• Tidak ada hasil yang ditemukan

Isi dari Teks-Teks Buddhis In

Jātaka Mangala mengisahkan tentang seorang brahmana yang dikatakan sangat ahli dalam membaca prediksi atau meramal melalui kain� Terobsesi dengan takhayul bahwa semua kain, betapapun baru atau mahalnya sebuah kain, ketika kain tersebut digigit oleh seekor tikus maka itu menandakan kesialan atau pertanda yang sangat tidak baik (amangala), brahmana ini membuang sepotong kain yang sangat berharga di sebuah pemakaman setelah menemukan gigitan tikus pada kain tersebut� Mendengar bahwa Buddha telah mengambil kain yang ia buang itu, ketakutan dan kekhawatiran menyelimuti sang brahmana, karena ia menduga atau meramalkan kesialan atau nasib buruk akan menimpa Buddha dan para pengikutnya� Ia bergegas menemui Buddha untuk menyingkirkan malapetaka ini sebelum semuanya terlambat� Namun saat bertemu Buddha, brahmana ini menyingkirkan semua takhayul yang dipercayainya dan memperoleh pandangan terang akan Dhamma� Buddha mengatakan padanya mengenai ketagihannya akan takhayul yang serupa pada kehidupan yang sebelumnya.

Buddha mengajarkan melalui Jātaka Mahā Mangala yang mengisahkan tentang salah satu kelahiran lampau beliau ketika ia sedang menjalani kehidupan kepetapaan di dekat Benares� Ia lalu kemudian menjabarkan delapan kelompok berkah yakni: kedermawanan tanpa batas, kerendahan hati, pelayanan sosial, kebebasan, kebahagiaan rumah tangga, sikap lurus yang mengundang rasa hormat secara universal, pengertian benar mengenai cara kerja kamma, dan kedamaian mental�

Cerita diatas menunjukkan dengan cukup jelas bukan hanya pada sikap Buddha terhadap takhayul-takhayul, namun juga pada penekananan beliau mengenai pertumbuhan atau perkembangan menuju pandangan yang tercerahkan dan

kehidupan yang luhur. Dalam Sutta Mangala dan Mahā Mangala, aspek terakhir

inilah yang kemudian dipertegas lebih lanjut�

Kami telah memilih Sutta Mahā Mangala sebagai teks dari karya ini. Sutta ini memiliki pendahuluan dalam bentuk prosa namun bagian utamanya terdiri dari

Perkenalan

dua belas bait� Setiap bait memiliki jumlah baris yang sama, dan semua bait memiliki ketukan dan irama yang sama serta bagian pengulangan atau refrain yang sama� Ajaran ini dimuat dalam sajak-sajak ini dan karena mereka tidak bertentangan dengan bagian-bagian lain di sutta-sutta, maka sudah jelas ini merupakan kata-kata yang berasal dari bibir Buddha� Pengulangan komposisi ini pada Konsili Pertama[1] (sekitar 543 SM) adalah merupakan hasil kerja Y.M.

Ānanda, maka dari itu kata-kata yang mengawalinya adalah “Demikian telah

saya dengar�”

Judul

Judul “Sutta Mahā Mangala” terdiri dari tiga bagian yakni, “Mahā,” “Mangala” dan “Sutta�” “Mahā” berarti “besar,” digunakan sebagai suatu awalan yang memperbesar dan menekankan arti dari kata atau ungkapan yang dilekatinya�

Jadi “Mahādhana” (kekayaan yang besar), “Mahākarunā” (welas asih yang besar), “Mahāpatha” (jalan tinggi), “Mahāpurisa” (makhluk hebat), “Mahārāja” (raja besar atau kaisar). Contoh lainnya adalah Mahābodhi dan Mahāvihāra, dst. Awalan “Mahā” ditambahkan pada judul sebuah buku atau bagian, menambah

bobot dan pentingnya isi dari buku tersebut� Penggunaan awalan pada sutta ini adalah indikasi dari betapa berharganya nilai sutta ini serta secara implisit menunjukkan pengakuan akan berrharganya sutta ini, datang dari para arahat penyusun sutta ini pada Konsili Pertama� Bagian “Mangala” berarti sebuah “tanda,” nasib baik, pertanda baik, dll� Kata ini juga menandakan “upacara yang merupakan pertanda baik” sebagai contoh�, “vivaha-mangalaṃ” (upacara perkawinan), “nāma karana-mangala” (upacara pemberian nama). Penggunaan kata semacam ini masih sangat umum di India dan hal ini mencerminkan popularitas dari kata ini serta pemikiran-pemikiran yang kurang lebih dekat dengan takhayul seputar ini yang dicoba disingkirkan oleh Buddha�

