ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR
KABUPATEN KARO TAHUN 2013
TESIS
Oleh
LISTORA JANWATI BR. PURBA 117032010/IKM
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
THE FACTORS ANALYSIS WHICH INFLUENCE SEXUAL BEHAVIOR AMONG THE STUDENTS OF JUHAR STATE SENIOR HIGH SCHOOL
KARO DISTRICT, IN 2013
THESIS
BY
LISTORA JANWATI BR. PURBA 117032010/IKM
MASTER OF PUBLIC HEALTH STUDY PROGRAM FACULTY OF PUBLIC HEALTH
UNIVERSITY OF SUMATERA UTARA MEDAN
ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR
KABUPATEN KARO TAHUN 2013
TESIS
Diajukan Sebagai Salah Satu Syarat
untuk Memperoleh Gelar Magister Kesehatan (M.Kes) dalam Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi pada Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Sumatera Utara
Oleh
LISTORA JANWATI BR. PURBA 117032010/IK
PROGRAM STUDI S2 ILMU KESEHATAN MASYARAKAT FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT
UNIVERSITAS SUMATERA UTARA MEDAN
Judul Tesis : ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR KABUPATEN KARO TAHUN 2013
Nama Mahasiswa : Listora Janwati Br. Purba Nomor Induk Mahasiswa : 117032010
Program Studi : S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat Studi : Kesehatan Reproduksi
Menyetujui Komisi Pembimbing
(Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes) (
Ketua Anggota
drh. Hiswani, M.Kes)
Dekan
(Dr. Drs. Surya Utama, M.S)
Telah Diuji
pada Tanggal : 02 Desember 2013
PANITIA PENGUJI TESIS
Ketua : Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes Anggota : 1. drh. Hiswani, M.Kes
PERNYATAAN
ANALISIS FAKTOR YANG MEMENGARUHI PERILAKU SEKSUAL PADA REMAJA SMA NEGERI JUHAR
KABUPATEN KARO TAHUN 2013
T E S I S
Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam tesis tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi, dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka.
Medan, Januari 2014
ABSTRAK
Remaja yang mengalami seks bebas mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 1% - 40 % remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah. Hasil wawancara terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar yang pernah dan sedang pacaran ditemukan 90 % mengaku telah melakukan perilaku seksual ringan (berpegangan tangan, berciuman pipi dan kening).
Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual. Jenis penelitian ini bersifat survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh remaja Kelas 10 dan 11 di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013 yang berjumlah 94 orang. Analisis data menggunakan uji analisis faktor berjenis eksploratori (Exploratory Factor Analysis).
Hasil penelitian menunjukkan terbentuk 2 faktor yang memengaruhi perilaku seksual yaitu faktor non-media informasi yang terdiri dari variabel dengan nilai faktor
loading pengetahuan (0,643), peran orang tua (0,641), peran teman sebaya (0,559), dan waktu luang (0,563) dan faktor media informasi yaitu variabel peran media informasi nilai faktor loading (0,852).
Diharapkan para guru SMA Negeri Juhar dapat membina siswa untuk memanfaatkan media informasi dengan benar, meningkatkan pengetahuan siswa mengenai kesehatan reproduksi dan meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler sehingga siswa lebih banyak meluangkan waktu untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Kepada orang tua siswa tidak menganggap tabu komunikasi dengan anak tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dan lebih terbuka kepada anak, sehingga anak mendapatkan pendidikan atau informasi yang benar mengenai seksualitas dan mengawasi setiap kegiatan dan pergaulan anak di luar rumah.
ABSTRACT
The rate of teenagers who involved in free sex intercouse is getting increase every year. It is about 1%-40% of teenagers pregnant before finishing their study. The results of interview toward 20 students of Juhar State Senior High School who ever date or dating reveal that 90% of them admit that they have experienced light sexual intercouse (kissing cheeks and forehead, holding hands)
The objective of the research was to reduce the variable of puberty, knowledge, attitude, self-esteem, information media, role of parents and peers. Spare time, culture, and gender which could influence sexual behavior. The type of the research was a survey with cross sectional design. The population was 94 the 10th and 11th
The result of the research showed that two factors created which influenced sexual behavior were information non-media factor which consisted of variable with loading factor value of knowledge (0.643), role of parents (0.641), role of peers (0.559), and spare time (0.563), and information media, that was, the variable of the role of information media with loading factor value (0.852).
grade of Juhar State Senior High School Karo District, in 2013. The data were analyzed by using exploratory factor analysis.
It is recommended that the teachers of Juhar State Senior High School could be able to build the students in using correct media information, increase the students’ knowledge in reproductive health and increase the extra-curricular activities so that they will have spare time for beneficial things. Student’s parents should not assume that communication with their children about reproductive health and sexuality was a taboo thing and they should be more open to their children so that their children have education or correct information about sexuality and supervise every their children’s activity and socialization outside their homes.
Keywords : Media Information, Non Media Information, Sexual Behavior, Teenagers
KATA PENGANTAR
Segala Puji Syukur penulis dipanjatkan kepada Tuhan Yesus atas berkat dan
kasihNya serta pertolonganNya yang berlimpah sehingga penulis dapat
menyelesaikan penelitian dan penyusunan tesis ini dengan judul “Analisis Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual pada Remaja SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun 2013”.
Penulisan tesis ini merupakan salah satu persyaratan akademik untuk
menyelesaikan pendidikan pada Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat Minat
Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
Utara.
Penulis, dalam menyusun tesis ini mendapat bantuan, dorongan dan
bimbingan dari berbagai pihak. Untuk itu pada kesempatan ini penulis mengucapkan
terima kasih kepada :
1. Prof. Dr. dr. Syahril Pasaribu, DTM&H, M.Sc (CTM), Sp.A(K) selaku Rektor
Universitas Sumatera Utara.
2. Dr. Drs. Surya Utama, M.S, Dekan Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
3. Dr. Ir. Evawany Aritonang, M.Si selaku Sekretaris Program Studi S2 Ilmu
Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Sumatera
4. Dr. Ir. Erna Mutiara, M.Kes selaku Ketua Komisi pembimbing dan
drh. Hiswani, M.Kes selaku anggota komisi pembimbing yang dengan penuh
perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan meluangkan waktu
untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga penulisan tesis selesai.
5. Drs.Heru Santosa, M.S,PhD dan Drs.Alam Bakti, M.Kes selaku penguji tesis
yang dengan penuh perhatian dan kesabaran membimbing, mengarahkan dan
meluangkan waktu untuk membimbing penulis mulai dari proposal hingga
penulisan tesis selesai.
6. Kepala Sekolah SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo yang telah berkenan
memberikan izin untuk melakukan penelitian.
7. Dosen dan staf di lingkungan Program Studi S2 Ilmu Kesehatan Masyarakat
Minat Studi Kesehatan Reproduksi, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas
Sumatera Utara.
8. Teristimewa buat suami Tommy Heriko M.AP dan buah hatiku Claudita
Honeytia Sidabutar, Chevinka Queensilia Sidabutar yang penuh pengertian,
dorongan, pengorbanan serta kesabaran dan doa doanya serta motivasi dalam
penyelesaian pendidikan ini.
9. Ucapan terimakasih yang tulus saya tujukan kepada orang tua Ayahanda M.
Purba dan Ibu U. Br. Munthe, serta Bapak mertua Letkol Purn M. Sidabutar,
dan Ibu mertua H. Br. Pasaribu serta keluarga besar yang telah memberikan
10. Rekan-rekan seperjuangan Mahasiswa Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Angkatan 2011 Minat Studi Kesehatan Reproduksi.
Penulis menyadari atas segala keterbatasan, untuk itu saran dan kritik yang
membangun sangat penulis harapkan demi kesempurnaan tesis ini dengan harapan,
semoga tesis ini bermanfaat bagi pengambil kebijakan di bidang kesehatan, dan
pengembangan ilmu pengetahuan bagi penelitian selanjutnya.
Medan, Agustus 2013 Penulis
RIWAYAT HIDUP
Listora Janwati Br Purba, lahir pada tanggal 15 Januari 1973 di Kabanjahe,
anak pertama dari 5 (lima ) bersaudara ,anak dari pasangan Bapak M. Purba dan Ibu.
U. Br. Munthe menikah dengan Tommy Heriko M.Ap tahun 2002, anak pertama dari
4 (empat) bersaudara anak dari pasangan Let.Kol Purn M.Sidabutar dan Ibu H br
Pasaribu, dikarunia 2 (dua) orang putri bernama Claudita Honeytia Sidabutar,
Chvinka Queensilia Sidabutar.
