DESA MOJOREJO KECAMATAN MODO
KABUPATEN LAMONGAN
BALAI PENELITIAN TANAH
BALAI BESAR PENELITIAN DAN PENGEMBANGANSUMBERDAYA LAHAN PERTANIAN 2007
Penyusun : Deddy Erfandi
Jojon Suryono
Achmad Rachman
Penyunting : Neneng L. Nurida
Mas Teddy Sutriadi
Design Cover : Sukmara
Setting/Layout : Didi Supardi
Rahmah D. Yustika
Penerbit : Balai Penelitian Tanah
Jl. Ir. H. Juanda No. 98. Bogor 16123, Telp. (0251) 336757, Fax. (0251) 321608, 322933, E-mail:
soil-ri@indo.net.id
ISBN 978-979-9474-76-6
Penulisan dan pencetakan buku ini dibiayai dari dana DIPA Tahun Anggaran 2007, Balai Penelitian Tanah, Bogor http://balittanah.litbang.deptan.go.id
KATA PENGANTAR
Dalam rangka mendukung pelaksanaan Prima Tani, Balai Penelitian Tanah telah menyusun Booklet Formulasi Teknologi Pemupukan Spesifik Lokasi dan Konservasi Tanah dan Air sebagai acuan bagi pelaksana Prima Tani dalam menerapkan rekomendasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air mendukung kegiatan Prima Tani.
Booklet disusun berdasarkan hasil survei tanah di lokasi-lokasi Prima Tani dimana Balai Penelitian Tanah menjadi penanggung jawab survei. Booklet ini merupakan suatu kebutuhan yang mendesak dalam mengimplementasikan teknologi pemupukan dan konservasi tanah dan air. Sesuai dengan judulnya, booklet ini menyajikan formulasi teknologi pemupukan spesifik lokasi dan teknik konservasi tanah dan air.
Sasaran dari penyusunan booklet formulasi pemupukan spesifik lokasi dan konservasi tanah dan air adalah para pelaksana dan pengguna teknologi yang terkait langsung dengan kegiatan Prima Tani, yaitu Pemandu Teknologi, Manajer Laboratorium Agribisnis, Penyuluh Pertanian Lapangan, Dinas Pertanian Provinsi dan Kabupaten/Kota, Kelompok Tani peserta Prima Tani.
Semoga booklet ini bermanfaat, khususnya dalam mensukseskan Prima Tani sebagai salah satu upaya mendukung program pemerintah mensejahterakan masyarakat di pedesaan. Bogor, November 2007
Kepala Balai, Dr. Achmad Rachman
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ... i
DAFTAR ISI ... ii
DAFTAR TABEL ... iii
DAFTAR GAMBAR ... iv
DAFTAR LAMPIRAN ... iv
I. PENDAHULUAN ... 1
II. KEADAAN FISIK DAERAH ... 3
3.1. Lokasi dan Perhubungan ... 3
3.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian ... 3
3.3. Iklim dan Hidrologi ... 5
III. POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS DAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN PERTANIAN ... 6
3.1. Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian ... 6
3.2. Arahan Pengembangan Komoditas ... 8
3.3. Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Air ... 10
3.4. Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Tanah ... 11
IV. TEKNIK KONSERVASI TANAH ... 20
4.1. Teknik Konservasi Tanah Saat Ini ... 20
4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi Tanah ... 22
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Rincian penggunaan lahan Desa Mojorejo ... 4
Tabel 2. Subkelas kesesuaian lahan beberapa komoditas di Desa Mojorejo ... 7
Tabel 3. Legenda peta arahan pengembangan komoditas pertanian Desa Mojorejo ... 8
Tabel 4. Teknologi pengelolaan sumber daya air Desa Mojorejo ... 10
Tabel 5. Status hara N, P, K, C-organik, dan pH tanah lapisan atas (0-20 cm) di Desa Mojorejo Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan ... 11
Tabel 6. Rekomendasi pemupukan padi sawah untuk padi VUTB/Hibrida ... 13
Tabel 7. Rekomendasi pemupukan jagung hibrida ... 15
Tabel 8. Rekomendasi pemupukan kedelai ... 16
Tabel 9. Rekomendasi pemupukan ubi kayu ... 17
Tabel 10. Rekomendasi pemupukan rumput gajah ... 18
Tabel 11. Rekomendasi teknik konservasi tanah dan air di Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jatim ... 24
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Peta Penggunaan Lahan Desa Mojorejo ... 4 Gambar 2. Rata-rata curah hujan 12 tahun Desa Mojorejo. ... 5 Gambar 3. Peta arahan pengembangan komoditas di Desa
Mojorejo ... 9 Gambar 4. Mata air berpotensi untuk mengairi persawahan
dan tegalan ... 10 Gambar 5. Gulud batu pada jagung dan jati ... 21 Gambar 6. Teras bangku batu ... 21 Gambar 7. Tanaman kudzu (Pueraria javanica) sebagai
tanaman penutup tanah ... 28 Gambar 8. Penampang samping gulud batu ... 29 Gambar 9. Teras gulud permanen ... 29 Gambar 10. Teras bangku batu dikombinasikan dengan
rumput gajah ... 30 Gambar 11. Teras bangku batu ... 30 Gambar 12. Teras irigasi dengan pematang dan tampingan
yang ditumbuhi rumput lokal ... 30 Gambar 13. Rorak/ slot mulsa pada tanaman tahunan ... 31
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
I. PENDAHULUAN
Informasi potensi sumber daya lahan dan arahan pengembangan komoditas merupakan informasi dasar yang diperlukan untuk perencanaan pembangunan pertanian di suatu wilayah. Data dan informasi ini perlu dilengkapi dengan formulasi teknologi pengelolaan sumber daya lahan yang lebih spesifik, antara lain dalam penerapan teknik konservasi tanah, pengelolaan kesuburan tanah khususnya pemupukan spesifik lokasi, dan pengelolaan bahan organik.
