• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teks Sejarah dan Deklarasi MMP

Dalam dokumen BAB 2 SKETSA KONTEKS SOSIAL DI TANAH PAPUA (Halaman 46-50)

KONSTRUKSI IDENTITAS MUSLIM PAPUA

3.4 Diskursus Identitas Muslim Papua

3.4.1 Teks Sejarah dan Deklarasi MMP

Berdasarkan statemen pertama dalam teks sejarah Majelis Muslim Papua disebutkan bahwa terbentuknya Solidaritas Muslim Papua pada tahun 1999 adalah bagian dari perjalanan panjang suatu kaum yang menanyakan jati dirinya sebagaimana ditulis dalam pertanyaan: “Siapakah kami sebenarnya?” Dengan demikian, Solidaritas Muslim Papua adalah strategi Muslim Papua membangun identitas atau jati dirinya di tengah-tengah situasi politik yang sedang bergolak di Tanah Papua. Ketika orang Papua asli berhasil membangun nasionalisme Papua yang diposisikan sejajar dengan ke-Indonesia-an, maka

Muslim Papua merasa tergugah dimanakah posisi mereka dalam kontestasi identitas antara ke-Indonesia-an dan ke-papua-an. Tanggal 21 November 1999 dianggap hari yang bersejarah karena pada hari itu 47 orang Muslim Papua dari berbagai latar belakang suku, pendidikan, dan profesi merumuskan jawaban atas pertanyaan tersebut. Bagaimana mereka memaknai pertemuan tersebut dapat dilihat dalam kalimat sebagai berikut:

”Hari itu, lahirlah Solidaritas Muslim Papua, sebagai wujud penemuan eksistensi dan jati diri. Papua dan Muslim, adalah dua subkultur yang menyatu dalam eksistensi kami. Sadar akan kenyataan itu, institusi kecil yang baru berdiri ini, tak jenuh berusaha menjahit serat-serat yang terputus dan jatuh. Walau dengan tertatih-tatih, Solidaritas ini terus bergerak mengasah tanggung jawab dan hakekat keberadaan dirinya.

Kami sadar, keberadaan orang-orang Muslim Papua, pada hakekatnya merupakan bagian tak terpisahkan dari masyarakat adat Papua. Solidaritas Muslim Papua, lantas menjadi jembatan penghubung yang bertugas memberi makna pada harmonisasi peran dan tanggung jawab sebagai seorang anak Papua, sekaligus seorang Muslim (hasil-hasil muktamar MMP 10-13 April 2008).”

Teks tersebut menegaskan dua hal utama yang sangat fundamental. Pertama, identitas Muslim Papua sebagai bentuk akulturasi antara dua subkultur ke-Islam-an dan ke-Papua-an dalam diri orang Muslim Papua. Hal ini dapat dimaknai bahwa menjadi orang Muslim adalah sekaligus menjadi orang Papua, keduanya tidak diletakkan dalam posisi diametral yang saling bertentangan. Pengakuan akan adanya ke-Papua-an dalam diri Muslim Papua membawa konsekuensi logis yaitu memiliki tanggung jawab sebagai orang Papua asli sebagaimana saudara-saudaranya yang beragama Kristen. Dengan demikian, Solidaritas Muslim Papua merupakan institusi yang dibentuk untuk membangun jati diri orang Muslim Papua dengan cara mempertemukan antara Islam dan Papua.

Kedua, eksistensi Muslim Papua tidak dapat dilepaskan dari masyarakat adat Papua. Setiap orang Papua asli adalah anggota masyarakat adat dari suku-suku yang ras Melanesia di Tanah Papua. Keanggotaan sebagai anggota masyarakat adat akan membawa pada konsekuensi hak-hak dan kewajiban. Terkait dengan hal ini, sebagaimana dikemukakan dalam teks di atas, Solidaritas Muslim Papua mengambil fungsi dan peran sebagai penghubung untuk memberikan

makna pada harmonisasi peran dan tanggung jawab orang Muslim Papua sebagai anak adat dan umat Islam di Tanah Papua.

