• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS TEKNOLOGI PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

A. Tingkat Kematangan Buah Manggis

Tingkat kematangan manggis yang dianalisis dalam tahap ini ada 3 yaitu tingkat kematangan 2, 3, dan 4. Tingkat kematangan 2 terlihat dari warna bercak ungu merah 25-50% setara dengan manggis yang dipetik 108 hari setelah bunga mekar, tingkat kematangan 3 dengan bercak warna ungu merah 50-75% setara dengan waktu pemetikan manggis 110 hari setelah bunga mekar, dan tingkat kematangan 4 dengan 100% warna ungu merah setara dengan waktu pemetikan 114 hari setelah bunga mekar (Salawas, 2008).

(a) TK 2 (b) TK 3 (c) TK 4

Gambar 5. Manggis dengan tingkat kematangan berbeda 1. Penampakan Sepal visual

Sepal atau dikenal pula dengan cupat merupakan bagian atas manggis yang berwarna hijau. Kesegaran sepal manggis menjadi salah satu parameter penentu mutu buah manggis selama penyimpanan. Buah manggis segar memiliki warna sepal hijau segar kemudian berubah menjadi coklat setelah tidak segar. Menurut Suyanti et al (1999) bahwa buah manggis yang dipanen dengan warna kulit buah hijau dengan setitik warna ungu atau setara dengan 104 hari setelah bunga mekar kesegaran sepal dapat bertahan selama enam hari peyimpanan suhu ruang.

Penurunan perubahan penampakan sepal semakin tinggi dengan semakin lamanya penyimpanan. Artinya terjadi perubahan dari hijau segar manjadi coklat

33 kering. Terjadinya perubahan tersebut disebabkan oleh hilangnya warna hijau (klorofil) akibat proses degradasi struktur dan proses transpirasi sehigga sepal buah akan mengering dan berwarna kecoklatan.

Pada awal pengamatan, sepal buah manggis berwarna hijau segar kemudian menjadi hijau kecoklatan dan akhirnya berwarna coklat kering. Secara kualitatif perubahan tersebut dapat dilihat pada Gambar 6. Pada grafik dapat dilihat bahwa perlakuan tingkat kematangan dan suhu penyimpanan mengakibatkan penurunan perubahan penampakan sepal. Laju perubahan penampakan sepal pada grafik ditunjukkan oleh nilai slope. Slope negatif menunjukkan terjadinya penurunan, semakin kecil nilai tersebut maka laju perubahan yang terjadi semakin kecil.

Keterangan:

◊ : Tingkat kematangan 2, penyimpanan dingin

: Tingkat kematangan 2, penyimpanan ruang

∆: Tingkat kematangan 3, penyimpanan dingin x : Tingkat kematangan 3, penyimpanan ruang ¤ : Tingkat kematangan 4, penyimpanan dingin ο : Tingkat kematangan 4, penyimpanan ruang

Gambar 6. Persentase perubahan sepal manggis terhadap hari ke 0 Buah manggis tingkat kematangan 2, 3, dan 4 perlakuan penyimpanan suhu dingin mengalami penyusutan bobot lebih kecil (3,399; 2,443; 3,276) dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruang (6,189; 4,957; 4,019). Hal ini

34 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan mampu mempertahankan penampakan sepal bauh manggis. Kecilnya laju penurunan penampakan sepal visual pada manggis tersebut disebabkan oleh kondisi penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah sehingga proses kehilangan air (transpirasi dan respirasi) relatif lebih lambat dan sepal buah manggis mampu mempertahankan kesegarannya.

Buah manggis dengan tingkat kematangan 3 menunjukkan nilai penurunan penampakan sepal visual yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya (Gambar 6). Hal ini disebabkan oleh proses pematangan pada buah manggis tingkat kematangan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan 2 ataupun 4. Dengan kata lain proses metabolisme dan kehilangan air pada tingkat kematangan 3 terjadi lebih lambat dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya.

