Belum Tertib
Neraca Pemerintah Pusat Tahun 2017 (audited) menyajikan saldo Persediaan per
31
Desember
2017
dan
31
Desember
2016
masing-masing
sebesar
Rp84.301.758.170.225,00 dan Rp80.306.059.604.541,00. Saldo Persediaan per 31
Desember 2017 mengalami kenaikan sebesar Rp3.995.698.565.684,00 dari saldo
persediaan per 31 Desember 2016 atau sebesar 4,97% dengan rincian sebagai berikut.
Tabel 14 Nilai Persediaan per 31 Desember 2017 dan 31 Desember 2016
(dalam rupiah) No Jenis Persediaan Nilai Persediaan (Rp) Kenaikan/Penurunan (Rp) Per 31 Des 2017 (audited) Per 31 Des 2016 (audited) A B C D E = C - D 1 Persediaan di K/L 82.262.262.310.961,00 80.120.283.362.776,00 2.141.978.948.185,00 2 Persediaan di BUN 2.039.495.859.264,00 185.776.241.765,00 1.853.719.617.499,00 Jumlah 84.301.758.170.225,00 80.306.059.604.541,00 3.995.698.565.684,00
Hasil pemeriksaan atas LKPP Tahun 2016 telah mengungkapkan permasalahan
mengenai persediaan, yaitu (1) pencatatan persediaan tidak dilakukan stock opname pada
15 K/L; (2) pencatatan persediaan tidak tertib, saldo persediaan tidak didukung rincian
sehingga tidak dapat dilakukan pengujian lebih lanjut dan perbedaan nilai persediaan antara
BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2017 56
neraca, laporan BMN, dan laporan persediaan pada 41 K/L; (3) perbedaan antara beban
persediaan pada LO dengan mutasi kurang persediaan pada laporan persediaan tidak dapat
ditelusuri dan jurnal manual persediaan pada aplikasi SAIBA tidak dapat diyakini
kewajarannya pada 7 K/L; dan (4) permasalahan lainnya yang terkait dengan pengelolaan
persediaan pada 25 K/L.
Atas permasalahan tersebut, BPK telah merekomendasikan kepada Menteri
Keuangan selaku Wakil Pemerintah agar: (1) Meminta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga
untuk melakukan sosialisasi terkait ketentuan/peraturan pengelolaan persediaan; (2)
Meminta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk meningkatkan pengawasan terhadap
penatausahaan barang persediaan. Menteri Keuangan selaku Wakil Pemerintah
menindaklanjuti
rekomendasi
atas
permasalahan
Persediaan
tersebut
dengan
menyampaikan surat kepada Kementerian/Lembaga guna meminta K/L melakukan
sosialisasi terkait ketentuan/peraturan pengelolaan persediaan dan melakukan
penatausahaan dan pengelolaan Persediaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Namun demikian, berdasarkan hasil pemeriksaan pada LKPP Tahun 2017, BPK
masih menemukan adanya kelemahan dalam pencatatan persediaan dengan rincian sebagai
berikut.
Tabel 15 Rincian Permasalahan Persediaan pada K/L Tahun 2017
No Permasalahan Jumlah
KL Nilai Temuan (Rp) 1 Pencatatan persediaan tidak tertib 44 167.070.798.767,48 2 Perbedaan saldo persediaan pada Neraca dan beban
persediaan pada LO dengan dokumen/laporan pendukungnya
6 256.334.402.106,00
3 Permasalahan persediaan signifikan lainnya 28 343.417.730.466,00
Jumlah 766.822.931.339,48
Permasalahan pencatatan Persediaan Tahun 2017 tersebut dapat diuraikan sebagai
berikut.
a.
Pencatatan persediaan tidak tertib terjadi pada 44 K/L sebesar Rp167.070.798.767,48
diantaranya terjadi pada: (1) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar
Rp100.275.089.733,00 antara lain berupa penambahan persediaan yang berasal dari
pembelian berbeda dengan realisasi belanja sebesar Rp31.859.720.913,00; (2)
Kementerian Perhubungan sebesar Rp29.817.577.226,75 antara lain berupa persediaan
yang disajikan pada Neraca satker Ditnavpen tidak dapat diyakini kewajarannya senilai
Rp14.225.414.800,00.Rincian permasalahan dapat dilihat pada Lampiran 5.2.1.
b.