Pendidikan yang pernah ditempuh mulai dimulai dari Sekolah Dasar negeri
No. 7 Brastagi tamat tahun 1985, SMP Negeri I Brastagi tamat tahun 1988, SMA
Negeri Brastagi tamat 1991, memasuki Akper Depkes RI Medan tamat tahun 1995,
penulis melanjutkan pendidikan D-IV Perawat Pendidik Universitas Sumatera Utara
tamat tahun 1999.
Penulis mengikuti pendidikan lanjutan di Program Studi S2 Ilmu Kesehatan
Masyarakat Minat Studi Kesehatan Reproduksi di Fakultas Kesehatan Masyarakat
DAFTAR ISI
2.2 Faktor-faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja ... 15
BAB 3. METODE PENELITIAN ... 37
3.4.3 Uji Validitas dan Reliabilitas ... 38
3.5 Definisi Operasional Variabel ... 41
4.3 Gambaran Umur Pubertas, Pengetahuan, Sikap, Harga Diri, Peran Media Informasi, Peran Orang Tua, Peran Teman Sebaya, Waktu Luang, Budaya, dan Gender ... 48
4.7 Proses Analisis Faktor IV (Menamakan Faktor) ... 61
4.8 Faktor Score ... 62
BAB 5. PEMBAHASAN ... 64
5.1 Faktor Non-Media Informasi terhadap Perilaku Seksual pada Remaja ... 65
5.1.2 Pengaruh Peran Orang Tua terhadap Perilaku Seksual
Remaja ... 66
5.1.3 Pengaruh Teman Sebaya terhadap Perilaku Seksual Remaja 67 5.1.4 Pengaruh Waktu Luang terhadap Perilaku Seksual Remaja . 69 5.2 Faktor Media Informasi terhadap Perilaku Seksual pada Remaja . 69 BAB 6. KESIMPULAN DAN SARAN ... 73
6.1 Kesimpulan ... 73
6.2 Saran ... 73
DAFTAR PUSTAKA ... 75
DAFTAR TABEL
Nomor Judul Halaman
3.1 Hasil Uji Validitas dan Reabilitas Butir Instrumen Variabel ... 40
3.2 Metode Pengukuran ... 44
4.1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Remaja di SMA Negeri Juhar ... 48
4.2 Gambaran Umur Pubertas, Pengetahuan Sikap, Harga Diri, Peran Media Informasi, Peran Orang Tua, Peran Teman Sebaya, Waktu Luang, Budaya, dan Gender ... 49
4.3 Uji Normalitas Variabel Independen ... 49
4.4 Nilai Anti Image Matrices I ... 51
4.5 Nilai Anti Image Matrices II ... 52
4.6 Nilai Anti Image Matrices III ... 53
4.7 Nilai Anti Image Matrices IV ... 54
4.8 Nilai Anti Image Matrices V ... 55
4.9 Nilai Anti Image Matrices VI ... 56
4.10 Communalities ... 58
4.11 Total Variance Explained ... 60
4.12 Component Matrix ... 61
DAFTAR GAMBAR
Nomor Judul Halaman
2.1 Landasan Teori ... 35
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Judul Halaman
1. Kuesioner Penelitian ... 80
2. Master Data ... 87
3. Hasil SPSS ... 90
4. Surat Penelitian ... 124
ABSTRAK
Remaja yang mengalami seks bebas mengalami peningkatan setiap tahunnya sekitar 1% - 40 % remaja perempuan hamil sebelum tamat sekolah menengah. Hasil wawancara terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar yang pernah dan sedang pacaran ditemukan 90 % mengaku telah melakukan perilaku seksual ringan (berpegangan tangan, berciuman pipi dan kening).
Penelitian ini bertujuan untuk mereduksi faktor, usia pubertas, pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual. Jenis penelitian ini bersifat survei dengan pendekatan cross sectional. Populasi adalah seluruh remaja Kelas 10 dan 11 di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013 yang berjumlah 94 orang. Analisis data menggunakan uji analisis faktor berjenis eksploratori (Exploratory Factor Analysis).
Hasil penelitian menunjukkan terbentuk 2 faktor yang memengaruhi perilaku seksual yaitu faktor non-media informasi yang terdiri dari variabel dengan nilai faktor
loading pengetahuan (0,643), peran orang tua (0,641), peran teman sebaya (0,559), dan waktu luang (0,563) dan faktor media informasi yaitu variabel peran media informasi nilai faktor loading (0,852).
Diharapkan para guru SMA Negeri Juhar dapat membina siswa untuk memanfaatkan media informasi dengan benar, meningkatkan pengetahuan siswa mengenai kesehatan reproduksi dan meningkatkan kegiatan ekstrakurikuler sehingga siswa lebih banyak meluangkan waktu untuk hal-hal yang lebih bermanfaat. Kepada orang tua siswa tidak menganggap tabu komunikasi dengan anak tentang kesehatan reproduksi dan seksualitas dan lebih terbuka kepada anak, sehingga anak mendapatkan pendidikan atau informasi yang benar mengenai seksualitas dan mengawasi setiap kegiatan dan pergaulan anak di luar rumah.
ABSTRACT
The rate of teenagers who involved in free sex intercouse is getting increase every year. It is about 1%-40% of teenagers pregnant before finishing their study. The results of interview toward 20 students of Juhar State Senior High School who ever date or dating reveal that 90% of them admit that they have experienced light sexual intercouse (kissing cheeks and forehead, holding hands)
The objective of the research was to reduce the variable of puberty, knowledge, attitude, self-esteem, information media, role of parents and peers. Spare time, culture, and gender which could influence sexual behavior. The type of the research was a survey with cross sectional design. The population was 94 the 10th and 11th
The result of the research showed that two factors created which influenced sexual behavior were information non-media factor which consisted of variable with loading factor value of knowledge (0.643), role of parents (0.641), role of peers (0.559), and spare time (0.563), and information media, that was, the variable of the role of information media with loading factor value (0.852).
grade of Juhar State Senior High School Karo District, in 2013. The data were analyzed by using exploratory factor analysis.
It is recommended that the teachers of Juhar State Senior High School could be able to build the students in using correct media information, increase the students’ knowledge in reproductive health and increase the extra-curricular activities so that they will have spare time for beneficial things. Student’s parents should not assume that communication with their children about reproductive health and sexuality was a taboo thing and they should be more open to their children so that their children have education or correct information about sexuality and supervise every their children’s activity and socialization outside their homes.
Keywords : Media Information, Non Media Information, Sexual Behavior, Teenagers
BAB 1 PENDAHULUAN
1.1Latar Belakang Masalah
Masa remaja adalah masa terjadinya perubahan-perubahan baik perubahan
yang terjadi pada dirinya maupun akibat perubahan lingkungan seperti perubahan
intelektual, perubahan emosi, perubahan moral dan perubahan yang dapat langsung
diamati adalah perubahan fisik. Sejalan dengan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam diri remaja, mereka juga dihadapkan pada tugas-tugas yang berbeda dari tugas
pada masa kanak-kanak. Sebagaimana diketahui, dalam setiap fase perkembangan,
termasuk pada masa remaja, individu memiliki tugas-tugas perkembangan yang harus
dipenuhi (Lubis, 2009).
Masa remaja diawali oleh masa pubertas yaitu masa terjadinya perubahan
fisik dan fungsi fisiologis (kematangan organ-organ seksual), yang disertai dengan
perkembangan bertahap dari seksual primer dan karateristik seksual sekunder.
Karateristik seksual primer mencakup perkembangan organ-organ reproduksi
sedangkan karateristik seksual sekunder mencakup dalam perubahan bentuk tubuh
yang berhubungan dengan daya tarik seksual (sex appeal). Kematangan seksual ini menyebabkan munculnya minat sosial dan keingintahuan remaja tentang seksual
(Kusmiran, 2011).
Penelitian Nursal (2007) menyimpulkan variabel jenis kelamin, usia pubertas,
lama pertemuan dengan pacar dan paparan media elektronik dan media cetak
berhubungan bermakna dengan perilaku seksual remaja. Pada analisis multivariat
ditemukan bahwa jenis kelamin, pengetahuan, pola asuh orang tua dan jumlah pacar
yang pernah dimiliki secara bersama-sama memengaruhi perilaku seksual. Menurut
Tutwuri Prihatin (2007) hasil analisa menunjukkan bahwa factor-faktor yang
berhubungan dengan sikap siswa SMA terhadap hubungan seksual adalah kecerdasan
emosi, pengetahuan kesehatan reproduksi, peran orangtua dan teman sebaya, peran
media massa.
