• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB III PAPARAN DATA DAN TEMUAN

C. Temuan Penelitian

1. Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga

Hakikatnya pendidikan karakter adalah suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan dari keseluruhan sifat, watak, dan

perilaku yang tercermin pada setiap individu ke arah yang lebih baik sesuai dengan norma-norma agama. Terutama pada era saat ini yang semakin menurunnya moralitas manusia, untuk itu diperlukannya pendidikan karakter baik disetiap jenjang pendidikan maupun di lingkungan sekitar, dan yang paling berpengaruh pada karakter individu adalah didikan semasa ia kecil yaitu di lingkungan keluarga yang selanjutnya adalah lingkungan pergaulannya. Oleh karena itu dalam pelaksanaan pendidikan karakter di Komunitas Hijabers Salatiga, para pengurus Hijabers Salatiga memaknai pendidikan karakter seperti yang diungkapkan oleh TR.

“Karakter merupakan cerminan dari seseorang, jadi

pendidikan karakter adalah proses belajar untuk menjadi diri

sendiri” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB). Dilanjutkan oleh D OSSY yang menyatakan.

“Karakter merupakan sesuatu yang melekat pada diri

individu, sehingga pendidikan karakter adalah pembelajaran yang

mengarahkan pada sifat yang lebih baik” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).

Ditegaskan lagi oleh AH.

“Karakter adalah sifat seseorang atau pembawaan diri dari seseorang tersebut, maka pendidikan karakter merupakan pengenalan dari sifat-sifat seseorang antara mana yang salah dan

mana yang benar, mana yang baik dan mana yang buruk”

(Wawancara 15 Agustus, pukul 16.30 WIB).

Dari beberapa pernyataan informan di atas dapat disimpulkan bahwa pendidikan karakter merupakan suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap individu agar lebih baik. Dari pengertian tersebut jelas

bahwa pendidikan karakter sangat dibutuhkan untuk menyeimbangi moralitas saat ini, sebagaimana fungsi dan tujuan dari pendidikan karakter itu sendiri, yaitu untuk mengembangkan kemampuan dan membentuk bakat serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam mencerdasakan kehidupan berbangsa. Namun untuk mewujudkan fungsi dan tujuan pendidikan karakter itu tidak mudah, ada beberapa faktor yang ikut serta dalam pembentukan karakter individu seperti:

a. Faktor internal adalah kumpulan dari unsur kepribadian atau sifat manusia yang secara bersamaan mempengaruhi perilaku manusia. Faktor internal tersebut diantaranya:

1) Instink Biologis (Dorongan biologis) seperti makan, minum dan hubungan biologis. Karakter seseorang sangat terlihat dari cara dia memenuhi kebutuhan atau instink biologis ini. Contohnya adalah sifat yang ada di hijabers yaitu bisa mengendalikan kebutuhan biologisnya seperti makan akan memiliki karakter yang membawanya kepada kesederhanaan, tidak berlebihan.

2) Kebutuhan psikologis seperti kebutuhan akan rasa aman,

penghargaan, penerimaan, dan aktualisasi diri. Seperti pada hijabers yang berlebihan dalam memenuhi rasa aman akan melahirkan karakter penakut, orang yang berlebihan dalam memenuhi kebutuhan penghargaan akan melahirkan karakter sombong/angkuh dan lain-lain. Apabila seseorang mampu mengendalikan kebutuhan psikologisnya, maka dia akan memiliki karakter tawadhu dan rendah hati.

3) Kebutuhan pemikiran, yaitu kumpulan informasi yang membentuk cara berfikir seseorang seperti isme, mitos, agama yang masuk ke dalam benak seseorang akan mempengaruhi cara berfikirnya yang selanjutnya mempengaruhi karakternya.

b. Faktor eksternal adalah faktor yang ada di luar diri manusia, namun secara langsung mempengaruhi karakternya. Faktor eksternal tersebut diantaranya faktor keluarga dalam membentuk karakter anak, kemudian faktor sosial yang berkembang di masyarakat yang kemudian disebut budaya, serta lingkungan pendidikan yang begitu banyak menyita waktu pertumbuhan setiap orang, baik pendidikan formal seperti sekolah atau pendidikan informal seperti media massa, media elektronik atau masjid.

