BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja
2.2.7 Teman Sebaya
Teman sebaya (peers) adalah anak remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Remaja mulai
belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui
interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti
minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses
penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan
beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk
kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia
menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga
termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan,
penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual (Santrock,
Menurut Susanto (2006) minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses
tumbuh kembang yang dialami remaja. Yang dimaksud disini bukan sekadar
kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi,
nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini
memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi geng ini remaja seringkali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apapun hanya karena
sebuah kata-kata ”sakti”, yaitu solidaritas. Demi alasan solidaritas, sebuah geng
sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota
kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba,
mencium pacar bahkan melakukan hubungan seks.
Dalam kelompok sebaya, individu merasakan adanya kesamaan satu dengan
yang lain, seperti dibidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat
kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur
organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab
atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok sebaya, individu
merasa menemukan dirinya ( pribadi) serta dapat mengembangkan rasa social sejalan
dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya pengaruh pola
hubungan, koformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat besar terhadap
remaja ( Santoso, 2009)
1) Teman Dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat
karib. Mereka adalah sesama seks yang mempunyai minat dan kemampuan yang
sama. Teman dekat saling memengaruhi satu sama lain, meskipun kadang-
kadang juga bertengkar.
2) Kelompok Kecil
Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya
terdiri dari seks yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.
3) Kelompok Besar
Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman
dekat, berkembang dengan meningkatkan minat akan pesta dan berkencan.
Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat berkurang diantara anggota-
anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar antara diantara
mereka.
4) Kelompok yang Terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa dibentuk oleh sekolah dan
organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak
mempunyai klik atau kelompok besar diantara mereka. Banyak remaja yang
mengikuti kelompok seperti itu merasa diatur dan berkurang minatnya ketika
5) Kelompok Geng
Remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan yang merasa tidak
puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin mengikuti kelompok geng.
Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama
mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku
antisosial.
2.2.8 Peluang/ Waktu luang
Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat maka lebih mudah
menimbulkan adanya pergaulan bebas, dalam arti remaja mementingkan hidup
bersenang-senang, bermalas-malas, berkumpul-kumpul sampai larut malam yang
akan membawa remaja pada pergaulan bebas. ( Gunarsa,1995)
2.2.9 Budaya
Menurut Koenjaraningrat (1997), budaya adalah pedoman yang bernilai dan
memberikan arah atau norma yang terdiri dari aturan aturan untuk bertindak yang
apabila dilanggar menjadi tertawaan, ejekan dan celaan sesaat oleh masyarakat di
sekitarnya.
Budaya suatu kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan
pada suatu saat lazimnya, budaya disuatu tempat berbeda dengan budaya ditempat
lain, demikian pula budaya disuatu tempat berbeda menurut kurun waktunya
(Soekanto, 2008).
Sarwono (2012) mengatakan, walaupun pada zaman sekarang ini marak
menjungjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang
paling utama adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini
tercermin dalam bentuk keinginan mempertahankan kegadisan seseorang sebelum
menikah
Orang tua belum memiliki kesiapan dengan perubahan dan kemampuan anak-
anak dalam beradaptasi dengan nilai-nilai yang baru. Mereka masih khawatir anak-
anak akan mendapatkan pengaruh negatif dari nilai-nilai baru tersebut. Hal ini yang
membuat anak mengalami kebingungan dalam memahami nilai-nilai kontradiktif
yang diterapkan orang tua kepada mereka. Tidak mengherankan jika pada usianya
mereka masih memperlihatkan kehidupan emosional yang kurang matang dan relasi
sosial yang kurang berkembang. Mereka juga kesulitan untuk menjadi individu yang
lebih berbudaya, yang mewarnai kehidupan perilaku mereka sehari-hari.
Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola
pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir
masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang
dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka,
kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Tentu saja pada kenyataannya budaya
antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan
karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka.
Peran budaya yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam
membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui
teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran
kebudayaan dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara. Masyarakat sering
sekali menerima langsung kebudayaan-kebudayaan negatif yang seharusnya dan
memang bertentangan dengan norma-norma, karena kebudayaan negatif inilah yang
tidak dapat mengubah kepribadian seseorang/masyarakat sehingga remaja menelan
begitu saja apa yang dilihatnya dari budaya barat.
2.2.10 Gender
Menurut Raharjo (1997), permasalahan hubungan gender yang asimetris masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai sebab utama dari permasalahan-
permasalahan perempuan saat ini, termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan
reproduksi. Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari konstruksi sosial
yang selama ini menempatkan perempuan pada kedudukan yang subordinat. Di
bidang reproduksi, ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari hubungan yang tidak
berimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksual dan reproduksi seperti
tercermin dalam kasus pemaksaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila terjadi pada remaja dapat
menyebabkan remaja tersebut hamil di usia muda.
Menurut Sarwono (2007) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada
remaja adalah :
1. Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja yang sudah
pengarahan dari orang tua mengenai kesehatan reproduksi khususnya tentang
akibat-akibat perilaku seksual maka mereka sulit mengendalikan rangsangan-
rangsangan dan banyak kesempatan seksual pornografi melalui media massa
yang membuat mereka melakukan perilaku seksual secara bebas tanpa
mengetahui risiko-risiko yang dapat terjadi seperti kehamilan yang tidak
diinginkan.
2. Meningkatnya Libido Seksual
Di dalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan motivasinya
dari meningkatnya energi seksual atau libido, energi seksual ini berkaitan erat
dengan kematangan fisik.
3. Media Informasi
Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media
massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah,
televisi, video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin
meniru apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada
umumnya belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.
4. Norma Agama
Sementara itu perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana
orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual sebelum menikah. Pada
masyarakat modern bahkan larangan tersebut berkembang lebih lanjut pada
dapat menahan diri akan mempunyai kecenderungan melanggar larangan
tersebut.
5. Orang Tua
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan seks
dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua
sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas.
6. Pergaulan Semakin Bebas
Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan pergaulan antar
jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap
anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa
remaja
Menurut Bachtiar (2004) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada
remaja :
1. Pendidikan
Pendidikan yang rendah cenderung melakukan seks dibanding dengan yang
berpendidikan tinggi dan berprestasi.
2. Sosial Ekonomi
Dengan perekonomian keluarga yang rendah cenderung remaja melakukan seks
agar pasangannya dapat memenuhi segala sesuatu yang ia butuhkan.
3. Pengaruh Teman
Menurut Sarwono (2012), masalah seksualitas pada remaja timbul karena
faktor-faktor berikut, yaitu :
1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah
laku seksual tertentu.
2) Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang makin lama
makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain)
3) Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana
seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Untuk
remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan untuk
melanggar saja larangan-larangan tersebut.
4) Kecendrungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya
teknologi canggih (VCD, internet, handpone seluler, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin
mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa,
khususnya bila mereka belum mengetahui secara lengkap dari orang tua.
5) Di pihak lain, adanya kecenderungan pergaulan makin bebas antara pria dan
wanita akibat dari peran dan pendidikan wanita yang makin sejajar dengan pria.
Hidayah (2010) yang mengutip pendapat Pratiwi (2004), bahwa faktor –
faktor yang memengaruhi prilaku seksual pada remaja yaitu faktor biologis, pengaruh
teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman, pengalaman seksual,
pengalaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi.
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Menurut Hall (Santrock, 2003), usia remaja berada pada rentan 12-23 tahun.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada
saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson
ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas
diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja
2.3.2 Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan memengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa
kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status
remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya
hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan
pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa
usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian
karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang
membuat banyak orang tua menjadi takut.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya
terlebih dalam cita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu
dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citra yang mereka inginkan.