Saat ini kecenderungan pola masyarakat khususnya remaja tentang hubungan
seksual mengalami banyak perubahan. Perubahan-perubahan itu terjadi dikarenakan
iklim sosial saat ini yang membuat pola pergaulan anak muda sekarang makin
permisif. Dulu orang menganggap kalau seks dilakukan setelah menikah. Sekarang
perilaku seks ringan terkesan sebagai suatu yang lumrah (Sari, 2008).
Menurut Melodina (1990) mengatakan bahwa hubungan seksual pranikah
adalah hubungan seksual yang dilakukan oleh sepasang insan yang belum menikah
atau yang belum terikat oleh tali perkawinan. Perilaku seksual ini umumnya terjadi
diantara mereka yang telah meningkat remaja menuju dewasa. Hal ini sangat
mungkin terjadi mengingat pada saat seseorang memasuki masa remaja mulai timbul
dorongan-dorongan seksual di dalam dirinya. Apalagi pada masa ini minat mereka
dalam membina hubungannya terfokus pada lawan jenis. Nursal (2007)
mengemukakan bahwa hubungan seks pranikah dapat mengakibatkan penularan PMS
(Acquired Immune Deficiency Syndrome), kehamilan di luar nikah dan aborsi tidak aman. Menurut Tanner dalam Kusmiran (2011), keingintahuan remaja mengenai
kehidupan seksual menuntut mereka untuk mencari informasi mengenai seks dari
berbagai sumber seperti buku, film atau gambar-gambar lain yang dilakukan secara
sembunyi-sembunyi.
Menurut World Health Organization (WHO) tahun 2009 sekitar 16 juta perempuan berusia 15-19 tahun melakukan hubungan seksual pranikah. Sekitar 14%
dari kejadian aborsi yang tidak aman. Sekitar 2,5 juta remaja berusia dilaporkan
melakukan aborsi tiap tahun berumur 15-19 tahun. Angka rata-rata dari remaja yang
melahirkan pada negara dengan pendapatan menengah lebih tinggi dua kali
dibandingkan negara dengan pendapatan yang tinggi. Memiliki anak di luar nikah
merupakan hal yang tidak biasa di banyak negara, sehingga bila terjadi kehamilan di
luar nikah biasanya akan berakhir dengan tindakan aborsi (Sudibio, 2009).
Di Amerika Serikat seks bebas dilakukan para remaja mengalami
peningkatan setiap tahunnya sekitar 1%. Sekitar 40% remaja perempuan hamil
sebelum tamat sekolah menengah, 50% diantaranya melakukan abortus dan sisanya
melahirkan bayinya. Selain itu adanya penularan penyakit infeksi menular seksual
pada remaja setiap tahunnya sebanyak 20 juta kasus (Soetjiningsih, 2010). Menurut
Taufik dan Anganthi (2005) di Amerika dengan subjek penelitian perempuan
Afrika-Amerika berusia 14-18 tahun ditemukan 46% responden melakukan hubungan
seksual kurang dari atau sama dengan 4 kali pada 6 bulan terakhir, dan dari 54
negara Inggris remaja juga melakukan seks bebas sebanyak 20% pria dan 15% pada
wanita yang berusia 15-24 tahun (Edwards & Byrom, 2010). Secara teoritis hubungan
seksual di luar nikah berisiko yang mengidap HIV/AIDS adalah 1:100. Artinya,
dalam 100 kali hubungan seksual ada 1 kali risiko terjadi penularan HIV (Harahap,
2012).
Di Indonesia frekuensi terbesar remaja yang pernah melakukan hubungan seks
pranikah berada pada kelompok umur 20-24 tahun yaitu sebesar 60,1%, remaja yang
mengalami kehamilan yang tidak diinginkan sebanyak 58,5% berada pada umur
15-19 tahun dan rata-rata 15-19 tahun remaja telah melakukan aborsi. Menurut Survei
Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) tahun 2012 menunjukkkan kelompok umur
20- 24 tahun pada wanita yaitu sebesar 1,8% telah melakukan hubungan seksual
sebelum menikah dan pada pria sebesar 14,6 %. Kelompok 15 – 19 wanita telah
melakukan hubungan seksual sebelum menikah sebesar 0,7 % dan pada pria sebesar
4,5 %.
Berdasarkan data yang dihimpun PKBI (Perkumpulan Keluarga Berencana
Indonesia) tahun 2006 menunjukkan remaja yang mengaku pernah melakukan
hubungan seks bebas adalah remaja usia 13-18 tahun sebanyak 60%. Seks sering
digunakan remaja sebagai uji coba dan rasa penasaran. Ini terjadi karena kurangnya
pengetahuan kesehatan reproduksi dan seksual yang dimiliki remaja. Selain itu juga
disebabkan karena pengetahuan orangtua yang tidak cukup untuk berkomunikasi
tentang seksualitas dengan anak. Anak seharusnya mendapatkan informasi yang tepat
menurut survei kebanyakan remaja dapat informasi tentang seks dari temannya
(Krisnamurti, 2012).
Remaja laki-laki yang pernah melakukan hubungan seks bebas lebih tinggi
jika dibandingkan dengan remaja perempuan, dengan persentase sebesar 86,3% dan
13,7%. Hal ini disebabkan laki-laki cenderung mempunyai perilaku seks yang agresif,
terbuka, dan terang-terangan dan sulit menahan diri dibandingkan dengan wanita.
Keterbukaan di kalangan remaja putra juga terbukti dari lebih banyaknya remaja
putra yang sudah mendapatkan penerangan seks dibandingkan dengan remaja putri
(Tukiran, 2010).
Pangkahila (1996) meneliti pengalaman seksual para pelajar SLTA di Bali,
mencatat bahwa 102 dari 375 remaja laki-laki (27,2%) dan 53 dari 288 remaja
perempuan (18,4%) mengaku pernah melakukan hubungan seks bebas dengan teman
sendiri atau Pekerja Seks Komersial (PSK) (Soetjiningsih, 2010). Hasil Base Line Survey Perilaku Seksual Mahasiswa yang dilakukan oleh Pilar-PKBI Jawa Tengah pada April tahun 2000 terhadap 127 orang yang terdiri dari 64 orang pria dan 63
orangwanita, diketahui aktivitas remaja selama berpacaran untuk ngobrol 100%,
berpegangan tangan dan mengusap rambut 95%, merangkul dan memeluk 91,3%,
cium pipi dan kening 85,2%, mencium bibir 89,2%, mencium leher 72,4%, meraba
payudara 48%, petting 28,3%, dan intercourse (senggama) 20,4% (Purnamasari, 2012).
Menurut Sugiri (2010) remaja yang pernah melakukan seks bebas di kota
Bandung yang remajanya pernah melakukan hubungan seks bebas. Menurut
Sitompul (2011) di Medan sekitar 65% remaja di bawah usia 15 tahun telah
melakukan hubungan seksual pranikah. Akibatnya timbul persoalan kehamilan yang
tidak diinginkan, aborsi, persalinan di usia muda, HIV/AIDS serta penyalah gunaan
lainnya. Data yang diperoleh dari PKBI (Persatuan Keluarga Berencana Indonesia)
Rakyat Merdeka dan Komnas Perlindungan Anak sebanyak 52% remaja di Kota
Medan mengaku pernah melakukan seks bebas. Rata-rata usia remaja yang pernah
melakukan hubungan seks di luar nikah itu antara 13 sampai 18 tahun (BKKBN,
2011). Menurut penelitian Yuwono dalam Amrillah dkk (2001) menunjukkan bahwa
hampir 10% remaja di Medan sudah pernah melakukan hubungan seks sebelum
menikah. Bentuk–bentuk dari prilaku seksual yang dilakukan oleh remaja yang
berpacaran menurut data penelitian yang dilakukan oleh Centra Mitra Remaja (CMR)
yaitu dating, kissing, necking, petting dan coitus. Hasil penelitian pada 398 siswa siswi di Kota Yogyakarta didapat 60% menyatakan bahwa perilaku seksual yang
boleh dilakukan adalah sebatas ciuman bibir sambil berpelukan, aktivitas ciuman ini
pada kalangan remaja tersebut dianggap sebagai sesuatu yang wajar (Soetjiningsih,
2008).
