• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

C. Teknologi Pelapisan

Buah-buahan dan sayuran memiliki selaput lilin alami pada permukaan kulitnya yang sebagian akan hilang karena pencucian. Pelapisan lilin tambahan yang diberikan secara artificial dapat menghindarkan keadaan anaerobik didalam buah, memberikan perlindungan terhadap organisme-organisme pembusuk dan

22 meningkatkan kilap buah-buahan sehingga lebih terlihat menarik (Akamine et al., 1986). Lapisan lilin berfungsi sebagai lapisan pelindung terhadap kehilangan air yang terlalu banyak dari komoditas akibat penguapan dan mengatur kebutuhan oksigen untuk respirasi, sehingga dapat mengurangi kerusakan buah yang telah dipanen akibat respirasi (Roosmani, 1975). Lilin adalah ester dari asam lemak berantai panjang dengan alkohol monohidrat berantai panjang atau sterol. Lilin ini berwarna putih kekuningan sampai coklat dengan titik cair 62,80C-700C dan bobot jenis 0,952-0,975 kg/m3 (Bennett, 1964).

Teknik pelilinan merupakan cara menunda proses pematangan yang bertujuan untuk memperpanjang umur simpan. Pelapisan lilin mampu mengurangi laju respirasi dan transpirasi produk hortikultura (Pantastico, 1986). Menurut Kader (1992) pelapisan lilin diharapakan dapat menutup sebagian stomata sehingga menurunkan laju respirasi dan mencegah penguapan air sehingga dapat memperkecil kerusakan buah yang telah dipanen.

Lilin lebah merupakan lilin alami komersial hasil sekresi lebah madu (Apis mellifica) atau lebah lainnya. Madu yang diekstrak dengan sentrifuse, sisir madunya dapat digunakan lagi sedangkan yang diekstrak dengan pengepresan mengakibatkan sarang lebah hancur. Sarang yang hancur dapat dijadikan lilin. Hasil sisa pengepresan dan sarang yang hancur dicuci dan dikeringkan, kemudian dipanaskan sehingga menjadi lilin atau malam (Winarno, 1981).

Pelapisan merupakan salah satu cara yang dikembangkan untuk memperpanjang masa simpan dan melindungi produk segar dari kerusakan dan pengaruh lingkungan yang tidak menguntungkan seperti serangan mikroba. Pelapisan juga dapat menutupi luka-luka atau goresan-goresan kecil pada permukaan buah dan sayuran, sehingga dapat menekan laju respirasi yang terjadi pada buah dan sayuran. Selain itu pelapisan mampu memberikan penampakan yang lebih menarik dan lebih diterima konsumen (Akamine et al., 1986).

Pelapisan dapat dilakukan dengan beberapa cara, diantaranya adalah pembusaan, penyemprotan, pencelupan, dan pengolesan. Pembusaan dilakukan dengan cara membuat lilin dalam bentuk busa, kemudian dilapisi pada produk segar dengan menggunakan sikat. Penyemprotan dilakukan dengan cara menyemprotkan pelapis langsung pada produk segar. Penyemprotan cenderung

23 memboroskan dibandingkan cara yang lain. Pencelupan dilakukan pada produk segar dengan mencelupkan buah atau sayuran kedalam bahan pelapis. Sedangkan pengolesan dilakukan dengan cara mengoleskan bahan pelapis menggunakan kuas ke buah atau sayuran (Akamine et al., 1986).

Keberhasilan pelapisan lilin untuk buah-buahan dan sayuran tergantung pada ketebalan lapisan. Pelilinan yang terlalu tipis tidak berpengaruh nyata terhadap pengurangan laju respirasi dan transpirasi, sedangkan yang terlalu tebal dapat menyebabkan kerusakan, bau, dan rasa yang menyimpang akibat udara di dalam sayuran dan buah-buahan terlalu banyak mengandung CO2 dan sedikit O2 (Roosmani, 1975).

Penggunaan lilin untuk melapisi buah dan sayuran terus berkembang. Umumnya lilin yang digunakan adalah karnauba, lilin lebah, lilin sekam, lilin Britex, dan shellac. Selain lilin juga terdapat pelapis yang terbuat dari kulit udang yaitu chitosan (Anonymous, 2009). Emulsi lilin yang dapat digunakan sebagai bahan pelapis harus memenuhi beberapa persyaratan, yaitu tidak mempengaruhi bau dan rasa yang akan dilapisi, mudah kering, jika kering tidak lengket, tidak mudah pecah, mengkilap dan licin, tidak menghasilkan permukaan yang tebal, dan tidak bersifat racun (Roosmani, 1975).

