• Tidak ada hasil yang ditemukan

III METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Tempat dan Waktu

Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Ternak Ciawi Bogor mulai Desember 2009 hingga Mei 2010.

3.2 Mikroba.

3.2.1 Bacillus amyloliquefaciens

Biakan Bacillus amyloliquefaciens diperoleh dari kultur pemurnian Wizna

et al. (2005), kemudian diperbanyak dengan metode Kompiang (komunikasi pribadi). Dalam penelitian ini mengandung CFU 18,7x1016.

3.2.2 Trichoderma harzianum

Biakan siap pakai Trichoderma harzianum diperoleh dari Balitnak dengan CFU 3,3x102

Syarat koloni yang ditentukan untuk dihitung adalah sebagai berikut: satu koloni dihitung 1 koloni, dua koloni yang bertumpuk dihitung 1 koloni, beberapa koloni yang berhubungan dihitung 1 koloni, dua koloni yang berhimpitan dan masih bdapat dibedakan dihitung 2 koloni, koloni yang terlalu besar (lebih besar

.

3.2.3 Penghitungan Jumlah Mikroorganisme

Penghitungan jumlah mikroorganisme dengan cara viable count atau disebut juga sebagai standard plate count (SPC) didasarkan pada asumsi bahwa setiap sel mikroorganisme hidup dalam suspensi akan tumbuh menjadi satu koloni setelah diinkubasi dalam media biakan dan lingkungan yang sesuai. Setelah masa inkubasi, jumlah koloni yang tumbuh dihitung dan merupakan perkiraan atau dugaan dari jumlah mikroorganisme dalam suspensi tersebut. Berdasarkan hal tersebut digunakan istilah colony forming units (CFU/ ml). Koloni yang tumbuh berasal dari suspensi yang diperoleh menggunakan pengenceran bertingkat dari sebuah sampel yang ingin diketahui jumlah mikrobanya.

dari setengah luas cawan) tidak dihitung, koloni yang besarnya kurang dari setengah luas cawan dihitung 1 koloni.

Penghitungan jumlah mikroorganisme hidup (viable count) adalah jumlah minimum mikroorganisme. Hal ini disebabkan koloni yang tumbuh pada lempengan agar merupakan gambaran mikroorganisme yang dapat tumbuh dan berbiak dalam media dan suhu inkubasi tertentu seperti pada gambar dibawah ini.

Gambar 7. Cara penghitungan jumlah mikroorganisme hidup

Teknik dilusi (pengenceran)

Teknik dilusi sangat penting di dalam analisa mikrobiologi. Karena hampir semua metode perhitungan jumlah sel mikroba mempergunakan teknik ini, seperti TPC (Total Plate Count). Bahan yang digunakan adalah, PCA (Plate Count Agar), BPW (Buffer Pepton Water), aquades Steril (NaCl fisiologis), alkohol 70 %, NaCl. Peralatan yang dipakai terdiri dari: Petri Dish, autoclaf, tabung reaksi, inkubator, erlenmeyer, pipet ukur, bunsen Burner, dan laminar air flow.

Metodenya adalah sebagai berikut: Larutan kultur diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis atau larutan buffer pepton untuk memperoleh pengenceran1/10 bagian. Dari larutan pengenceran 1/10 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml aquades atau larutan buffer pepton untuk memperoleh dilusi 1/100 bagian. Dari larutan pengenceran 1/100 diambil 1 ml dan dimasukkan ke dalam 9 ml NaCl fisiologis atau larutan buffer pepton untuk memperoleh dilusi 1/1000 bagian. Demikian seterusnya hingga pengenceran yang diinginkan, kemudian ditanam pada media agar (Potato Dextro Agar) dan diinkubasi selama 36-48 jam seperti terlihat pada Gambar 8. Mikroba yang dapat

dihitung pada kisaran 30-300 koloni. Jumlah sel mikroba dapat diketahui dengan cara menghitung sel relatif / CFU per ml:

CFU/ ml = jumlah koloni x faktor pengenceran dimana :

Jumlah koloni = jumlah koloni mikroba yang tumbuh pada media agar faktor pengenceran= larutan pengenceran (misalnya 1/100)

Gambar 8. Alur pengenceran pada penghitungan mikroba

Setelah inkubasi, dihitung semua koloni yang terbentuk yang berada pada kisaran 30-300 koloni dan dicatat pada tiap dilusi yang berbeda. Hanya plate yang berjumlah 30-300 koloni yang countable (dapat dihitung). Hal ini dikarenakan jumlah koloni yang kurang dari 30 dianggap negatif karena akan memberikan nilai probabilitias 0, sehingga sampel tidak absah secara statistik untuk digunakan

dalam penghitungan. Jumlah koloni yang lebih dari 300 tidak dapat dihitung karena saling menumpuknya koloni sehingga perhitungan menjadi tidak akurat.