Implikasi penting dari penyatuan antara sub-kultur Papua dan Islam adalah diakuinya orang Muslim Papua sebagai anggota masyarakat adat Papua. Undang-Undang No. 21/2001 tentang Otonomi Khusus Papua memberikan tempat bagi pemberdayaan masyarakat adat Papua termasuk memberikan legitimasi bagi perwakilan masyarakat adat dalam Majelis Rakyat Papua, yaitu lembaga perwakilan budaya orang Papua. Jika diletakkan dalam konteks sekarang, pernyataan yang kedua ini dapat dimaknai bahwa orang Muslim Papua harus diberikan tempat yang sama dalam politik afirmasi Pemerintah melalui UU No. 21/2001. Kalau dimaknai dalam konteks negara Papua merdeka, hal ini berarti bahwa orang Muslim Papua harus diperlakukan sejajar dengan orang asli Papua lainnya sebagai warga negara.

Selanjutnya dalam teks sejarah ini dinyatakan tentang tugas utama setiap orang Muslim Papua, sekaligus peran dan tanggung jawab Majelis Muslim Papua selengkapnya sebagai berikut:

”Tugas utama dari setiap Muslim adalah menjadi Rahmat bagi semesta alam, dan tugas utama setiap orang Muslim Papua adalah menjadi Rahmat bagi tanah Papua. Bukan hanya menjadi beban, atau malah membawa bencana. Visi dan tanggung jawab untuk menjadi rahmat bagi tanah tercinta ini adalah citra diri secara individu maupun jamaah.

Negeri ini adalah pemberian Allah, tanah ini adalah wujud Kasih Tuhan, Kekayaan sumberdaya alamnya adalah anugerah agung Sang Maha Pencipta, karena itu, di mana saja orang Muslim Papua berada, ia wajib menebarkan kebaikan, seraya berjuang memakmurkan negeri ini.

Kehadiran Majelis Muslim Papua, sungguh tidak dimaksudkan untuk membangun jamaah yang eksklusif. Tidak juga untuk melancarkan Islamisasi. Pasti, Majelis Muslim Papua tidak untuk membangun fundamentalisme agama, apalagi menjurus kepada gerakan-gerakan radikal.

Kami hadir untuk mengambil tanggung jawab. Bergandengan tangan dengan Pemerintah Daerah untuk menegakkan keadilan dan kemakmuran rakyat. Majelis Muslim Papua hadir untuk bahu membahu dengan para pemimpin agama dan pemimpin-pemimpin Gereja, yang selama ini telah bekerja keras menjadikan Papua sebagai Tanah Damai. Itulah sebabnya, Sikap dasar, yang sekaligus menjadi platform Majelis Muslim Papua adalah: Moderat, Toleran, Tegak, Seimbang dan Dialog (hasil-hasil muktamar MMP 10-13 April 2008).”

Konstruksi teologis MMP pada dasarnya tidak berbeda dengan ormas-ormas Islam lainnya, yaitu bahwa setiap Muslim haruslah menjadi rahmatan lil ’alamin (menjadi rahmat bagi semesta alam). Sebagai konsekuensinya, setiap Muslim Papua memiliki tugas untuk menjadikan dirinya rahmat bagi Tanah Papua. MMP dan seluruh Muslim Papua meletakkan orientasi dan tujuannya pada bagaimana menjadikan diri mereka menjadi rahmat di atas Tanah Papua. Pada tingkatan individual, visi yang dibangun oleh seorang Muslim Papua adalah menebarkan kebaikan dan berjuang untuk mewujudkan kemakmuran di tanah Papua. Secara tekstual, pandangan ini bersifat terbuka, tidak menampakkan bahwa Muslim Papua adalah eksklusif atau hanya sebatas orang Papua asli yang beragama Islam, tetapi siapa saja yang menjadikan dirinya rahmat bagi orang Papua.

