• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS LIRIK LAGU

6.3 Teks dalam Lagu-lagu Padang Pasir

Dalam setiap pertunjukkannya, terjadi komunikasi antara seniman dan penonton. Komunikasi seni pertunjukkan itu mencakup lirik atau teks lagu-lagu Padang Pasir yang memiliki ciri khas dibandingkan komunikasi verbal dengan bahasa seharian. Komunikasi lisan dalam musik Padang Pasir biasanya menggunakan berbagai gaya bahasa (metafora, aliterasi, pengulangan, hiperbola, dan sebagainya). Komunikasi lisan ini juga menjadi bagian dengan aspek-aspek yang bukan lisan seperti nada, irama, ritme, melodi, gerak-gerik, dinamika dan sebagainya.

Teks dalam lagu-lagu Padang Pasir biasanya mengekspresikan tema yang akan dikomunikasikan oleh pencipta kepada para pendengar. Teks ini ada yang sifatnya mudah dicerna, ad pula teks yang sulit untuk dicerna. Oleh karena itu, teks dalam lagu-lagu Padang Pasir ini perlu diresapi, dipahami oleh pendengar.

6.3.1 Teks Lagu Selimut Putih

Keseluruhan teks lagu Selimut Putih ini adalah seperti berikut.

Selimut Putih

Bila Izrail datang memanggil,

Jasad terbujur di pembaringan,

Seluruh tubuh akan menggigil,

Janganlah suka disanjug-sanjung,

Engkau digelar manusia agung,

Sadarlah diri tahu diuntung,

Tiba saatnya keranda diusung.

Bila masanya insyaflah diri,

Selimut putih pembalut badan,

Tinggallah semua yang dikasihi,

Berbaktilah hidup sebelum mati.

(Sumber: lagu nasyid ciptaan Haji Ahmad Baqi dari Sumatera Utara)

Struktur intrinsik musik lagu ini adalah menggunakan meter tiga, yang tidak lazim dalam budaya musik Melayu. Pencipta musik ini, iaitu Ahmad Baqi dipengaruhi oleh rentak wals dalam muzik Barat. Pada dekade 1960-an. Rentak ini amat populer dalam kebudayaan Melayu, termasuk di Sumatera Utara di masa kini. Manakala tangga nada (scale) yang digunakan major yang umumnya digunakan untuk irama gembira. Namun untuk memberikan kesan suasana sedih digunakan nada-nada kromatik. Sementara durasi nada yang digunakan adalah dominan not seperlapan dan seperempat untuk lebih memberikan kesan tema lagu ini tentang kematian.

Tema tentang kematian dalam Islam ini dapat dirujuk pada Al-Quran surat Yassin ayat 12, seperti berikut ini.

Artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami kumpulkan dalam Kitab Induk (Lauh Mahfuzh) yang nyata.”

Ayat Qur’an di atas menerangkan bahwa Allah menghidupkan orang mati, dan Dia menulis semua perbuatan orang selama hidup di dunia ini. Ini adalah indeks bahwa selama hidup di dunia orang mestilah beramal baik, agar ditempatkan di tempat yang baik pula di negeri akhirat. Ajaran Islam tentang kematian ini diungkap pada lagu Padang Pasir tersebut.

Pada bait pertama ayat-ayatnya adalah menggambarkan bagaimana ketika seseorang itu meninggalkan dunia fana ini, menuju alam kubur dan lebih jauh lagi alam akhirat, di mana saat itu terjadilah hari pembalasan, yaitu pembalasan terhadap semua pahala dan dosa yang dilakukan seseorang di dunia ini. Adapun selengkapnya kalimat pada bait ini adalah sebagai berikut: Bila Izrail datang memanggil; Jasad terbujur di pembaringan; Seluruh tubuh akan menggigil; Sekujur badan kan kedinginan. Bila masanya manusia mati, maka tidak ada yang boleh mengundurkannya walau sesaat pun, atau seseorang ingin lebih cepat meninggal dunia maka tidak ada seorang pun yang bisa mempercepatnya, semua itu tergantung kepada takdir Allah s.w.t.. Dalam sistem