Beberapa faktor pembentuk karakter di atas yang paling berpengaruh adalah faktor eksternal seperti lingkungan sosial yang secara tidak langsung dapat mempengaruhi karakter seseorang, begitu pula di komunitas hijabers kota Salatiga. Lingkungan sosial merupakan kekuatan masyarakat serta berbagai sistem norma disekitar individu atau kelompok manusia yang mempengaruhi tingkah laku mereka dan interaksi antara mereka (KBBI, 2003:675). Dari pengertian tersebut dijelaskan bahwa lingkungan sosial mempunyai peran penting dalam karakter seseorang. Begitu pula lingkungan yang ada di sekitar Hijabers Salatiga akan berpengaruh pada karakter muslimah di komunitas tersebut. Lingkungan sosial itu, terdiri dari:

a. Lingkungan keluarga

Al-Ghazali mengatakan:

“Dan anak adalah suatu amanat Tuhan kepada kedua orang

tuanya, hatinya suci bagaikan juhar yang indah sederhana dan bersih dari segala goresan dan bentuk. Ia masih menerima segala apa yang digoreskan kepadanya dan cenderung kepada setiap hal yang ditujukan kepadanya”.

Dari perkataan diatas, dapat dinyatakan bahwa tanggung jawab keluarga yakni kedua orang tua terhadap pendidikan anaknya yang meliputi dua macam alasan, yaitu:

1) Anak lahir dalam keadaan suci, bersih dan sederhana.

Hal ini menunjukkan bahwa anak lahir dalam keadaan tidak berdaya dan belum dapat berbuat apa-apa, sehingga masih sangat menggantungkan diri pada orang lain yang lebih dewasa.

2) Kelahiran anak di dunia ini, adalah merupakan akibat langsung dari perbuatan kedua orang tuanya. Oleh karena itu kedua orang tua sebagai orang yang telah dewasa harus menanggung (bertanggung jawab) resiko yang timbul sebagai akibat perbuatannya.

Demikian itu Al-Ghazali mengambil dasar hukumnya dari Al-Qur‟an:













































“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, keras, dan tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa

yang diperintahkan.” 55

Jika di komunitas hijabers kota Salatiga, latar belakang keluarga dari informan peneliti yaitu ada yang memang dari keluarga yang taat beragama karena orang tuanya merupakan pendiri sebuah Pondok Pesantren seperti TR, ada pula yang tumbuh dari lingkup keluarga biasa dalam beragama seperti D OSSY.

b. Lingkungan pergaulan

Lingkungan teman-teman yang jahat mempunyai pengaruh yang negatif terhadap perkembangan anak, bukan hanya perkataannya saja tetapi seluruh perilaku atau perbuatannya. Jadi dapat dikatakan bahwa lingkungan

pergaulan mempunyai pengaruh yang sangat dominan terhadap

perkembangan anak (Zulfa, 2013:23-24).

Begitu pula yang dikatakan oleh TR, D OSSY, AH, bahwa:

“karakter seseorang dapat dibentuk, tergantung lingkungan

disekitar mereka. Jika lingkungannya baik maka akan membentuk karakter yang baik pula, begitu pula sebaliknya. Seperti yang

dikatakan Nabi, „jika kita berteman dengan tukang jual minyak wangi maka kita akan tertular wanginya‟” (Wawancara 13-15 Agustus 2015).

Dalam membentuk karakter tidaklah mudah, karena karakter merupakan sesuatu yang sulit dirubah maka dari itu lingkungan keluarga atau orang tua harus segera membentuk karakter anaknya sejak dini, jika karakter anak dibentuk setelah ia dewasa atau remaja maka akan sulit untuk merubahnya apalagi jika karakter yang melekat adalah karakter yang buruk. Seperti yang diungkapkan oleh IN.

“Karakter seseorang itu bisa dibentuk dengan cara

pembiasaan, karena yang bisa mempengaruhi karakter itu kan salah

satunya faktor lingkungan seperti kita sehari-harinya berteman atau bergaul dengan siapa, karena sudah terbiasa bergaul dengan mereka maka dari kebiasaan itu yang menjadikan karakter

seseorang” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 11.15 WIB).

Ditambahkan pula oleh ML.

“Karakter itu sendiri bisa dibentuk, caranya mungkin kita

ngajak ke lingkungan orang dengan karakter yang baik atau lebih

baik” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 16.00 WIB).

