HASIL DAN PEMBAHASAN
4.2 Temuan Penelitian
4.2.1 Denotasi
Dari hasil penelitian yang dilakukan terhadap film Green Street Hooligan, film ini secara denotatif menggambarkan tentang rasa setia kawan dan solidaritas yang tinggi antar anggota firm GSE terlihat dari scene berikut:
30
Gambar 1: Adegan Bovver dan Hooligan GSE membantu kawannya yang terlibat perkelahian dengan Hooligan Zulu
Di adegan ini ketika Matt Matt di kejar oleh supporter Birmingham City hingga babak belur, hingga akhirnya datanglah pertolongan dari kakak ipar Matt yaitu Steve dan kawan supporter West Ham United GSE(Green Street Elite). Sceneatau adegan ini terlihat beberapa hooligan GSE membantu temannya yang saat itu dihadang oleh hooligan lawannya di suatu jalan.
Dari adegan tersebut, secara denotasi adalah Pete dan beberapa
firmGSEmembantu temannya yang ketika itu dihadang dan dipukuli sampai
babak belur sampai akhirnya terjadinya perkelahian antara hooligan GSE dengan hooligan Zulu dari klub Birmingham City.
Gambar 2: Perkelahian Hooligan GSE dengan lawannya di kawasan stasiun di kota Manchester
Dari scene atau adegan ini adalah ketika hooligan GSE yang sedang away ke kota Manchester di hadang oleh sekelompok hooligan tuan rumah. Hooligan GSE yang saat itu mengendarai mobil melewati kerumunan hooligantuan rumah dengan meyamar sebagai kru film, kemudian hooligan GSE yang berada di dalam mobil pun turun dan terjadi adu fisik dengan hooligan Manchester United di sekitar halaman stasiun. Hooligan GSE yang waktu itu kalah jumlah dengan hooligan tuan rumah tidak lari dan melawan hooligan tuan rumah yang saat itu ada sekitar kurang lebih 40 orang.
4.2.2 5 Kode Pembacaan Pada Film Green Street Hooligan
1. Kode Hermeneutik
Merupakan satuan-satuan yang dengan berbagai cara berfungsi untuk mengartikulasikan suatu persoalan, penyelesaiannya, serta aneka peristiwa yang dapat memformulasikan persoalan tersebut, atau yang justru menunda-nunda penyelesaiannya, atau bahkan yang menyusun semacam
32
teka-teki (enigma) dan sekedar member isyarat bagi penyelesaiannya. Pada dasarnya kode ini adalah sebuah kode “penceritaan”, yang dengannya sebuah narasi dapat mempertajam permasalahan, menciptakan ketegangan dan misteri, sebelum membrikan pemecahan atau jawaban, seperti yang terlihat pada scene berikut ini:
Scene 1 11.54-
Berawal ketika Matt, yang dikeluarkan dari Harvard akibat tuduhan kepemilikan kokain, pergi ke London untuk bertemu kakaknya, Shannon,
yang bersuamikan seorang “hooligan insyaf” bernama Steve
Dunham.Pertemuannya dengan Pete, yang merupakan adik Steve, terjadi di rumah Shannon dan Steve.Pete, yang awalnya enggan mengajak Matt menonton pertandingan sepakbola di stadion, menganggap Matt adalah seorang Yanke yang tak tahu apa-apa soal sepakbola. Namun dalam waktu singkat Matt bisa akrab dengan Pete, bahkan membaur dengan rekan-rekan Pete yang sesama hooligan.Dan kisah Matt menjadi seorang hooligan West
Ham pun dimulai saat itu.Berkelahi, berpakaian ala hooligan, hingga bepergian partai awaypun dilakoninya.Dalam film ini, ada beberapa konflik utama yang saling bertautan.Pertama adalah kebencian para hooligan dengan jurnalis yang dianggap sering menjatuhkan citra hooligan (dan „kebetulan‟ Matt adalah seorang calon jurnalis).Kemudian terjadi perseteruan GSE dengan hooligan pendukung Milwall, dan yang terakhir adalah pengkhianatan Bovver kepada Pete, yang menjadi puncak segala kekacauan yang terjadi dalam film ini.Film Green Street Hooligan menggambarkan sebenarnya kehidupan para hooligan ini.Mulai dari kehidupan sehari-hari mereka yang normal dan punya pekerjaan tetap (bahkan Pete adalah seorang guru), rutinitas berkumpul di bar setelah jam kerja, menonton pertandingan langsung di stadion, hingga berkelahi antar suporter yang direncanakan. Adanya banyaknya adegan kekerasan di film ini menggambarkan bahwa film ini bertemakan tentang kerasnya kehidupan hooligan di Inggris dan rasa solidaritas antar hooligan yang sangat tinggi.
