• Tidak ada hasil yang ditemukan

7.1 Analisis Kinerja Usahatani

7.1.1 Penggunaan Input

7.1.1.3 Tenaga Kerja

Faktor produksi yang dapat mempengaruhi produktivitas karet berikutnya adalah tenaga kerja. Penggunaan tenaga kerja juga harus tepat jumlahnya, jika terlalu banyak menjadi tidak efisien karena biasanya pekerja akan lebih banyak berinteraksi daripada bekerja. Tenaga kerja akan berpengaruh terhadap biaya variabel usahatani karet, biaya tenaga kerja didapatkan dengan menghitung Hari Orang Kerja (HOK) dikalikan dengan upah harian per HOK. Tenaga kerja yang digunakan dalam proses budidaya tanaman karet adalah tenaga kerja pria dengan biaya Rp 20.000,- per hari.

Penggunaan tenaga kerja dalam kegiatan usahatani karet memiliki peranan yang cukup baik. Komponen ini menjadi salah satu komponen dengan biaya yang relatif tinggi dalam kegiatan usahatani karet. Hasil analisis dan wawancara di lokasi penelitian menunjukkan bahwa sebagian besar tenaga kerja yang digunakan oleh para petani berasal dari keluarga. Peranan tenaga kerja dalam budidaya karet tentunya akan sangat mendukung upaya menjaga dan meningkatkan produksi getah karet atau lateks.

59 7.2 Analisis Pendapatan Usahatani

Analisis pendapatan yang dibahas pada bab berikut ini meliputi dua bagian, yaitu analisis pendapatan usahatani petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet dan analisis usahatani petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Hal ini dilakukan untuk menilai bagaimana tingkat keberhasilan program Pengembangan Agribisnis yang telah dilakukan oleh pemerintah ditinjau dari segi pendapatan.

Analisis pendapatan ini membahas beberapa hal diantaranya adalah perimaan usahatani, biaya usahatani, pendapatan atas biaya tunai, pendapatan atas biaya total, R/C atas biaya tunai dan R/C atas biaya total.

7.2.1 Analisis Usahatani Karet Petani Penerima Bantuan Program

Usahatani karet yang dianalisis adalah selama satu tahun, petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet mendapatkan penerimaan dari hasil olahan sheet yang berupa sheet basah. Rata-rata produktivitas per hektar per musim karet adalah 1.411 kilogram/hektar. Harga jual sheet basah dengan kualitas sheet 3 rata-rata adalah Rp 7.500,- per kilogram.

Rata-rata penerimaan petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per hektar per tahun adalah Rp 32.925.000 per hektar per tahun.

Biaya tunai yang dikeluarkan petani penerima bantuan diantaranya untuk membeli pupuk kandang, pupuk kimia, koagulan (asam semut) dan membayar upah tenaga kerja. Rata–rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani penerima bantuan adalah Rp 16.413.500 per hektar per tahun. Biaya tebesar digunakan untuk pembelian pupuk kandang dan membayar tenaga kerja.

Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya pajak lahan dan biaya penyusutan alat. Biaya pajak lahan dibayar satu kali dalam satu tahun. Penyusutan alat terdiri dari penyusutan dari ember penampung, cincin mangkuk dan talang sadap.

Perhitungan mengenai penyusutan alat pertanian petani karet penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terdapat pada Lampiran 3.

Adapun untuk analisis pendapatan karet petani penerima bantuan Program Pengembangan Agrisnis Komoditi Karet terdapat pada Tabel 22.

60 Tabel 22. Analisis Pendapatan Sheet pada Petani Penerima Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per Hektar per Tahun di Kec Jasinga

Total Biaya Tunai 16.413.500

B2

Pendapatan petani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Besarnya pendapatan petani karet atas biaya tunai adalah Rp 16,511,500,- per hektar, sedangkan besarnya pendapatan petani atas biaya total Rp 16,273,100,- per hektar. Untuk mengetahui efisiensi usahatani dapat dicari dengan rasio penerimanan terhadap biaya (R/C rasio). R/C rasio juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,01 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya tunai akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,01 satuan penerimaan. Nilai R/C atas biaya total sebesar 1,98 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,98 satuan penerimaan.

61 7.2.2 Analisis Usahatani Karet Petani Non Penerima Bantuan

Berdasarkan analisis usahatani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet, diperoleh data bahwa jumlah produksi sheet yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan petani penerima bantuan program. Hal ini dikarenakan bantuan alat pasca panen yang diberikan pada petani penerima bantuan program memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap hasil produksi sheet dan kualitas sheet yang dihasilkan. Petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet hanya mampu menghasilkan sheet dengan mutu sheet asalan yang rata-rata dihargai Rp 4,500 per kilogram. Rincian mengenai usahatani karet pada petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet pada Tabel 23.

Tabel 23. Analisis Pendapatan Sheet pada Petani Non Penerima Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per Hektar per Tahun di Kec Jasinga

Total Biaya Tunai 16.413.500

B2

Biaya diperhitungkan

1. Pajak Lahan 118.000 1 118.000

2. Penyusutan Alat 36.900 1 36.900

Total Biaya Diperhitungkan 154.900

C Total Biaya Usahatani (B1+B2) 16.568.400

D Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) 799.000

E Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) 644.100

F R/C Atas Biaya Tunai (A/B1) 1,05

H R/C Atas Biaya Total (A/C) 1,04

62 Pada Tabel 23 menunjukkan analisis pendapatan usahatani petani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet.