Teknologi pemupukan spesifik lokasi dengan menerapkan pemupukan berimbang adalah pemupukan untuk mencapai status semua hara dalam tanah optimum untuk pertumbuhan dan hasil suatu tanaman. Untuk hara yang telah berada dalam status tinggi, pupuk hanya diberikan dengan takaran yang setara dengan hara yang terangkut panen, sebagai takaran pemeliharaan. Pemberian takaran pupuk yang berlebihan justru akan menyebabkan rendahnya efisiensi pemupukan dan masalah pencemaran lingkungan. Kondisi atau status optimum hara dalam tanah tidak sama untuk semua tanaman pada suatu tanah. Demikian juga status optimum untuk suatu tanaman, berbeda untuk tanah yang berlainan. Agar pupuk yang diberikan lebih tepat, efektif dan efisien, maka rekomendasi pemupukan harus mempertimbangkan faktor kemampuan tanah menyediakan hara dan kebutuhan hara tanaman. Rekomendasi pemupukan yang berimbang disusun berdasarkan status hara di dalam tanah yang diketahui melalui teknik uji tanah.
Penerapan teknik konservasi tanah dan air merupakan kunci keberlanjutan usaha tani dalam upaya mengoptimalkan pemanfaatan
lahan kering. Teknologi konservasi tanah dan air dimaksudkan untuk melestarikan sumber daya alam dan menyelamatkannya dari kerusakan. Target minimal dari aplikasi teknik konservasi adalah menekan erosi yang terjadi di setiap bidang tanah hingga di bawah batas yang diperbolehkan. Secara umum, teknik konservasi tanah dan air dibagi dalam tiga golongan yaitu: (1) teknik konservasi vegetatif; (2) teknik konservasi mekanik atau teknik konservasi sipil teknis; dan (3) teknik konservasi kimia. Dalam aplikasi di lapangan teknik konservasi tersebut tidak berdiri sendiri, namun dapat merupakan kombinasi dari dua atau tiga teknik konservasi. Pemilihan teknik konservasi yang tepat harus bersifat spesifik lokasi dan sesuai pengguna artinya harus mempertimbangkan kondisi biofisik dan sosial ekonomi petani setempat. Oleh sebab itu rekomendasi teknik konservasi yang dianjurkan di setiap lokasi disusun dengan mempertimbangkan tipe penggunaan lahan, kemiringan, vegetasi, dan teknik konservasi yang ada di lapangan (existing) di masing-masing lokasi.
II. KEADAAN FISIK DAERAH
2.1. Lokasi dan Perhubungan
Lokasi Prima Tani Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jatim seluas 976,97 ha. Secara geografis daerah penelitian terletak pada koordinat antara 112o08’00”- 112o10’49” Bujur Timur dan 7o13’04” - 7o53’12” Lintang
Selatan. Secara administrasi wilayah penelitian berbatasan dengan: Sebelah Utara : Berbatasan dengan Desa Pule dan Sumber
Agung,
Sebelah Barat : Berbatasan dengan Desa Medalem dan Sambangrejo,
Sebelah Timur : Berbatasan dengan Desa Pule dan Tlemang, Sebelah Selatan : Berbatasan dengan Desa Blubuk dan Desa
Slaharwotan.
Lokasi penelitian dapat ditempuh dari ibukota Kabupaten Lamongan dengan kendaraan roda empat dalam waktu + 45 menit dengan jarak 23 km. Jarak ibukota Kecamatan Modo sekitar 2 Km. Sebagian besar jalan desa sudah diaspal dan sebagian lagi masih berupa tanah.
2.2. Penggunaan Lahan dan Pertanian
Berdasarkan analisis peta rupa bumi skala 1:25.00 dan ditunjang dengan pengamatan di lapangan penggunaan lahan saat ini (present landuse) di Desa Mojorejo dikelompokkan menjadi empat satuan penggunaan lahan, yaitu: sawah (sw), tegalan (t),
kebun campuran (kc), dan pemukiman (p). Rincian penggunaan lahan daerah penelitian disajikan pada Tabel 1 dan penyebarannya disajikan pada Gambar 1.
Komoditas pertanian yang banyak diusahakan antara: padi, jagung, ubi kayu, sapi, ayam, kambing, bebek/itik, dan kerbau. Komoditas padi, jagung, ubi kayu, dan ternak merupakan komoditas unggulan dalam Prima Tani di Desa Mojorejo.
Tabel 1. Rincian penggunaan lahan Desa Mojorejo
Simbol Penggunaan lahan Luas
ha % Sw Sawah irigasi 237,64 24,32 Sw1 Swh tadah hujan 124,98 12,29 Tg Tegalan 515,40 52,75 wd Waduk 28,41 2,91 p Pemukiman 70,54 7,22 Jumlah 976,97 100.00
2.3. Iklim dan Hidrologi
Menurut Schmidt-Ferguson, 1951 Desa Mojorejo termasuk iklim C dengan bulan basah 4 dan bulan kering 7. Ketinggian tempat antara 100-200 m diatas permukaan laut (dpl) dengan agroekosistem lahan kering daratan rendah iklim kering (LKDRIK) serta jumlah bulan hujan rata-rata 4 bulan pertahun dengan curah hujan 1.933 mm dan 82 hari hujan per tahun Gambar 2.
Sungai yang ada berjumlah dua buah, namun belum dimanfaatkan secara maksimal. Desa Mojorejo memiliki waduk seluas 28 ha. Keberadaan waduk tersebut tidak dapat mendukung dalam pengembangan pertanian, karena waduk tersebut letaknya lebih rendah daripada Desa Mojorejo. Sumber air adalah salah satu cara potensial dalam pengembangan pertanian. Ada 18 sumber air potensial yang perlu dikembangkan di desa ini (BPTP Jatim, 2007).