keimanan Islam, malaikat pencabut nyawa adalah Izrail. Ia akan melaksanakan perintah Allah untuk mencabut nyawa manusia ketika saatnya telah tiba. Ketika Izrail mencabut nyawa, maka jasad (fisik) manusia terbujur lemas di pembaringan (tempat tidur). Seluruh tubuh manusia yang dicabut nyawanya akan menggigil dan sekujur badannya kedinginan, kerana sakitnya menghadapi kematian itu, terutama mereka yang banyak melakukan dosa ketika hidupnya. Hal ini tidak terjadi kepada yang banyak mengumpulkan pahala ketika hidupnya. Dalam menghadapi kematian ini Rasulullah berpesan kepada umat Islam untuk beribadahlah seakan-akan esok akan mati, dan bekerjalah seakan-akan kita akan hidup seribu tahun lagi. Ajaran ini menggagaskan bahawa tujuan hidup umat Islam adalah keseimbangan antara keperluan dunia dengan akhirat sekali gus. Adalah berbahaya apabila lebih cenderung kepada salah satunya saja.

Seterusnya pada bait kedua, pencipta lagu ini, Ahmad Baqi, menyampaikan pesan agar selama hidup di dunia ini jangan sombong, tidak usah mengejar-ngejar sanjungan manusia lain, tidak usah mengejar gelaran manusia agung, kerana bagaimana pun ada saatnya kita meninggalkan dunia fana ini, ketika kita berada di keranda dan diusung oleh manusia lain, oleh kerana itu sadarlah hidup selama di dunia ini. Nasehat-nasehat itu tercermin pada teks: Janganlah suka disanjug-sanjung; Engkau digelar manusia agung; Sadarlah diri tahu diuntung; Tiba saatnya keranda diusung. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap bait kedua lagu ini.

Kemudian bait tiga lagu Selimut Putih karya Haji Ahmad Baqi ini pesannya juga masih merupakan nasehat kepada para pendengar. Selengkapnya teks bait ketiga adalah: Bila masanya insaflah diri; Selimut putih pembalut badan; Tinggallah semua yang dikasihi; Berbaktilah hidup sebelum mati. Ketika seseorng itu telah berada dalam

sakaratul maut, maka biasanya dia akan sadar dan insaf akan dosa-dosa yang telah dilakukannya. Dia pergi hanya dengan membawa sehelai selimut putih sebagai pembalut badan. Tidak ada harta lain yang dibawanya selain selimut putih itu. Jadi tidak boleh terlalu dibesar-besarkan dan dibangga-banggakan harta yang ia cari selama ini. Apalagi harta itu diperoleh dari cara-cara yang haram, tentu sahaja akan berakibat bagi keturunannya. Kalimat ketiganya mengingatkan pula tentang tinggallah semua yang dikasihi, seperti isteri/suami, anak-anak, emak, ayah, kerabat dan keluarga, sahabat dan orang-orang lainnya yang selama ini dikasihi dan mengasihi. Jadi dalam menghadap Allah di alam akhirat hanya amallah yang boleh menolong seseorang yang telah meninggal dunia. Dalam ajaran Islam pula, hanya ada tiga amalan yang masih berlaku ketika seseorang meninggal dunia, yaitu: harta yang diwakafkan di jalan Allah, ilmu yang diturunkan kepada orang lain, dan amal anak-anak yang soleh. Dalam ayat keempat mesej yang disampaikan adalah nasihat berupa berbuatlah amal sebelum mati, berbuatlah kebajikan selama masa hidup di dunia, yang sebenarnya hanyalah tempat tinggal sementara menuju kampung abadi akhirat. Sebagai seorang Muslim hendaklah beribadah dalam konteks hubungan kepada Tuhan dan hubungan kepada manusia dan makhluk lainnya. Dengan demikian Allah akan meridhai kehidupan kita. Demikian kira-kira pesan semiotik yang disampaikan menerusi lagu Selimut Putih ini.

Dokumen terkait