MMP menyampaikan pesan secara eksplisit kepada kalangan non-Muslim sebagaimana dinyatakan dengan tegas dalam teks di atas bahwa organisasi ini memuat prinsip-prinsip dasar sebagai berikut: (1) MMP tidak ingin membangun jamaah yang bersifat eksklusif, berarti bahwa anggotanya tidak terbatas pada sekelompok orang tertentu saja; (2) tidak melaksanakan Islamisasi, yaitu proses memasukkan simbol-simbol Islam ke dalam semua sektor kehidupan sosial; (3) tidak membangun fundamentalisme agama atau mengembangkan gerakan-gerakan radikal. MMP juga menyatakan peran yang akan diambil di tanah Papua dengan jelas yaitu (1) bekerja sama dengan Pemerintah untuk menegakkan keadilan dan kesejahteraan, (2) bersama-sama pemimpin-pemimpin gereja mewujudkan Papua sebagai tanah damai. Adapun sifat-sifat dasar dari organisasi ini adalah: moderat, toleran, tegak, seimbang, dan dialog.

Deklarasi MMP merupakan penjabaran detail dari teks sejarah yang memiliki fungsi seperti mukadimah. Dalam deklarasi tersebut dimuat beberapa hal mendasar yaitu: definisi Muslim Papua, tujuan, dan klaim representasi. Pendefinisian Muslim Papua didasarkan atas pengalaman kesejarahan dan realitas sosial-kultural. Adapun mereka yang melakukan pendefinisian adalah perutusan kaum Muslim Papua dari 7 wilayah adat. Muslim Papua memiliki kewajiban yaitu memikul tanggung jawab sebagai Khalifatullah fil ardh dengan tugas

memakmurkan bumi (rahmatan lil ‘alamin), khususnya memperjuangkan tegaknya kemakmuran, keadilan dan perdamaian di seluruh Tanah Papua (rahmatan lil Papua). Adapun definisi Muslim Papua adalah sebagai berikut:

”Komunitas masyarakat adat Papua yang beragama Islam dengan kedudukan, hak dan tanggung jawab yang setara di dalam tatanan adat-istiadat, kehidupan sosial-ekonomi, politik maupun hukum dan Hak Azasi Manusia (hasil-hasil muktamar MMP 10-13 April 2008).”

Adapun tujuan dari dibentuknya MMP adalah sebagai berikut:

”Terwujudnya tatanan hidup taqwa (hablum minallah) serta solidaritas insani antar segenap umat dalam kehidupan sehari-hari (hablum minan nas) berdasarkan prinsip-prinsip dasar rahmatan lil ‘alamin (rahmat untuk semesta alam) serta lakum dienukum

wal yadin (bagimu agamamu dan bagiku agamaku).

Terwujudnya kesejahteraan umat melalui kemajuan pendidikan dan pelayanan kesehatan, kemandirian ekonomi, kelestarian lingkungan hidup, emansipasi sosial-budaya dan penegakan Hak Azasi Manusia (hasil-hasil muktamar MMP 10-13 April 2008).”

Pada bagian terakhir deklarasinya dijelaskan wilayah-wilayah yang akan menjadi kerja MMP yaitu: kesejahteraan sosial ekonomi, demokrasi politik, keadilan hukum dan HAM. Selanjutnya ditegaskan bahwa wakil-wakil kaum Muslim Papua dari 7 wilayah adat mendeklarasikan perubahan nama Solidaritas Muslim Papua menjadi Majelis Muslim Papua sebagai satu-satunya representasi kaum Muslim Papua. Deklarasi dan teks pengantar tersebut secara tekstual menunjukkan kepada publik bahwa MMP akan berperan dalam wilayah sosial ekonomi, sosial-politik, dan hukum.44 Peran tersebut disebutkan akan bermuara pada tercapainya tujuan MMP, terwujudnya tatanan hidup taqwa dan kesejahteraan rakyat di atas Tanah Papua.

Dalam dokumen BAB 2 SKETSA KONTEKS SOSIAL DI TANAH PAPUA (Halaman 46-50)