CURAH HUJAN DI DESA MOJOREJO
KECAMATAN MODO, KABUPATEN LAMONGAN
0 100 200 300 400 500
Jan Feb Mar Apr Mei Jun Jul Agu Sep Okt Nov Des
CURAH HUJAN (mm
/b
u
lan
)
III. POTENSI PENGEMBANGAN KOMODITAS DAN TEKNOLOGI PENGELOLAAN SUMBER DAYA LAHAN
PERTANIAN
3.1. Kesesuaian Lahan Komoditas Pertanian
Dalam penelitian ini komoditas yang dinilai adalah komoditas unggulan hasil PRA dan komoditas potensial di Desa Mojorejo yaitu: jagung, padi sawah, kacang tanah, kacang panjang, pisang, mentimun. Hasil evaluasi lahan yang disajikan pada Tabel 2, merupakan evaluasi lahan secara fisik. Evaluasi lahan secara fisik merupakan hasil evaluasi lahan yang didasarkan sifat biofisik, yaitu kualitas tanah (karakteristik tanah dan lingkungan) di overlay
dengan persyaratan tumbuh tanaman.
Kelas kesesuaian lahan fisik masing-masing komoditas pada setiap unit agroekologi, dikelompokkan berdasarkan kelas dan subkelas. Klasifikasi kesesuaian lahan dibedakan menjadi empat kelas, yaitu: sangat sesuai (S1), cukup sesuai (S2), sesuai marginal (S3), tidak sesuai (N). Pada tingkat subkelas dicantumkan faktor pembatas/penghambat bagi pertumbuhan tanaman, ditulis dengan simbol yang diletakkan setelah simbol kelas kesesuaian lahannya. Sebagai contoh: S3oa, yaitu lahan cukup sesuai dengan faktor pembatas/penghambat ketersediaan oksigen.
Dari hasil evaluasi kesesuaian lahan beberapa komoditas menunjukkan bahwa lahan yang dapat dikembangkan untuk komoditas pertanian di Desa Mojorejo seluas 878,02 ha (92,56%), sedangkan sisanya seluas 70,54 ha (7,22%) tidak dapat dikembangkan untuk pertanian dikarenakan berupa pemukiman dan kondisi biofisik lahan tidak memungkinkan. Lahan yang secara biofisik tidak sesuai diarahkan sebagai kawasan konservasi.
Tabel 2. Subkelas kesesuaian lahan beberapa komoditas di Desa Mojorejo
No. Sub kelas kesesuaian lahan L u a s
Padi sawah Tebu Jagung Ubi kayu Ubi jalar Pisang Jati ha %
1 S2 wa,lp,nr S3 wa,nr S3 lp,nr S3 oa,nr N wa,nr S3 wa,nr S1 237,64 25,04 2 S3 wa,lp,nr S3 wa,nr S3 lp,nr S3 oa,nr N wa,nr S3 wa,nr S1 124,98 13,18 3 N wa,nr S3 wa,nr S2 lp,nr S3 oa,nr N wa,nr S3 wa,nr S1 204,03 21,52 4 N wa,nr S3 wa,nr S2 lp,nr S3 oa,nr N wa,nr S3 wa,nr S1 125,85 13,26 5 N wa,eh,nr N wa,eh,nr S2 eh,nr S3 eh,nr N wa,eh,nr S3 wa,eh,nr S1 178,87 18,86 6 N wa,eh,nr N wa,eh,nr S2 eh,nr S3 eh,nr N wa,eh,nr S3 wa,eh,nr S1 6,65 0,70
X1 Waduk 28,41 2,91
X2 Pemukiman 70,54 7,22
J u m l a h 976,97 100,00
Keterangan: S1= Sangat sesuai, S2 = Cukup sesuai, S3 = Sesuai marjinal, N = Tidak sesuai tc = temperatur, rc = media perakaran, nr = retensi hara, eh = bahaya erosi, oa = ketersesiaan oksigen, lp = penyiapan lahan, wa = ketersesiaan air
3.2. Arahan Pengembangan Komoditas
Arahan pengembangan komoditas merupakan hasil dari evaluasi lahan dengan mempertimbangkan komoditas unggulan dan penggunaan lahan saat ini. Berdasarkan hasil overlay evaluasi lahan, komoditas unggulan, dan penggunaan lahan saat ini di Desa Mojorejo dibagi menjadi enam arahan analisis (Tabel 3).
Tabel 3. Legenda peta arahan pengembangan komoditas pertanian Desa Mojorejo
Simbol Satuan lahan penggunaan Arahan lahan
Alternatif komoditas Alternatif teknologi
PS-1 1 Sawah irigasi Padi, jagung, kacang
kedelai − Pemupukan NPK, pengelolaan bahan organik. Pengaturan pola tanam pompanisasi
PS-2 2 Sawah tadah
hujan
Padi, jagung, ubi kayu, kacang kedelai, rumput
gajah.
− Pengaturan pola tanam, pompanisasi, pemupukan NPK, dan pengelolaan bahan organik. Pengelolaan embung TS-1 3 Tanaman semusim
Jagung, ubi kayu, kacang kedelai, pisang,
rumput gajah.
− Pemupukan NPK dan organik, gulud batu, pengelolaan embung. TS-2 4 Tanaman
semusim
Jagung, ubi kayu, pisang, rumput gajah. −
Pemupukan NPK dan organik, gulud batu. TT-1 5 Tanaman
tahunan mindi, sengon, mahoni. Rumput gajah, jati, sukun, pisang, nangka
− Pemupukan NPK, pengelolaan bahan organik, teras bangku batu, rorak.
TT-2 6 Tanaman tahunan
Jati, mindi, sengon, mahoni. sukun, pisang,
nangka
− Pemupukan NPK, pengelolaan bahan organik dan organik, teras bangku batu, rorak.
X-1 7 Waduk -
Pengembangan komoditas padi sawah diarahkan pada lahan basah (persawahan) yang sudah ada. Di persawahan juga dapat dikembangkan komoditas jagung, ubi kayu, pada musim kemarau Gambar 3.
Gambar 3. Peta arahan pengembangan komoditas di Desa Mojorejo
Lahan kering berupa tegalan, diarahkan untuk pengembangan komoditas jagung, ubi kayu, dan pisang. Sedangkan kebun campuran, belukar diarahkan untuk pengembangan mangga dan durian. Komoditas bambu dan sengon difungsikan sebagai tanaman konservasi pada lahan terjal.
