• Tidak ada hasil yang ditemukan

Faktor yang Mengendalikan Laju Dekomposisi dan Mineralisasi Waktu dibutuhkan untuk menyelesaikan proses dekomposisi dan mineralisasi

Dalam dokumen Suatu Kajian Sistem Pertanian Terpadu da (Halaman 97-100)

berkisar mulai harian sampai tahunan, bergantung pada 2 faktor utama yaitu: (1) kondisi lingkungan di dalam tanah, dan (2) kualitas residu yang ditambahkan sebagai sumber makanan untuk organisme tanah.

Kondisi lingkungan yang sesuai untuk dekomposisi dan mineralisasi cepat adalah pH mendekati netral, kelembaban tanah cukup, dan aerasi baik (kira-kira 60% dari ruang pori total tanah terisi oleh air), dan temperatur hangat (25 – 35oC).

Sedangkan faktor fisik yang mempengaruhi kualitas residu adalah lokasi penempatan residu. Bila residu ditempatkan di atas tanah biasanya lebih lambat terdekomposisi dan lebih bervariasi daripada yang dibenamkan di daerah perakaran tanaman, karena adanya pengaruh aktivitas fauna tanah atau pengolahan tanah. Residu-residu yang ada di permukaan lebih cepat kering akibat adanya temperatur yang ekstrim. Unsur-unsur hara yang termineralisasi dari residu di eprmukaan lebih peka terhadap kehilangan akibat aliran permukaan atau oleh proses volatilisasi daripada yang dibenamkan ke dalam tanah. Secara fisik, residu di permukaan di luar jangkauan mikroorganisme tanah. Sedangkan residu yang dibenamkan lebih dekat kontak dengan organisme tanah dan kondisinya lebih lembab, sehingga dapat terdekomposisi lebih cepat, namun dapat hilang melalui pencucian.

Ukuran partikel juga merupakan faktor fisik pentingyang lain. Semakin kecil kecil ukuran partikel, semakin cepat laju dekomposisi. Ukuran partikel yang kecil dapat diperoleh secara alami dari jenis residu yang ada, atau dapat dihaluskan dengan grinder atau juga telah dihancurkan oleh fauna tanah. Pengurangan ukuran residu secara fisik mengekspos lebih luas permukaan untuk dekompoisisi, dan juga dapat memecahkan dinding sel yang mengandung lignin dan lapisan luar yang mengandung wax, sehingga mengekspos lebih siap sel-sel dan jaringan yang terdekomposisi.

Rasio C/N bahan organik (residu) mempengaruhi laju dekomposisi dan mineralisasi. Mikroba tanah, sepertihalnya organisme lainnya, memerlukan keseimbangan hara dimana mereka perlukan untuk membangun sel-sel mereka dan mengekstrak energi. Organisme tanah membutuhkan C untuk membentuk senyawa organik esensial dan untuk memperoleh energi untuk proses kehidupannya. Organisme harus juga memperoleh N yang cukup untuk mensintesa komponen celuler yang mengandung N, seperti asam amino, enzim, dan DNA. Rata-rata mikroba tanah harus memasukkan 8 bagian C ke dalam sel-selnya untuk setiap satu bagian N (Rasio C/N 8: 1). Karena hanya kira-kira 1/3 C yang dimetabolisme oleh mikroba dimasukkan ke dalam sel-sel (sisanya direspirasi dan hilang sebagai CO2), mikroba membutuhkan kira-kira 1 g N untuk setiap 24 g C dalam makanannya.

Keperluan ini menghasilkan 2 konsekuensi paraktikal yang sangat penting. Pertama, jika rasio C:N bahan organik ditambahkan ke dalam tanah melebihi 25: 1, mikroba tanah harus mencari sesuatu dalam larutan tanah untuk memperoleh cukup N, proses ini dikenal dengan imobilisasi N. Dengan demikian, pembenaman residu dengan rasio C/N tinggi akan mengurangi suplai N larut dalam tanah, yang menyebabkan tanaman mengalami defisiensi N. Kedua, penguraian bahan organik dapat tertunda jika N yang cukup untuk mendukung pertumbuhan mikroba, tersedia baik di dalam bahan yang mengalami dekomposisi maupun di dalam larutan tanah.