2. Susut bobot

Susut bobot merupakan salah satu faktor yang mengindikasikan penurunan mutu buah. Penurunan bobot buah dipengaruhi oleh respirasi dan transpirasi. Respirasi adalah proses perombakan karbohidrat menjadi CO2, H2O, dan menghasilkan energi. Sedangkan transpirasi merupakan proses hilangnya air dalam bentuk uap air melalui proses penguapan.

Buah manggis tingkat kematangan 2, 3, dan 4 perlakuan penyimpanan suhu dingin mengalami penyusutan bobot lebih kecil (0,014; 0,008; 0,017) dibandingkan dengan penyimpanan suhu ruang (0,03; 0,020; 0,027). Hal ini menunjukkan bahwa suhu penyimpanan mampu mempertahankan penyusutan bobot bauh manggis. Kecilnya laju susut bobot pada manggis tersebut disebabkan oleh kondisi penyimpanan dengan suhu yang lebih rendah sehingga proses kehilangan air relatif lebih lambat dan penyusutan bobot yang lebih lambat pula.

Buah manggis dengan tingkat kematangan 3 menunjukkan nilai laju penurunan bobot yang lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya (Gambar 7). Hal ini disebabkan oleh proses pematangan pada buah manggis tingkat kematangan tersebut lebih kecil dibandingkan dengan tingkat kematangan 2 ataupun 4. Dengan kata lain proses metabolisme dan kehilangan air

35 pada tingkat kematangan 3 terjadi lebih lambat dibandingkan dengan tingkat kematangan lainnya.

Keterangan:

◊ : Tingkat kematangan 2, penyimpanan dingin

: Tingkat kematangan 2, penyimpanan ruang

∆: Tingkat kematangan 3, penyimpanan dingin x : Tingkat kematangan 3, penyimpanan ruang ¤ : Tingkat kematangan 4, penyimpanan dingin ο : Tingkat kematangan 4, penyimpanan ruang

Gambar 7. Perubahan bobot manggis selama penyimpanan

Komponen kimia terbesar dari buah-buahan adalah air, yaitu berkisar antara 81-83%. Muchtadi (1992) mengemukakan bahwa kehilangan bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama proses respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lenti sel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis. Kehilangan air selama penyimpanan tidak hanya menurunkan bobot tetapi juga menurunkan mutu dan menimbulkan kerusakan.

Faktor yang mempengaruhi kehilangan air pada buah antara lain luas atau volume permukaan buah tersebut, lapisan alami permukaan buah, dan kerusakan mekanis pada kulit buah. Wills et al (1981) mengemukakan bahwa kehilangan air pada buah tergantung dari defisit tekanan uap air antara komoditas dengan udara

36 sekitar. Kehilangan air dari komoditas akan meningkat sejalan dengan meningkatnya temperatur. Susut buah akibat respirasi dan transpirasi dapat ditekan dengan menaikan RH, menurunkan suhu, mengurangi gerakan udara, dan penggunaan kemasan.

3. Organoleptik

Penilaian mutu produk pangan tidak cukup hanya berdasarkan analisis sifat-sifat objektif melainkan juga sifat-sifat indrawi. Penilaian sifat indrawi penting bagi produk panngan untuk mengetahui apakah produk tersebut dapat diterima atau dikonsumsi oleh konsumen. Pengamatan atau pengukuran indrawi dilakukan dengan menggunakan kemampuan panca indera manusia.

Uji organoleptik dilakukan dengan bantuan 10 orang panelis semi terlatih. Analisis statistik menggunakan uji friedman menunjukan bahwa pada hari pengamatan ke 3 menunjukan bahwa suhu penyimpanan berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan warna kulit dan aroma buah (Lampiran 4). Sedangkan untuk parameter warna daging, penampakan sepal, dan rasa buah tidak berbeda nyata. Hal ini ditunjukan oleh nilai P yang lebih besar dari 0,05.