2. Kode Proairetik
Merupakan kode “ tindakan”. Kode ini didasarkan atas konsep proairesi, yakni “ kemampuan untuk menentukan hasil atau akibat dari suatu tindakan secara rasional” yang mengimplikasi suatu logika perilaku manusia. Seperti yang terlihat pada scene berikut:
34
Scene 2
Di film ini sering terjadi kekerasan antar supporter dari lawan.Perkelahian tersebut bisa terjadi dengan sangat brutal dan bahkan mematikan. Yang menarik adalah para anggota firm bukanlah orang-orang yang tidak punya pekerjaan. Dalam kehidupan sehari-hari, mereka bisa jadi adalah pekerja kantor, pegawai pemerintah, teknisi bengkel. Sebagian dari mereka juga sudah berkeluarga dan memiliki anak.Kekerasan dalam suatu perkelahian bagi mereka adalah kesenangan. Untuk memberanikan diri mereka berkumpul di pub, minum minuman beralkohol, dan menyanyikan yel-yel. Asal usul kekerasan itu sendiri terjadi saat kedua kubu hooligan bertemu di suatu pertandingan di stadion kemudian salah satu diantara mereka saling memprovokasi kepada pihak lawan lalu terjadinya perkelahian antar hooligan.
3. Kode Semantika
Merupakan cabang linguistik yang mempelajari arti/makna yang terkandung pada suatu bahasa, kode, atau jenis representasi lain. Dengan kata lain, Semantik adalah pembelajaran tentang makna. Semantik biasanya dikaitkan dengan dua aspek lain: sintaksis, pembentukan simbol kompleks dari simbol yang lebih sederhana, serta pragmatika, penggunaan praktis simbol oleh komunitas pada konteks tertentu.
Scene 3
Awal mula Casual menjadi fashion dalam sepakbola itu dimulai saat terjadinya kerusuhan oleh Hooligan, yaitu kultur supporter yg tumbuh dan berkembang di Inggris raya.Bermula saat Hooligan-isme mulai menjamur di Inggris raya dan merasuki jiwa setiap pendukung klub klub di Inggris.Casual itu sendiri lahir karena adanya Hooligan, mereka berpakaian rapi karena ingin mengelabui kejaran polisi yg saat itu sedang gencar memburu mereka yg terkenal rusuh bahkan sampai menimbulkan korban di beberapa kasus kerusuhan.Tapi tidak semua Hooligan berpakaian rapi
36
layaknya Casual, beberapa banyak mereka masih tetap menggunakan fashion yg mereka kehendaki. Fashion Casual sendiri merupakan style fashion yg tertutup dan tentunya ber merk serta rapi untuk mengelabui identitas mereka oleh polisi ketika terjadi bentrok dengan lawannya, sehingga sangat sulit membedakan mana Casual mana warga biasa yg ber style mirip seperti mereka.
4. Kode Simbolik
Merupakan suatu yang bersifat tidak stabil dan tema ini dapat ditentukan dengan beragam bentuk sesuai dengan pendekatan sudut pandang (Prespektif) pendekatan. Seperti yang ada di scene berikut:
Scene 4
Masyarakat Inggris pada umumnya menganggap sepak bola itu sebagai agama yang membuat mereka rela berdesakan dan berteriak menyanyikan chant untuk klub sepak bola yang didukungnya. West Ham serta kaum
skinheadtidak dapat lepas dari sejarah berdirinya klub ini yang
lahir di wilayah London Timur pada tahun 1895 dengan nama awal Thames Ironwork and Shipbuilding FC. Pada tahun 1900 Thames Ironwork and Shipbuilding FC bangkrut dan berubah nama menjadi West Ham United.