3.2.4 Perbanyakan B. amyloliquefaciens

3.2.4.1 Bahan Perbanyakan B. amyloliquefaciens

Bahan yang digunakan dalam perbanyakan Bacillus amyloliquefaciens

adalah media nutrien agar, media cair Paul Marjonoff (PM) yang terdiri dari : {(MgSO4.7H2O 2% 15 ml, ZnSO4.7H2O 0,01% 25 ml, (NH4)2SO4 50 ml, trace elemens (terdiri dari: FeSO4.7H2O 0,500; CuSO4.5H2O 0,010; H3BO3 0,007; MnSO4.4H2O 0,050; ZnSO4.7H2O 0,050; Na2MoO4 0,010; CaCl.2H2O 1,324; CoCl2.6H2O 0,010 dalam g/liter) 10 ml, buffer fosfat pH 7,2 50 ml, yeast extract

0,05% 7,5 mg, dan bactopepton 0,075% 1,875 mg)}, gula pasir, dan garam halus. Sedangkan peralatan terdiri dari fermentor, Petri dish,dan aerator.

3.2.4.2 Metode Perbanyakan Bacillus amyloliquefaciens

Perbanyakan Bacillus amyloliquefaciens dilakukan menurut Kompiang (Komunikasi pribadi, 8 Desember 2009). Biakan Bacillus amyloliquefaciens

ditanam pada media nutrien agar, kemudian diinkubasi selama 2 hari. Setelah dua hari biakan Bacillus amyloliquefaciens diambil 2 plate ditanam ke dalam media cair Paul Marjonoff (PM) 1 liter, kemudian diinkubasi selama 3 hari dalam fermentor. Pada hari kedua media PM ditambahkan 100 gram gula pasir dan 10 gram garam halus per liter, dan inkubasi dilanjutkan hingga 3 hari. Adanya pertumbuhan ditandai dengan berubahnya warna media dari coklat bening menjadi coklat keruh. Setelah 3 hari B. amyloliquefaciens siap untuk digunakan dan ditanam ke substrat bungkil inti sawit padat.

3.2.5 Fermentasi

3.2.5.1 Bahan Fermentasi

Bahan-bahan yang dipergunakan dalam penelitian adalah, bungkil inti sawit (BIS) yang diperoleh dari Bengkulu, mikroba Bacillus amyloliquefaciens

dan Trichoderma harzianum. Sedangkan alat yang digunakan adalah inkubator, baki besar, ember, sendok (pengaduk), dan fermentor.

3.2.5.2 Metode fermentasi

Metode fermentasi secara skematik disarikan pada Gambar 9. Sebanyak 500 ml Bacillus amyloliquefaciens dicampurkan ke dalam 500 gram bungkil inti sawit, kemudian diaduk hingga homogen dan diinkubasi hingga 7 hari. Demikian juga untuk Trichoderma harzianum dilakukan hal yang sama sedangkan untuk koktail mikroba dilakukan dengan mencampurkan 500 g BIS dengan 250 ml

Bacillus amyloliquefaciens dan 250 ml Trichoderma harzianum (2:1:1), kemudian diaduk sampai rata dan diinkubasi dalam tray plastik selama 7 hari. Inkubasi

Inkubasi 0, 3, 5, 7 h Suhu 30oC Inkubasi 0, 3, 5, 7 h Suhu 30oC Inkubasi 0, 3, 5, 7 h Suhu 30oC BIS : Ba : Th (2:1:1) (kg/l) (diaduk hingga homogen) BIS :Th (1:1) (kg/l) (diaduk hingga homogen) BIS : Ba (1:1) (kg/l) (diaduk hingga homogen)

Peubah: Fisik:pertumbuhan mikroba secara visualisasi

Kimiawi: kehilangan BK, dan kehilangan BO, PK, SK. sedangkan Lemak, ADF, NDF, Abu, AAE, dan uji aktivitas enzim selulase dan mananase dilakukan pada inkubasi 0 dan 7 hari

Gambar 9. Skema Fermentasi

Keterangan: Ba= Bacillus amyloliquefaciens; Th= Trichoderma harzianum

BIS=bungkil inti sawit; BK=berat kering; BO=bahan organik; PK=protein kasar; SK=serat kasar; ADF=acid detergent fiber; NDF=neutral detergent fiber; AAE=asam amino esensial

dilakukan pada suhu +30oC, dengan pengamatan dilakukan pada hari ke 0, 3, 5, dan 7. Peubah yang diukur adalah pertumbuhan mikroba secara visualisasi secara deskriptif selama fermentasi, dan kualitas nutrien (Bahan kering, kehilangan bahan kering, dan kehilangan bahan organik, protein kasar, lemak kasar, serat kasar, ADF (acid detergent fiber), NDF (neutral detergent fiber), abu, asam amino esensial (AAE) dan uji aktivitas enzim selulase, dan mananase. Analisis

lemak, abu, ADF, NDF, AAE serta uji aktivitas enzim dilakukan berdasarkan hasil serat kasar terendah pada inkubasi 3, 5, dan 7 hari.

Dokumen terkait