• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB VI ANALISIS LIRIK LAGU

6.3 Teks dalam Lagu lagu Padang Pasir

6.3.1 Teks Lagu Selimut Putih

Selimut Putih

Bila Izrail datang memanggil,

Jasad terbujur di pembaringan,

Seluruh tubuh akan menggigil,

Sekujur badan kan kedinginan.

Janganlah suka disanjug-sanjung,

Engkau digelar manusia agung,

Sadarlah diri tahu diuntung,

Tiba saatnya keranda diusung.

Bila masanya insyaflah diri,

Selimut putih pembalut badan,

Tinggallah semua yang dikasihi,

Berbaktilah hidup sebelum mati.

(Sumber: lagu nasyid ciptaan Haji Ahmad Baqi dari Sumatera Utara)

Strukt ur intrinsik musik lagu ini adalah menggunakan meter tiga, yang

tidak lazim dalam budaya musik Melayu. Pencipta musik ini, yaitu Ahmad Baqi

dipengaruhi oleh rentak wals dalam muzik Barat. Pada dekade 1960-an. Rentak

ini amat populer dalam kebudayaan Melayu, termasuk di Sumatera Utara di masa

kini. Manakala tangga nada (scale) yang digunakan major yang umumnya

digunakan untuk irama gembira. Namun untuk memberikan kesan suasana sedih

digunakan nada- nada kromatik. Sementara durasi nada yang digunakan adalah

dominan not seperlapan dan seperempat untuk lebih memberikan kesan tema lagu

ini tentang kematian.

Tema tentang kematian dalam Islam ini dapat dirujuk pada Al-Quran surat

Yassin ayat 12, s eperti berikut ini.

Artinya: “Sesungguhnya Kami menghidupkan orang-orang mati

dan Kami menuliskan apa yang telah mereka kerjakan dan bekas-

bekas yang mereka tinggalkan. Dan segala sesuatu Kami

kumpulkan dalam Kitab Induk (Lauh Mahfuzh) yang nyata.”

Ayat Qur’an di atas menerangkan bahwa Allah menghidupkan orang mati,

dan Dia menulis semua perbuatan orang selama hidup di dunia ini. Ini adalah

indeks bahwa selama hidup di dunia orang mestilah beramal baik, agar

ditempatkan di tempat yang baik pula di negeri akhirat. Ajaran Islam tentang

kematian ini diungkap pada lagu Padang Pasir tersebut.

Pada bait pertama ayat-ayatnya adalah menggambarkan bagaimana ketika

seseorang itu meninggalkan dunia fana ini, menuju alam kubur dan lebih jauh lagi

alam akhirat, di mana saat itu terjadilah hari pembalasan, yaitu pembalasan

terhadap semua pahala dan dosa yang dilakukan seseorang di dunia ini. Adapun

selengkapnya kalimat pada bait ini adalah sebagai berikut: Bila Izrail datang

memanggil; Jasad terbujur di pembaringan; Seluruh tubuh akan menggigil;

Sekujur badan kan kedinginan. Bila masanya manusia mati, maka tidak ada yang

boleh mengundurkannya walau sesaat pun, atau seseorang ingin lebih cepat

meninggal dunia maka tidak ada seorang pun yang bisa mempercepatnya, semua

itu tergantung kepada takdir Allah S.W.T. Dalam sistem keimanan Islam,

malaikat pencabut nyawa adalah Izrail. Ia akan melaksanakan perintah Allah

untuk mencabut nyawa manusia ketika saatnya telah tiba. Ketika Izrail mencabut

nyawa, maka jasad (fisik) manus ia terbujur lemas di pembaringa n (tempat tidur).

Selur uh tubuh manusia yang dicabut nyawanya aka n menggi gil da n sekujur

badannya kedinginan, kerana sakitnya menghadapi kematian itu, terutama mereka

yang banyak melakukan dosa ketika hidupnya. Hal ini tidak terjadi kepada yang

banyak mengumpulkan pahala ketika

hidupnya. Dalam menghadapi kematian ini Rasulullah berpesan kepada umat

Islam untuk beribadahlah seakan-akan esok akan mati, dan bekerjalah seakan-

akan kita akan hidup seribu tahun lagi. Ajaran ini menggagaskan bahawa tujuan

hidup umat Islam adalah keseimbangan antara keperluan dunia dengan akhirat

sekaligus. Adalah berbahaya apabila lebih cenderung kepada salah satunya saja.

Seterusnya pada bait kedua, pencipta lagu ini, Ahmad Baqi,

menyampaikan pesan agar selama hidup di dunia ini jangan sombong, tidak usah

mengejar-ngejar sanjungan manusia lain, tidak usah mengejar gelaran manusia

agung, kerana bagaimana pun ada saatnya kita meninggalkan dunia fana ini,

ketika kita berada di keranda dan diusung oleh manusia lain, oleh kerana itu

Janganlah suka disanjug-sanjung; Engkau digelar manusia agung; Sadarlah diri

tahu diuntung; Tiba saatnya keranda diusung. Demikian kira-kira tafsiran

semiotik terhadap bait kedua lagu ini.

