• Tidak ada hasil yang ditemukan

Bagi Teman Sebaya

Dalam dokumen Resiliensi remaja yang orangtuanya bercerai. (Halaman 100-200)

BAB V. KESIMPULAN DAN SARAN

B. Saran

4. Bagi Teman Sebaya

Teman sebaya menjadi salah satu sumber dukungan bagi remaja yang mengalami perceraian orangtua. Terlebih masa remaja merupakan masa dimana anak lebih dekat dengan teman sebaya. Remaja yang mengalami perceraian orangtua berisiko mengalami dampak negatif dari perceraian, seperti simtom internalisasi maupun perilaku eksternalisasi. Oleh karena itu, teman sebaya diharapkan mampu membawa remaja dalam pergaulan yang baik serta dapat memahami kondisi yang alami oleh remaja terkait perceraian orangtuanya.

5. Bagi Peneliti Selanjutnya.

Penelitian mengenai resiliensi berhubungan dengan keberagaman ekspresi remaja serta cara yang remaja gunakan dalam menghadapi situasi perceraian. Oleh karena itu, untuk penelitian selanjutnya dapat lebih spesifik jika menggunakan usia informan. Hal ini berarti, penelitian selanjutnya dapat mengelompokkan antara remaja awal, sedang maupun akhir. Penelitian selanjutnya juga dapat melihat proses resiliensi dengan membedakan antara informan laki-laki maupun perempuan, sehingga dapat pula melihat persamaan dan perbedaan pola diantara pengelompokkan tersebut.

Pada penelitian ini, hasil yang didapatkan tidak jauh berbeda dari penelitian sebelumnya. Dalam arti, sumber-sumber pembentukan

resiliensi yang ada pada remaja ternyata tidak jauh berbeda dengan penelitian sebelumnya. Namun bentuk-bentuk dari perilaku yang menunjukkan adanya sumber atau bentuk/ bagian dari tiap sumber dapat terlihat serta sangat bervariasi dari sebelumnya. Peneliti selanjutnya perlu mempertimbangkan hal tersebut apabila ingin meneliti mengenai resiliensi.

Selain itu, penelitian selanjutnya perlu mempertimbangkan kemungkinan terjadinya bias saat wawancara dengan informan maupun saat melakukan analisis data penelitian. Pada penelitian ini, terjadi sedikit bias pada saat peneliti melakukan wawancara dengan informan. Hal ini terjadi setelah peneliti mendengar pengalaman perceraian yang dialami informan. Peneliti berusaha untuk tidak memasukkan subjektivitas peneliti terkait pengalaman perceraian orangtua.

83

DAFTAR PUSTAKA

Anjani, M. (2016). Kejahatan anak, Gunungkidul punya masalah serius. www.google.co.id. Diunduh dari http://sorotgunungkidul.com/berita-

gunungkidul-15951-kejahatan-anak-gunungkidul-punya-masalah-serius.html

Anonim. (2016). Sophia Latjuba tunjukkan prestasi akademik Eva Celia di LA.

www.google.co.id. Diunduh dari

http://www.kapanlagi.com/showbiz/selebriti/foto-sophia-latjuba-tunjukkan-prestasi-akademik-eva-celia-di-la-9b0cb7.html

Aseltine, R.H. (1996). Pathways linking parental divorce with adolescent depression. Journal of Health and Social Behavior, 37 (2). 133-148.

Baumgardner, S.R and Crothers, M.K. (2009). Positive Psychology. Ed 1st. New Jersey: Pearson Education. p: 58

Benard, Bonnie. (1991). Fostering Resiliency in Kids : Protective Factors in

the Family, School, and Community. Diperoleh dari :

http://scholar.google.co.id/

Carlson, B.E., and Smith, C. (1997). Stress, coping, and resilience in children and youth. Social Service Review, 71 (2). 231-256.