Di daerah Toba Samosir perilaku seksual terjadi di kalangan anak-anak usia
remaja. Dari sejumlah 423 anak remaja SMP dan SMA yang diteliti pertengahan
tahun 2011, sebanyak 68,7 persen responden mengaku pernah melakukan perilaku
seksual ringan (berkencan, berpelukan, berciuman pipi, kening) dengan pacar
Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) menyatakan bahwa faktor
pribadi/kognitif, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara
timbal-balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat
mempengaruhi perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk
mengubah lingkungan. Menurut Suryoputro dkk (2007), faktor yang berpengaruh
pada perilaku seksual antara lain adalah faktor personal termasuk variabel seperti
pengetahuan, sikap seksual dan gender, kerentanan terhadap risiko kesehatan
reproduksi, gaya hidup, harga diri, lokus kontrol, kegiatan sosial, self efficacy dan variabel demografi (seperti: usia, jenis kelamin, status religiusitas, suku dan
perkawinan). Faktor lingkungan termasuk variabel seperti akses dan kontak dengan
sumber, dukungan dan informasi, sosial budaya, nilai dan norma sebagai dukungan
sosial. Faktor perilaku termasuk variabel gaya hidup seksual (orientasi, pengalaman,
angka mitra), peristiwa kesehatan (Seksual Menular Infeksi, kehamilan, aborsi) dan
penggunaan kondom dan kontrasepsi
Bahwa perilaku seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan,
3) mengkhayal, 4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi) , 6) saling
memeluk, sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut
dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat
kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual
(senggama).
.
Survei pendahuluan yang dilakukan di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo
pada pasangan saat mengendarai sepada motor dengan pacarnya. Salah seorang guru
memberi keterangan bahwa ada satu siswa yang keluar dari sekolah dan menikah,
rata rata siswa di SMA tersebut sudah punya pacar dan mereka mengaku perilaku
dalam berpacaran masih sebatas berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening
dan pipi.
Hasil wawancara dengan 5 orang siswa SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo
diperoleh bahwa hasil wawancara yang dilakukan terhadap 5 orang remaja,
menunjukkan bahwa tiga dari lima remaja yang diwawancara memiliki sikap yang
cenderung menganggap biasa saja tentang perilaku seksual ringan (manaksir, pergi
kencan, berpegangan tangan, berpelukan, berciuman kening dan pipi pada remaja
sekarang. Para siswa tersebut mengatakan bahwa perilaku seksual ringan boleh saja
dilakukan asalkan kedua belah pihak merasa senang untuk melakukannya, tidak ada
paksaan untuk melakukan dan perilaku seksual ringan bukan lagi hal yang tabu
untuk dilakukan oleh remaja. Mereka beranggapan bahwa cinta dan seks merupakan
dua hal yang berhubungan erat, bila cinta terhadap seseorang harus dibumbui dengan
perilaku seks, dan seks yang dilakukan dengan pacar harus berlandaskan cinta. Hasil
wawancara dengan menggunakan kuesioner terhadap 20 siswa SMA Negeri Juhar
yang pernah dan sedang pacaran, ditemukan 90% ditemui remaja mengakui telah
melakukan prilaku seksual ringan (menaksir, pergi berkencan, berpegangan tangan,
berciuman ringan (kening dan pipi) dan saling berpelukan dan 10% telah melakukan
suatu daerah parawisata sehingga ada pengaruh norma budaya dari luar sehingga
remaja menelan begitu saja apa yang dilihat dari budaya luar.
Berdasarkan fenomena tersebut perilaku seksual pada remaja akan
memberikan dampak terhadap kehidupan remaja di masa depan, terutama masalah
kesehatan reproduksinya seperti hamil dan melahirkan anak di usia muda atau
melakukan aborsi, putus sekolah, perkawinan dini dan tertular penyakit seksual.
Beberapa akibat dari perilaku seksual remaja tersebut dapat menjadi alasan bahwa
perilaku seksual remaja merupakan suatu permasalahan serius mengingat dan yang
kompleks karena berkaitan dengan berbagai faktor.
1.2Permasalahan
Tingginya perilaku seksual di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo Tahun
2013.
1.3Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mereduksi faktor, usia pubertas,
pengetahuan, sikap, harga diri, media informasi, peran orang tua, dan peran teman
sebaya, waktu luang, budaya, gender yang dapat memengaruhi perilaku seksual.
1.4Manfaat Penelitian
1. Bagi Instansi Terkait (Dinas Kesehatan, PKBI dan Dinas Pendidikan)
Hasil penelitian ini dapat dimanfaatkan sebagai bahan masukan dalam dasar
dalam lingkup kesehatan reproduksi, konseling dan pelayanan kesehatan pada
remaja serta perumusan kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi yang
disesuaikan dengan tingkat pertumbuhan dan perkembangan remaja.
2. Bagi Remaja
Remaja diharapkan agar mampu memberi kesan yang baik tentang dirinya,
mengendalikan dorongan seksualnya kearah positif dan tidak terjebak dalam
perilaku seksual sehingga mampu berkembang dengan baik sesuai dengan
tahapan perkembangannya.
3. Bagi Orang Tua
Menambah informasi kepada orang tua tentang pentingnya perkembangan
anak pada tahap remaja khususnya perkembangan dalam dorongan seksual
yang dapat mengakibatkan terjadinya perilaku sekual sehingga para orang tua
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Perilaku Seksual
2.1.1 Definisi Perilaku Seksual
Berikut ini adalah pengertian tentang batasan perilaku seksual, aktivitas
seksual, hubungan seksual dan perilaku seksual pra nikah (Martopo, 2000):
1. Perilaku seksual adalah perilaku yang bertujuan untuk menarik perhatian lawan
jenis. Perilaku seksual juga merupakan perilaku yang melibatkan sentuhan secara
fisik anggota badan antara pria dan wanita yang telah mencapai pada tahap
hubungan intim, biasanya dilakukan oleh pasangan suami isteri.
2. Aktivitas seksual adalah kegiatan yang dilakukan untuk memenuhi dorongan
seksual atau kegiatan mendapatkan kesenangan organ kelamin melalui berbagai
perilaku.
3. Hubungan seksual merupakan kontak seksual yang dilakukan berpasangan
dengan lawan jenis atau sesama jenis.
4. Perilaku seks pra nikah adalah perilaku seks yang dilakukan tanpa melalui proses
pernikahan yang resmi menurut hukum ataupun agama dan kepercayan
masing-masing individu.
5. Menurut Soetjiningsih (2004), perilaku seks pranikah pada remaja adalah segala
sesama jenis yang dilakukan sebelum adanya hubungan resmi sebagai suami istri.
Objek seksualnya bisa berupa orang lain, orang dalam khayalan, atau diri sendiri.
6. Perilaku seksual menurut Sarwono (2007) merupakan segala bentuk perilaku
yang didorong oleh hasrat seksual, baik dengan lawan jenis maupun dengan
sesama jenis. Bentuk perilaku seksual, mulai dari bergandengan tangan
(memegang lengan pasangan), berpelukan (seperti merengkuh bahu, merengkuh
pinggang), bercumbu (seperti cium pipi, cium kening, cium bibir), meraba bagian
tubuh yang sensitif, menggesek-gesekkan alat kelamin sampai dengan
memasukkan alat kelamin. Demikian halnya dengan perilaku seksual pranikah
pada remaja akan muncul ketika remaja mampu mengkondisikan situasi untuk
merealisasikan dorongan emosional dan pemikirannya tentang perilaku
seksualnya atau sikap terhadap perilaku seksualnya.
L”Engle et.al. (2005) dalam Tjiptanigrum, (2009) mengatakan bahwa perilaku
seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal, 4)
berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening, pipi), 6) saling
memeluk,sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut
dan lidah, 2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat
kelamin, 3) menempelkan alat kelamin, 4) oral seks, 5) berhubungan seksual
(senggama).
Faktor yang juga diasumsikan sangat mendukung remaja untuk melakukan
hubungan seksual adalah teman sebaya yang dilihat dari konformitas remaja pada
melakukan hubungan seksual. Santrock (2003) mengatakan bahwa konformitas
kelompok bisa berarti kondisi di mana seseorang mengadopsi sikap atau perilaku dari
orang lain dalam kelompoknya karena tekanan dari kenyataan atau kesan yang
diberikan oleh kelompoknya tersebut. Apabila lingkungan peer remaja tersebut mendukung untuk dilakukan perilaku seksual, serta konformitas remaja yang juga
tinggi pada peer-nya, maka remaja tersebut sangat berpeluang untuk melakukan hubungan seksual pranikah.