Perbedaan Saldo Persediaan antara Neraca dan Laporan terkait terjadi pada 6 K/L
sebesar Rp256.334.402.106,00 diantaranya terjadi pada (1) Kementerian Pertahanan
sebesar Rp217.644.563.847,00 berupa selisih TK-TM persediaan yang tidak dapat
dijelaskan. Kondisi tersebut terjadi sebagai implikasi penerapan dua mekanisme
pelaksanaan anggaran secara khusus pada Kementerian Pertahanan yang berbeda
dengan Kementerian/Lembaga Negara lainnya. Hal tersebut memiliki konsekuensi: (i)
pengadaan dan pencatatan barang pada saat belanja dilaksanakan di satuan kerja DIPA
Pusat, untuk selanjutnya dilakukan transaksi transfer kepada Satuan Kerja DIPA
BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2017 57
Daerah, dan (ii) pengelolaan dana atas kegiatan lintas tahun yang belum selesai sampai
dengan akhir tahun anggaran; dan (2) Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar
Rp31.314.499.483,00 berupa mutasi keluar persediaan pada Ditjen PRL berbeda
dengan beban persediaan pada LO. Rincian permasalahan dapat dilihat pada
Lampiran 5.2.2.
c.
Permasalahan
Persediaan
signifikan
lainnya
pada
27
K/L
sebesar
Rp340.484.123.666,00 diantaranya terjadi pada (1) Kementerian Dalam Negeri sebesar
Rp197.443.342.324,00 berupa likuidasi yang belum dilakukan atas satuan kerja Dana
Dekonsentrasi dan Tugas Pembantuan; dan (2) Kementerian Desa, Pembangunan
Daerah Tertinggal dan Transmigrasi sebesar Rp105.152.991.296,00 berupa persediaan
yang seluruhnya berasal dari MAK 526 (Barang Persediaan untuk Dijual/Diserahkan
ke Masyarakat) tidak didukung dengan Berita Acara Stock Opname barang persediaan.
Rincian permasalahan dapat dilihat pada Lampiran 5.2.3.
Permasalahan tersebut tidak sesuai dengan:
a.
PP Nomor 27 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Barang Milik Negara/Daerah:
1)
Pasal 7 ayat (2) huruf c) yang menyatakan bahwa Kuasa pengguna barang milik
negara berwenang dan bertanggungjawab untuk melakukan pencatatan dan
inventarisasi barang milik negara yang berada dalam penguasaannya; dan
2)
Pasal 85 ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam hal Barang Milik Negara/Daerah
sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa persediaan dan konstruksi dalam
pengerjaan, Inventarisasi dilakukan oleh Pengguna Barang setiap tahun;
b.
PP Nomor 71 Tahun 2010 tentang Standar Akuntansi Pemerintahan. PSAP Nomor 5
tentang Akuntansi Persediaan pada Paragraf 14 yang menyatakan bahwa Pada akhir
periode akuntansi, persediaan dicatat berdasarkan hasil inventarisasi fisik;
c.
PMK Nomor 244/PMK.06/2012 tentang Tata Cara Pelaksanaan, Pengawasan dan
Pengendalian (Wasdal) Barang Milik Negara Pasal 3 yang menyatakan bahwa
pemantauan dan penertiban yang dilakukan oleh Pengguna Barang/Kuasa Pengguna
Barang meliputi pelaksanaan, penggunaan, pemanfaatan, pemindahtanganan,
penatausahaan, pemeliharaan dan pengamanan atas BMN yang berada di bawah
penguasaannya; dan
d.