Dari lambang atau symbol sepasang palu mewakili para pekerja galangan kapal yang mendirikan klub."I'm Forever Blowing Bubbles." Adalah yel-yel yang kerap dinyanyikan oleh supporter sepakbola West Ham United pada film Green Street Hooligan. Kemudian lambang sepasang palu oleh para hooligan di kawasan Inggris di jadikan oleh simbol hooligan atau garis keras suatu supporter klub sepak bola atau timnas Inggris.
5. Kode
Kultural
Dalam film inikode kultural biasanya berupa latar belakang sosial budaya suatu hooligan.Hooligan saat ini memang telah menjadi sebuah trend dikalangan supporter di seluruh dunia layaknya Skinhead, Punk atau Mods.Contoh kecil, ratusan bahkan ribuan orang memakai nick name kata Hooligan ini pada akun jejaring sosial mereka.Istilah Hooliganisme sendiri
38
sudah muncul sejak akhir abad ke 19 tepatnya pada 1898 di Inggris. Bagi para hooligan atau firm, kekerasan untuk membela firm atau kelompok hooligan itu lebih penting daripada mendukung klub sepak bola itu sendiri. Perkelahian atau konflik ini juga sering terjadi karena solidaritas antar hooligan yang tinggi apabila salah satu dari kelompok mereka dihadang oleh kelompok hooligan lain.
4.2.3 Konotasi
Konotasi merupakan makna kultural atau emosional yang bersifat subjektif dan melekat pada suatu kata atau frasa. Di dalam film Green Street Holigans terdapat makna konotasinya yaitubagaimana solidaritas itu tumbuh, berkembang dan hidup bersama manusia dan mempengaruhi kehidupan manusia. Pada tingkatan mitos yang terlihat dalam film ini adalah kekerasan yang dilakukan oleh sekelompok suporter serta bertolak belakang dengan hal tersebut, ada mitos persaudaraan yang terjalin erat diantara sesama supporter.
4.3Pembahasan
Dari hasil paparan diatas maka sesuai dengan hasil yang ada pada kajian teori dan dengan data yang terdapat dilapangan yaitu melalui observasi. Setelah ditemukan beberapa data yang diinginkan, baik dari hasil penelitian observasi, maka peneliti akan menganalisa temuan yang ada danmemodifikasi temuan yang ada, kemudian membangun penemuan yang baru serta menjelaskan tentang implikasi-implikasi dari hasil penelitian.
Mitos adalah suatu bentuk pesan atau tuturan yang harus diyakinii kebenarannya tetapi tidak dapat dibuktikan. Mitos bukan konsep atau ide tertapi
merupakan suatu cara pemberian arti. Secara etimologis, mitos merupakan suatu jenis tuturan, tentunya bukan sembarang tuturan.Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos; satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh pelbagai mitos lain. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain. Menurut Barthes pengertian mitos di sini tidaklah menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari –seperti halnya cerita-cerita tradisional– melainkan sebuah cara pemaknaan; dalam bahasa Barthes: tipe wicara. Pada dasarnya semua hal dapat menjadi mitos; satu mitos timbul untuk sementara waktu dan tenggelam untuk waktu yang lain karena digantikan oleh pelbagai mitos lain. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain.
Mitos oleh karenanya bukanlah tanda yang tak berdosa, netral; melainkan menjadi penanda untuk memainkan pesan-pesan tertentu yang boleh jadi berbeda sama sekali dengan makna asalnya. Kendati demikian, kandungan makna mitologis tidaklah dinilai sebagai sesuatu yang salah („mitos‟ diperlawankan dengan „kebenaran‟); cukuplah dikatakan bahwa praktik penandaan seringkali memproduksi mitos.Produksi mitos dalam teks membantu pembaca untuk menggambarkan situasi sosial budaya, mungkin juga politik yang ada disekelilingnya.Bagaimanapun mitos juga mempunyai dimensi tambahan yang disebut naturalisasi. Melaluinya sistem makna menjadi masuk akal dan diterima apa adanya pada suatu masa, dan mungkin tidak untuk masa yang lain.