Chen, J.D., and George, R.A. (2005). Cultivating resilience in children from divorced families. The Family Journal: Counseling and Therapy for Couples and Families, 13 (4). 452-455. doi: 10.1177/1066480705278686 Choiriah, M. (2015). Anak-anak ini tetap berprestasi gemilang meski orangtua

berpisah. www.google.co.id. Diunduh dari

http://www.merdeka.com/peristiwa/anak-anak-ini-tetap-berprestasi-gemilang-meski-orangtua-berpisah.html

Creswell, J.W. (2007). Qualitative inquiry & research design choosing among five approaches. 2nd ed. California: Sage Publications, Inc.

Creswell, J.W. (2013). Research Design pendekatan kualitatif, kuantitatif, dan mixed. Edisi Ketiga. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Cui, M., Fincham, F.D., and Durtschi, J.A. (2010). The effect of parental divorce on young adults’ romantic relationship dissolution: what makes a difference?. Journal of The International Association for Relationship Research, doi: 10.1111/j.1475-6811.2010.01306.x

Desmita. (2005). Psikologi Perkembangan. Bandung: PT Remaja Rosdakarya. Feist, J and Feist, G.J. (2006). Theories of Personality. Ed 6th. New York,

America: McGraw Hill. p: 223.

Fergusson, D.M and Lynskey, M. (1996). Adolescent resiliency to family adversity. Journal of Child Psychology and Psychiatry, 37 (3). 281-292. doi: 10.1111/j.1469-7610.1996.tb01405.x

Greeff, A.P., and Merwe., S.V.D. (2004). Variables associated with resilience in divorced families. Social Indicators Research, 68 (1). 59-75.

Grotberg, E. (1995). A Guide to Promoting Resilience in Children: Strengthening The Human Spirit. Washington DC, America: Bernard van Leer Foundation.

Hipke, K., et al. (2002). Predictors of children’s intervention-induced resilience in a parenting program for divorced mothers. Family Relations: Interdisciplinary Journal of AppliedFamily Studies, 51. 121-129.

Kelly, J.B., and Emery, R.E. (2003). Children’s adjustment following divorce: risk and resilience perspectives. Family Relations, 52. 352-362.

Kertamuda, F.E. (2009). Konseling pernikahan untuk keluarga Indonesia. Jakarta: Salemba Humanika. h: 104-109

Leimon, A and McMahon, G. (2009). Positive Psychology for Dummies. Chichester, West Sussex, England: John Wiley & Sons, Ltd. pp: 123-126/128.

Luthar, S.S. (1991). Vulnerability and resilience: a study of high-risk adolescents. Child Development, 62 (3). 600-616.

Luthar, S.S., et al. (2000). The construct of resilience: a critical evaluation and guidelines for future work. Child Development, 71 (3). 543-562.

Papalia, D.E, Olds, S.W and Feldman, R.S. (2009). Human development (Psikologi Perkembangan). Edisi 10. Jilid 2. Jakarta: Penerbit Salemba Humanika, McGraw Hill.

Pedro-Carroll, J. L. (2005). Fostering resilience in the aftermath of divorce: the role of evidence-based programs for children. Family Court Review, 43. 52-64.

Poerwandari, E.K. (1998). Pendekatan kualitatif dalam penelitian psikologi. Cetakan 1. Jakarta: Lembaga Pengembangan Saran Pengukuran dan Pendidikan Psikologi.

Riggio, H.R. (2004). Parental marital conflict and divorce, parent-child relationships, social support, and relationship anxiety in young adulthood. Personal Relationship, 11. 99-114.

Rizki, D. (2015). Mengapa bisa Rangga seorang bocah SMP bunuh diri?.

www.google.co.id. Diunduh dari

http://www.kompasiana.com/auliagurdi/mengapa-bisa-rangga-seorang-bocah-smp-bunuh-diri_54f370987455137e2b6c766d

Rodgers, K.B., and Rose, H.A. (2002). Risk and resiliency factors among adolescents who experience marital transitions. Journal of Marriage and Family, 64 (4). 1024-1037.

Setiono, K. (2011). Psikologi keluarga. Edisi I. Bandung: P.T Alumni. hh: 9 dan 14.