Karakter seseorang dapat dibentuk melalui lingkungan, terutama lingkungan pergaulan sangat berpengaruh sekali terhadap pengembangan dan pembentukan karakter seseorang, seperti yang dialami oleh D OSSY.

“Sebenarnya aku dulu sebelum gabung di Hijabers Salatiga belum sepenuhnya berhijab bahkan dulu hijab hanya sebagai formalitas saja karena aturan kampus, namun setelah gabung dengan Hijabers Salatiga aku sudah mulai memakai hijab meskipun masih pasang copot karena hati yang belum sreg sepenuhnya, namun karena ada aturan di Hijabers Salatiga itu sendiri bahwa pengurus maupun anggota Hijabers Salatiga diwajibkan untuk berhijab. Mulai dari situlah aku benar-benar memakai hijab hingga saat ini” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).

Dari pengalaman D OSSY di atas jelas bahwa teman atau kelompok bergaul akan mempengaruhi karakter seseorang, akan menjadi baik atau jahat/buruk itu tergantung lingkungannya.

Tujuan dibentuknya karakter itu adalah untuk menumbuhkan karakter positif, seperti 18 nilai karakter bangsa yaitu: religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu,

semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi,

bersahabat/komunikatif, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Wibowo, 2012:43-44).

Pendidikan karakter yang diterapkan pada komunitas Hijabers Salatiga menurut D OSSY.

Berupa dakwah melalui trend masa kini kebetulan adalah fashion (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB).

Kemudian ditambahkan oleh TR.

“Pendidikan karkater yang diterapkan pada Hijabers Salatiga itu yang jelas tetap religi, ngajak pakai hijab, sharing”

(Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).

Pendidikan karakter dapat diterapkan atau dibentuk tidak hanya melalui jenjang pendidikan saja, namun lingkungan baik keluarga, masyarakat, dan teman bergaul pun sangat menentukan karakter seseorang. Seperti yang dilakukan oleh Hijabers Salatiga yang menerapkan fashion sebagai pendidikan karakter di Komunitas tersebut. Fashion memang tidak akan pernah surut, bahkan akan semakin berkembang seiring dengan

kemajuan IPTEK. Kini banyak designer-designer muda berbakat yang

mencari celah dalam keadaan zaman sekarang untuk mengembangkan dan merubah pola pikir masyarakat terutama para muslimah baik muda, tua, maupun lansia yang memandang bahwa wanita berhijab itu identik dengan kuno/ketinggalan zaman, oleh karena itu Hijabers Salatiga dibentuk untuk mengubah pola pikir mereka dan mengajak para muslimah agar berbusana (berhijab dan berpakaian) sesuai dengan ajaran Islam, salah satunya adalah yang dikemukakan TR.

“Dahulu hijab atau jilbab dianggap ketinggalan zaman, sehingga jarang peminatnya. Padahal hijab merupakan perintah

Allah, dengan adanya style atau fashion berhijab orang-orang mulai

tertarik, dan cara ini lebih manjur serta menyenangkan”

(Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).

Pendidikan karakter diberikan untuk menyelesaikan masalah-masalah atau problematika yang dihadapi masyarakat khususnya wanita-wanita muslim di Salatiga, selain itu pendidikan karakter juga di arahkan dalam perubahan perilaku yaitu pembentukan karakter muslimah. Karakter muslimah yang diinginkan komunitas Hijabers Salatiga adalah karakter yang baik, karakter yang mengarah ke perubahan positif bagi kemajuan dan perkembangan zaman. Pendidikan karakter melalui fashion (busana yang terkandung di dalamnya adalah pakaian dan hijab) hadir dalam komunitas Hijabers Salatiga diharapkan mampu berkontribusi dalam perubahan perilaku muslimah ke arah yang lebih baik lagi. Busana berpengaruh dengan pembentukan karakter muslimah, meskipun secara genetis karakter merupakan unsur bawaan, akan tetapi faktor lingkungan, teman, dan sebagainya sangat berpengaruh.