Pada hari pengamatan ke 6 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna kulit dan penampakan sepal. Sedangkan untuk parameter warna daging, rasa, dan aroma buah tidak berbeda nyata. Hari pengamatan ke 9 menunjukkan bahwa suhu penyimpanan berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna kulit, penampakan sepal, dan aroma buah. Sedangkan untuk parameter warna daging, dan rasa buah tidak berbeda nyata. Hari pengamatan ke 12 menunjukan bahwa tingkat kematangan berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan warna kulit. Sedangkan untuk parameter warna daging, penampakan sepal, rasa, dan aroma buah tidak berbeda nyata (Lampiran 4).

Hasil uji menunjukan bahwa tingkat penerimaan konsumen paling tinggi terdapat pada perlakuan buah manggis dengan tingkat kematangan 3 penyimpanan suhu dingin. Hal ini dikarenakan manggis pada penyimpanan dingin mengalami resepirasi dan transpirasi yang lebih lambat dibandingkan dengan manggis pada penyimpanan ruang. Oleh karena itu mampu bertahan dalam keadaan segar yang

37 lebih lama. Dengan penampakan yang segar tersebut, konsumen (panelis) lebih menyukainya.

Tingkat kematangan 3 memiliki warna kulit buah 50-75% ungu merah memperlihatkan penampilan yang lebih menarik dibandingkan tingkat kematangan 2 dan 4. Tingkat kematangan 2 masih memiliki kandungan getah kuning, tingkat kematangan 4 memperlihatkan waran kulit ungu kehitaman pada akhir peyimpanan. Sehingga tingkat kematangan 3 merupakan tingkat yang paling disukai karena penampakan manggis yang tidak terlalu muda tetapi tidak cepat mendekati fase pembusukan. Selain penampakan luar, parameter bagian dalam seperti warna, rasa, dan aroma daging buah umumnya memiliki korelasi positif. Artinya apabila penampakan luar bagus, maka bagian dalam buah tersebut dalam keadaan baik. Dengan demikian manggis yang paling disukai adalah manggis tingkat kematangan 3 yang disimpan pada penyimpanan suhu dingin.

B. Konsentrasi Bahan Pelapis Buah Manggis

Perlakuan pada tahap ini adalah menentukan konsentrasi bahan pelapis. Bahan pelapis yang digunakan dalam penelitian ini adalah lilin lebah, hormon giberelin, dan benomil. Pengujian pengaruh konsentrasi setiap bahan pelapis pada manggis dilakukan secara terpisah. Pengamatan terhadap perubahan mutu buah manggis selama penyimpanan dilakukan setiap 5 hari sampai dengan buah manggis tersebut tidak diterima konsumen (berdasarkan uji organoleptik). Perubahan mutu yang diamati meliputi sifat fisik (sepal secara visual, susut bobot, tingkat kekerasan kulit, perubahan warna kulit) dan organoleptik (warna kulit dan daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma).

1. Lilin Lebah

a. Penampakan Sepal Visual

Jenis lilin yang digunakan dalam penelitian ini adalah lilin lebah dengan konsentrasi 4 dan 6%. Lilin lebah memiliki kelebihan dibandingkan dengan lilin jenis carnauba atau shellac. Kelebihan tersebut anatara lain; memiliki daya kilap yang tinggi, harga ekonomis, dan tidak memutih apabila disimpan pada suhu

38 dingin. Lilin lebah merupakan hasil sekresi lebah yang termasuk ke dalam senyawa ester dari lemak berantai panjang denagn alkohol monohidrat berantai sterol.

Lilin lebah mengandung senyawa organik hidrokarbon jenuh dan tak jenuh, ester-ester dan alkohol monoester, kolesterol, dan sedikit mineral-mineral tertentu. Warna lilin bervariasi, kuning atau putih tulang, pada suhu kamar akan beku dan sedikit lunak, pada suhu dingin bersifat mudah pecah sedangkan pada suhu 85°F keadaannya lunak, tetapi tidak lengket atau melekat di kulit.