Siregar, S.A. (2013, 8 Oktober). Fenomena perceraian. www.google.co.id.

Diunduh dari http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2013/10/08/55160/fenomena

-perceraian/).

Snyder, C.R., Lopez, S.J., and Pedrotti, J.T. (2011). Positive psychology, The scientific and practical explorations of human strengths. Second Edition. United States of America: Sage Publications, Inc. p: 98

Steinberg, L. (2002). Adolescence. Sixth Edition. New York: McGraw Hill. p: 4

Supratiknya, A. (2015). Metodologi penelitian kuantitatif dan kualitatif dalam psikologi. Cetakan Pertama. Yogyakarta: APPTI.

Umar, N. (2013). Fenomena perceraian di Indonesia yang meningkat. www.google.co.id. Diunduh dari http://irakbuzz.blogspot.co.id/2011/09/fenomena-perceraian-di-indonesia-yang.html.

Wenar, C and Kerig, P. (2000). Developmental psychopathology from infancy through adolescence. 4th ed. Boston: McGraw-Hill Higher Education.

FAKULTAS PSIKOLOGI

UNIVERSITAS SANATA DHARMA

Kampus III Universitas Sanata Dharma Paingan, Maguwoharjo, Depok, Sleman

LEMBAR PERSETUJUAN (INFORMED CONSENT)

Lembar persetujuan ini dibuat terkait dengan pengambilan data yang akan dilakukan oleh:

Nama : Patricia Sebagai : Peneliti

Selanjutnya disebut pihak I

yang akan berperan dalam tindakan psikologis untuk mengumpulkan data sehubungan dengan tugas akhir yang akan dilakukan oleh pihak I disertai informasi mengenai segala risiko yang mungkin terjadi serta yang berkaitan dengannya, kepada

Nama :

Sebagai : Subjek

Selanjutnya disebut pihak II

Pengambilan data ini bertujuan untuk mengumpulkan data penelitian pihak I dalam memenuhi tugas akhir. Pengambilan data akan dilaksanakan terhadap pihak II di lokasi dan waktu yang telah disepakati baik oleh pihak I maupun II.

Pengambilan data yang akan diberikan oleh pihak I kepada pihak II, adalah:

o Wawancara

Melalui wawancara ini, peneliti bermaksud untuk mendapatkan data berupa pengalaman subjek yang akan diteliti oleh peneliti.

o Merekam suara

Untuk mendokumentasikan data yang didapatkan, peneliti menggunakan alat perekam suara.

Sarana dan prasarana dari tindakan penelitian yang dilakukan di atas, antara lain: 1. Tempat wawancara

2. Panduan wawancara 3. Alat perekam

Manfaat dari tindakan di atas terhadap pihak II, yaitu pihak II semakin mampu memahami pengalaman yang dialami serta mengetahui cara mencegah dan menanggulangi dampak yang dirasakan pihak II dari pengalamannya tersebut, sehingga dapat bermanfaat bagi pengembangan diri di masa depan.

Faktor risiko dari tindakan psikologis di atas, antara lain:

1. Tindakan yang diberikan kepada pihak II oleh pihak I (wawancara dan merekam suara) berpotensi menimbulkan ketidaknyamanan secara psikis atau fisik.

2. Oleh karena itu, pihak II dapat mengajukan keberatan atau menghentikan tindakan pengambilan data jika merasa ada yang tidak sesuai dengan harapan.

Adapun tanggung jawab Pihak I adalah menjaga kerahasiaan setiap informasi yang diberikan oleh Pihak II, dan mempergunakan informasi tersebut hanya untuk kepentingan akademik di lingkup terbatas (diskusi dengan dosen pembimbing tugas akhir).

Berdasarkan semua penjelasan di atas, saya sebagai pihak II BERSEDIA / TIDAK BERSEDIA mendapatkan tindakan psikologis yang diberikan pihak I.

