatasan lingkup, kedalaman, sampel penelitian karena limitasi waktu dan sumberdaya lainnya, maka penelitian ini tidak berpretensi dan memang tidak ditujukan untuk bisa memberikan strategi/solusi secara komprehensif dan rinci. Namun demikian, peneli- tian ini dapat memberikan arah dan strategi makro yang diyakini tetap sangat berguna bila diimplementasikan secara benar. Sebagai sebuah
Pemerintah
PTinggi Industri
P.Tinggi Industri Pemerintah
Gambar 1. Gambar 2 Gambar 3.
Link & match.indd 148
strategi, tentulah harus mencerminkan suatu cara yang efektif dan sederhana agar mudah untuk diimplementasikan. Untuk itu diperlukan seleksi masalah/hambatan yang sesungguhnya menjadi induk masalah utama yang melahirkan masalah-masalah turunan lainnya.
Dalam lingkup link and match sebelumya telah dilokalisir beberapa
induk masalah utama yang melahirkan berbagai masalah lainnya yakni,
masalah kurang/tidak adanya kerjasama yang efektif diantara dunia
pendidikan tinggi, pemerintah, dan industri menyangkut aspek-aspek terutama penyusunan kurikulum termasuk magang, pemberdayaan dunia pendidikan tinggi (infrastruktur, SDM, dan riset), tidak adanya
“road map” informasi peta tenaga kerja industri (alokasi kebutuhan dan rencananya spesii kasi jenis dan mutu kompetensi), dan peningkatan
Investasi dunia industri. Masalah di atas terkait dengan ketidak jelasan
payung hukum beserta peraturan pelaksanaan yang rinci tentang penanganan masalah “link and match” dan otoritas institusi yang tegas dan berdaya (kewenangan dan sumberdaya memadai) yang dapat menjamin/mewajibkan/memaksa kerjasama ketiga pihak terkait diatas berjalan efetif, terukur, dan berkelanjutan.
Berdasarkan klassii kasi induk masalah link and match, maka
strategi sederhana yang diperkirakan efektif jika diimplementasikan antara lain:
- Perlu dikaji dan ditata kembali berbagai produk hukum baik Undang-undang, Peraturan Pemerintah, Keputusan/peraturan Presiden, Keputusan/peraturan Menteri, sampai perda-perda
yang mengatur/memayungi aspek link and match antara dunia
pendidikan tinggi dan industri. Dalam hal ini yang terpenting adalah payung hukum beserta SOP tentang kewajiban bekerjasama beserta sangsinya diantara dunia perguruan tinggi, dunia industri (dan assosiasi-assosiasinya), dan pemerintah (daerah dan pusat).
- Perlu ditentukan institusi otoritas link and match (ditunjuk yang
150
mewakili ketiga pihak di atas) seperti program CO-OP yang sudah ada disertai mitranya di daerah secara tegas dalam payung hukum di atas yang dibarengi pemberian “power” sumberdaya (terutama sumberdaya keuangan dan SDM) yang memadai.
- Perlu dirinci uraian tugas pokok dan fungsi Tupoksi) institusi serta mekanisme kerjanya yang lebih terukur. Dalam hal ini termasuk uraian substansi kerjasama yang efektif, terukur, dan berkelanjutan terutama menyangkut penyusunan kurikulum, program magang, riset, penyusunan road map sektoral dan regional alokasi lowongan kerja dan rencana/prediksi ke depan. Berhubung adanya ekses supply tenaga kerja, maka perlu juga diterapkannya kurikulum tambahan disetiap jenis kompetensi yaitu tentang kewirausahaan, sehingga lulusan perguruan tinggi yang tetap tidak terserap bisa menciptakan lapangan kerja sendiri.
- Strategi lainnya adalah penegakan law enforcement agar semua
aktivitas perbaikan link and match sesuai perintah undang-undang
dapat berjalan baik.
- Untuk mengurangi ekses supply tenaga kerja berpendidikan
tinggi perlu kebijakan pemerintah yang mendorong perluasan investasi pada industri-industri baru.
Penutup
Dalam menjaga eksistensi dan meraih peluang emas globalisasi,
penguatan daya saing industri sebagai leading sector ekonomi
Indonesia merupakan keharusan. Masalah angkatan/tenaga kerja berpendidikan tinggi merupakan salah satu faktor kunci dalam upaya memperkuat daya saing sektor industri untuk menggapai peluang emas di atas.