Gambar 8. Perubahan penampakan sepal manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan

Pada Gambar 8 dapat dilihat bahwa buah manggis manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai laju perubahan penampakan sepal yang lebih besar (2,857) dibandingkan dengan buah manggis yang mendapat perlakuan pelapisan lilin lebah (rata-rata 2,298). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan lebah mampu mempertahankan kesegaran sepal. Laju perubahan penampakan sepal pada manggis yang dilapisi lilin lebah konsentrasi 4% lebih besar (2,487) dibandingkan dengan konsentrasi 6% (2,109).

Lilin lebah konsentrasi 6% lebih mampu menutupi pori-pori sepal buah manggis dibandingkan dengan konsentrasi 4%, karena konsentrasinya lebih pekat sehingga proses metabolisme serta perubahan warna yang terjadi pada sepal menjadi terhambat. Oleh karena itu buah manggis yang dilapisi lilin lebah

23 23

39 konsentrasi 6% memperlihatkan sepal yang realif lebih segar selama penyimpanan dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

b. Susut Bobot

Penyusutan bobot buah manggis selama penyimpanan dari setiap perlakuan berbeda-beda, hal ini menunjukan bahwa perlakuan konsentrasi lilin lebah berpengaruh terhadap perubahan bobotnya. Pada Gambar 9 dapat dilihat bahwa pada semua perlakuan memperlihatkan kecenderungan penurunan bobot. Berdasarkan persamaan laju penurunan bobotnya buah manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai laju penurunan bobot yang lebih besar (0,010) dibandingkan dengan buah manggis yang dilapisi lilin lebah (rata-rata 0,0075). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan lilin lebah mampu mempertahankan bobot buah. Laju penurunan bobot buah manggis yang dilapisi lilin lebah konsentrasi 4% lebih besar (0,008) dibandingkan dengan konsentrasi 6% (0,007).

Gambar 9. Perubahan bobot manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan

Kehilangan (susut) bobot pada buah-buahan yang disimpan terutama disebabkan oleh kehilangan air sebagai akibat dari proses penguapan dan kehilangan karbon selama respirasi. Air dibebaskan dalam bentuk uap air pada proses transpirasi dan respirasi melalui stomata, lentisel, dan bagian jaringan tumbuhan lain yang berhubungan dengan sel epidermis (Muchtadi, 1992).

40 Selama proses penyimpanan bobot manggis cenderung mangalami penyusutan. Transpirasi merupakan faktor dominan penyebab susut bobot, yaitu terjadi perubahan fisikokimia berupa pelepasan air ke lingkungan. Kehilangan air ini juga berpengaruh langsung terhadap kerusakan tekstur, kandungan gizi, kelayuan, dan pengerutan.

Pelilinan dan penyimpanan dalam suhu rendah mampu menghambat proses respirasi dan transpirasi yang merupakan faktor penyebab susut bobot. Oleh sebab itu manggis yang diberi perlakuan pelapisan lilin lebah mangalami laju penurunan bobot lebih kecil dibandingkan dengan manggis tanpa perlakuan pelapisan. Konsentrasi lilin lebah 6% lebih mampu mempertahankan bobot manggis daripada konsentrasi lilin lebah 4% karena konsentrasi yang lebih pekat sehingga bahan pelapis mampu menutupi pori-pori kulit buah manggis yang lebih optimal. Dengan demikian proses respirasi dan transpirasi yang terjadi pun lebih lambat sehingga proses kehilangan air lebih sedikit dan penyusutan buah manggis juga lebih kecil dibandingkan dengan perlakuan yang lainnya.

c. Tingkat Kekerasan Kulit

Kekerasan kulit manggis merupakan salah satu indikator kerusakan mutu manggis. Semakin keras kulit buah manggis dapat dikatakan buah telah rusak dan tidak disukai oleh konsumen karena buah menjadi sulit dibuka. Peningkatan kekerasan kulit buah disebabkan oleh penguapan air pada ruang-ruang antar sel yang menyebabkan sel menjadi kecil sehingga ruang antar sel menyatu dan zat pektin menjadi saling berikatan.

