• Tidak ada hasil yang ditemukan

Temperatur Tempat Kerja Tepung 0.15

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 35-40)

Waktu Baku

NN 0.02 Temperatur Tempat Kerja Tepung 0.15

NN 0.3 Atmosfer Tepung 0.05 NN 0.03 Keadaan Lingkungan ayak 0.06 kemas 0.04 ring 0.03 biskuit 0.01 tray 0.02 karton 0.05 Pribadi pria 0.02 wanita 0.05

Sumber : Metode Westinghouse pada Nurmianto, Eko (2008)

Setelah waktu siklus ditambahdengan faktor penyesuaian dan faktor kelonggaran yang telah dinilai dan dihitung sebelumnya maka didapatkan waktu baku untuk bagian preparasi dan bagian pengemasan. Waktu baku pada proses preparasi ini adalah 112.68 detik atau sekitar 1.87 menit per siklusnya seperti yang dapat dilihat pada Tabel 12. Pada bagian preparasi ini memang tidak terlalu dibutuhkan kerja yang cepat seperti yang harus dilakukan pada bagian pengemasan, sehingga spesialisasi kerja dan pengalaman kerja tidak begitu dibutuhkan di bagian preparasi ini, sedangkan waktu baku dari proses pengemasan adalah 90.74 detik. Waktu baku proses pengemasan dapat dilihat pada Tabel 13.

Tabel 12. Waktu baku preparasi

No. Kegiatan Waktu Siklus (detik) Faktor Penyesuaian Faktor Kelonggaran Waktu Baku (detik)

1 Buka Karung Tepung 15.8 1.01 7.9 24.71

2 Menuang Tepung 9.65 0.97 4.82 15.44

3 Mengayak 50 0 0 50

4 Menampung & Menimbang Tepung 9.9 0.94 4.75 15.59

5 Memindahkan Tepung Ke Pallet 4.05 0.94 1.94 6.93

Tabel 13. Tabel waktu baku pengemasan

No. Kegiatan Waktu

Siklus Faktor Penyesuaian Faktor Kelonggaran Waktu Baku 1 Meletakkan Cup 2.5 0 0 2.5 2 Meletakkan Ring 0.91 0.12 0.46 1.49 3 Welding 2.5 0 0 2.5 4 Memasukkan Biskuit 4.31 0.88 2.06 7.25 5 Memasukkan Cream 2.5 0 0 2.5 6 Mengepress, Memotong dan Memberi Kode Pada Tutup cup

2.5 0 0 2.5 7 Memasukkan ke dalam

tray 15.3 1 7.46 23.76

8 Jalan Di Atas Conveyor 2.5 0 0 2.5

9 Wrapping 2.5 0 0 2.5

10 Shrinking 2.5 0 0 2.5

11 Jalan Di Atas Conveyor 2.5 0 0 2.5

12 Memasukkan tray ke

Dalam Karton 28.9 1.05 8.28 38.23

Total 69.42 3.05 18.26 90.73

Waktu baku yang ditetapkan dapat berfungsi sebagai perencanaan jumlah pekerja yang harus dipekerjakan pada bagian atau proses-proses tertentu agar produktivitas perusahaan meningkat. Hal ini diharapkan dapat memberikan keuntungan lebih pada perusahaan karena semua sumber daya manusia dialokasikan ke tempat-tempat yang tepat dan melakukan kegiatan kerja yang efektif.

4.4 Analisis Metode Kerja

1. Produktivitas

Secara umum ada dua kriteria yang dapat dimasukkan sebagai kriteria produktivitas, yaitu besar kecilnya keluaran yang dihasilkan dan waktu kerja yang dibutuhkan untuk menyelesaikan pekerjaan tersebut. Waktu kerja disini adalah suatu ukuran umum dari nilai masukan yang harus diketahui guna melaksanakan penelitian dan penilaian dari produktivitas kerja manusia.

