• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

B. Temuan Khusus

Pada bagian ini penulis akan melaporkan beberapa temuan khusus yang diperoleh pada saat wawancara. Setidaknya terdapat empat hal penting yang hendak dicapai dalam penelitian ini, yakni: (1) jenis-jenis pelayanan kasih yang sudah dilaksanakan umat Ngrendeng; (2) tujuan dari pelayanan kasih yang sudah dilaksanakan umat Ngrendeng; (3) sasaran pelayanan kasih; dan (4) pihak-pihak yang terlibat dalam mengemban tugas pelayanan kasih. Namun penulis mengawali keseluruhan proses wawancara dengan bertanya tentang arti pelayanan kasih yang mereka pahami, terutama yang sudah mereka hayati selama ini.

1. Arti Pelayanan Kasih

Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa yang mereka ketahui tentang pelayanan. Jawaban dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah ragam arti pelayanan menurut para responden.

a. Responden 1:

Sederhana saja – pelayanan itu berarti menolong siapa saja yang pantas mendapat pertolongan. Dalam konteks ajaran Katolik, yang saya pahami sejak kecil, melayani berarti memberi bantuan kepada orang yang berkekurangan – entah kurang perhatian; kurang kasih sayang; dan kurang pendampingan iman. Saya alami sendiri ketika bertugas sebagai fungsionaris stasi, ketika banyak umat datang dan meminta bantuan dari saya. Mulai dari kelompok umat – yang sekadar menyaringkan pengalaman hidupnya sampai pada mereka yang memang betul-betul memerlukan pertolongan material dan batiniah. Saya ladeni semuanya itu dengan sabar dan menjalaninya dengan tulus. Karena saya sadar bahwa ketika saya menerima tanggung jawab sebagai pelayan umat maka saya mesti jalani baik-baik. [Lampiran R1, (8)]

b. Responden 2:

Jujur, sebenarnya saya tahu tindakan melayani jauh sebelum saya mengenal ajaran Gereja Katolik tentang cinta kasih. Karena saya dididik dalam keluarga yang sangat menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan. Namun ketika saya mulai dibaptis dan mengenal lebih dekat ajaran-ajaran Katolik, saya makin sadar bahwa ternyata kultur yang dihidupi oleh keluarga selama ini cocok dengan ajaran Katolik. Dan menurut saya pelayanan itu adalah tindakan berbelas kasih kepada sesama dan memberi pertolongan kepada yang membutuhkan. [Lampiran R2, (11)]

c. Responden 3:

Pelayanan itu adalah peduli terhadap sesama yang mengalami kekurangan. Maksud saya, pelayanan itu haruslah melampaui batas agama dan keyakinan. Saya bilang begini karena orang-orang dewasa ini lebih peduli pada diri sendiri. Kalau pun dia peduli pada orang lain, itu hanya khusus buat orang-orang di sekitarnya saja. Seperti keluarga, teman akrab, dan sebagainya. Sangat jarang kita jumpai orang yang peduli pada orang lain. Coba lihat saja sekarang, banyak rumah yang punya pagar yang tinggi-tinggi. Itu tandanya orang menutup diri. [Lampiran R3, (13)].

d. Responden 4:

Kalau saya lihat pelayanan itu merupakan kegiatan sosial dalam kehidupan bersama yang membutuhkan kepedulian. Kita ini hidup dalam satu komunitas, maka perlu ada rasa peduli satu terhadap yang

lain. Peduli di sini macam-macam. Misalnya peduli terhadap orang yang berkekurangan secara material, peduli terhadap yang orang menderita sakit, peduli terhadap orang yang sedang kesepian dan sebagainya. Tanpa rasa peduli, tindakan pelayanan tidak bisa berjalan. Karena orang baru bisa melayani karena ada rasa peduli. [Lampiran R4, (15)].

e. Responden 5:

Pelayanan itu merupakan suatu tindakan kasih yang dilakukan tanpa pamrih oleh orang-orang yang berjiwa sosial dan memiliki ketulusan hati. Sekarang ini agak susah mencari orang yang bekerja tanpa pamrih, mbak. Dulu kita sering dengar, guru itu - pahlawan tanpa tanda jasa. Tapi tetap saja, minta gajinya dinaikan sana-sini sehingga ora ngurusin ngajar. Tapi syukurlah untuk urusan gereja, masih ada satu-dua orang yang bersedia berkorban. [Lampiran R5, (17)]

2. Jenis Pelayanan Kasih

Penulis bertanya kepada semua responden tentang jenis-jenis pelayanan kasih yang mereka ketahui dan mereka amati selama ini di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden.

a. Responden 1:

Biasanya kalau ada tetangga yang meninggal - dan itu sesama Katolik, maka langsung ada doa bersama di rumah duka sampai menghantar ke pemakaman. Lalu ada kunjungan ke rumah sesama yang sakit, dan termasuk memberi penghiburan kepada sesama yang sudah janda. Saya juga lihat peran aktif ibu-ibu dalam membersihkan dan menghias gereja pada saat hari minggu atau hari raya. Ada juga kelompok legio maria yang pernah aktif di sini tapi akhir-akhir ini sedikit menurun kegiatan mereka. Saya tidak tahu kenapa. Ketika saya bertugas sebagai ketua stasi, ada satu tugas pelayanan yang saya buat yakni mendoakan sesama yang sakit. Awalnya memang saya tidak berani karena merasa tidak pantas untuk mendoakan orang tapi lama kelamaan saya terbiasa dan ternyata itu sangat memengaruhi hidup saya. [Lampiran R1, (8)]

b. Responden 2:

Kalau ada sesama yang sakit biasanya langsung direspons, dan tanggapannya macam-macam. Ada yang misalnya – datang menjenguk sambil beri penghiburan, ada yang bantu biaya pengobatan, ada yang membawa makanan, dan sebagainya. Hal lain misalnya – membantu sesama yang janda dan yang sudah tua. Selain itu juga, kalau ada sesama yang mengalami musibah kematian, langsung mendapat respons cepat dari sesama. Khusus untuk umat Stasi Ngrendeng, ada kesepakatan agar bahu-membahu menolong keluarga yang berduka. Mulai dari mendoakan arwah yang meninggal sampai mengurus pemakamannya. Termasuk menghadiri doa atau ibadat peringatan kematian. [Lampiran R2, (11)]

c. Responden 3:

Kalau saya melihat, sebenarnya ada banyak jenis pelayanan yang sudah dilakukan di stasi ini. Pelayanan untuk orang sakit, pelayanan untuk para janda, pelayanan untuk anak-anak (PIA), pelayanan untuk orang muda, dan lain-lain. Namun yang berjalan baik selama ini baru pelayanan untuk anak-anak dan pelayanan sakramen orang sakit. Dua kegiatan itu yang selalu rutin kita lakukan. Selain itu kita juga masih rutin melaksanakan doa atau ibadat bersama, meski tidak semua orang di stasi ini terlibat aktif. Misalnya doa rosario, novena pentekosta, doa lelayu. [Lampiran R3, (13)]

d. Responden 4:

Berdasarkan cerita orang tua dulu – katanya mereka sering berkumpul untuk berdoa bersama. Kesempatan untuk berdoa itu selalu mereka pakai untuk bercerita dan berbagi pengalaman hidup. Lama-kelamaan hubungan persaudaraan itu tumbuh dan semakin kuat terjalin. Tentu rasa solider satu terhadap yang lain dengan sendiri muncul saat ada yang mengalami masalah atau musibah. Misalnya saat ada tetangga yang mengalami musibah kecelakaan atau lelayu biasanya langsung mendapat respons yang baik dari sesama yang beragama Katolik. [Lampiran R4, (15)]

e. Responden 5:

Kalau ada butuh yang bantuan biasanya langsung mendapat respons dari sesama umat. Bentuk bantuannya macam-macam. Kadang ada yang butuh bantuan material misalnya makanan, pinjaman uang, tumpangan

rumah, dan sebagainya. Namun ada pula yang kerap membutuhkan bantuan dalam hal-hal rohani seperti doa mohon kesembuhan dari sesama, doa lelayu, doa mohon keberhasilan, dan sebagainya. [Lampiran R5, (17)]

3. Tujuan Pelayanan Kasih

Penulis bertanya kepada semua responden tentang tujuan pelayanan kasih yang mereka ketahui. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden.

a. Responden 1:

Sederhana sekali kalau ngomong soal tujuan pelayanan, yakni membantu sesama yang berkekurangan. Kalau saya lihatnya sih seperti itu. Tapi setiap pelayanan tentu punya tujuan yang berbeda-beda. Misalnya, melayani sesama yang sakit - tujuannya biar dia sembuh; menghibur sesama yang menderita - tujuannya biar dia tidak cepat putus asa dan punya semangat untuk berjuang; serta menolong sesama yang galau dengan imannya tentu akan sangat membantu mereka untuk lebih setia dan tetap percaya pada Yesus. [Lampiran R1, (9)]

b. Responden 2:

Tujuannya bisa macam-macam. Pelayanan untuk anak-anak bertujuan meningkatkan iman mereka dan mendekatkan mereka pada Tuhan. Kalau pelayanan untuk orang sakit tentu bertujuan untuk memberi penghiburan kepada mereka, biar tidak cepat putus asa dan tetap bertekun dalam doa. Sedangkan pelayanan untuk orang muda bertujuan mendekatkan mereka dengan gereja. Namun dalam prakteknya, orang muda susah diberi pendampingan. Ini jadi tantangan buat gereja. [Lampiran R2, (11-12)]

c. Responden 3:

Sederhana sekali, mbak. Kan sudah saya bilang bahwa pelayanan itu artinya peduli. Nah karena itu menurut saya tujuan dari orang peduli itu hanya agar orang lain merasa diperhatikan. Itu saja. Saat ini kita mengalami krisis perhatian yang besar. Masing-masing sibuk dengan

dirinya sampai lupa bahwa di samping kiri dan kanannya ada orang lain. Nah kalau orang sadar akan hal ini maka saya jamin deh pelayanan apa pun bentuknya bisa sukses. [Lampiran R3, (13-14)]

d. Responden 4:

Tujuannya agar makin banyak orang Katolik peduli pada sesamanya. Ingat, tidak semua orang punya nasib sama. Ada yang hidupnya serba berkecukupan; ada yang hidupnya pas-pasan; namun ada juga yang memang serba berkekurangan. Kondisi macam ini menurut saya butuh tindakan saling berbela rasah, agar tidak ada gap antara yang kaya dan miskin. Orang mesti peduli sehingga hidup terasa lebih harmonis. [Lampiran R4, (15-16)]

e. Responden 5:

Sebagai anak muda di stasi ini, terus terang saya prihatin dengan corak hidup kaum muda Katolik saat ini. Jarang terlibat dalam urusan-urusan rohani. Ketika diajak ikut doa lingkungan atau menghadiri misa, selalu saja ada alasan sana-sini. Tapi anehnya selalu ada waktu buat jalan-jalan ke mall atau nonton di bioskop. Karena itu ketika ditanya apa sih tujuan dari pelayanan - menurut saya, agar memberi kesadaran kepada anak-anak muda sehingga lebih giat ke gereja dan sebagainya. Menegnai cara menarik mereka untuk terlibat, saya kira ini yang masih jadi persoalan. Saya sendiri binggu bagaiman cara yang efektif. [Lampiran R5, (17-18)]

4. Sasaran Pelayanan Kasih

Penulis bertanya kepada semua responden tentang apa saja yang mereka ketahui tentang sasaran pelayanan kasih dalam gereja khusus yang dilakukan di Stasi Maria Assumpta Ngrendeng. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden terkait hal ini.

a. Responden 1:

Pelayanan ini ditujukan kepada orang sakit, para janda, dan umat Katolik seluruhnya di stasi Ngrendeng. Sasaran utamanya adalah kelompok orang yang berkekurangan, dan yang mengalami penderitaan.