3.3. Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Air
Lahan kering pada desa ini banyak tergantung dari curah hujan, dan hanya sebagian kecil sawah dapat diairi dari sumber air. Banyaknya sumber air menyebabkan desa ini sangat berpotensi untuk mengairi persawahan (Gambar 4). Sebenarnya desa ini mempunyai waduk, namun karena ketinggian desa melebihi ketinggian waduk, sehingga air dari waduk tidak dapat mengairi tegalan atau persawahan pada Desa Mojorejo. Pengelolaan sumber daya air Desa Mojorejo disajikan pada Tabel 4.
Tabel 4. Teknologi pengelolaan sumber daya air Desa Mojorejo
Sumber air Penggunaan lahan Pola tanam Masa tanam pengelolaan air Teknologi Curah hujan/ Pompanisasi Sawah Tegalan Kebun campuran Padi-jagung+ kKc kedelai Jagung+kc kedelai Jagung + ubi kaju Rumput gajah Jati+ jagung 3 bulan (Nop-Feb) 7 bulan (Nop-Mei) 12 bulan (Nop-Okt) - 4 bulan (Nop-Mar) Teknologi mulsa, pembuatan rorak, pembuatan embung Teknologi rorak Mata air Tegalan Padi +jagung
jagung+ R gajah Sepanjang tahun Teknologi mulsa, dan pembuatan embung.
Gambar 4. Mata air berpotensi untuk mengairi persawahan dan tegalan
3.4. Teknologi Pengelolaan Sumber Daya Tanah
Status hara N, P, K, dan pH tanah lapisan atas (0-20 cm) (Balai Penelitian Tanah, 2005) yang ditetapkan dengan perangkat uji tanah sawah (PUTS) untuk lahan sawah dengan satuan lahan (SL 1 dan SL 2) dan perangkat lunak uji tanah kering (PUTK) untuk lahan kering (SL 3, SL 4, SL 5, dan SL 6) di Desa Mojorejo Kecamatan Modo Kabupaten Lamongan disajikan pada Tabel 5. Status hara N lahan sawah seluruhnya rendah, status hara P SL 1 tinggi, SL 2 sedang, status hara K tinggi. Status hara P lahan kering (SL 4 dan SL 5) sedang dan SL 3 dan SL 6 tinggi. Status hara K seluruhnya sedang, dengan C-organik lahan kering seluruhnya rendah, sedangkan reaksi tanah (pH) lahan sawah seluruhnya netral (6 – 7) dan lahan kering netral sampai agak basa (6 – 7 sampai 7 – 8) (Badan Libang Pertanian, 2007a).
Tabel 5. Status hara N, P, K, C-organik, dan pH tanah lapisan atas (0-20 cm) di Desa Mojorejo Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan
Nomor Status hara C-organik pH
Urut SL N P K
1 1 Rendah Tinggi Tinggi - 6 – 7 2 2 Rendah Sedang Tinggi - 6 – 7 3 3 * Tinggi Sedang Rendah 7 – 8 4 4 * Sedang Sedang Rendah 7 – 8 5 5 * Sedang Sedang Rendah 6 – 7 6 6 * Tinggi Sedang Rendah 7 – 8
7 7 Waduk
8 8 Pemukiman
Rendahnya status hara N pada lahan sawah lebih disebabkan karena sifat N yang sangat mobil. Status hara P pada lahan sawah dan lahan kering yang berstatus sedang dan tinggi karena sangat
dipengaruhi oleh pH tanah, pada pH tanah 6 – 7 ketersediaan P untuk tanaman optimal. Status hara K pada lahan sawah seluruhnya berstatus tinggi yang diduga karena adanya kontribusi K dari air pengairan, sedangkan status hara K pada lahan kering seluruhnya berstatus sedang disebabkan karena pada umumnya petani masih sangat jarang menggunakan pupuk K. Kadar C-organik yang rendah lebih banyak disebabkan karena faktor tanahnya serta penggunaan bahan organik yang jarang digunakan oleh petani serta pelapukan bahan organik lebih cepat dari akumulasinya.
Mengingat kondisi tersebut maka teknologi pemupukan untuk pengembangan usaha tani di Desa Mojorejo sangat diperlukan pengembalian sisa panen dan penambahan bahan organik.
Komoditas unggulan di Desa Mojorejo Kecamatan Modo Kabupaten Lamongan adalah padi sawah, jagung, dan pakan ternak.
a. Teknologi Pemupukan Padi Sawah
Sejalan dengan perkembangan teknologi padi, maka di Desa Mojorejo akan dikembangkan padi varietas unggul baru/VUTB (Fatmawati) dan hibrida (Rokan dan Maro) yang mempunyai potensi produksi sekitar 20% lebih tinggi dari padi varietas unggul biasa (Badan Litbang Pertanian, 2007). Sebagai implikasi dari produksinya yang tinggi maka kebutuhan hara khususnya N, P, dan K bagi padi VUTB dan hibrida juga akan lebih tinggi dibanding varietas unggul biasa. Namun demikian berdasarkan status hara dan keadaan lahan maka rekomendasi pemupukan padi sawah yang dapat dilakukan sebagaimana disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Rekomendasi pemupukan padi sawah untuk padi VUTB/Hibrida
Simbol Satuan lahan
Rekomendasi pemupukan Tanpa bahan
organik
Dengan 5 t jerami
ha-1 Dengan 2 t pupuk kandang ha-1
Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl kg ha-1
PS-1 1 350 100 80 330 100 30 325 50 50 PS-2 2 350 130 80 280 130 30 325 80 50
Pupuk urea diberikan tiga kali yaitu: pertama sebagai pupuk dasar, pada saat tanam sampai sebelum 14 hari setelah tanam sebanyak sepertiga bagian, kedua pada saat anakan aktif (23-28 hari setelah tanam) sebanyak sepertiga bagian, dan ketiga pada saat primordia (38-42 hari setelah tanam) sebanyak sepertiga bagian. Selain itu agar penggunaan pupuk urea efektif dan efisien dapat juga dilakukan dengan menggunakan bagan warna daun (BWD) menjelang pemupukan kedua dan ketiga dengan tujuan menghaluskan takaran pupuk yang ditetapkan sesuai dengan kebutuhan tanaman dan ketersediaan hara dalam tanah. Pupuk SP-36 diberikan sekaligus satu kali sebagai pupuk dasar bersamaan dengan pemberian pupuk urea pertama, sedangkan pupuk KCl dapat diberikan dua kali yaitu pertama sebagai pupuk dasar sebanyak setengah bagian dan kedua pada saat primordia (38-42 hari setelah tanam) sebanyak setengah bagian lagi bersamaan dengan pemupukan pupuk urea ketiga. Jika menggunakan jerami atau pupuk kandang pemberiannya dilakukan bersamaan dengan pengolahan tanah dengan cara dicampur dan diaduk merata dengan tanah.