40
Film merupakan salah satu media komunikasi massa yang sudah sangat dikenal. Dengan caranya sendiri, film memiliki kemampuan untuk mengantar pesan secara unik; dapat juga dipakai sebagai sarana pameran bagi media lain dan juga sebagai sumber budaya yang berkaitan erat dengan buku, film kartun, bintang televisi, film seri, sertalagu (McQuail, 1987 : 14). Film merupakan salah satu alat komunikasi yang mampu dan mempunyai kekuatan untuk menjangkau banyak segmen sosial, dan merupakan sebuah media untuk berekspresi dimana didalamnya terdapat perpaduan kreatif antara teknologi fotografi dan tata suara.
Pembagian kerja memiliki implikasi yang sangat besar terhadap struktur masyarakat. Durkheim sangat tertarik dengan perubahan cara di mana solidaritas sosial terbentuk, dengan kata lain perubahan cara-cara masyarakat bertahan dan bagaimana anggotanya melihat diri mereka sebagai bagian yang utuh. Untuk menyimpulkan perbedaan ini, Durkheim membagi dua tipe solidaritas mekanis dan organis.Masyarakat yang ditandai oleh solidaritas mekanis menjadi satu dan padu karena seluruh orang adalah generalis. Ikatan dalam masyarakat ini terjadi karena mereka terlibat aktivitas dan juga tipe pekerjaan yang sama dan memiliki tanggung jawab yang sama. Sebaliknya, masyarakat yang ditandai oleh solidaritas organis bertahan bersama justru karena adanya perbedaan yang ada didalamnya, dengan fakta bahwa semua orang memilki pekerjaan dan tanggung jawab yang berbeda-beda (George Ritzer dan Douglas J. Goodman, 2008: 90-91).
Solidaritas menunjuk pada suatu keadaan hubungan antara individu atau kelompok yang didasarkan pada perasaan moral dan kepercayaan yang dianut bersama dan diperkuat oleh pengalaman emosional bersama. Solidaritas dalam
berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial", dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif.
Roland Barthes (1915-1980) menggunakan teori siginifiant-signifié dan muncul dengan teori mengenai konotasi.Perbedaan pokoknya adalah Barthes menekankan teorinya pada mitos dan pada masyarakat budaya tertentu (bukan individual). Barthes mengemukakan bahwa semua hal yang dianggap wajar di dalam suatu masyarakat adalah hasil dari proses konotasi. Perbedaan lainnya adalah pada penekanan konteks pada penandaan. Barthes menggunakan istilah
expression (bentuk, ekspresi, untuk signifiant) dan contenu (isi, untuk signifiè).
Secara teoritis bahasa sebagai sistem memang statis, misalnya meja
hijaumemjk[ang berarti meja yang berwarna hijau. Ini disebutnya bahasa sebagai first order.Namun bahasa sebagai second order mengijinkan kata meja hijau
mengemban makna “persidangan”. Lapis kedua ini yang disebut konotasi
Dari hasil penelitian dan temuan dilapangan, penulis mendapatkan sebuah pemaknaan tentang solidaritas yang ada dalam film Green Street Hooligans yang menjadi objek penelitian. Film ini sangat mempengaruhi khalayak khususnya untuk para hooligan yang sangat fanatik dengan klub sepakbola dan kelompok yang mereka banggakan.
Meskipun film ini berkisah tentang kekerasan dalam sepakbola, film ini tetap mengajarkan beberapa hal positif, antara lain memegang teguh prinsip, tidak kabur dari masalah, berusaha memperjuangkan hak pribadi, saling tolong menolong, serta yang paling penting, sebuah pembelajaran yang tegas bahwa
42
sepakbola tak lebih penting dari nyawa seseorang dan fanatisme berlebihan tanpa menggunakan akal sehat akan membawa dampak yang buruk. Hanya saja, semua pesan-pesan positif itu didapat dari cara yang salah, yaitu berkelahi.