2.1.2 Bentuk-Bentuk Tingkah Laku Seksual
Menurut Sarwono (2007) bentuk tingkah laku seks bermacam-macam mulai
dari perasaan tertarik, pacaran, kissing, kemudian sampai intercourse meliputi: a. Kissing
Ciuman yang dilakukan untuk menimbulkan rangsangan seksual, seperti di bibir
disertai dengan rabaan pada bagian-bagian sensitif yang dapat menimbulkan
rangsangan seksual. Berciuman dengan bibir tertutup merupakan ciuman yang
umum dilakukan. Berciuman dengan mulut dan bibir terbuka, serta menggunakan
lidah itulah yang disebut french kiss. Kadang ciuman ini juga dinamakan ciuman mendalam/ soul kiss.
b. Necking
c. Petting
Perilaku menggesek-gesekkan bagian tubuh yang sensitif, seperti payudara dan
organ kelamin. Merupakan langkah yang lebih mendalam dari necking.Ini
termasuk merasakan dan mengusap-usap tubuh pasangan termasuk lengan, dada,
buah dada, kaki, dan kadang-kadang daerah kemaluan, baik di dalam atau di luar
pakaian.
d. Intercrouse
Bersatunya dua orang secara seksual yang dilakukan oleh pasangan pria dan
wanita yang ditandai dengan penis pria yang ereksi masuk ke dalam vagina untuk
mendapatkan kepuasan seksual
Hubungan seksual yang dilakukan pada remaja, terutama remaja putri akan
dapat menyebabkan kehamilan pada usia belasan tahun akan mengkibatkan resiko
resiko tertentu baik bagi ibu atau janin yang dikandungnya. Selain itu, pada
kehamilan remaja yang tidak dikehendaki dapat disertai oleh akibat medis dan
psikologis. Misalnya terjadinya abortus, tidak bisa menyelesaikan pendidikan
sekolah, penyiksaan anak atau ketidak pedulian dan bunuh diri. Remaja putri yang
berusia 15-19 tahun mempunyai kemungkinan 2 kali lebih besar meninggal dunia
saat mereka hamil atau melahirkan dibandingkan dengan perempuan berusia 20 tahun
keatas. Sementara itu remaja yang berusia dibawah 14 tahun, mempunyai
kemungkinan meninggal 5 kali lebih besar. Kehamilan pada remaja yang berusia
kurang dari 14 tahun memiliki risiko komplikasi medis lebih besar dari pada
perempuan belum berkembang dengan sempurna. Pada remaja putri, dua tahun
setelah menstruasi yang pertama seorang perempuan masih mungkin mencapai
pertumbuhan panggul antara 2-9% dan tinggi badan 1% , sehingga perempuan yang
melahirkan kurang dari 14 tahun banyak mengalami disproporsi kepala bayi dan
panggul ibu atau disproporsi sefalopelvik.
2.2 Faktor-Faktor yang Memengaruhi Perilaku Seksual Remaja
Santrock (2007) yang mengutip Bandura menyatakan bahwa faktor pribadi
/kognitif, faktor perilaku dan faktor lingkungan dapat berintraksi secara timbal-
balik. Dengan demikian dalam pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi
perilaku seseorang, namun seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.
Menurut Suryoputro dkk (2007), faktor yang berpengaruh pada perilaku seksual
antara lain adalah faktor personal termasuk variabel seperti pengetahuan, sikap
seksual dan gender, kerentanan terhadap risiko kesehatan reproduksi, gaya hidup,
harga diri, lokus kontrol, kegiatan sosial, self efficacy dan variabel demografi (seperti: umur pubertas, jenis kelamin, status religiusitas, suku dan perkawinan). Faktor
lingkungan termasuk variabel seperti akses dan kontak dengan sumber, dukungan dan
informasi, sosial budaya, nilai dan norma sebagai dukungan sosial. Modifikasi dari
Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) dan menurut Suryoputro dkk (2007)
2.2.1 Umur Pubertas
Pubertas adalah masa ketika seseorang anak mengalami perubahan fisik,
psikis, dan pematangan fungsi seksual. Masa pubertas dalam dimulai saat berumur 8
hingga 10 tahun dan berakhir lebih kurang di usia 15 hingga 16 tahun. Pada masa ini
memang pertumbuhan dan perkembangan berlangsung dengan cepat. Berdasarkan
hasil penelitian Nursal (2008) menyatakan remaja yang mengalami usia puber dini
mempunyai peluang berperilaku seksual berisiko berat 4,65 kali dibanding responden
dengan usia pubertas normal.
Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah laku
seksual tertentu (Sarwono, 2007).
2.2.2 Pengetahuan tentang Perilaku Seksual
Pengetahuan (knowledge) adalah hasil penginderaan manusia, atau hasil tahu seseorang terhadap objek melalui indera yang dimilikinya (mata, hidung, telinga dan
sebagainya) (Notoatmodjo, 2010). Pengetahuan tentang kesehatan reproduksi adalah
mencakup apa yang diketahui oleh seseorang terhadap kesehatan reproduksi meliputi:
sistem reproduksi, fungsi, prosesnya dan cara-cara pencegahan/penanggulangan
terhadap kehamilan, aborsi, penyakit-penyakit kelamin (Notoatmodjo, 2007).
beberapa anggapan yang salah tentang hubungan seksual diantaranya adalah
kehamilan tidak mungkin terjadi bila hubungan seksual hanya dilakukan satu kali;
hanya dilakukan di usia muda; sebelum dan sesudah menstruasi; antara masa
minum soft drinks tertentu. Oleh karena itu mereka merasa tidak merasa perlu memakai kontrasepsi.
2.2.3 Sikap
Sikap adalah bentuk respons tertutup seseorang terhadap stimulus atau objek
tertentu, yang sudah melibatkan faktor pendapat dan emosi yang bersangkutan
seperti: senang/tidak senang, setuju/tidak setuju, baik/tidak baik (Notoatmodjo,
2007).
Sikap seksual adalah respon seksual yang diberikan seseorang setelah melihat,
mendengar atau membaca informasi serta pemberitaan, gambar-gambar yang berbau
porno dalam wujud orientasi atau kecenderungan dalam bertindak. Sikap yang
dimaksud adalah sikap remaja terhadap perilaku seksual (Bungin, 2001). Pengukuran
sikap dapat dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung dapat
dinyatakan bagaimana pendapat atau pernyataan responden terhadap suatu objek
secara tidak langsung dapat dilakukan dengan pernyataan hipotesis-hipotesis
kemudian dinyatakan pendapat responden melalui kuesioner (Notoatmodjo, 2003).
Sikap dapat bersifat positif dan pula sifat negatif (Azwar, 2009) :
1. Sikap positif kecenderungan tindakan adalah mendekati, menyenangi
mengharapkan objek tertentu
2. Sikap negatif terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,
membenci, tidak menyukai objek tertentu.
Remaja yang mendapat informasi yang benar cenderung mempunyai sifat
negatif sebaliknya remaja yang kurang pengetahuannyan tentang seksual cenderung
mempunyai sikap positif /sikap menerima adanya perilaku seksual sebagai kenyataan
Dari hasil penelitian di Palembang tentang sikap remaja terhadap perilaku
seksual berisiko berat, menunjukkan bahwa 42,5% yang bersifat permisip, yaitu sikap
yang memperbolehkan apa yang dulunya tidak diperbolehkan dengan alasan tabu
(Solha, 2007).
2.2.4 Harga Diri
Harga diri adalah variabel psikologis yang memegang peranan penting dalam
perkembangan sikap dan perilaku remaja. Menurut Santrock (2003), remaja masih
dalam situasi peralihan dan krisis dalam menemukan identitas dirinya sehingga
perasaan berharga dan bernilai sangatlah dibutuhkan oleh remaja. Sedangkan menurut
Hurlock (2011), harga diri adalah kemampuan individu untuk mempertahankan
pandangan yang positif terhadap diri sendiri dalam menghadapi kemunduran,
penolakan maupun kegagalan. Sifat harga diri adalah labil dan dapat berubah dari
waktu ke waktu. Terdapat tiga kelompok harga diri, yaitu tinggi, sedang dan rendah.
Individu dengan harga diri yang tinggi menunjukkan sikap atau sifat yang lebih aktif,
mandiri, kreatif, yakin akan gagasan dan pendapatnya, memiliki kepribadian yang
stabil, rasa percaya diri yang tinggi, lebih efektif dalam kehidupan sehari-hari.
Individu yang memiliki harga diri sedang memiliki harapan dan keberartian yang
positif, meski lebih moderat, inividu memandang dirinya lebih baik dari kebanyakan
orang. Namun di sisi lain, ia tidak menilai dirinya sebaik penilaian orang lain yang
memiliki harga diri yang lebih tinggi. Sebaliknya, remaja dengan harga diri yang
rendah rasa percaya diri yang rendah dan kurang berani untuk menyatakan diri masuk
(inferior), pemalu dan kurang berani dalam melakukan interaksi sosial. Remaja
dengan harga diri yang tinggi (positif) akan menjalani tahapan perkembangannya
dengan lebih baik.