Nilai produktivitas tenaga kerja didapatkan melalui hasil perhitungan waktu siklus. Berdasarkan pengamatan, tenaga kerja shift 1 di PT. Arnott’s Indonesia bekerja mulai pukul 06.30 WIB sampai pukul 14.30 WIB atau selama 8 jam kerja. Waktu ini adalah waktu kotor dari tenaga kerja untuk bekerja. Untuk menghitung waktu siklus, kecepatan mesin yang digunakan untuk mengemas biskuit long stick ini semuanya diasumsikan sama, yaitu 2.5 detik per cupnya.

Produktivitas pekerja yang bekerja di bagian preparasi ini adalah 400 kilogram tepung/jam. Nilai produktivitas ini didapat dari banyaknya output yang dihasilkan oleh bagian preparasi yaitu 20 pallet tepung, yang masing-masing palletnya berisi 30 kantung tepung dengan berat 25 kilogram. Satu pallet ini berisi 750 kilogram tepung, sehingga jika yang dihasilkan adalah 20 pallet maka dalam 7.5 jam kerja (jam kerja bersih) mereka ini yang dihasilkan adalah 15000 kilogram tepung. Maka setiap jamnya pekerja mampu menghasilkan 2000 kilogram tepung, karena pekerja yang bekerja pada bagian

preparasi ini ada lima orang, maka produktivitas dari masing-masing pekerja adalah 400 kilogram/jam.

Produktivitas masing-masing pekerja di bagian pengemasan ini adalah 3.76 karton/jam, produktivitas ini didapat dari jumlah karton yang dihasilkan selama 8 jam kerja yaitu 692.2 karton, sehingga tiap jamnya yang diproduksi adalah 86.525 karton dari 23 orang pekerja, karena itulah produktivitas tiap orang yang bekerja di bagian pengemasan ini adalah 3.76 karton/jam.

2. Rasa Sakit yang Terjadi Akibat Pekerjaan

Easmant (1986) menyebutkan bahwa suatu pekerjaan termasuk ke dalam highly repetitive task jika memiliki siklus waktu 30 detik atau kurang. Berdasarkan hal tersebut, maka gerakan-gerakan yang terdapat di dalam proses preparasi dan pengemasan ini dapat dimasukkan dalam klasifikasi highly repetitive task, meskipun waktu baku yang dibutuhkan untuk menyelesaikan satu cup dan 25 kilogram preparasi tepung ini lebih dari 30 detik. Kebutuhan energi oleh pekerja ini biasanya cukup rendah, kerja yang berulang-ulang ini biasanya menggunakan sekumpulan kecil dari otot dan berotasi di sekitar pergelangan tangan, bahu kanan dan kiri atas, selain itu bagian pinggang pun diduga akan sering terasa pegal karena pekerja perlu membungkukkan badannya untuk meletakkan tepung ke atas pallet pada bagian preparasi tepung, sakit pinggang yang dirasakan oleh pekerja yang bekerja di bagian pengemasan biasanya dikarenakan terlalu lama duduk dengan posisi tegak, apalagi kursi-kursi yang ada di bagian pengemasan ini tidak ada busa di bagian dudukannya dan juga tidak diberi sandaran untuk tempat bersandar, sebaiknya paling tidak kursi yang dipakai adalah kursi yang diberi busa pada dudukannya. Sakit ini biasanya diikuti oleh gejala-gejala dari peradangan dan rasa sakit yang tergabung menjadi satu yang disebut repetitive-motion disorders. Sekumpulan rasa sakit itu terjadi mulai dari peradangan sendi sampai menyebabkan rasa sakit pada otot akibat terjebaknya syaraf. Peradangan ini yang menyebabkan timbulnya rasa sakit pada sendi-sendi yang terlibat. Repetitive-motion disorders ini sering terjadi pada tubuh bagian atas dan wilayah sekitar leher. Kecepatan dalam bekerja akan mempengaruhi gaya-gaya yang terjadi pada tendon dari otot tangan dan lengan, yang juga diikuti oleh meningkatnya bahaya akibat terjadinya repetitive-motion disorders. Pada kecepatan yang tinggi, puncak gaya yang terjadi juga akan meningkat dan pengulang-ulangan kerja pada level ini akan memperparah gejala sakitnya. Besarnya tenaga yang dibutuhkan dan banyaknya otot yang bekerja akan mempengaruhi terjadinya kelelahan dan peradangan yang terjadi pada otot dan sendi. Jika frebiskuitnsi dari pengulangan kerja tinggi, waktu istirahat yang tidak cukup akan meningkatkan potensi dari terjadinya penyakit. Jika pekerjaan tersebut terjadi dalam waktu yang lama dan waktu untuk istirahat tidak mencukupi, maka rasa sakit dari otot dan sendi akan terus meningkat.