Selain penggunaan benih unggul baru dan hibrida serta penerapan rekomendasi pemupukan tersebut, alternatif teknologi lain yang dapat dilakukan untuk mendapatkan produksi yang tinggi adalah penanaman dengan bibit muda (< 21 hari setelah semai), jumlah bibit 1-3 batang/lubang, sistem pengairan berselang, pengendalian gulma secara terpadu, pengendalian hama dan penyakit secara terpadu (PHT), sistem panen beregu dan pasca panen menggunakan alat perontok.
Selain teknologi tersebut yang perlu diperhatikan adalah sistem penanaman. Sebaiknya dilakukan sistem tanam jajar legowo 2:1 atau 4:1 dengan populasi minimum 250.000 rumpun/ha sistem tanam jajar legowo, keuntungan sistem ini adalah:
1. Semua barisan rumpun tanaman berada pada bagian pinggir yang biasanya memberi hasil lebih tinggi (efek tanaman pinggir)
2. Pengendalian hama, penyakit, dan gulma lebih mudah
3. Menyediakan ruang kosong unttuk pengaturan air, saluran pengumpul keong mas, atau untuk mina padi
4. Penggunaan pupuk lebih berdaya guna. b. Teknologi Pemupukan Jagung
Tanaman jagung yang dapat dikembangkan di Desa Mojorejo adalah jagung Hibrida dengan varietas yang cukup banyak diantaranya Bissi 1, Bissi 2, Bissi 7, Pionir P-11, P-12, P-22, CPI-1, CPI-2 dan sebagainya, yang mempunyai potensi produksi tinggi dengan rekomendasi pemupukan sebagaimana disajikan pada Tabel 7.
Tabel 7. Rekomendasi pemupukan jagung hibrida
Simbol Satuan lahan
Rekomendasi pemupukan
Tanpa bahan organik Dengan 2 t pupuk kandang ha-1
Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl kg ha-1 PS-1 1 200 100 50 175 50 20 PS-2 2 200 175 50 175 125 20 TS-1 3 200 100 75 175 50 45 TS-2 4 200 175 75 175 125 45
Pupuk urea dan KCl diberikan dua kali yaitu pertama sebagai pupuk dasar pada saat tanam sampai tanaman berumur < 10 hari setelah tanam sebanyak setengah bagian, dan pemupukan kedua pada saat vegetatif aktif (28-30 hari setelah tanam), sedangkan pupuk SP-36 diberikan sekaligus sebagai pupuk dasar bersamaan dengan pemupukan urea dan KCl pertama. Cara pemupukan bisa dilarik atau ditugal sekitar 5-7 cm disamping tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Jika menggunakan pupuk kandang maka pemberiannya dilakukan 7-10 hari sebelum tanam dengan cara dilarik pada barisan tanaman dan ditutup kembali dengan tanah.
Selain pemilihan varietas unggul atau hibrida dan penerapan rekomendasi pemupukan tersebut, alternatif teknologi lain untuk mendapatkan produksi yang tinggi adalah perlakuan benih dengan mencampur Ridomil (2 cc Ridomil untuk 1 kg benih), pengolahan tanah sampai gembur, penanaman dengan cara tugal dengan jarak tanam 75 cm x 20 cm (1 tanaman/rumpun), pemberian Furadan/Indofur pada lubang tanaman sebanyak 10 butir/lubang (17 kg ha-1), pembumbunan pada barisan tanaman, pengendalian gulma
secara terpadu, serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu serta waktu panen yang cukup umur.
c. Teknologi Pemupukan Kedelai
Tanaman kedelai yang dapat dikembangkan di Desa Mojorejo adalah varietas Orba, Lokon, Galunggung, Willis, dan sebagainya yang mempunyai potensi produksi tinggi dengan rekomendasi pemupukan sebagaimana disajikan pada Tabel 8.
Tabel 8. Rekomendasi pemupukan kedelai
Simbol Satuan lahan
Rekomendasi pemupukan
Tanpa bahan organik pupuk kandang haDengan 2 t -1
Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl kg ha-1
PS-1 1 150 100 50 125 50 20
PS-2 2 150 150 50 125 100 20
TS-1 3 150 100 100 125 50 70
Pupuk urea dan KCl diberikan dua kali yaitu pertama sebagai pupuk dasar pada saat tanam sampai tanaman berumur < 10 hari setelah tanam sebanyak setengah bagian, dan pemupukan kedua pada saat vegetatif aktif (25-28 hari setelah tanam), sedangkan pupuk SP-36 diberikan sekaligus sebagai pupuk dasar bersamaan dengan pemupukan urea dan KCl pertama. Cara pemupukan bisa dilarik atau ditugal sekitar 5-7 cm disamping tanaman, kemudian ditutup dengan tanah. Jika menggunakan pupuk kandang maka pemberiannya dilakukan 7-10 hari sebelum tanam dengan cara dilarik pada barisan tanaman dan ditutup kembali dengan tanah.