2. Model Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga Model pendidikan karakter yang ada di komunitas hijabers kota Salatiga menggunakan dua penguatan, yaitu:

a. Penguatan Agama

Komunitas hijabers kota Salatiga yang diterapkan dalam penguatan agama hijabers yaitu dakwah melalui jilbab. Pemakaian jilbab bagi para muslimah sudah jelas diwajibkan dalam QS. Al-Ahzab: 59













































“Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun

lagi Maha Penyayang”.

Sesuai dengan ayat di atas, maka hijabers berusaha untuk mengajak muslimah lainnya untuk mengenakan jilbab bagi yang belum berjilbab dan bagi yang sudah berjilbab agar lebih istiqomah dalam mengenakan jilbab. Hijabers dalam mengajak muslimah untuk berjilbab yaitu dengan berbagai event seperti hijab class, pada event ini hijabers memberi informasi mengenai jilbab dan memberikan beberapa model jilbab yang bisa dikenakan sesuai dengan situasi dan kondisi, dengan cara ini akan menarik muslimah lain agar tertarik untuk mengikuti event tersebut dan tertarik pula untuk mengenakan jilbab dengan gaya yang tidak ketinggalan zaman. Melalui penguatan agama inilah akan terbentuk karakter yang religius. Seseorang yang religius pasti akan selalu berusaha untuk mentaati segala perintah Tuhannya dan menjauhi segala yang dilarang-Nya sebagai bentuk ketaatan terhadap agamanya.

b. Penguatan Solidaritas

Penguatan solidaritas merupakan cara agar silaturahmi tetap selalu terjaga, dan melatih seseorang untuk bersosialisasi dengan baik

antar sesama hijabers khususnya maupun dengan masyarakat luas umumnya. Penguatan solidaritas ini dapat dilakukan melalui beberapa

event menarik dan positif tentunya, seperti fashion show, beauty class and hijab class, buka bersama di Panti Asuhan Darul Hadlonah, dan lain sebagainya. Dengan mengadakan event-event di hijabers, secara tidak langsung melatih mereka untuk berinteraksi dengan orang lain dengan cara yang sopan, akrab yang disesuaikan dengan lawan bicaranya, menjadikan hijabers menghargai orang lain, dan lain sebagainya. Melalui penguatan solidaritas ini akan terbentuk karakter komunikatif, peduli sosial, menghargai prestasi, tanggung jawab, dan disiplin.

(Sumber: data hasil observasi)

3. Faktor-faktor Penghambat dan Pendorong Pendidikan Karakter pada Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga

Tak semua yang dilakukan semudah seperti membalikkan telapak tangan, terutama untuk membentuk dan mengembangkan karakter muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga, banyak pandangan-pandangan negatif yang dilontarkan bagi Hijabers umumnya dan khususnya Hijabers Salatiga. Ada beberapa faktor yang menjadi kendala dalam membentuk dan mengembangkan karakter tersebut, diantaranya:

a. Faktor internal

Faktor internal ini terdiri dari: kurangnya keterbukaan, melalaikan tanggung jawab, sebagaimana yang diungkapkan oleh D OSSY.

“Faktor yang menjadi penghambat/kendalah sih biasanya

susah buat menyamakan pendapat dari tiap individu, terus melalaikan tanggung jawabyang diberikan seperti saat ada event, individu yang ditugaskan untuk suatu hal malah terlambat datang akhirnya yang lain yang repot” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul

15.20 WIB).

Ditambahkan oleh TR.

“Faktor kendalanya itu susah diajak kumpul untuk sharing dan ada beda pendapat juga” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).

Diperjelas lagi oleh AH.

“Kalau hambatan/kendala lebih ke individunya masing -masing soalnya kita gak bisa maksa seseorang untuk sependapat

sama jiwa Hijabers Salatiga itu sendiri” (Wawancara 15 Agustus 2015, pukul 16.30 WIB).

Jelas bahwa kendala dalam membentuk dan mengembangkan pendidikan karakter di Komunitas Hijabers Salatiga dalam hal internal ada pada diri individu itu sendiri.

b. Faktor eksternal

Sedangkan faktor eksternal yang menjadi kendalanya adalah berita-berita negatif dari masyarakat terhadap Hijabers yang mengatakan bahwa Hijabers itu hanya mengandalkan kecantikan, dan memamerkan kekayaan karena identik dengan high class, dengan pandangan seperti ini akan menyurutkan tekad dan niatan para muslimah untuk bergabung dengan Hijabers Salatiga sebagai jalan dakwah para muslimah untuk mensyiarkan busana bagi para muslimah.