Link & match.indd 150
Fakta-fakta empiris menunjukkan bahwa secara relatif pengangguran terbuka telah didominasi oleh angkatan kerja berpendidikan tinggi. Keadaan ini cenderung meningkat pula dan bila tidak segera ditangani akan menjadi bencana ledakan pengangguran yang dapat merontokkan daya saing industri dan pada gilirannya akan melemahkan perekonomian nasional. Penyebab relatif semakin tingginya pengangguran terbuka angkatan kerja berpendidikan tinggi ini berasal dari pertumbuhan cepatnya yang tidak dapat diimbangi pertumbuhan daya serapnya yang akan pula memperbesar ekses supply di pasar kerja, disisi lain diperparah oleh semakin tingginya
tingkat mismatch atau semakin buruknya link and match di antara
dunia pendidikan tinggi dan dunia industri. Meski keadaan link and
match saat ini belum terlalu serius, namun pesatnya pertumbuhan angkatan kerja berpendidikan tinggi ini yang hanya dibarengi upaya perbaikan setengah hati, maka masalah ini akan segera menjadi masalah sangat serius yang menggerogoti daya saing industri dan selanjutnya melemahkan perekonomian nasional.
Sesungguhnya banyak upaya peningkatan link and match yang
telah dilakukan dengan benar, namun karena upaya tersebut kurang
komprehensif, konsisten, dan terukur serta tidak ditopang payung hukum yang jelas, maka upaya ini kembali tergilas besarnya masalah
yang muncul. Nampaknya strategi peningkatan link and match yang
efektif adalah perlunya payung hukum beserta sangsinya yang mengatur terjaminnya efektivitas hubungan interaksi secara terukur, menyeluruh, dan berkelanjutan antara dunia pendidikan tinggi,
industri, dan pemerintah dalam menangani masalah link and match ini.
Untuk menyusun strategi jangka panjang yang rinci dan komprehensif tentu masih diperlukan penelitian besar yang mendalam dengan lingkup yang memadai.
152
DAFTAR PUSTAKA
Boudarbat, Brahim, dan Chernof , Victor, 2009, The Determinants of Education-Job Match among Canadian University Graduates, Discussion Paper No. 4513, Universte de Montreal, Canada, and IZA, Bonn, Germany.
BPS, 2009, Statistik Indonesia, Tahun 2006 dan 2009, Jakarta.
Darwin, Ed., 2006, Kinerja Pembangunan Ekonomi Dalam Otonomi Daerah, P2E-LIPI, Jakarta.
Grace, Nani, 2009, Pola Interaksi Antara Perguruan Tinggi-Pemerintah- Industri: Kajian Triple Helix, Warta Kebijakan Iptek & Manajemen Litbang, Vol. 7, No. 1, Juli 2009, PAPPITEK-LIPI, Jakarta.
Http://www.sampournafoundation.org/content/view/882/342/ lang,en/, Link-Match Education and Business Sector, Private Partnership Discussion Series.
Http://indosdm.com/link-and-match-keterkaitan-dunia-industri-dan- dunia-pendidikan, 2009.
Http://www.dikti.go.id/index.php?option=com_content&TASK=VIEW &ID=73&iTEMID=1, Wardiman Kembali Ingatkan Link and Match, 12/31/2009.
Http://wiryanto.wordpress.com/2009/12/17/link-and-match/
Kompas, Sabtu, 21 januari, 1995, Pendidikan ”Link & Match”, Tajuk
Rencana, Jakarta.
MacDougall, John,1995, Tajuk Rencana: Perusahaan sebagai Bapak Angkat bagi Lembaga Pendidikan, <[email protected]>
Link & match.indd 152
Munich, Daniel, and Svejnar, Jan, 2009, Unemployment and Worker_ Firm Matching, Theory and Evidence from East and West Europe, Policy Working Paper 4810, The World Bank, Development Economics Department, Research Support Unit, January, 2009. Purbo, Ono W., “Link & Match” bertumpukan Teknologi Jaringan
Komputer Pendidikan Di Indonesia., ITB, Bandung.
Syamsulbahri, Darwin, 2001, Ketenagakerjaan Dalam Industri Berorientasi Ekspor Menghadapi Persaingan Bebas, P2E,-LIPI, Jakarta.
Yasar, Iftida, 2009,Http://indosdm.com/link-and-match-keterkaitan- dunia-industri-dan-dunia-pendidikan.