Terjadinya pengerasan kulit buah merupakan akibat dari tingginya laju proses desikasi, sehingga kulit buah menjadi kering dan keras akhirnya sulit untuk dibelah. Desikasi merupakan kekeringan yang terjadi akibat dehidrasi secara berlebihan. Pada Gambar 10 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan dan buah yang dilapisi lilin lebah 4% menunujukkan laju penurunan penetrasi jarum yang besar yaitu 0,018x10-3, sedangkan buah manggis yang dilapisi lilin lebah konsentrasi 6% menunjukkan nilai yang lebih kecil yaitu 0,017x10-3. Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan dengan lilin lebah konsentrasi 6% mampu menghambat pengerasan buah manggis.

41 Gambar 10. Penetrasi jarum pada pengukuran tingkat kekerasan kulit manggis

dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan

Kulit merupakan bagian terluar buah manggis yang langsung berhubungan dengan lingkungan ruang penyimpanan. Pada kulit inilah terjadi pertukaran gas, kehilangan air, peresapan bahan kimia, tekanan suhu, kerusakan mekanik, penguapan senyawa atsiri, dan perubahan tekstural. Transpirasi merupakan proses penguapan air dari kulit atau tanaman yang berlangsung melalui mulut daun (stomata) dan kutikula. Konsentrasi lilin lebah 6% lebih mampu mempertahankan kulit dari pengerasan dibandingkan dengan 4%. Dengan adanya perlakuan pelapisan lilin lebah maka pori-pori kulit buah manggis tertutupi yang mengakibatkan proses transpirasi terhambat. Oleh sebab itu kehilangan air dan laju peningkatan kekerasan kulit pada manggis yang dilapisi lilin ebah 6% lebih kecil dibandingkan dengan manggis perlakuan lainnya.

d. Warna

Perubahan warna sebagai salah satu indeks mutu bahan pangan. Selain itu warna dapat mempengaruhi daya tarik konsumen terhadap suatu produk. Pada Gambar 11 dapat dilihat bahwa selama penyimpanan intensitas warna merah manggis cenderung mengalami penurunan. Penurunan tersebut terjadi karena manggis mengalami pematangan yang berubah menjadi keunguan. Terlihat dari akhir penyimpanan (Hari ke-30) dimana posisi warna secara perlahan menjauh dari warna merah.

42

(a) Kontrol (b) Lilin 4%

(c) Lilin 6%

Gambar 11. Warna kulit manggis dengan pelapis lilin lebah selama penyimpanan Perlakuan konsentrasi lilin lebah 4% nilai rata-rata nilai chroma pada awal penyimpanan sebesar 26,03 dan pada akhir penyimpanan menjadi 20,48; lilin lebah 6% 25,96 menjadi 22,28, dan manggis tanpa perlakuan 27,78 menjadi 18,31. Penurunan intensitas warna yang paling kecil terdapat pada manggis dengan pelapis lilin lebah konsentrasi 6%. Hal ini terjadi karena sebagian pori- pori kulit manggis tertutupi oleh lilin lebah yang mampu menghambat respirasi. Sehingga proses metabolisme dan perubahan warna kulit juga berjalan lebih lambat dibandingkan dengan manggis tanpa pelapisan. Sama seperti laju perubahan penampakan sepal, susut bobot, dan tingkat kekerasan kulit, buah manggis yang dilapisi lilin lebah 6% menunjukkan laju perubahan intensitas warna kulit yang paling kecil dibandingkan dengan perlakuan lainnya.