PMK Nomor 111/PMK.06/2016 tentang Tata Cara Pemindahtanganan Barang Milik
Negara pada Pasal 9 ayat (1) huruf f yang menyebutkan bahwa untuk BMN yang
berada pada Pengguna Barang dengan nilai sampai dengan Rp10.000.000.000,00
(sepuluh miliar rupiah) dilakukan oleh Pengguna Barang setelah mendapat
persetujuan Pengelola Barang.
e.
PMK Nomor 181/PMK.06/2016 tentang Penatausahaan Barang Milik Negara pada
Pasal 47:
1)
Ayat (1) yang menyatakan bahwa BMN untuk diserahkan kepada
masyarakat/Pemerintah Daerah, ditatausahakan sebagai aset lancar berupa
persediaan oleh Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna Barang sebagaimana diatur
dalam Peraturan Menteri ini.
2)
Ayat (2) yang menyatakan bahwa dalam hal BMN sebagaimana dimaksud pada
ayat (1) sudah tidak berada dalam penguasaan Pengguna Barang/ Kuasa Pengguna
Barang namun belum mendapatkan persetujuan pemindahtanganan, selanjutnya:
BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2017 58
a)
dimasukkan ke dalam Daftar Barang Persediaan Yang Tidak Dikuasai;
b)
tidak disajikan dalam neraca; dan
c)
diungkapkan dalam Catatan atas Laporan BMN dan Catatan atas Laporan
Keuangan.
3)
Ayat (3) yang menyatakan bahwa ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (2)
dilakukan setelah Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang mengajukan
permohonan persetujuan pemindahtanganan sesuai dengan ketentuan Peraturan
Perundang-undangan.
4)
Ayat (4) yang menyatakan bahwa dalam hal Pengguna Barang telah menerbitkan
Keputusan Penghapusan atas BMN sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Kuasa
Pengguna Barang menghapus BMN tersebut dari Daftar Barang Persediaan Yang
Tidak Dikuasai.
5)
Ayat (5) yang menyatakan bahwa dalam hal Pengelola Barang tidak menyetujui
permohonan pemindahtanganan BMN dimaksud pada ayat (1), Pengguna
Pengguna Barang/Kuasa Pengguna Barang: a. mengeluarkan BMN tersebut dari
Daftar Barang Persediaan Yang Tidak Dikuasai; b. menyajikan BMN tersebut ke
dalam neraca; dan c. melakukan Penatausahaan sebagai aset lancar berupa
persediaan sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri ini.
Permasalahan tersebut mengakibatkan risiko ketidakakuratan persediaan dalam
Neraca dan beban persediaan pada LO Pemerintah Pusat.
Permasalahan
tersebut
disebabkan
lemahnya
pengendalian
pada
Kementerian/Lembaga dalam pengelolaan persediaan.
Atas permasalahan tersebut, Menteri/Pimpinan Lembaga terkait menanggapi akan
melakukan perbaikan melalui langkah-langkah antara lain sebagai berikut.
a.
Penyelesaian permasalahan pencatatan dengan melakukan opname fisik, koreksi, dan
perbaikan pencatatan;
b.
Perbaikan sistem administrasi dan SOP penatausahaan dan penggunaan persediaan
serta penertiban penggunaan persediaan;
c.
Penyelesaian proses hibah atau penyerahan atas persediaan yang harus diserahkan
kepada masyarakat;
d.
Pembinaan yang intensif dan sosialisasi terkait konsep barang persediaan,
penatausahaannya, dan pembebanan anggaran belanja sesuai dengan akunnya.
Atas permasalahan tersebut, BPK merekomendasikan Menteri Keuangan selaku
Wakil Pemerintah agar:
a.
Meminta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk melakukan sosialisasi terkait
ketentuan/peraturan pengelolaan persediaan; dan
b.
Meminta kepada Menteri/Pimpinan Lembaga untuk mengkaji kembali efektivitas
pengawasan terhadap penatausahaan barang persediaan dan menetapkan kebijakan
perbaikannya.
Atas rekomendasi tersebut, Menteri Keuangan selaku wakil Pemerintah menerima
dan akan menindaklanjuti dengan:
BPK LHP SPI – LKPP TAHUN 2017 59