Selain pemilihan varietas unggul dan penerapan rekomendasi pemupukan tersebut, alternatif teknologi lain untuk mendapatkan
produksi yang tinggi adalah pengolahan tanah sampai gembur, penanaman dengan cara tugal dengan jarak tanam 20 cm x 20 cm atau 25 cm x 25 cm (2 tanaman/rumpun), pemberian Furadan/Indofur pada lubang tanaman sebanyak 10 butir/lubang (17 kg ha-1), pengendalian gulma secara terpadu, serta pengendalian
hama dan penyakit secara terpadu serta waktu panen yang cukup umur (Puslitbangtan, 1985).
d. Teknologi Pemupukan Ubi Kayu
Tanaman ubi kayu sebagai tanaman alternatif komoditas pada beberapa satuan lahan dapat dikembangkan di Desa Mojorejo yang mempunyai potensi produksi tinggi dengan rekomendasi pemupukan sebagaimana disajikan pada Tabel 13.
Tabel 9. Rekomendasi pemupukan ubi kayu
Simbol Satuan lahan
Rekomendasi pemupukan Tanpa bahan organik Dengan 2 t
pupuk kandang ha-1 Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl kg ha-1 PS-2 2 215 70 70 190 20 40 TS-1 3 215 60 105 190 10 75 TS-2 4 215 70 105 190 20 75
Pupuk urea dan KCl diberikan dua kali yaitu pertama sebagai pupuk dasar pada saat tanam sampai tanaman berumur < 10 hari setelah tanam sebanyak setengah bagian, dan pemupukan kedua pada saat vegetatif aktif (30-45 hari setelah tanam), sedangkan pupuk SP-36 diberikan sekaligus sebagai pupuk dasar bersamaan dengan pemupukan urea dan KCl pertama. Cara pemupukan bisa dilarik atau ditugal sekitar 5-7 cm disamping tanaman, kemudian
pemberiannya dilakukan 7-10 hari sebelum tanam dengan cara dilarik pada barisan tanaman dan ditutup kembali dengan tanah.
Selain pemilihan varietas unggul dan penerapan rekomendasi pemupukan tersebut, alternatif teknologi lain untuk mendapatkan produksi yang tinggi adalah pengolahan tanah sampai gembur dan pembuatan guludan yang cukup besar (lebar guludan 60 cm dan tinggi 30-40 cm), penanaman dengan cara tugal dengan jarak tanam 20 cm x 100 cm atau 25 cm x 80 cm (1 stek tanaman/lubang), pengendalian gulma serta pengendalian hama dan penyakit secara terpadu serta waktu panen yang cukup umur.
e. Teknologi Pemupukan Pakan Ternak
Pakan ternak yang dapat dikembangkan di Desa Mojorejo antara lain rumput gajah. Rumput gajah merupakan salah satu jenis rumput unggul yang berumur panjang dan dapat tumbuh di dataran rendah sampai tinggi. Rekomendasi pemupukan yang dapat dilakukan sebagaimana disajikan pada Tabel 14.
Tabel 10. Rekomendasi pemupukan rumput gajah
Simbol Satuan lahan
Rekomendasi pemupukan Tanpa bahan organik Dengan 2 t
pupuk kandang ha-1 Urea SP-36 KCl Urea SP-36 KCl kg ha-1 TS-1 TS-2 TT-1 3 4 5 50 50 50 50 75 75 50 50 50 25 25 25 0 25 25 20 20 20
Rekomendasi pupuk tersebut merupakan satu periode penanaman sampai 3 kali panen/potong, kemudian dilakukan pemupukan ulang dengan takaran yang sama setiap 3 kali panen/potong. Pada musim pertanaman pertama pupuk urea
diberikan pada waktu tanaman berumur 2-4 minggu setelah tanam, sedangkan SP-36 dan KCl pada saat tanam. Pemberian pupuk dengan cara ditugal 5-7 cm dekat stek batang tanaman kemudian ditutup kembali dengan tanah.
Rumput gajah dapat ditanam dengan stek batang atau sobekan rumpun. Ukuran stek batang antara 20-25 cm atau dua ruas buku (dua mata tunas). Sedangkan sobekan merupakan bagian batang yang berakar yang terdiri atas 2-3 batang. Kebutuhan bibit tanaman per hektar sekitar 1.000 stek dengan jarak tanam 1 m x 1 m. Waktu tanam dianjurkan pada awal musim hujan. Pada lahan yang miring, penanaman dapat dilakukan tanpa pengolahan tanah. Bibit langsung ditancapkan dan disesuaikan dengan kontur. Rumput gajah memerlukan pemeliharaan yang teratur, seperti penyiangan, penggemburan tanah, dan pembumbunan. Waktu panen/ pemotongan pertama dapat dilakukan setelah tanaman berumur 2-3 bulan yang bertujuan untuk menyeragamkan pertumbuhan tanaman. Pemotongan berikutnya dilakukan setiap 6 minggu sekali atau tergantung kondisi tanaman. Tinggi pemotongan antara 10-20 cm dari permukaan tanah.
IV. TEKNIK KONSERVASI TANAH
Desa ini mempunyai tanaman unggulan padi dari sawah irigasi, dan jagung dari tegalan serta sapi perah dengan pakan ternak yang masih minim tersedia. Namun tanaman-tanaman tersebut masih perlu ditingkatkan baik kualitas dan produksinya. Selain varietas unggul yang perlu dibenahi juga masalah kesuburan dan teknik konservasi tanah.
Teknik konservasi tanah sudah banyak dikenal pada desa ini yaitu dalam bentuk guludan dan teras bangku. Guludan dan teras di daerah ini banyak terbentuk dari batu. Namun masih banyak belum memenuhi syarat, seperti tanpa penguat gulud atau teras dan bahkan banyak guludan yang tidak permanen. Selain itu masih kurangnya sisa panen yang dikembalikan pada lahan. Hal-hal seperti inilah yang dapat berdampak negatif pada keseimbangan hara tanah dan akhirnya terhadap produksi tanaman. Beberapa teknik konservasi tanah yang ada pada Desa Mojorejo diuraikan di bawah ini. Rekomendasi teknik konservasi tanah dicantumkan pada Lampiran.