Komentator-komentator Pāli menjelaskan bahwa istilah “Mangala” berasal dari kata “mam” (kondisi yang menyedihkan) dan “ga-la” (mengusir dan memotong

habis): sehingga kata “mangala” berarti “sesuatu yang mana merintangi kesedihan�” Dalam praktiknya, kata ini memiliki arti positif “kondusif terhadap

38

Perkenalan

kesejahteraan�”

Meskipun demikian, kata “mangala” kadang kala digunakan dalam konteks spiritual yang biasanya tetap memiliki asosiasi duniawi� Kata ini umumnya diartikan sebagai penciptaan kondisi untuk mencapai kepuasan, kebahagiaan, dan kemakmuran� Jadi kata ini adalah sesuatu yang paling diinginkan dalam kebahagiaan duniawi dan kemakmuran rumah tangga� Tidaklah mengherankan setiap tanda atau perlambang, setiap mangala yang diyakini menunjukkan jalan menuju kebahagiaan sangatlah diburu� Ketika terdapat berkah dan kebahagiaan yang sangat luar biasa semacam ini, orang-orang akan dengan

semangat mencari-cari berkah tersebut melalui pertanda-pertanda fisik dan

lambang-lambang material yang mereka pikir dapat mengantarkan mereka menuju kepada berkah-berkah tersebut�

Dikarenakan perbedaan pandangan diantara berbagai macam orang, pertentangan interpretasi dari tanda-tanda yang dianggap pertanda baik sangatlah wajar ditemukan� Mendatangi Buddha adalah demi menyelesaikan perbedaan- perbedaan ini� Namun bukannya mengutuk beberapa pandangan atau memuji beberapa interpretasi tertentu lainnya, beliau memilih untuk memandang permasalahan ini dari sudut pandang yang berbeda dan dari cakrawala yang lebih tinggi sehingga hasilnya istilah “mangala” diartikan dalam makna yang lebih mulia�

Sampai pada bagian terakhir dari judul: awalnya istilah “sutta” diartikan sebagai suatu benang atau tali� Sesungguhnya kata ini masih terpakai dalam konteks ini� Sama seperti manik-manik dapat dijalin menjadi satu dengan benang menjadi kalung atau seperti bunga yang dirangkai menjadi suatu untaian bunga, demikian pula alasan-alasan yang runtut dapat diuntai menjadi suatu keseluruhan ajaran yang mengagumkan dan masuk akal, dan babak demi babak suatu kisah atau ceramah dapat dirangkai menjadi satu untuk menghadirkan suatu cara berlatih yang baik� Makna simbolis dari kata “sutta” untuk mengartikan khotbah adalah “menguntai bersama” ini�

Perkenalan

simbol dari kontinuitas sebagaimana yang dimaksudkan dalam frasa “a thread of thought (suatu jalinan pikiran).” Seperti kontinuitas progresif yang sangat terlihat jelas dalam suatu rentetan ide dan peristiwa yang saling berhubungan secara logis di dalam suatu cerita atau narasi, kontinuitas ini dilambangkan dengan sebuah untaian atau sebuah sutta� Tentu saja simpul dalam benang tersebut mewakili “pemikiran mendalam yang terkonsentrasi” yang mengundang perhatian yang terfokus untuk mengurainya� Perenungan semacam ini akan memerikan sekilas kebijaksanaan dan inspirasi�

Dalam pengertian seperti inilah para pemikir dan para petapa di India kuno menggunakan istilah “sutta”; juga dalam bentuk inilah mereka mengungkapkan pemikiran mereka�

Khotbah mengenai Berkah-Berkah Tertinggi adalah benar-benar sebuah “sutta,” sebuah untaian koleksi permata-permata berkah tertinggi dalam hidup, berkah- berkah yang bervariasi dalam sifat dan cakupannya tergantung dari kebutuhan setiap individu yang masing-masing berada di tahapan yang berbeda dari perjalanan kehidupan� Sutta ini benar-benar suatu untaian agung yang penuh keharuman, bersinar dengan kedermawanan, berkilauan dengan kebenaran dan menyala indah dengan kegunaan praktis