Sedangkan faktor pendorong bagi Hijabers Salatiga untuk menerapkan pendidikan karakter pada para muslimah yaitu sesuai dengan visi, misi, dan tujuan dari Hijabers Salatiga itu sendiri yang ingin

mendakwahkan hijab, sebagai sarana edukasi untuk tampil cantik dan syar‟i,

untuk memperdalam ilmu tentang agama, dan untuk menjalin silaturahmi. 4. Solusi dalam Mengatasi Penghambat Pendidikan Karakter pada

Muslimah di Komunitas Hijabers Salatiga

Adapun solusi-solusi yang ditawarkan untuk mengatasi beberapa kendala di atas, menurut D OSSY.

“Kalau masalah internal menurutku dilakukan dengan sharing-sharing gitu, karena tiap anggota mau gak mau harus terbuka, terus kita juga harus bisa memahami karakter/sifat tiap individu gak Cuma karakter diri sendiri tapi orang lain juga penting. Terus kalau eksternal dilakukan dengan bicara kepada mereka dengan cara empati bukan simpati, kemudian dengan cara memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan komunitas

khususnya komunitas Hijabers Salatiga” (Wawancara 14 Agustus 2015, pukul 15.20 WIB)..

Kemudian dilanjutkan menurut TR.

“Untuk mengatasi kendala tersebut diusahakan untuk bisa

kumpul-kumpul bareng, sharing, terus gantian dalam penanggung jawab dalam event-event yang diselenggarakan” (Wawancara 13 Agustus 2015, pukul 15.00 WIB).

Ditambahkan oleh AH.

“Solusinya yaitu diadakan pendekatan-pendekatan secara pribadi aja sama bikin acara-acara yang orang-orang tertarik untuk ikut acara Hijabers Salatiga lagi biar orang-orang yang kurang atau bahkan belum mengemukakan pendapatnya bisa ikut serta memberi ide untuk acara-acara Hijabers Salatiga” (Wawancara 15

Agustus 2015, pukul 16.30 WIB).

Kemudian ditambahkan lagi oleh IN.

“Solusinya menurut saya yaa harus dilatih diterapkan dan selalu terbuka” (Wawancara 20 Agustus 2015, pukul 11.15 WIB).

Dari solusi-solusi yang dinyatakan oleh beberapa pengurus dan anggota di atas bahwa secara keseluruhan yang menjadi faktor penghambat dalam Hijabers Salatiga untuk mewujudkan visi, misi, dan tujuan dari Hijabers Salatiga itu sendiri adalah faktor internal yang meliputi masalah-masalah yang ada pada diri individu seperti kurang terbuka dalam mengemukakan pendapat ataupun ide-ide, melalaikan tanggung jawab yang sudah diberikan. Dari faktor internal tersebut solusi yang ditawarkan oleh Hijabers Salatiga diantaranya diusahakan untuk berkumpul dan sharing-sharing, semua harus terbuka tentang hal-hal yang mengenai Hijabers Salatiga, untuk tanggung jawab bisa dilakukan dengan pergantian penanggung jawab dalam setiap event sehingga semua pengurus dapat merasakan dari setiap tugas yang dipegangnya. Sedangkan faktor eksternal yang menjadi penghambat besar itu adalah pandangan masyarakat mengenai Hijabers bahwa Hijabers hanya memamerkan kecantikan, kekayaannya saja, dan identik dengan hura-hura, untuk itu solusi yang diberikan bisa dengan bicara dengan mereka dengan sikap empati bukan dengan simpati, dengan empati kita dapat memahami apa yang mereka inginkan dan harus memahami pola pikir orang-orang yang kontra dengan Hijabers tersebut.