4.1. Teknik Konservasi Tanah Saat Ini
Teras irigasi/sawah
Umumnya teras ini sudah cukup baik dan stabil. Namun saluran pembuangan air (SPA) harus diperbaiki. Sawah tanpa SPA dapat menyebabkan sistim penggunaan air tidak efektif dan efisien.
Gulud batu
Kondisi gulud batu saat ini masih kurang sempurna. Hal ini karena penyusunan batu yang berasal dari batu gamping kurang teratur dan juga selalu berubah-ubah sesuai dengan musim tanam. Dengan adanya perubahan gulud pada setiap musim, resiko erosi tanah semakin besar pada lahan tersebut. Selain itu SPA belum dibuat, padahal aliran permukaan pada lahan ini cukup besar.
Gambar 5. Gulud batu pada jagung dan jati Teras bangku batu
Umumnya teras batu yang tersusun sudah cukup baik. Batu tersebut berasal dari batu gamping.
4.2. Rekomendasi Teknik Konservasi Tanah
Penanaman tanaman penutup tanah
Teknik konservasi ini dimaksudkan selain untuk menambah bahan organik tanah, juga sebagai penghambat benturan langsung terhadap curah hujan Tabel 11. Dengan demikian erosi tanah pada lahan tegalan dan kebun campuran dapat dihambat. Tanaman penutup tanah dianjurkan menggunakan jenis legume, karena bahan organik yang dihasilkan cukup baik untuk keseimbangan hara tanah. Jenis tanaman penutup tanah yang dapat diterapkan adalah
Centrosema sp, Puraria javanica, dan Arachis pintoi (Departemen
Pertanian, 2006). Penanaman tanaman penutup tanah dapat dilakukan pada tegakan jati dan cengkeh.
Gulud batu
Perbaikan gulud batu dilakukan agar menjadi stabil dan permanen. Untuk itu gulud perlu diperkokoh dengan tanaman penguat teras. Jenis tanaman yang dapat dijadikan tanaman penguat teras dan sangat diperlukan untuk ternak adalah jenis pakan ternak, seperti rumput gajah (Pennisetum purpureum),
Setaria sp, dan Paspalum notatum. Dengan demikian ketersediaan
pakan ternak untuk Desa Mojorejo menjadi surplus. Penanaman tanaman penguat guludan ini ditanam secara zig zag dengan jarak 25 cm. Selain itu setiap guludan, 25 meter perlu dibuat saluran pembuangan (SPA).
Teras irigasi/sawah
Teras irigasi diperbaiki dengan cara memperkuat pematang sawah dengan penanaman rumput lokal, agar kedudukannya lebih stabil. Hal ini berguna agar penggunaan air lebih efisien.
Rorak/Slot mulsa
Pembuatan lubang diantara tanaman tahunan yang berfungsi sebagai penyimpan air/resapan air. Selain itu berfungsi untuk membuang serasah tanaman agar dapat digunakan sebagai mulsa atau pupuk pada tanaman tahunan dan tanaman semusim. Lubang rorak dibuat dengan ukuran panjang 2 meter, lebar 1 meter, dan dalam 1 meter. Jarak antara rorak 3 meter (Balai Penelitian Tanah, 2007; Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat, 1999).
Teras bangku batu
Teras bangku batu dengan tampingan rata-rata 0.5 -1 meter perlu dikombinasikan dengan rumput pakan ternak agar bangunannya menjadi kokoh dan stabil. Dengan demikian teras batu tersebut mampu menahan longsor dan erosi. Rumput pakan ternak yang tersedia secara insitu adalah rumput gajah. Selain itu perlu dibuat terjunan air setiap 25 meter dan SPA. Pada kebun campuran lereng 15 – 25 persen untuk proporsi tanaman semusim adalah 30 persen karena jati/mindi/mahoni masih kecil dengan tinggi rata-rata 0,5 – 1,5 meter (Balai Penelitian Tanah, 2007).
Tabel 11. Rekomendasi teknik konservasi tanah dan air di Desa Mojorejo, Kecamatan Modo, Kabupaten Lamongan, Propinsi Jatim
Penggunaan Konservasi tanah Rekomendasi teknik konservasi tanah
SL Lereng lahan existing Maksimum proporsi Teknik konservasi Keterangan
tanaman semusim tanah (Lampiran)
1 2 3 4 5 6 7 (%) (%) 1 0 - 3
Teras irigasi diperbaiki,
agar Pembuatan SPA,
Sawah Irigasi Teras irigasi 100
penggunaan air lebih
efisien
0 - 3
Swh tadah
hujan/ Teras sawah 100
Teras tegalan perlu
permanen No. 6
2 tegalan
Tan semusim umumnya
0 - 3 campuran Kebun ditanam di bawah 75 Penanaman tanaman No.2
3 tegakan jati penutup tanah
Batu gamping banyak
3 - 8
Kebun
Tabel 11. Lanjutan
Penggunaan Konservasi tanah Rekomendasi teknik konservasi tanah
SL Lereng lahan existing Maksimum proporsi Teknik konservasi Keterangan
tanaman semusim tanah (Lampiran)
1 2 3 4 5 6 7
(%) (%)
4 Tan semusim tumbuh di dengan rumput gajah
bawah tegakan jati
Tan semusim tumbuh di No. 4 dan 7
8 - 15 campuran Kebun bawah tegakan jati, mindi, 50 Teras batu diperbaiki dan
5 mahoni Permanen, rorak/slot mulsa.
Teras bangku batu,
15 - 25 campuran Kebun Tan semusim tumbuh di 30 Teras bangku batu permanent No. 5.
6 bawah tegakan jati, mindi,
V. DAFTAR PUSTAKA
Badan Litbang Pertanian. 2007. Pengelolaan Tanaman Terpadu (PTT) Padi sawah irigasi. Departemen Pertanian.