Harga diri cenderung menurun di masa remaja , terutama pada remaja
perempuan berumur 12 – 17 tahun. Pada umumnya laki laki menunjukkan harga diri
yang lebih tinggi dibandingkan perempuan. Menurunnya harga diri remaja
perempuan adalah karena mereka memiliki citra tubuh yang lebih negative selama
mengalami perubahan pubertas, dibandingkan remaja laki laki (Santrock, 2007)
Menurut Khera (2003) karakteristik harga diri terbagi atas dua yaitu harga diri
tinggi dan harga diri rendah. Adapun karakteristiknya adalah sebagai berikut :
a. Harga diri tinggi yaitu berani karena pendirian, percaya diri, menerima tanggung
jawab, asertif, optimis, menghormati orang lain, disiplin, menyukai kesopanan,
mau belajar, dan rendah hati.
b. Harga diri rendah yaitu sikap kritis, ragu-ragu, agresif, mudah tersinggung.
2.2.5 Media Informasi
Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media
massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah, televisi,
video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin meniru apa
yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada umumnya belum
mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya. Media cetak dan
media elektronik merupakan media yang paling banyak dipakai sebagai
paparan media massa yang mengundang ingin tahu dan memancing keinginan untuk
bereksperimen dalam aktivitas seksual. Yang menentukan pengaruh tersebut bukan
frekuensinya tapi isu media massa itu sendiri (Muhammad, 2006). Remaja melakukan
imitasi apa yang dilihat melalui media dan televisi. Melalui observational learning,
remaja melihat bahwa dari film barat yang mereka tonton perilaku seks itu
menyenangkan dan dapat diterima lingkungan. Semakin banyak pengalaman
mendengar, melihat, mengalami hubungan seksual makin kuat stimulasi yang yang
dapat mendorong munculnya perilaku seks (Muhammad, 2006). Pada saat ini, media
massa baik media cetak maupun media elektronik banyak menampilkan seksualitas
sacara vulgar yang dapat merangsang birahi terutama remaja (Juliastuti, 2009).
Meningkatnya perilaku seksual membuat remaja selalu berusaha lebih banyak
informasi mengenai seks. Hanya sedikit remaja yang memperoleh informasi tentang
seksual dari orang tuanya. Oleh karena itu,mereka selalu mendorong untuk mencari
informasi seks melalui media cetak seperti majalah, koran.
Media elektronik dapat menjadi wadah untuk menarik perhatian dan
meningkatkan kesadaran berbagai pihak terhadap berbagai perkembangan situasi
yang terjadi dewasa ini. Kecenderungan pelanggaran terhadap perilaku seksual
remaja makin meningkat oleh karena adanya penyebaran informasi dan rangsangan
teknologi canggih (video cassette, DVD, telepon genggam, internet, dan lain lain)
menjadi tak terbendung lagi, akan meniru apa yang dilihat atau didengar dari media
massa, khususnya karena mereka pada umumnya belum pernah mengetahuai masalah
2.2.6 Peran Orang Tua
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan
seks dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua
sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas. Dalam
berbagai penelitian yang telah dilakukan, dikemukakan bahwa anak/remaja yang
dibesarkan dalam lingkungan sosial keluarga yang tidak baik/disharmoni keluarga,
maka resiko anak untuk mengalami gangguan kepribadian menjadi berkepribadian
antisosial dan berperilaku menyimpang lebih besar dibandingkan dengan anak/remaja
yang dibesarkan dalam keluarga sehat/harmonis (sakinah). Perilaku seksual
merupakan salah satu bentuk pelampiasan kekesalan dan ketidak puasan remaja
terhadap orangtua dan orang dewasa yang dianggap terlalu banyak mengatur atau
mengekang.
Kriteria keluarga yang tidak sehat tersebut menurut para ahli dalam Retnowati
(2010), antara lain:
1. Keluarga tidak utuh (broken home by death, separation, divorce)
2. Kesibukan orangtua, ketidakberadaan dan ketidakbersamaan orang tua dan anak
di rumah
3. Hubungan interpersonal antar anggota keluarga (ayah-ibu-anak) yang tidak baik
(buruk)
4. Substitusi ungkapan kasih sayang orangtua kepada anak, dalam bentuk materi
Kedekatan geografis orang tua dan anak ternyata tidak menjamin selalu
terkontrolnya perilaku seks anak remaja mereka (Hartono, 1998). Mereka justru tidak
ingin mengambil risiko bertemu dengan kenalan orang tuanya baik di hotel atau
tempat umum lainnya. Bagi mereka risiko terlihat di tempat umum lebih besar dari
pada di rumah orang tua mereka karena mereka tahu pasti jam orangtua mereka atau
saat orang tua akan berada di luar rumah (Khisbiyah, 1997). Dengan demikian, bila
hubungan seks dilakukan di rumah, mereka akan memilih saat kedua orang tuanya
sedang tidak ada di rumah atau sedang bekerja.
2.2.7 Teman Sebaya
Teman sebaya (peers) adalah anak remaja dengan tingkat usia atau tingkat kedewasaan yang sama. Pada banyak remaja, bagaimana mereka dipandang oleh
teman sebaya merupakan hal yang terpenting dalam kehidupan mereka. Remaja mulai
belajar mengenai pola hubungan yang timbal balik dan setara dengan melalui
interaksi dengan teman sebaya. Mereka juga belajar untuk mengamati dengan teliti
minat dan pandangan teman sebaya dengan tujuan untuk memudahkan proses
penyatuan dirinya ke dalam aktifitas teman sebaya yang sedang berlangsung. Sullivan
beranggapan bahwa teman memainkan peran yang penting dalam membentuk
kesejahteraan dan perkembangan anak dan remaja. Mengenai kesejahteraan, dia
menyatakan bahwa semua orang memiliki sejumlah kebutuhan sosial dasar, juga
termasuk kebutuhan kasih sayang (ikatan yang aman), teman yang menyenangkan,
penerimaan oleh lingkungan sosial, keakraban, dan hubungan seksual (Santrock,
Menurut Susanto (2006) minat untuk berkelompok menjadi bagian dari proses
tumbuh kembang yang dialami remaja. Yang dimaksud disini bukan sekadar
kelompok biasa, melainkan sebuah kelompok yang memiliki kekhasan orientasi,
nilai-nilai, norma, dan kesepakatan yang secara khusus hanya berlaku dalam
kelompok tersebut atau yang biasa disebut geng. Biasanya kelompok semacam ini
memiliki usia sebaya atau bisa juga disebut peer group. Demi geng ini remaja seringkali dengan rela hati mau melakukan dan mengorbankan apapun hanya karena
sebuah kata-kata ”sakti”, yaitu solidaritas. Demi alasan solidaritas, sebuah geng
sering kali memberikan tantangan atau tekanan-tekanan kepada anggota
kelompoknya (peer pressure) yang terkadang berlawanan dengan hukum atau tatanan sosial yang ada. Tekanan itu bisa saja berupa paksaan untuk menggunakan narkoba,
mencium pacar bahkan melakukan hubungan seks.
Dalam kelompok sebaya, individu merasakan adanya kesamaan satu dengan
yang lain, seperti dibidang usia, kebutuhan, dan tujuan yang dapat memperkuat
kelompok itu. Dalam kelompok sebaya tidak dipentingkan adanya struktur
organisasi, namun di antara anggota kelompok merasakan adanya tanggung jawab
atas keberhasilan dan kegagalan kelompoknya. Dalam kelompok sebaya, individu
merasa menemukan dirinya ( pribadi) serta dapat mengembangkan rasa social sejalan
dengan perkembangan kepribadiannya. Dalam teman sebaya pengaruh pola
hubungan, koformitas, kepemimpinan kelompok, adaptasi sangat besar terhadap
remaja ( Santoso, 2009)
1) Teman Dekat
Remaja biasanya mempunyai dua atau tiga orang teman dekat, atau sahabat
karib. Mereka adalah sesama seks yang mempunyai minat dan kemampuan yang
sama. Teman dekat saling memengaruhi satu sama lain, meskipun
kadang-kadang juga bertengkar.
2) Kelompok Kecil
Kelompok ini biasanya terdiri dari kelompok teman-teman dekat. Pada mulanya
terdiri dari seks yang sama, tetapi kemudian meliputi kedua jenis seks.
3) Kelompok Besar
Kelompok besar yang terdiri dari beberapa kelompok kecil dan kelompok teman
dekat, berkembang dengan meningkatkan minat akan pesta dan berkencan.
Karena kelompok ini besar maka penyesuaian minat berkurang diantara
anggota-anggotanya sehingga terdapat jarak sosial yang lebih besar antara diantara
mereka.