Pengaruh ekologi tanah terhadap proses mineralisasi N melibatkan seluruh jejaring makanan dalam tanah, tidak hanya bakteri dan fungi saprofit. Sebagai contoh, ektika residu organik ditambahkan ke dalam tanah, bakteri dan fungi tumbuh secara cepat di atas sumber makanan tersebut, menghasilkan biomas sel bakteri dan fungi dalam jumlah besar yang mengandung banyak N yang berasal dari residu. Hingga biomas mikroba mulai mati, N diimobilisasi dan tidak tersedia bagi tanaman. Namun, ekosistem tanah yang sehat akan mengandung nematoda, protozoa, dan cacing tanah yang memberi makan bakteri dan fungi. Oleh karena rasio C/N binatang tidak terlalu berbeda dari makanan mikroba tersebut, dan sebagian besar C dikonversi menjadi CO2 oleh proses respirasi, maka binatang tersebut segera mencernak lebih banyak N dari pada yang mereka konsumsi. Kemudian mereka mengeksresi kelebihan N, terutama dalam bentuk NH4+, masuk ke dalam larutan tanah, memberikan N mineral yang tersedia bagi tanaman. Aktivitas makan memakan hewan-hewan tanah secara mikrobal dapat meningkatkan laju mineralisasi

N hingga 100%. Pengelolaan tanah yang menyesuaikan jejaring makanan kompleks dengan berbagai level trofik dapat diharapkan meningkatkan siklus dan efisiensi penggunaan hara.

Kandungan lignin dan polifenol dari bahan organik mempengaruhi laju dekomposisi dan mineralisasi. Kandungan lignin seresah tanaman berkisar antara <20 - >50 %. Bahan dengan kandungan lignin tinggi akan terdekomposisi sangat lambat. Senyawa polifenol yang ditemukan dalam seresah tanaman dapat juga menghambat dekomposisi. Senyawa fenolik larut dalam air dan mungkin berada dalam konsentrasi tinggi kira-kira 5 – 10 % dari bahan kering. Dengan membentuk senyawa kompleks yang sangat resisten dengan protein selama dekomposisi residu, senyawa fenolik ini secara nyata memperlambat laju mineralisasi N dan oksidasi C.

Residu yang mengandung lignin dan/atau fenol yang tinggi dianggap sebagai bahan organik kualitas jelek bagi organisme tanah yang mendaur ulang karbon dan hara. Karena mereka kurang mendukung aktivitas mikroba dan biomas. Produksi residu dengan laju dekomposisi lambat pada tanaman hutan dapat membantu menjelaskan akumulasi C dan N yang terhumifikasi dalam jumlah sangat besar dalam tanah hutan.

Kandungan lignin dan polifenol juga mempengaruhi dekomposisi dan pelepasan N residu tanaman yang berfungsi sebagai pupuk hijau, yang digunakan untuk memperkaya tanah-tanah pertanian. Sebagai contoh bila residu tanaman pohonan legum, mempunyai rasio C/N sangat sempit, tetapi kandungan fenolik sangat tinggi. Ketika residu tersebut ditambahkan ke dalam tanah dalam suatu sistem agroforestri, N dilepaskan secara lambat, bahkan sering sangat lambat untuk memenuhi kebutuhan tanaman. Sama halnya, residu dengan kandungan lignin tinggi lebih dari 20 – 25 % akan terdekomposisi sangat lambat dan akan efektif sebagai pupuk hijau untuk tanaman setahun dengan pertumbuhan cepat. Namun, untuk tanaman tahunan atau hutan, pelepasan N yang lambat dari residu dapat menguntungkan untuk jangka waktu lama, karena N sedikit hilang. Lagi pula, dekomposisi lambat dari bahan yang kaya fenol dan lignin berarti sama bahwa jika rasio C/N sangat tinggi, depresi nitrat tidak akan terjadi.

Sebelum Pengomposan

Dalam dokumen Suatu Kajian Sistem Pertanian Terpadu da (Halaman 97-100)