Proses preparasi tepung merupakan pekerjaan yang dikategorikan sebagai kerja berat, lain halnya dengan pekerja yang bekerja di bagian pengemasan yang tidak digolongkan dlaam pekerjaan berat namun dituntut untuk harus bekerja cepat. Hal inilah yang juga kemungkinan besar menyebabkan terjadinya muscular fatigue pada otot pekerja. Muscular fatigue menurut Grandjean (1993) adalah fenomena rasa sakit yang timbul akibat kerja berlebih pada otot. Akibat dari terjadinya muscular fatigue ini adalah berkurangnya daya angkat, kontraksi dan relaksasi dari otot menurun dan waktu latency menjadi lebih lama. Karakter dari muscular fatigue ini tidak hanya menurunkan tenaga tetapi juga membuat gerakan menjadi lambat, juga termasuk terganggunya koordinasi dan meningkatnya kecenderungan untuk melakukan kesalahan dan juga terjadinya kecelakaan kerja selama terjadinya kelelahan otot tersebut.

3. Perbaikan Metode Kerja

Untuk mendapatkan hasil kerja yang baik, diperlukan perancangan sistem kerja yang baik pula. Suatu sistem kerja harus dirancang sedemikian rupa sehingga dapat memungkinkan dilakukannya gerakan-gerakan yang ekonomis. Prinsip dari ekonomi gerakan menurut Niebel (1999) adalah pengetahuan dasar mengenai fisiologi manusia dan menggunakannya sebagai pertimbangan utama dalam analisis aplikasi suatu metode kerja. Perbaikan kerja dilakukan dengan melakukan analisis pada peta tangan kiri dan tangan kanan yang telah dibuat. Analisa dilakukan pada keseimbangan kerja dari tangan kiri dan tangan kanan, juga untuk menemukan gerakan-gerakan yang efisien. Dari analisa yang dibuat maka pola gerakan tangan yang dianggap tidak efisien dan bertentangan dengan prinsip-prinsip ekonomi gerakan diusulkan untuk diperbaiki. Selain itu juga diharapkan terjadi keseimbangan gerakan yang dilakukan oleh tangan kiri dan tangan kanan, sehingga siklus kerja akan berlangsung dengan lancar dalam ritme gerakan yang lebih baik yang akhirnya mampu memberikan delay maupun kelelahan yang minimum.

Pada pengamatan yang dilakukan di bagian preparasi, dapat dilihat bahwa urutan kerja pada proses pengayakan dimulai dari elemen gerak yang dilakukan oleh kedua tangan. Analisis pertama dilakukan pada gerakan menjangkau karung tepung. Pada gerakan ini pekerja harus melakukannya dengan mencondongkan badan ke depan jika karung tepung tersebut letaknya jauh di depan dan menjangkaunya dengan tangan sehingga harus agak membungkuk. Posisi tubuh pekerja yang seperti ini akan menyebabkan pekerja cepat merasa lelah, sebaiknya disediakan alat yang membantu agar pekerja tidak perlu lagi membungkuk atau mencondongkan tubuhnya ke depan untuk menjangkau karung tepung, alat ini di perkebunan sawit sering disebut gancu. Gancu adalah alat yang terbuat dari besi, berbentuk seperti tanda tanya dengan ujungnya yang tajam, gagang gancu terbuat dari kayu agar tangan pekerja tidak sakit saat menggunakannya, dengan adanya alat bantu ini juga diharapkan dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan pekerja untuk menjangkau karung tepung.