4) Kelompok yang Terorganisasi
Kelompok pemuda yang dibina oleh orang dewasa dibentuk oleh sekolah dan
organisasi masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sosial para remaja yang tidak
mempunyai klik atau kelompok besar diantara mereka. Banyak remaja yang
mengikuti kelompok seperti itu merasa diatur dan berkurang minatnya ketika
5) Kelompok Geng
Remaja yang tidak termasuk klik atau kelompok besar dan yang merasa tidak
puas dengan kelompok yang terorganisasi mungkin mengikuti kelompok geng.
Anggota geng yang biasanya terdiri dari anak-anak sejenis dan minat utama
mereka adalah untuk menghadapi penolakan teman-teman melalui perilaku
antisosial.
2.2.8 Peluang/ Waktu luang
Dengan adanya waktu luang yang tidak bermanfaat maka lebih mudah
menimbulkan adanya pergaulan bebas, dalam arti remaja mementingkan hidup
bersenang-senang, bermalas-malas, berkumpul-kumpul sampai larut malam yang
akan membawa remaja pada pergaulan bebas. ( Gunarsa,1995)
2.2.9 Budaya
Menurut Koenjaraningrat (1997), budaya adalah pedoman yang bernilai dan
memberikan arah atau norma yang terdiri dari aturan aturan untuk bertindak yang
apabila dilanggar menjadi tertawaan, ejekan dan celaan sesaat oleh masyarakat di
sekitarnya.
Budaya suatu kaidah yang timbul dari masyarakat sesuai dengan kebutuhan
pada suatu saat lazimnya, budaya disuatu tempat berbeda dengan budaya ditempat
lain, demikian pula budaya disuatu tempat berbeda menurut kurun waktunya
(Soekanto, 2008).
Sarwono (2012) mengatakan, walaupun pada zaman sekarang ini marak
menjungjung tinggi nilai tradisional. Nilai tradisional dalam perilaku seksual yang
paling utama adalah tidak melakukan hubungan seksual sebelum menikah. Nilai ini
tercermin dalam bentuk keinginan mempertahankan kegadisan seseorang sebelum
menikah
Orang tua belum memiliki kesiapan dengan perubahan dan kemampuan
anak dalam beradaptasi dengan nilai-nilai yang baru. Mereka masih khawatir
anak-anak akan mendapatkan pengaruh negatif dari nilai-nilai baru tersebut. Hal ini yang
membuat anak mengalami kebingungan dalam memahami nilai-nilai kontradiktif
yang diterapkan orang tua kepada mereka. Tidak mengherankan jika pada usianya
mereka masih memperlihatkan kehidupan emosional yang kurang matang dan relasi
sosial yang kurang berkembang. Mereka juga kesulitan untuk menjadi individu yang
lebih berbudaya, yang mewarnai kehidupan perilaku mereka sehari-hari.
Budaya mempunyai peranan penting dalam membentuk pola berpikir dan pola
pergaulan dalam masyarakat, yang berarti juga membentuk kepribadian dan pola pikir
masyarakat tertentu. Budaya mencakup perbuatan atau aktivitas sehari-hari yang
dilakukan oleh suatu individu maupun masyarakat, pola berpikir mereka,
kepercayaan, dan ideologi yang mereka anut. Tentu saja pada kenyataannya budaya
antara satu masyarakat dengan masyarakat lainnya berbeda, terlepas dari perbedaan
karakter masing-masing kelompok masyarakat ataupun kebiasaan mereka.
Peran budaya yang ada dalam masyarakat dapat dijadikan titik acuan dalam
membentuk kepribadian seseorang atau kelompok masyarakat. Karena melalui
teknologi informasi sangat menjadi acuan atau pengaruh dalam pertukaran
kebudayaan dalam masyarakat berbangsa maupun bernegara. Masyarakat sering
sekali menerima langsung kebudayaan-kebudayaan negatif yang seharusnya dan
memang bertentangan dengan norma-norma, karena kebudayaan negatif inilah yang
tidak dapat mengubah kepribadian seseorang/masyarakat sehingga remaja menelan
begitu saja apa yang dilihatnya dari budaya barat.
2.2.10 Gender
Menurut Raharjo (1997), permasalahan hubungan gender yang asimetris masih tetap mengganjal dan dianggap sebagai sebab utama dari
permasalahan-permasalahan perempuan saat ini, termasuk yang berkaitan dengan hak dan kesehatan
reproduksi. Ketidakberdayaan perempuan adalah sebagai akibat dari konstruksi sosial
yang selama ini menempatkan perempuan pada kedudukan yang subordinat. Di
bidang reproduksi, ketidakberdayaan perempuan itu terlihat dari hubungan yang tidak
berimbang antara laki-laki dan perempuan dalam hal seksual dan reproduksi seperti
tercermin dalam kasus pemaksaan hubungan kelamin yang dapat mengakibatkan
kehamilan yang tidak diinginkan yang apabila terjadi pada remaja dapat
menyebabkan remaja tersebut hamil di usia muda.
Menurut Sarwono (2007) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada
remaja adalah :
1. Pengetahuan
Kurangnya pengetahuan tentang kesehatan reproduksi pada remaja yang sudah
pengarahan dari orang tua mengenai kesehatan reproduksi khususnya tentang
akibat-akibat perilaku seksual maka mereka sulit mengendalikan
rangsangan-rangsangan dan banyak kesempatan seksual pornografi melalui media massa
yang membuat mereka melakukan perilaku seksual secara bebas tanpa
mengetahui risiko-risiko yang dapat terjadi seperti kehamilan yang tidak
diinginkan.
2. Meningkatnya Libido Seksual
Di dalam upaya mengisi peran sosial, seorang remaja mendapatkan motivasinya
dari meningkatnya energi seksual atau libido, energi seksual ini berkaitan erat
dengan kematangan fisik.
3. Media Informasi
Adanya penyebaran media informasi dan rangsangan seksual melalui media
massa yaitu dengan adanya teknologi yang canggih seperti, internet, majalah,
televisi, video. Remaja cenderung ingin tahu dan ingin mencoba-coba serta ingin
meniru apa yang dilihat dan didengarnya, khususnya karena remaja pada
umumnya belum mengetahui masalah seksual secara lengkap dari orang tuanya.
4. Norma Agama
Sementara itu perkawinan ditunda, norma-norma agama tetap berlaku dimana
orang tidak boleh melaksanakan hubungan seksual sebelum menikah. Pada
masyarakat modern bahkan larangan tersebut berkembang lebih lanjut pada
dapat menahan diri akan mempunyai kecenderungan melanggar larangan
tersebut.
5. Orang Tua
Ketidaktahuan orang tua maupun sikap yang masih menabukan pembicaraan seks
dengan anak bahkan cenderung membuat jarak dengan anak. Akibatnya
pengetahuan remaja tentang seksualitas sangat kurang. Padahal peran orang tua
sangatlah penting, terutama pemberian pengetahuan tentang seksualitas.
6. Pergaulan Semakin Bebas
Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan pergaulan antar
jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orang tua terhadap
anak remajanya, semakin rendah kemungkinan perilaku menyimpang menimpa
remaja
Menurut Bachtiar (2004) faktor yang menyebabkan perilaku seksual pada
remaja :
1. Pendidikan
Pendidikan yang rendah cenderung melakukan seks dibanding dengan yang
berpendidikan tinggi dan berprestasi.
2. Sosial Ekonomi
Dengan perekonomian keluarga yang rendah cenderung remaja melakukan seks
agar pasangannya dapat memenuhi segala sesuatu yang ia butuhkan.
3. Pengaruh Teman
Menurut Sarwono (2012), masalah seksualitas pada remaja timbul karena
faktor-faktor berikut, yaitu :
1) Perubahan-perubahan hormonal yang meningkatkan hasrat seksual (libido
seksualitas). Peningkatan ini membutuhkan penyaluran dalam bentuk tingkah
laku seksual tertentu.
2) Penyaluran itu tidak dapat segera dilakukan karena adanya penundaan usia
perkawinan, baik secara hukum maupun karena norma sosial yang makin lama
makin menuntut persyaratan yang makin tinggi untuk perkawinan (pendidikan,
pekerjaan, persiapan mental, dan lain-lain)
3) Sementara usia kawin ditunda, norma-norma agama tetap berlaku di mana
seseorang dilarang untuk melakukan hubungan seks sebelum menikah. Untuk
remaja yang tidak dapat menahan diri akan terdapat kecendrungan untuk
melanggar saja larangan-larangan tersebut.