Pihak I Pihak II

Peneliti, Subjek,

No Verbatim Ringkasan Interpretasi Subtema Koding

1 Kalo sebelum orangtuaku

bercerai aku ga inget e soal e aku masih kecil banget

P1 tidak ingat kejadian sebelum orangtuanya bercerai karena masih kecil.

Pemahaman perceraian yang terbatas di masa kecil

Pemahaman perceraian PC

2 Yang aku inget itu pokoknya udah jarang liat papaku itu dari aku kelas 1 SDan lah, udah jarang liat papaku tapi aku ga ngerti kalo itu cerai. Aku mulai ngerti cerainya itu waktu aku kelas 4/5 SD. Itu baru ngerti kalo emang pisah papaku sm mamaku. Jadi sebelum cerai aku ga inget, ga terlalu inget. Paling ingetnya tuh cuma kaya waktu dianter-anter sekolah terus jarang tuh papaku dirumah pokoknya, sekali dua kali aja lah. Dikit banget.

Jarang lihat ayahnya sejak kelas 1 SD

Kehadiran & keterlibatan ayah sedikit Kehadiran & keterlibatan ayah terbatas HLAB Memahami perceraian sejak kelas 4/ 5 SD

Mulai paham perceraian kelas 4-5 SD

Kemampuan

memahami tentang perceraian pada masa kecil

KPCK

Ingatan tentang ayah yang jarang di rumah & hanya mengantar ke sekolah

Kehadiran & keterlibatan ayah sedikit

Kehadiran & keterlibatan ayah terbatas

sekarang udah gede (18 ), udah dikasih tau jadi tuh karena papaku tuh jarang pulang, jarang pulangnya tuh karena bilangnya kerja tapi suka judi gitu loh, suka judi, mabok, suka main cewek juga. Jadi pulang tuh ga bawa duit. Terus malah sampe apa ya, sampe sebulan, tiga bulan baru pulang. Bilangnya dulu kan papaku kerjanya di taksi terus ga pulang-pulang alesannya tuh karena kek lembur cuma balik kok ga bawa duit. Jadi alesannya si kata mamaku itu, karena yang utama perempuan si, karena main cewek.

jarang pulang saat usia 18 tahun

Ayahnya jarang pulang karena suka judi, mabuk & main cewek (keterangan ibu)

Alasan ayah tidak pulang Perilaku buruk ayah PBA

Ayahnya baru pulang setelah 1-3 bulan

Lama ayah tidak pulang Perilaku buruk ayah PBA

4 Aku jujur ya. Aku biasa aja si waktu itu,waktu SD itu karena mungkin apa ya, karena ga terlalu paham tuh loh. Pikiranku masih main, yang penting, aku

Kondisi P1 sebelum orangtua bercerai biasa saja karena saat SD hanya memikirkan main dan sekolah

Tidak ada perubahan

kondisi sebelum perceraian karena masih

kecil

Kondisi P1 sebelum perceraian

mama, gak ada papa yaudah. apa jika tidak ada ayah keterlibatan ibu • Ingatan tidak ada

kehadiran & keterlibatan ayah ibu • Tidak ada kehadiran & keterlibatan ayah HLATA

5 Nah aku mulai ngerasa-ngerasa mulai bisa mikir, ini kenapa sih itu mulai SMP. Mulai yang nyari-nyari, terus hmmm penasaran, kenapa si papa sama mama tuh cerai kenapa.

Mulai SMP berpikir tentang yang sedang terjadi

Mulai berpikir keadaan saat SMP

Kemampuan

memahami keadaan saat remaja

KPKR

Mulai penasaran & mencari tahu kenapa ayah & ibu bercerai

Mulai mencari tahu alasan perceraian

Pemahaman perceraian PC

6 Tapi waktu itu mamaku belum cerita, masih kecil kata mamaku. Mamaku takut aku kepikiran gitu. Terus yo rasane piye yo.

P1 tidak diberitahu tentang perceraian karena masih kecil

Tidak ada informasi perceraian saat kecil

Pemahaman perceraian PC

Ibu takut P1 memikirkan perceraian tersebut

Kekhawatiran ibu pada anak karena perceraian

Afeksi ibu pada anak AIPA 7 Hmm karena dari dulu tuh aku

dah biasa sendiri sebenernya. SMP tuh aku merantau, jadi ga tinggal sama orangtuaku, sekolah sendiri terus tinggal diluar kota tuh sendiri, kan sama oma waktu