Kemudian bait tiga lagu Selimut Putih karya Haji Ahmad Baqi ini

pesannya juga masih merupakan nasehat kepada para pendengar. Selengkapnya

teks bait ketiga adalah: Bila masanya insaflah diri; Selimut putih pembalut

badan; Tinggallah semua yang dikasihi; Berbaktilah hidup sebelum mati. Ketika

seseorng itu telah berada dalam sakaratul maut, maka biasanya dia akan sadar dan

insaf akan dosa-dosa yang telah dilakukannya. Dia pergi hanya dengan membawa

sehelai selimut putih sebagai pembalut badan. Tidak ada harta lain yang

dibawanya selain selimut putih itu. Jadi tidak boleh terlalu dibesar-besarkan dan

dibangga-banggakan harta yang ia cari selama ini. Apalagi harta itu diperoleh

dari cara-cara yang haram, tentu saja akan berakibat bagi keturunannya. Kalimat

ketiganya mengingatkan pula tentang tinggallah semua yang dikasihi, seperti

isteri/suami, anak-anak, ibu, ayah, kerabat dan

keluarga, sahabat dan orang-orang lainnya yang selama ini dikasihi dan

mengasihi. Jadi dalam menghadap Allah di alam akhirat hanya amallah yang

boleh menolong seseorang yang telah meninggal dunia. Dalam ajaran Islam pula,

hanya ada tiga amalan yang masih berlaku ketika seseorang meninggal dunia,

yaitu: harta yang diwakafkan di jalan Allah, ilmu yang diturunkan kepada orang

lain, dan amal anak-anak yang soleh. Dalam ayat keempat pesan yang

disampaikan adalah nasihat berupa berbuatlah amal sebelum mati, berbuatlah

kebajikan selama masa hidup di dunia, yang sebenarnya hanyalah tempat tinggal

sementara menuju kampung abadi akhirat. Sebagai seorang Muslim hendaklah

beribadah dalam konteks hubungan kepada Tuhan dan hubungan kepada manusia

dan makhluk lainnya. Dengan demikian Allah akan meridhai kehidupan kita.

Demikian kira-kira pesan semiotik yang disampaikan menerusi lagu Selimut

Putih ini.

6.3.2 Teks Lagu Doa dan Air Mata

Keseluruhan lagu Doa dan Air Mata ini adalah sebagai berikut.

Doa dan Air Mata

Walaupun engkau telah pergi

Biarpun luka pedih terasa

Biarpun luka pedih terasa

Aku berdo’a petang dan pagi

Engkau bahagia sepanjang masa

Jangan diingat masa yang lewat

Buatlah ia laksana tugu

Tempat ziarah kala teringat

Tempat ziarah kala teringat

Biarlah aku jauhkan diri

Dengan segala macam derita

Karena aku tak dapat memberi

Selain keluh dan air mata

Selain keluh dan air mata

Aku bermohon senantiasa

Pada Ilahi lepas sembahyang

Pada Ilahi lepas sembahyang

Hidupmu bahagia sepanjang masa

Teman keliling bertambah sayang

Teman keliling bertambah sayang

Ku tarik nafas keluh derita

Ku tarik nafas keluh derita

Ku hampar duka di malam tenang

Ku iringi do’a dan air mata

Ku iringi do’a dan air mata

Secara umum lagu ini terdiri dari lima bait teks. Setiap bait selalu menggunakan unsur rima atau persajakan. Tema lagu ini adalah kenangan sedih kepada orang yang dikasihi yang telah berpisah dan tidak meungkin bertemu lagi menurut hitungan manusia. Kesedihan itu adalah kenangan pada masa silam, semasa si pengarang hidup bersamanya dengan begitu dekatnya. Teman dekat ini berpisah karena takdir yang sudah digariskan Tuhan. Hanya doa saja yang bisa dipanjatkan kepada Ilahi, agar sang teman dekat itu bahagia sepanjang hidupnya.

Subjek dari teman dekat itu bisa saja seorang kekasih hati atau rekan dekat yang telah mengisi hidupnya pada masa yang lalu. Kenangan indah itu tidaklah mungkin pupus begitu saja. Sehingga doa dan air mata menyatu dalam rangka menegnang teman dekat ini.

Dalam teks ini tergambar dengan jelas bahwa pengarang lagu ini memiliki nilai- nilai ibadah dan komunikasi yang baik dengan Allah. Walaupun mereka berpisah, namun doa terus dipanjatkan kepada Allah, agar teman dekat itu bahagia dalam mengisi kehidupannya. Mengenai hal ini dalam budaya Islam ada sebuah genre seni syair tentang

cinta kepada kekasih atau teman dekat, yang disebut dengan ghazal, yang lazim terdapat di Dunia Islam. Demikian kira-kira tafsiran semiotik terhadap lagu ini.

Dokumen terkait