4) Kecendrungan pelanggaran makin meningkat oleh karena adanya penyebaran
informasi dan rangsangan seksual melalui media massa dengan adanya
teknologi canggih (VCD, internet, handpone seluler, dan lain-lain) menjadi tidak terbendung lagi. Remaja yang dalam periode ingin tahu dan ingin
mencoba akan meniru apa yang dilihat atau didengarnya dari media massa,
khususnya bila mereka belum mengetahui secara lengkap dari orang tua.
5) Di pihak lain, adanya kecenderungan pergaulan makin bebas antara pria dan
wanita akibat dari peran dan pendidikan wanita yang makin sejajar dengan pria.
Hidayah (2010) yang mengutip pendapat Pratiwi (2004), bahwa faktor –
faktor yang memengaruhi prilaku seksual pada remaja yaitu faktor biologis, pengaruh
teman sebaya, pengaruh orang tua, akademik, pemahaman, pengalaman seksual,
pengalaman dan penghayatan nilai-nilai keagamaan, kepribadian dan pengetahuan
mengenai kesehatan reproduksi.
2.3 Remaja
2.3.1 Definisi Remaja
Menurut Hall (Santrock, 2003), usia remaja berada pada rentan 12-23 tahun.
Remaja adalah masa yang penuh dengan permasalahan. Pendapat Stanley Hall pada
saat itu yaitu bahwa masa remaja merupakan masa badai dan tekanan (storm and stress) sampai sekarang masih banyak dikutip orang. Menurut Erickson masa remaja adalah masa terjadinya krisis identitas atau pencarian identitas diri. Gagasan Erickson
ini dikuatkan oleh James Marcia yang menemukan bahwa ada empat status identitas
diri pada remaja yaitu identity diffusion/ confussion, moratorium, foreclosure, dan
identity achieved. Karakteristik remaja yang sedang berproses untuk mencari identitas diri ini juga sering menimbulkan masalah pada diri remaja
2.3.2 Ciri-ciri Remaja
Masa remaja mempunyai ciri tertentu yang membedakan dengan periode
a. Masa remaja sebagai periode yang penting yaitu perubahan-perubahan yang
dialami masa remaja akan memberikan dampak langsung pada individu yang
bersangkutan dan akan memengaruhi perkembangan selanjutnya.
b. Masa remaja sebagai periode pelatihan. Disini berarti perkembangan masa
kanak-kanak lagi dan belum dapat dianggap sebagai orang dewasa. Status
remaja tidak jelas, keadaan ini memberi waktu padanya untuk mencoba gaya
hidup yang berbeda dan menentukan pola perilaku, nilai dan sifat yang paling
sesuai dengan dirinya.
c. Masa remaja sebagai periode perubahan, yaitu perubahan pada emosi
perubahan tubuh, minat dan peran (menjadi dewasa yang mandiri), perubahan
pada nilai-nilai yang dianut, serta keinginan akan kebebasan
d. Masa remaja sebagai masa mencari identitas diri yang dicari remaja berupa
usaha untuk menjelaskan siapa dirinya dan apa peranannya dalam masyarakat
e. Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan. Dikatakan demikian
karena sulit diatur, cenderung berperilaku yang kurang baik. Hal ini yang
membuat banyak orang tua menjadi takut.
f. Masa remaja adalah masa yang tidak realistik. Remaja cenderung memandang
kehidupan dari kacamata berwarna merah jambu, melihat dirinya sendiri dan
orang lain sebagaimana yang diinginkan dan bukan sebagaimana adanya
terlebih dalam cita-cita.
g. Masa remaja sebagai masa dewasa. Remaja mengalami kebingungan atau
didalam memberikan kesan bahwa mereka hampir atau sudah dewasa, yaitu
dengan merokok, minum-minuman keras, menggunakan obat-obatan dan
terlibat dalam perilaku seks. Mereka menganggap bahwa perilaku ini akan
memberikan citra yang mereka inginkan.
2.3.3 Tahapan Perkembangan Remaja
Menurut Hurlock (2011) tahap perkembangannya, masa remaja dibagi
menjadi tiga tahap yaitu:
Tabel 2.1. Tahapan Perkembangan Remaja Masa Remaja Awal
(12-15 Tahun)
Masa Remaja Tengah (15-18 Tahun)
Masa Remaja Akhir (18-21 Tahun)
Lebih dekat dengan teman sebaya
Mencari identitas diri Pengungkapan identitas diri
Ingin bebas Timbulnya keinginan
untuk kencan
2.3.4 Perkembangan Sosial Remaja
Menurut Hurlock (2011) ada tiga proses dalam perkembangan sosial adalah
sebagai berikut:
a. Berperilaku dapat diterima secara sosial
Setiap kelompok sosial mempunyai standar bagi para anggotanya tentang
harus mengetahui prilaku yang dapat diterima, tetapi mereka juga harus
menyesuaikan prilakunya sehingga ia bisa diterima sebagian dari masyarakat
atau lingkungan sosial tersebut.
b. Memainkan peran di lingkungan sosialnya
Setiap kelompok sosial mempunyai pola kebiasaan yang telah ditentukan
dengan seksama oleh para anggotanya dan setiap anggota dituntut untuk dapat
memenuhi tuntutan yang diberikan kelompoknya.
c. Memiliki sikap yang positif terhadap kelompok sosialnya
Untuk dapat bersosialisasi dengan baik, seseorang harus menyukai orang yang
menjadi kelompok dan aktifitas sosialnya. Jika seseorang disenangi berarti, ia
berhasil dalam penyesuaian sosial dan diterima sebagai anggota kelompok
sosial tempat mereka menggabungkan diri.
2.4 Landasan Teori
Perilaku adalah adalah suatu kegiatan atau aktifitas organisme baik yang dapat
diamati baik secara langsung maupun secara tidak langsung (Notoatmodjo, 2007).
L”Engle et.al. (2005 dalam Tjiptanigrum, 2009) mengatakan bahwa perilaku
seksual ringan mencakup : 1) menaksir; 2) pergi berkencan, 3) mengkhayal,
4) berpegangan tangan, 5) berciuman ringan (kening,pipi), 6) saling memeluk
sedangkan yang termasuk kategori berat adalah : 1) Berciuman bibir/mulut dan lidah,
2) meraba dan mencium bagian bagian sensitive seperti payudara, alat kelamin, 3)
Santrock (2007) yang mengutip Bandura (1998) menyatakan bahwa, faktor perilaku
dan faktor lingkungan dapat berinteraksi secara timbal-balik. Dengan demikian dalam
pandangan Bandura, lingkungan dapat memengaruhi perilaku seseorang, namun
seseorang dapat bertindak untuk mengubah lingkungan.
Berdasarkan teori tersebut, maka landasan teori dapat digambarkan dalam
gambar di bawah ini :
Prinsip dasar belajar menurut
teori ini, bahwa yang dipelajari individu terutama dalam belajar sosial dan moral
terjadi melalui peniruan (imitation) dan penyajian contoh perilaku (modeling).
Gambar 2.1 Landasan Teori Menurut Bandura (1998)
Orang Lingkungan
2.5 Kerangka Konsep
Adapun kerangka konsep penelitian ini secara skematis dapat digambarkan
pada bagan berikut ini :
Variabel Independen Variabel Dependen
Gambar 2.2 Kerangka Konsep Penelitian Faktor yang Memengaruhi :
1. Umur Pubertas
2. Pengetahuan Perilaku Seksual 3. Sikap
4. Harga Diri
5. Peran Media Informasi 6. Peran Orang Tua 7. Peran Teman Sebaya 8. Waktu luang
9. Budaya 10.Gender
BAB 3
METODE PENELITIAN
3.1Jenis Penelitian
Penelitian ini merupakan jenis penelitian survei dengan pendekatan cross sectional, dimana pengukuran atau pengamatan dilakukan pada saat bersamaan pada data variabel independen dan dependen (sekali waktu). Penelitian ini bertujuan untuk
mereduksi faktor yang memengaruhi perilaku seksual, dengan cara mengelompokkan
variabel yang diteliti menjadi faktor I, II, dan seterusnya di SMA Negeri Juhar
Kabupaten Karo tahun 2013.
3.2Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri Juhar Kabupaten Karo dari Bulan
Februari – Juli tahun 2013.
3.3Populasi dan Sampel 3.3.1 Populasi
Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh remaja Kelas 10 dan 11 di SMA
Negeri Juhar Kabupaten Karo tahun 2013 yang berjumlah 94 orang. Kelas XII tidak
dijadikan populasi karena kelas XII sudah tamat sekolah.
3.3.2 Sampel
Sampel dalam penelitian ini merupakan seluruh populasi yaitu sebanyak 94