Gerakan yang kedua yang dilakukan pekerja pada bagian pengayakan ini adalah mencari dan menjangkau pisau, untuk mengurangi waktu pengerjaan maka sebaiknya gerakan mencari dihilangkan, untuk itu sebaiknya dibuatkan wadah atau tas yang dipakai di pinggang atau paha pekerja untuk meletakkan pisau. Dengan adanya tas atau wadah ini maka waktu untuk mencari pisau dapat dihilangkan sehingga waktu pengerjaan untuk mengayak tepung ini dapat lebih singkat.

Gerakan yang ketiga adalah gerakan membawa karung tepung mendekati mesin ayak, gerakan ini dapat terbantu dengan adanya alat bantu gancu, sehingga waktu yang dibutuhkan pun akan menjadi lebih singkat, posisi tubuh pekerja pada saat mendekatkan karung tepung ke mesin pengayak ini adalah mencondongkan tubuh ke belakang karena karung tepung ini terlalu berat. Gerakan terakhir yang dilakukan pekerja ini adalah menuang tepung ke mesin pengayak, posisi tubuh pekerja saat menuang tepung ini tergantung dari tumpukan tepung karena pekerja sering menuang tepung dari atas tumpukan tepung, hal ini akan meningkatkan resiko terjadinya kecelakaan kerja. Untuk mengurangi resiko terjadinya kecelakaan kerja ini maka sebaiknyaa tinggi dari mesin pengayak perlu dikurangi atau bahkan mesin pengayak diletakkan agak ke bawah agar pekerja tidak perlu naik atau mengangkat tepung untuk menuangnya ke dalam mesin pengayak. Hal ini tentu saja dapat mengurangi waktu yang dibutuhkan untuk mengayak tepung.

Pada proses pengemasan tepung di bagian preparasi ini gerakan pertama yang dilakukan adalah menjangkau kantung plastik dengan menggunakan tangan kanan, yang menghambat dan memperlambat waktu untuk menjangkau ini adalah bahan dari plastik yang sering melekat pada plastik yang lainnya, posisi tubuh dari pekerja saat menjangkau plastik ini adalah berdiri, sebaiknya untuk proses pengemasan tepung ini pekerja diberi kursi tinggi yang biasa digunakan untuk pekerja yang tugasnya harus dikerjakan sambil berdiri, selama ini pekerja yang bekerja di bagian pengemasan

tepung ini tidak disediakan kursi sehingga aktivitas apapun yang dilakukan di ruangan ini harus dikerjakan sambil berdiri. Pada saat memegang kantung plastik sambil mengontrol katup dan timbangan pekerja juga melakukannya sambil berdiri, hal ini tentu saja dapat menyebabkan pekerja cepat mengalami kelelahan.

Pekerja yang bertugas menampung dan menimbang tepung ke dalam kantung plastik ini juga membawa kantung plastik ini ke pallet, sebaiknya yang membawa plastik ke pallet adalah pekerja lainnya agar pekerja ini tetap di tempatnya, namun pertukaran tugas juga baik untuk dilakukan jika dijadwalkan, agar pekerja tidak cepat merasa lelah dan jenuh terhadap tugas yang ia lakukan.

Pekerja yang bekerja di bagian pengemasan 90% operator melakukan tugasnya dalam posisi duduk di kursi, hanya yang bertugas memasukkan tray ke karton saja yang melakukan tugasnya dengan berdiri, meskipun telah disediakan kursi di sana, ia lebih nyaman melakukan tugasnya sambil berdiri karena ia juga harus meletakkan karton yang telah terisi tray ke atas pallet.