Wattimena (1988) mengemukakan bahwa dalam tanaman selain terdapat hormon pemacu penuaan (etilen) dan perontokan organ tanaman (asam absisik) terdapat pula hormon yang menekan proses tersebut (auksin, giberelin, sitokinin). Hal tersebut senada dengan pernyataan Kays (1991) bahwa giberelin dapat menunda kehilangan klorofil, menunda meningkatnya karotenoid pada buah jeruk serta menunda pelunakan pada Prumus domestica L, dan aprikot.

Pemberian giberelin dapat menghambat degradasi klorofil pada daun, buah, kotiledon, dan tangkai bunga. Giberelin juga dapat mengurangi degradasi RNA dan protein, memperlambat penuaan dan pemasakan (Arteca, 1996).

Gambar 2. Struktur Kimia Hormon Giberelin (Anonymous, 2009)

24 Benomyl atau dikenal dengan Benlate adalah fungisida yang diluncurkan pada tahun 1986 oleh Du Pont, yang merupakan sistematik benzimidazole fungisida yang selektif beracun untuk mikroorganisme dan invertebrate terutama cacing tanah dan cendawan. Efek racun Benomyl lebih tinggi untuk jamur dan mikroorganisme dibandingkan pada mamalia (Anonymous, 2009). Struktur kimia benomil sebagai berikut :

Gambar 3 Struktur Kimia Benomil (Anonymous, 2009)

D. Penyimpanan

Penyimpanan dingin merupakan cara yang paling umum dan ekonomis untuk penyimpanan jangka panjang bagi produk hortikultura. Penyimpanan dingin (chilling storage) adalah penyimpanan di bawah suhu 15 0C dan di atas titik beku bahan. Pendinginan akan mengurangi kelayuan karena kehilangan air, menurunya laju reksi kimia dan laju pertumbuhan mikroba pada bahan yang disimpan (Pantastico, 1986).

Setiap produk hortikultura mempunyai karakteristik penyimpanan tersendiri, dipengaruhi oleh faktor-faktor antara lain: varietas, iklim tempat tumbuh, kondisi tanah, derajat kematangan, dan perlakuan sebelum penyimpanan (Muctadi, 1992).

Masalah utama yang dihadapi pada penyimpanan buah setelah panen pada kondisi tanpa pendinginan adalah penurunan bobot serta nilai gizi seperti vitamin C dan kadar air. Hal ini disebabkan oleh transpirasi dan respirasi yang berlangsung secara cepat dan terus menerus tanpa hambatan (Roosmani, 1975).

Penyimpanan buah segar diharapkan dapat memperpanjang umur segar dan dalam keadaan tertentu memperbaiki nilai tambah, jika terkait dengan faktor penuaan. Tujuan utama penyimpanan buah segar adalah pengendalian laju

25 transpirasi dan respirasi antara lain mengatur suhu dan kelembaban ruangan, mengendalikan infeksi penyakit (Pantastico, 1986).

Istilah umur simpan secara umum mengandung pengertian tentang waktu antara saat produk mulai dikemas atau diproduksi sampai dengan mutu produk masih memenuhi syarat untuk dikonsumsi. Umur simpan adalah waktu yang dibutuhkan oleh produk pangan dalam kondisi penyimpanan untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu. Menurut (Pantastico, 1986), faktor-faktor yang mempengaruhi umur simpan adalah:

1. Jenis dan karakteristik produk pangan

a. Produk yang mengalami pengolahan akan lebih tahan lama dibandingkan dengan produk segar.

b. Produk yang mengandung lemak berpotensi mengalami ketengikan, produk yang mengandung protein dan gula berpotensi mengalami reaksi maillard (warna cokelat).

2. Jenis dan karakteristik bahan kemasan

Permeabilitas bahan kemas terhadap kondisi lingkungan (uap air, cahaya, aroma, oksigen).

3. Kondisi lingkungan

a. Intensitas sinar (ultra violet) menyebabkan terjadinya ketengikan dan degradasi warna.

b. Oksigen menyebabkan terjadinya reaksi oksidasi.

Dokumen terkait