P1 terbiasa sendiri saat SMP karena tinggal dengan nenek bukan orangtua

Tidak ada kehadiran orangtua saat SMP

Tidak ada kehadiran orangtua

HOTA

harus ada siapa gitu si.

Tidak terlalu memikirkan harus ada seseorang

Keberadaan orang lain tidak terlalu diperlukan

Kebutuhan akan orang lain sedikit

KOS

8 Pernah melihat mama papa berkonflik P1 pernah melihat orangtuanya berkonflik Mengetahui orangtua berkonflik Pemahaman konflik pernikahan orangtua PKNO

9 Tapi biasanya mereka

berantemnya kalo aku liat langsung ke kamar. Mamaku dulu kalo ga salah pernah ngamuk-ngamuk gitu lah, pokoknya banting barang. Terus ribut, kalo ribut selalu kedengeran si tapi biasanya dalam kamar ga pernah di depanku langsung dan biasanya tanteku langsung ajak aku keluar tuh loh. Enggak, misalnya di dalem rumah nih terus mamaku berantem di dalam kamar, terus aku diajak keluar.

Orangtua P1 ke kamar bila P1 melihat mereka berkonflik

Tidak dibiarkan melihat orangtua berkonflik

Pemahaman konflik pernikahan orangtua

PKNO

Orangtua P1 tidak pernah berkonflik di depan P1

Tidak dibiarkan melihat orangtua berkonflik

Pemahaman konflik pernikahan orangtua

PKNO

P1 diajak keluar rumah

bila orangtuanya berkonflik

Tidak dibiarkan melihat orangtua berkonflik

Pemahaman konflik pernikahan orangtua

SD, habis itu langsung udah papaku, rumah segala macem kan semua emang dari uang mama, jadi papa yang pergi. Papa yang pergi waktu itu., terus aku langsung pindah rumah sama mamaku ke rumah baru sama omaku.

Ayah P1 pergi karena rumah dari uang ibu

Kepergian ayah setelah cerai

Nonresident parents (orangtua yang tidak tinggal bersama)

NRP

P1 pindah rumah dengan ibu dan neneknya

Tinggal bersama ibu &

nenek Custodial parents

(orangtua pemelihara)

ngerasa kaya ada perubahan yang signifikan gitu loh. Cuma kalo perubahan emosinya itu ngerasanya mulai SMP SMA gitu. Mulai banyak, kalo kita anak psikologi sok-sokannya bilang cari figur ayah, kaya gitu. Aku jadi mulai SMP SMA jadi lebih seringnya main sama cowok, aku tuh kaya nyari, aku tuh ga pernah, kaya nyari-nyari gitu loh, gaulnya tuh kebanyakan sama cowok. Kalo pacaran tuh kadang-kadang suka penasaran cowok tuh kaya gimana si. Karena aku tuh ga pernah, kakakku pun.

karena tidak mengerti perceraian terbatas

Perubahan emosi saat SMP sampai SMA

Gejolak emosi saat SMP-SMA

Masalah emosi ME

Mulai mencari figur ayah Ingin mendapatkan figur ayah

Kebutuhan akan figur ayah

dengan lelaki 12 Aku tuh punya kakak tapi ga

terlalu deket, kaya misalnya ngomong, ngomong dirumah kalo ketemu paling kalo makan siang, kalo ga itu ga nyapa ga ketemu. Karena dia sukanya main game, keluar pulang malem. Ga pernah terlalu banyak ngobrol sama kakakku.