43 e. Organoleptik

Pengujian kesukaan (organoleptik) penting dilakukan untuk mengetahui penerimaan konsumen terhadap manggis yang telah diberi perlakuan selama penyimpanan. Analisis statistik menggunakan uji friedman menunjukan bahwa konsentrasi lilin lebah pada hari pengamatan ke 5 berpengaruh nyata (P<0,05) terhadap kesukaan rasa dan aroma buah. Sedangkan untuk parameter warna daging, penampakan sepal, dan rasa buah tidak berbeda nyata. Hari pengamatan ke 25 menunjukan bahwa konsentrasi lilin berpengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan aroma buah dan pada pengamatan ke 30 menunjukan bahwa konsentrasi lilin lebah berbengaruh nyata terhadap tingkat penerimaan aroma.

Tingginya tingkat kesukaan pada manggis yang telah dilapisi lilin lebah konsentrasi 6% disebabkan oleh penampakan bagian luar dan dalam buah manggis yang lebih segar dibandingkan dengan manggis perlakuan lainnya. Selain itu, warna manggis tersebut selama penyimpanan lebih stabil dibandingkan dengan warna manggis tanpa perlakuan pelapisan dan pelapis lilin lebah 4%.

Berdasarkan data hasil uji organoleptik diketahui bahwa perlakuan konsentrasi lilin lebah 6% pada setiap pengamatan untuk parameter warna kulit dan daging buah, penampakan sepal, rasa, dan aroma secara dominan memiliki tingkat kesukaan paling tinggi. Terlihat dari jumlah skor penilaian panelis yang paling tinggi (Lampiran 7).

2. Hormon Giberelin

Hormon giberelin adalah salah satu zat pengatur tumbuh yang merupakan senyawa yang terdiri dari satu kerangka ent-gibberellane atau kerangka gibbane. Dengan aktivitas biologisnya dapat menghambat pemucatan warna klorofil dan karoten. Giberelin biasa disingkat GA (Gibberelic acid) (Kays, 1991). Porat et al mengemukakan bahwa penggunaan giberelin dengan konsentrasi 10 ppm dapat mempertahankan warna hijau jeruk citrus.

a. Penampakan Sepal Visual

Pada Gambar 14 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan memiliki nilai laju perubahan penampakan sepal yang lebih besar

44 (2,857) dibandingkan dengan manggis yang dilapisi hormon giberelin (rata-rata 0,0075). Hal ini menunjukkan bahwa pelapisan hormon giberelin mampu mempertahankan penampakan sepal. Laju perubahan penampakan sepal buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm lebih kecil (2,453) dibandingkan dengan konsentrasi 5 ppm (2,789) ataupun 15 ppm (2,633).

Gambar 12. Perubahan penampakan sepal manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan

Perlakuan pelapisan buah manggis dengan hormon giberelin dapat menghambat proses pemucatan klorofil pada sepal sehingga penampakan sepal relative tetap menunjukkan kesegarannya selama penyimpanan. Konsentrasi hormon giberelin 10 ppm lebih mampu mempertahankan keadaan sepal daripada konsentrasi 5 dan 15 ppm. Artinya semakin tinggi konsentrasi hormon giberelin yang digunakan untuk melapisi buah manggis belum tentu semakin mampertahankan warna hijau dan kesegaran sepal. Salah satunya disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi benomil yang digunakan untuk pelapisan buah manggis, kemungkinan konsentrasi tersebut terlalu pekat sehingga pori-pori sepal terlalu tertutupi yang mengakibatkan terjadinya fermentasi. Sehingga manggis yang dilapisi pelapis benomil konsentrasi 15 ppm mengalami proses pembusukan lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 5 dan 10 ppm.

45 b. Susut bobot

Pada Gambar 15 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan menunjukkan nilai perubahan susut bobot selama penyimpanan yang lebih besar (0,010) dibandingkan dengan buah manggis yang mendapat perlakuan pelapisan hormon giberelin (rata-rata 0,0016). Laju penyusutan bobot buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm lebih kecil (0,001) dibandingkan dengan konsentrasi 5 ppm (0,002) ataupun 15 ppm (0,002). Hal ini menunjukkan pelapisan hormon giberelin mampu menghambat penyusutan bobot buah.