Pada proses meletakkan ring ke atas cup gerakan yang pertama dilakukan adalah menjangkau ring yang ada dalam karton dengan menggunakan tangan kanan dan meletakkan ring ke atas cup yang berada di atas conveyor dengan menggunakan tangan kiri. Gerakan ini merupakan gerakan efektif dan waktu yang dibutuhkan pun masih memenuhi waktu standar, namun sebaiknya untuk lebih meningkatkan efisiensi dan memperkecil cost lebih baik untuk meletakkan ring di atas cup ini menggunakan mesin, mesin yang digunakan harus dimaintenance secara rutin agar tidak cepat rusak. . Posisi duduk dari pekerja yang bertugas meletakkan ring ini adalah berhadap-hadapan, untuk pengamatan ini pekerja yang diamati adalah pekerja yang berada di sebelah kanan mesin. Posisi duduk pekerja yang berhadapan ini tidak didukung dengan adanya penyangga kaki di bawah meja conveyor, sehingga kaki pekerja diletakkan di siku-siku meja dan ini merupakan posisi yang tidak nyaman untuk bekerja karena tidak semua bagian dari kaki dapat masuk ke dalam siku meja tersebut. Sebaiknya jika harus menggunakan manusia untuk meletakkan ring tersebut dibuatlah penyangga kaki di bawah meja conveyor.

Gerakan yang mengawali kegiatan memasukkan biskuit ke dalam cup adalah menjangkau biskuit dengan menggunakan tangan kanan dan melepaskan cup yang sudah terisi biskuit ke dalam conveyor dengan menggunakan tangan kiri. Posisi duduk dari pekerja yang bertugas memasukkan biskuit ini tidak berhadap-hadapan meskipun tempat duduk mereka posisinya saling berhadapan. Untuk memasukkan biskuit ini pekerja duduk menyamping sehingga tidak perlu memutar badannya ketika harus mengambil biskuit atau meletakkan cup ke conveyor, tetapi tempat duduk yang mereka duduki bukanlah tempaat duduk yang nyaman untuk diduduki selama 8 jam kerja, karena tempat duduk ini hanya tempat duduk biasa yang terbuat dari plastik dan tidak terdapat busa pada dudukannya. Pekerja akan merasa cepat lelah dan sakit pada bagian pinggang dan bokong karena tempat duduk yang seperti ini, sebaiknya kursi ini segera diganti.

Gerakan pertama yang dilakukan pekerja di bagian memasukkan tray ke dalam karton adalah membentuk karton, posisi pekerja di bagian ini adalah berdiri, meskipun sudah disediakan tempat duduk yang tinggi khusus untuk pekerjaan yang harus dilakukan sambil berdiri namun pekerja lebih senang melakukan pekerjaannya tisak sambil duduk, ia hanya akan duduk saat merasa sudah lelah. Hal ini dirasa baik karena pekerja tahu sampai batas mana ia merasa masih sanggup melanjutkan pekerjaannya dan sampai batas mana ia sudah merasa lelah dan perlu mengembalikan staminanya.

Pada proses preparasi sampai pengemasan diperlukan perhatian khusus mengenai sanitasi pekerjanya, sebaiknya pekerja yang bekerja dengan kontak langsung pada bahan baku ataupun biskuit yang akan dikemas menggunakan sarung tangan khusus. Cuci tangan dengan sabun dan menggunakan hand sanitizer belum dirasa cukup untuk menghilangkan bakteri yang dapat mengkontaminasi bahan baku ataupun biskuit yang akan dikemas, sebaiknya pekerja menggunakan sarung tangan latex yang

sangat halus, tipis, dan food grade, biasanya sarung tangan jenis ini banyak digunakan pada perusahaan pangan, obat/kimia, dan perusahaan minyak.

Pekerja yang hanya mencuci tangannya dengan sabun dan menggunakan hand sanitizer masih dapat terkontaminasi oleh lingkungan kerjanya seperti mesin yang disentuh, alat yang dipakai, mungkin juga kontaminan justru berasal dari tubuh pekerja tersebut. Untuk itulah maka pemakaian sarung tangan latex yang food grade sangat dianjurkan. Sarung tangan latex yang food grade dapat dilihat pada Gambar 18 di bawah ini.

Dalam dokumen HASIL DAN PEMBAHASAN (Halaman 35-40)

Dokumen terkait