Punya kakak lelaki tetapi tidak dekat & tidak banyak mengobrol

Hubungan yang terbatas dengan kakak lelaki

Hubungan yang jauh dengan kakak lelaki

HJKL

13 engg….dampaknya yang paling kerasa ya waktu itu yang tadi kubilang, puncaknya ya SMA, ya SMA mau kuliah lah. SMA sampai awal-awal kuliah lah. Mulai apa ya, aku rebel banget anaknya, maksudnya bandel. Bandel banget, terus engg…kaya mamaku ngedidik si, cuma gimana ya susah dijelasin si. .

Puncak dari dampak perceraian terasa saat SMA-awal kuliah

Dampak perceraian paling dirasakan saat SMA-awal kuliah

Masa puncak dari dampak perceraian

mendidiknya 14 Aku kaya nyari-nyari sesuatu

yang sebenernya aku juga gatau tuh loh, aku nyari apa.

P1 mencari sesuatu yang tidak ia ketahui apa yang dicari

Ketidaktahuan akan sesuatu hal yang dicari

Ketidakpahaman akan

sesuatu yang dibutuhkan

TPB

15 Tapi yo setiap masalahku pasti selalu berhubungan sama laki-laki. Maksudnya kaya aku temenan terus aku dilarang sama mamaku sama A, tapi aku malah makin karena aku ga ngerasa punya sosok laki-laki tuh loh, ga pernah deket. Kakakku cowok tapi aku ga pernah komunikasi yang bener-bener intens tau cowok tuh kaya gimana

Masalah P1 selalu berhubungan dengan lelaki, misalnya dilarang berteman dengan lelaki semakin berteman karena merasa tidak mempunyai sosok lelaki

Masalah terkait lelaki, seperti dilarang berteman dengan lelaki

Masalah dalam berelasi dengan lelaki

MRL

Perilaku membangkang P1

sehingga tidak tahu lelaki seperti apa

yang terbatas dengan kakak lelaki

Hubungan yang jauh dengan kakak lelaki

HJKL

16 Jadi ya, yang aku paling aku rasakan ya itu pas SMA mulai banyak masalah. Mulai suka kabur dari rumah, ngelawan, suka.., suka bohong, suka main keluar bilangnya ngerjain tugas tapi main, ya gitulah banyak bohongnya. banyak main sama cowok, suka pacaran tapi ga bener-bener pacaran, maksudnya suka deket-deket cowok aja gitu loh

SMA mulai banyak masalah

Saat SMA banyak mendapat masalah

Masa mendapat banyak masalah

MBM

Masalah tersebut antara lain suka kabur, melawan, berbohong, main & dekat dengan lelaki

Perilaku suka kabur, melawan, berbohong, bermain dan dekat dengan lelaki

Perilaku buruk P1 PBP

17 Gak, kalo sekolah aku sama sekali ga terganggu. Malah itu setelah aku SD, aku malah ini banget, SMP malah juara terus, SMA juga malah makin rajin. Bukan rajin si sebenernya, gatau

Sekolah P1 tidak terganggu sama sekali

Perceraian tidak berpengaruh pada akademik Dampak positif perceraian DPC

jadi aku lebih sering belajar, kek gitu.

Saat SMP, P1 terus juara & saat SMA semakin rajin

P1 rajin dan berprestasi Kemampuan akademik P1

KA

P1 melampiaskan kondisi yang dialami ke pelajaran

Pelajaran sebagai sarana melampiaskan keadaan

Strategi coping SC 18 Cuma ga amannya tuh di relasi

aja si. Temen tuh aku ga suka milih, karena ga suka milih, aku tuh malah kaya sama siapa aja temenan, jadi salah, gitu. Mulai kenal ngerokok, tapi aku kenal ngerokok mulai ngerokok tuh dari kuliah, minum, mabok-mabok kaya gitu tuh, nakal (sedikit ketawa).