Gambar 13. Perubahan susut bobot manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan

Sama seperti susut penampakan sepal, susut bobot buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm lebih kecil dibandingkan dengan konsentrasi 5 dan 15 ppm. Artinya semakin tinggi konsentrasi hormon giberelin yang digunakan untuk melapisi buah manggis belum tentu semakin mampertahankan susut bobot buah. Salah satunya disebabkan oleh semakin tinggi konsentrasi hormon giberelin yang digunakan untuk pelapisan buah manggis, kemungkinan konsentrasi tersebut terlalu pekat sehingga pori-pori buah manggis terlalu tertutupi yang mengakibatkan terjadinya fermentasi. Sehingga manggis yang dilapisi pelapis benomil konsentrasi 15 ppm mengalami proses pembusukan (kulit buah berwarna kehitaman denngan daging buah yang mengeras dan mengering) lebih cepat dibandingkan dengan konsentrasi 5 dan 10 ppm. Hal ini 30

46 terjadi karena jumlah air yang terdapat pada manggis berkurang sehingga bobot manggis menjadi menyusut dan penampakannya tidak segar.

c. Tingkat kekerasan kulit

Pada Gambar 16 dapat dilihat bahwa buah manggis tanpa perlakuan pelapisan memiliki nilai laju penurunan penetrasi jarum yang paling besar (1,801 x10-3) dibandingkan dengan buah manggis yang dilapisi hormon giberelin (rata- rata 1,6473x10-3). Hal ini menunjukkan bahwa pelapis hormon giberelin mampu menghambat penurunan penetrasi jarum dengan kata lain mampu mempertahankan kulit buah manggis dari pengerasan. Buah manggis yang dilapisi hormon giberelin konsentrasi 10 ppm menunjukkan nilai laju penurunan penetrasi jarum yang lebih kecil (1,579x10-3) dibandingan dengan hormon giberelin 5 ppm (1,782 x10-3) dan 15 ppm (1,581x10-3).

Gambar 14. Tingkat kekerasan kulit manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan

Dengan demikian konsentrasi pelapis hormon giberelin 10 ppm lebih efektif daripada konsentrasi 5 ataupun 15 ppm. Terlihat dari nilai slope pada persamaan trend yang paling kecil dengan kata lain laju perubahan kekerasannya paling kecil. Kekerasan kulit manggis dipengaruhi oleh perubahan warna kulit. Semakin cepat proses perubahan warna kulit dari hijau segar menjadi ungu kering maka tingkat kekerasan kulit semakin tinggi. Hal ini terjadi karena jaringan dan

31 31

47 ruang pada kulit semakin merapat dan mengkerut. Pelapisan hormon giberelin pada manggis mampu menahan laju perubahan kekerasan kulit manggis. Hal ini terjadi karena hormon giberelin mampu memperlambat pemucatan pigmen klorofil dan karoten yang terdapat pada kulit manggis.

d. Warna

Ben-Arie et al mengemukakan bahwa perlakuan pascapanen dengan menggunakan giberelin dapat menunda pematangan beberapa jenis buah. Respon setiap buah terhadap giberelin berbeda-beda. Pada pisang, apricot, tomat, dan kesemek perlakuan giberelin dapat menurunkan laju respirasi dan terhambatnya klimakterik. Pada buah kesemek menunjukkan bahwa giberelin menunda dan menghambat metabolisme dalam dinding sel yang terjadi selama pematangan buah.

(a) Kontrol (b) Giberelin 5 ppm

(c) Giberelin 10 ppm (d) Giberelin 15 ppm

Gambar 15. Warna kulit manggis dengan pelapis hormon giberelin selama penyimpanan

48 Perlakuan konsentrasi hormon giberelin 5 ppm nilai rata-rata chroma pada

Dokumen terkait