BAB IV PEMBAHASAN

A.Persepsi Hijabers Tentang Pendidikan Karakter di Komunitas Hijabers Kota Salatiga

Persepsi menurut para ahli seperti yang telah disebutkan pada BAB II, telah jelas bahwa persepsi merupakan tanggapan atau pandangan seseorang mengenai sesuatu yang dialami oleh setiap individu. Persepsi hijabers tentang pendidikan karakter bermacam-macam, seperti pada beberapa informan yang telah dimintai keterangan melalui wawancara, ada yang mengatakan bahwa pendidikan karakter merupakan proses untuk menjadi diri sendiri, kemudian pendidikan untuk menjadikan pribadi yang lebih baik, sehingga pendidikan karakter adalah suatu proses pembentukan dan perubahan pada cerminan tiap individu agar lebih baik. Melalui pendidikan seseorang akan mendapatkan ilmu pengetahuan yang bermanfaat dan agar tingkah laku seseorang dapat terarah kepada hal-hal yang positif. Selain pada jenjang pendidikan yang hijabers tempuh dalam membentuk dan mengembangkan karakter mereka, ternyata lingkunganpun memiliki pengaruh terhadap perkembangan karakter mereka. Seperti halnya komunitas hijabers kota Salatiga ini juga memiliki andil dalam pembentukan dan pengembangan karakter bagi para muslimah lainnya. Pembentukan dan pengembangan karakter yang dilakukan oleh hijabers lebih ditekankan pada penguatan agama dan penguatan solidaritas antar hijabers khususnya maupun masyarakat pada umumnya.

Teori karakter yang dikemukakan oleh Prof. Suyanto, Hermawan Kartajaya, Scerenko pada BAB II telah dijelaskan bahwa karakter adalah ciri khas yang dimiliki individu yang membedakan dengan yang lain. Teori-teori tersebut sejalan dengan yang dikemukakan oleh hijabers bahwa karakter adalah ciri khas yang melekat pada diri setiap orang. Karakter seseorang memang sulit dirubah tapi karakter itu dapat dibentuk sesuai dengan kondisi yang mempengaruhinya.

Teori pendidikan karakter yang dikemukakan oleh Lickona dan

Scerenko sesuai dengan persepsi hijabers bahwa pendidikan karakter merupakan suatu usaha untuk melakukan perubahan maupun pengembangan yang tercermin pada setiap individu untuk menjadi lebih baik. Sedangkan teori pendidikan karakter menurut Ratna Megawangi tidak sesuai dengan persepsi yang dikemukakan oleh hijabers. Melalui pendidikan karakter maka akan muncul nilai-nilai karakter pada hijabers dalam membentuk pribadi yang beradab diantaranya: religius, disiplin, kreatif, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, menghargai prestasi, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab.

Pada komunitas Hijabers Salatiga pendidikan karakter yang mereka terapkan, diantaranya melalui:

Event-event menarik

Hijabers Salatiga selain melalui fashion, mereka juga selalu

mengadakan event-event menarik yang membuat para muslimah untuk

selalu mengikutinya, seperti event:

a. Pendidikan karakter melalui trend masa kini yaitu fashion

Fashion merupakan gaya, model, cara berbusana. Pendidikan karakter melalui fashion/busana pada komunitas Hijabers Salatiga yaitu mereka mengadakan event-event tertentu yang di dalamnya mengajak para muslimah untuk berjilbab dan berpakaian sesuai syariat agama, dengan tidak menggunakan jilboobs (pakaian yang serba ketat). Pada Hijabers Salatiga diwajibkan bagi para anggota, pengurus itu menggunakan jilbab dan dilarang menggunakan jilboobs, jadi secara tidak langsung mereka secara perlahan-lahan membentuk karakter religius mereka dengan berbusana sesuai syar‟i.

b. Hijab class and beauty class.

Pada event seperti ini yang pernah dilakukan oleh Hijabers Salatiga sangat menarik dan banyak peserta muslimah yang mengikuti acara seperti ini bahkan sampai batas akhir untuk pendaftaran masih banyak yang mendaftar karena mereka memang ingin menambah pengetahuan dengan mengikuti event ini. Bahkan dari member Hijabers itu sendiri, tidak dari kalangan anak remaja saja bahkan sampai usia lansiapun banyak yang menjadi member Hijabers. Hijab class and beauty class ini dilaksanakan untuk membentuk karakter muslimah yang kreatif, semangat, rasa ingin tahu, menghargai prestasi.

1) Kreatif, merupakan berpikir dan melakukan sesuatu untuk

menghasilkan cara atau hasil baru dari sesuatu yang telah dimiliki. Setiap yang tegabung dalam Hijabers Salatiga memiliki kreatif yang

Dokumen terkait