Tapi menurut saya, secara keseluruhan sasaran pelayanan adalah semua orang yang percaya pada Krsitus. [Lampiran R1, (9)]

b. Responden 2:

Sasaranya adalah semura orang. Tidak memandang darimana asal agama maupun latar belakang sosial dan budayanya. Menurut saya, pelayanan yang dilakukan itu mesti memberi manfaat kepada semua orang. [Lampiran R2, (12)]

c. Responden 3:

Fokus pelayanan selama ini masih tertuju pada sesama umat yang beragama Katolik. Mungkin karena kita minoritas jadi rasa solidaritas itu sangat kuat. Kita akan lebih senang membantu sesama kita daripada yang beragama lain. Ini contoh sederhana – misalnya, ada tetangga sebelah rumah yang mengalami kekurangan makanan, maka mereka akan lebih senang menceritakan kekurangan kepada tetangganya yang beragama Katolik dan mengharapkan bantuan dari mereka. Atau contoh lain, kalau ada kematian maka respons pertama yang muncul adalah menanyakan status agama keluarga yang mengalai musibah kematian. Jika agama sama maka reaksinya akan cepat, begitu pun sebaliknya. [Lampiran R3, (14)]

d. Responden 4:

Setahu saya pelayanan itu menyasar semua kelompok kategorial. Entah itu lansia, orang dewasa, anak muda, anak-anak, orang sehat maupun sakit, yang kaya maupun miskin. Namun masalahnya tidak semua aktivitas pelayanan selama ini belum tepat sasar. Bahkan ada yang sama sekali tidak dilaksankan secara baik. Alih-alih terima tanggung jawab jadi pemimpin atau petugas gereja namun sama sekali tidak paham tugas dan tanggung jawab sebagai pelayan. Bila demikian maka otomatis dia juga tidak tahu apa sasaran targetnya dan tujuan yang hendak dicapai. [Lampiran R4, (16)]

e. Responden 5:

Kalau saya lihat sasaran utama pelayanan saat ini adalah orang muda. Itu misi utama yang patut diperhatikan secara serius oleh gereja. Kelompok ini sedang sakit parah. Mamang saya sadar bahwa ada begitu banyak sasaran pelayanan. Namun yang paling mendesak saat ini adalah

kaum muda. Pihak gereja perlu memikirkan secara serius cara yang efektif untuk mengajak anak-anak muda peduli pada urusan imannya. Meski ini menjadi tantangan yang sulit tapi tidak berarti kita harus menyerah. Kalau sosial media bisa bikin orang muda terpesona bahkan sampai tergila-gila, kenapa gereja nggak bisa? Cari tahu dong apa daya tariknya. [Lampiran R5, (18)]

5. Pihak yang Terlibat (Partisipasi Umat)

Penulis bertanya kepada semua responden tentang siapa-siapa saja yang selama ini terlibat aktif maupun pasif dalam urusan-urusan rohani. Tanggapan dari masing-masing responden beragam. Berikut adalah hasil tanggapan para responden terkait hal ini.

a. Responden 1:

Kondisi stasi – terus terang, pada hari minggu hanya ada ibu-ibu dan anak-anak. Sulit bagi kita untuk menjumpai orang muda pada hari minggu di stasi, apalagi pada saat doa atau ibadat di lingkungan. Nggak tahu mereka ke mana. Biasanya mereka hadir di stasi hanya di waktu-waktu tertentu, misalnya Natal dan Paskah. Dan kalau pun mereka hadir, itu pun hanya formalitas. Sebab intensi utama mereka nampaknya bukan berdoa melainkan show fashion atau bertemu dengan teman-temannya. Tidak heran kalau mereka gampang beralih agama karena memang fondasi iman mereka tidak kuat. Tidak dipupuk sejak dini. [Lampiran R1, (9-10)].

b. Responden 2:

Kalau saya lihat, pihak-pihak yang paling aktif selama ini di stasi adalah orang tua khususnya yang sudah lansia dan ibu-ibu. Selain itu ada ana-anak kecil juga yang memang sering diajak ibunya untuk ikut misa, doa, pendampingan iman dan termasuk kunjungan emaus. Meski demikian saya juga lihat, pengurus stasi sangat aktif melayani orang yang butuh bantuan. Namun satu masalah yang saya lihat, romo paroki kurang aktif berkunjung lagi di stasi. [...] Seaktif-aktifnya ketua stasi dan umat, kalau romonya jarang datang maka akan memengaruhi umat. Sudah tentu – umat akan malas. Kerinduan mereka untuk merayakan ekaristi dan menerima Tubuh dan Darah Kristus harus dilihat sebagai salah satu

aspek penting dalam keseluruhan proses perkembangan iman umat. Tanpa itu umat pasti malas. Karena saya lihat kerja pengurus stasi akan tampak sia-sia kalau tidak mendapat dukungan dari para romo paroki. [Lampiran R2, (12)].

c. Responden 3:

Saya lihat pihak yang paling aktif menghayati arti pelayanan kasih adalah pengurus stasi dan kelompok ibu-ibu. Selama ini mereka bekerja dengan sangat loyal dan tulus. Semuanya karena digerakkan oleh iman. Meski tidak mendapat imbalan material namun mereka yakin Tuhan akan memberi imbalan yang pantas saat di Surga. Mereka selalu bersigap dalam situasi apa pun. Misalnya: saat ada yang sakit, mereka pasti akan bantu mendoakan atau bersedia menginformasikan kepada romo paroki untuk memberi sakramen penguatan; saat ada yang meninggal, mereka pasti akan mengurusi proses pemakaman; saat ada yang butuh surat administrasi, mereka selalu siap membantu. [Lampiran R3, (14)]

d. Responden 4:

Siapa saja yang aktif dan siapa saja yang nggak? Saya kira ini pertanyaan yang menarik. Saya susah memberi jawaban yang pasti karena menurut saya kondisinya selalu tidak menentu. Cenderung berubah-ubah. [...] Jika harus jujur, saya kira tidak semua pengurus stasi bekerja dengan tulus. Mereka bekerja – melayani, sesungguhnya karena terpaksa sehingga kemungkinan untuk mendahulukan urusan pribadi dan keluarga sangat besar. Apalagi tugas pelayanan tersebut sifatnya sukarela. [Lampiran R4, (16)].

e. Responden 5:

Tidak semua umat terlibat aktif, mbak. Menurut saya kelompok yang saat ini “sedang sakit” adalah kaum muda. Saya juga orang muda, karena itu saya tahu situasi yang terjadi saat ini. […] Pernah suatu ketika, saya ikut ibadat sabda di stasi dan saya sama sekali tidak menemukan orang muda yang menghadiri ibadat tersebut. Awalnya saya berpikir positif namun lama kelamaan saya mendapat kesan yang sama juga dari ibu saya. Dia mengatakan hal yang sama bahwa orang muda dewasa ini hampir jarang terlibat dalam kegiatan-kegiatan rohani di stasi. Misal saja, doa rosario – tidak satu pun orang muda yang hadir. Ketika ditanya alasan kenapa gak hadir, mereka pasti akan menjawab

“kami sibuk dengan tugas sekolah” dan macam-macam alasan lainnya. [Lampiran R5, (18)].

Dokumen terkait