P1 merasa tidak aman dalam hal relasi

Perceraian berdampak pada relasi

Dampak negatif perceraian

DNC

P1 bergaul dengan siapa saja sehingga salah pergaulan

Pergaulan yang salah Dampak negatif

perceraian

DNC

Mulai merokok, mabuk-mabukan & nakal saat kuliah

Perilaku merokok, mabuk-mabukan dan nakal

home pasti hidupnya ga bener ni. Maksudnya sekolahnya ga bener, sosialnya ga bener. Aku ga pengin itu tervalidasi gitu lho. Jadi ga kok, buktinya aku ga kaya gitu-gitu. Ya selebihnya dari itu, yang aku bisa ya emang di bidang itu, ya aku kembangin disitu.

hidup yang tidak benar, baik sekolah maupun sosialnya (keterangan P1)

home (keterangan P1) broken home

(keterangan P1)

P1 tidak ingin kesan orang tersebut tervalidasi, sehingga ia membuktikan lewat prestasi

Keinginan untuk membuktikan pandangan

yang lebih baik

Keinginan untuk membuktikan

pandangan yang lebih baik

IBPB

P1 juga merasa mampu di

bidang akademik sehingga mengembangkannya. Keyakinan akan kemampuan akademik yang dimiliki Keyakinan akan kemampuan YM

karena udah saking seringnya

engg…denger mamaku ngejelasin soal kondisi rumah

tangganya dia, aku jadi ini bodo amat. Aku ga pernah peduli, mau cerai kek, mau engga kek, yang penting akunya enak.

mendengar kondisi rumah tangga orangtuanya

tangga orangtua

P1 tidak peduli orangtuanya bercerai atau tidak, yang penting ia merasa enak Ketidakpedulian terhadap perceraian Sikap terhadap perceraian STC Mementingkan

kenyamanan diri sendiri

Sikap mementingkan diri sendiri

SDS

21 Maksudnya gini, kamu. Misalnya aku orangtuaku ya kondisinya, papa mamaku mau cerai, terserah. Keputusanmu ya itu urusanmu, tapi jangan sampai

Terserah bila orangtuanya akan bercerai Ketidakpedulian terhadap perceraian Sikap terhadap perceraian STC

orangtuanya, asal tidak mengorbankan hal lainnya

keputusan orangtua (menurut P1)

22 Karena kan yang aku rasain dari perceraian itu, mau gimana pun kan aku tetap butuh sama papaku tuh loh dan mamaku ga pernah ngijinin aku ketemu sama papaku. Kaya gitu, masalahnya tuh di situ.

P1 tetap membutuhkan ayahnya

Membutuhkan sosok ayah

Kebutuhan akan figur ayah

KFA

Ibunya tidak pernah mengijinkan P1 bertemu dengan ayahnya

Keterbatasan bertemu dengan ayah karena larangan

Kehadiran & keterlibatan ayah terbatas

tuh udah ngerti mamaku tuh mau cerai, ijin sama aku, papa mama mau cerai, yaudah terserah yang penting jangan ngorbanin yang lain-lain aja.

mengorbankan hal lain perceraian

24 Ga seru si menurutku perceraian itu, ya menurutku perceraian itu apa ya. Ya keputusan orang masing-masing lah. Cuma kenapa bisa cerai, berarti masalahnya ada di merekanya dong, kok bisa sampai cerai, kenapa bisa.

Perceraian sebagai keputusan masing-masing

Pengertian tentang perceraian yaitu sebagai keputusan masing-masing (menurut P1)

Pemahaman perceraian PC

Menurut P1, kenapa bisa bercerai, berarti ada masalah di antara mereka

Alasan terjadinya perceraian karena ada masalah (menurut P1)

Pemahaman perceraian PC

25 Kalo sama perceraiannya sendiri, ga terlalu, trauma si engga cuma lebih ke menyayangkan aja si, kok sampe mengorbankan yang lain-lain.

P1 tidak trauma dengan

perceraian, tetapi menyayangkan perceraian

tersebut mengorbankan lainnya

Tidak trauma terhadap

Dalam dokumen Resiliensi remaja yang orangtuanya bercerai. (Halaman 100-200)

Dokumen terkait