43
Green Street Hooligans merupakan sebuah film yang menggambarkan
tentang hooliganisme sepak bola di Inggris. Walau terdapat banyak adegan kekerasan di dalam film ini namun terselip nilai moral yang sangat positif.Seperti solidaritas yang ada pada suatu kelompok hooligan. Namun, sisi positif dari solidaritas itu sendiri tercoreng oleh ulah hooligan itu sendiri karena sering terjadinya perkelahian antar kelompok hooligan yang lain. Perkelahian tersebut bisa terjadi dengan sangat brutal dan bahkan bisa menimbulkan kematian bagi lawan.Solidaritas dalam berbagai lapisan masyarakat bekerja seperti "perekat sosial", dalam hal ini dapat berupa, nilai, adat istiadat dan kepercayaan yang dianut bersama oleh anggota masyarakat dalam ikatan kolektif.
Berdasarkan hasil wawancara terhadap ketiga narasumber yang berbeda latar belakang. Didapatkan hasil yang berbeda pula pemaknaan penonton pada tayangan yang disodorkan oleh Peneliti. Narasumber I menganggap film ini akan menimbulkan efek yang kurang baik bagi para supporter klub sepak bola dan penikmat film yang khususnya para generasi muda. Pada narasumber yang ke II & III setuju dengan pemaknaan film ini karena mereka melihat dari sisi positinya yaitu solidaritas & rasa kesetiakawanan yang tinggi di film ini.
Dalam film ini penulis menemukan banyak masalah sosial yang seharusnya tidak terjadi pada orang-orang jika sikap solidaritas telah diterapkan. Banyak adegan dalam film ini yang bisa menjadi pelajaran bagi kita dalam
44
menghadapi hidup di masyarakat yang pada akhirnya bisa membawa kita ke kehidupan yang adil dan makmur .
5.2 Implikasi
5.2.1 Impikasi Teoritis
Berdasarkan hasil penelitian menunjukkan bahwa terkandung sistem signifikasi tiga tahap milik Roland Barthes untuk menjawab bagi peneliti ini yaitu, denotasi, konotasi, dan mitos. Dalam semiologi Roland Barthes, denotasi merupakan sistem signifikasi (pemaknaan) tahap pertama, sementara konotasi merupakan tingkat kedua, dan mitos yang terakhir.
5.2.2 Implikasi Metodologi
Dalam penelitian ini, penulis mengambil langkah metedologi sebagiamana yang terkandung di dalam penelitian ini, adapun bentuk contohnya yaitu hasil dari observasi dan wawancara sangat membatu bagi penelitian ini, selain itu penulis juga melakukan wawancara kepada para narasumber yang penulis anggap sebagaiinformasi akurat. Selain itu setudi pustaka juga sangat membantu dalam penelitian ini sebagai acuan informasi dan sumber bagi penelitian ini.
5.3 Saran
Berdasarkan analisis data dan kesimpulan yang diambil dari penelitian dalam film Green Street Hooligansini, terdapat beberapa saran yang ingin disampaikan oleh Peneliti yaitu:
5.3.1 Untuk Masyarakat
Film Green Street Hooligans sebenarnya adalah sebuah film yang bagus untuk ditonton, karena di film ini memperlihatkan sisi setia kawan dan rasa solidaritas yang tinggi meskipun ada beberapa adegan kekerasan yang tidak patut ditiru.Dan di film ini rasa solidaritas yang tinggi bisa di aplikasikan untuk kehidupan bermasyarakat.
5.3.2 Untuk Akademik
Bagi mahasiswa khususnya mahasiswa Komunikasi yang memiliki ruang gerak sangat luas.Semoga tidak hanya terpaku pada bidang jurnalistik dan media, tetapi juga dapat dikembangkan ke fenomena yang ada di masyarakat baik di bidang sosial, budaya, kesehatan, religi dan sebagainya, terutama kepekaan terhadap perkembangan dalam bidang perfilman.