Badan Litbang Petanian. 2007a. Peraturan Menteri Pertanian No. 40/Permentan/OT.149/1/2007. Rekomendasi pemupukan N, P, dan K pada padi sawah spesifik lokasi. Departemen Pertanian.
Balai Penelitan Tanah. 2007. Sistem Pengelolaan Lahan Sesuai Harkat (SPLaSH) versi 1.02. Badan Litbang Pertanian.
Balai Penelitian Tanah 2005. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan Pupuk, Balittanah, Bogor.
Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Jawa Timur, 2007, Laporan Pra (Participatory Rural Appraisal). Dep Tan, Badan Litbang, BPTP, Jawa Timur.
Buurman, P. And T. Balsem. 1990. Land unit clasification for the reconnaissance soil survey of Sumatera. Soil Data Base Management Project. Tehnical Report No. 3. Version 2. Centre for Soil and Agroclimate Research. Bogor.
Departemen Pertanian. 2006. Pedoman Umum Budi daya Pertanian pada Lahan Pegunungan. Peraturan Menteri Pertanian: No. 46/Permentan/OT.140/10/2006.
Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, dan J. Hof. 1996. Pedoman klasifikasi landfrom. Laporan Teknis, Versi 3. CSAR, Bogor.
Marsoedi, Ds., Widagdo, J. Dai, N. Suharta, Darul SWP, S. Hardjowigeno, J. Hof dan E.R. Jordens. 1997. Pedoman klasifikasi landfrom. LT 5 Versi 3.0. Proyek LREP II,CSAR, Bogor.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanaman Pangan. 1985. Kedelai. Badan Litbang Pertanian.
Sekretariat Tim Pengendali Bantuan Penghijauan dan Reboisasi Pusat. 1999. Teknis Konservasi Tanah dan Air. Kelompok Kerja Penelitian dan Pengembangan (Pokja Litbang)- NWMCP. Schmidt, F.H., and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall Type Based on
Wet and Dry Period Ratio for Indonesia with Werstern New Guinea. Verh. No.42. Jawatan Met dan Geofisik, Kementerian Perhubungan, Jakarta.
Lampiran 1. Formulasi teknik konservasi tanah Formulasi Teknik Konservasi Tanah
1. Pembuatan saluran pembuangan air (SPA) adalah lebar bidang atas 50 cm, lebar bidang bawah 35 cm, dan dalam 70 cm. Untuk mengendalikan erosi pada dasar dan dinding SPA ditanami rumput lokal dan susunan batuan. Pada lahan berlereng >8 %, SPA perlu dilengkapi dengan terjunan air.
2. Tanaman penutup tanah adalah tanaman yang ditanam tersendiri (pada saat lahan tidak ditanamai tanaman pokok) atau ditanam bersama-sama dengan tanaman pokok. Fungsi tanaman penutup adalah untuk menutupi tanah dari terpaan langsung air hujan, menjaga kesuburan tanah, dan menyediakan bahan organik. Jenis tanaman penutup tanah yang dapat diterapkan adalah Centrosema sp, Puraria javanica, dan Arachis pintoi. Tanaman ini dipanen berupa hijauan (daun) pada saat umur tanaman 3-4 bulan. Hal ini karena pada umur tersebut hijauan tanaman tumbuh maksimal, sehingga menghasilkan hijauan yang tinggi. Tanaman dipangkas/dibabat dan disebarkan sebagai mulsa. Tanaman penutup tanah ini dapat diltanam pada tegakan jati dan cengkeh.
Gambar 7. Tanaman kudzu (Pueraria javanica) sebagai tanaman penutup tanah
3. Gulud batu adalah guludan yang tersusun dari batu-batu yang dilengkapi dengan penguat gulud rumput gajah dan saluran air pada lereng atas. Gulud ini sangat efektif bila diterapkan pada lereng 3-8 %. Gulud batu dibuat sesuai garis kontur dengan vertikal interval (VI) 1 -2 meter.
Gulud batu Gulud batu
Gambar 8. Penampang samping gulud batu
4. Teras batu, seperti gulud batu namun harus bersifat permanen. Teras ini umumnya sudah diterapkan dan sangat efektif pada kelerengan 8-15 persen.
Teras batu permanen Teras batu permanen
5. Teras bangku batu adalah teras dengan tampingan tersusun batu. Ada 3 jenis teras bangku: gulir kampak, datar, dan miring. Fungsi utama teras bangku adalah: (1) memperlambat aliran permukaan; (2) menampung dan menyalurkan aliran permukaan dengan kekuatan yang tidak sampai merusak; (3) meningkatkan laju infiltrasi; dan (4) mempermudah pengolahan tanah.
Teras bangku batu + rumput gajah Teras bangku batu
+ rumput gajah
Gambar 10. Teras bangku batu dikombinasikan dengan rumput gajah
Teras bangku batu Teras bangku batu
Gambar 11. Teras bangku batu
6. Perbaikan teras irigasi dengan cara memperkuat pematang dan tampingan sawah dengan tanaman rumput, agar kedudukan pematang lebih stabil dan penggunaan air lebih efisien.
Rumput lokal Rumput lokal
Gambar 12. Teras irigasi dengan pematang dan tampingan yang ditumbuhi rumput lokal
7. Rorak merupakan lubang penampung atau resapan air, dibuat dibidang olah atau diantara tanaman tahunan. Pembuatan rorak bertujuan untuk memperbesar peresapan air ke dalam tanah dan menampung tanah yang tererosi. Pada lahan kering beriklim kering, rorak berfungsi sebagai tempat pemanen air hujan dan aliran permukaan. Lubang rorak dibuat sejajar lereng dengan ukuran panjang 2 meter, lebar 1 meter, dan dalam 1 meter. Jarak kesamping antara rorak 1,50-2,00 meter. Pada periode tertentu, rorak akan terisi oleh tanah atau serasah tanaman. Bahan yang masuk kedalam rorak diangkat keluar dan diberikan atau disebar pada tanaman tahunan.
Rorak/slot mulsa Rorak/slot mulsa