Berdasarkan hasil perhitungan, rata–rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non penerima bantuan adalah sama dengan petani penerima bantuan program yaitu sebesar Rp 16.413.500,- per hektar. Biaya tunai terbesar dikeluakan untuk pembelian pupuk kandang dan pembayaran tenaga kerja. Rata-rata biaya yang diperhitungkan berupa pajak lahan dan penyusutan alat adalah sebesar Rp 154.900,- per hektar. Nilai penyusutan alat pada petani non penerima bantuan program bernilai lebih kecil dibandingkan dengan petani penerima bantuan program. Hal ini dikarenakan petani non penerima bantuan program harus membeli pisau sadap, sedangkan petani penerima bantuan program mempunyai pisau sadap yang diperoleh dari bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Variabel – variabel biaya tersebut akan mempengaruhi nilai R/C rasio.

Nilai R/C rasio dibedakan menjadi R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Perbandingan antara nilai R/C rasio petani non anggota dengan petani anggota adalah lebih kecil petani non anggota. Hal ini dikarenakan mutu dari kualitas sheet yang dihasilkan sangat jauh dari petani penerima bantuan program. Petani penerima bantuan program mampu menghasilkan sheet dengan kualitas 3 yang mempunyai nilai jual rata-rata adalah sebesar Rp 7.500 per kilogram, sedangkan petani non penerima bantuan program hanya mampu menghasilkan sheet dengan kualitas asalan yang mempunyai nilai jual rata-rata adalah Rp 4.500 per kilogram. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada petani non penerima bantuan adalah sebesar 1,05 artinya setiap satu satuan biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,05 satuan penerimaan.

Sedangkan, nilai R/C rasio atas biaya totalnya adalah 1,04 artinya setiap satu satuan biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,54 satuan penerimaan.

63

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet dilaksanakan di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Program ini merupakan Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran Hasil Pertanian. Program Pengembangan Agribisnis ini merupakan serangkaian dari kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dari pasca panen hingga pemasaran hasil. Pelaksana teknis dari Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet ini adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bentuk dari pelaksanaan program pemerintah ini adalah pemberian bantuan berupa alat pasca panen karet pada kelompok tani yang telah ditetapkan. Kelompok tani yang mendapatkan bantuan Program Pengembangan Agribisnis berjumlah tiga kelompok tani, yaitu kelompok tani Mandiri, Kuning Sari dan Binangkit. Bantuan yang diberikan pada masing-masing kelompok tani alat pasca panen karet yang terdiri atas satu unit hand mangel, loyang, timbangan gantung, pisau sadap dan mangkok lateks.

2. Berdasarkan hasil kinerja usahatani, petani karet penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet mampu menghasilkan mutu dan kualitas sheet dengan kualitas 3 yang rata-rata harga jualnya adalah Rp 7.500,- per kilogram. Petani penerima bantuan program pun memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Pendapatan atas biaya tunai dari petani penerima bantuan program adalah sebesar Rp 16.511.500,- dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 16.273.100,-.

Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,01 dan R/C atas biaya total adalah 1,98. Petani non penerima bantuan hanya mampu menghasilkan sheet dengan kualitas asalan yang rata-rata harga jualnya adalah Rp 4.500,- per kilogram.

Pendapatan atas biaya tunai dari petani non penerima bantuan program adalah sebesar Rp 799.000,- dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp

64 644.100,-. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 1,05 dan R/C atas biaya total adalah 1,04.

8.2 Saran

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan penulis adalah:

1. Berdasarkan analisis usahatani karet, diperlukan pelatihan dan penelitian mengenai teknik pasca panen karet yang baik. Terutama mengenai proses pembekuan, penggilingan, pencucian dan pengeringan lateks. Diperlukan penerapan teknologi modern misalnya: mekanisasi pertanian, penerapan kawasan agropolitan atau penerapan integrated farming. Dengan banyaknya anggota kelompok tani penerima bantuan yang membudidayakan kambing, kotoran dan air seni kambing dapat dijadikan pupuk kandang, sehingga biaya untuk pembelian pupuk kandang dapat ditekan.

2. Petani karet yang belum tergabung dengan kelompok tani diharapkan bisa bergabung dengan kelompok tani yang telah terdaftar pada Dinas Pertanian dan Kehutanan, hal ini dimaksudkan untuk kemudahan dalam mendapatkan akses teknologi, modal dan pasar.

3. Untuk meningkatkan perkembangan kelompok tani, diperlukan upaya penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif dari pihak BP3K atau BP4K.

Pertemuan harus lebih intensif dari satu bulan sekali menjadi satu minggu sekali. Dengan demikian permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala petani karet di Kecamatan Jasinga dapat diatasi.

65 DAFTAR PUSTAKA

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2007. Luas Kebun, Produksi dan Konsumsi Karet di Indonesia Tahun 2001-2008. Jakarta: Badan Pusat Statistik.

[BPS] Badan Pusat Statistik. 2009. Produk Domestik Bruto Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha Sektor Restoran Tahun 2004-2009.

Jakarta: Badan Pusat Statistik Pusat Jakarta.

Baga, L. M.,Yanuar,R., K.,Feryanto W.,Aziz, K. 2009. Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis [Diktat Perkuliahan]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Istitut Pertanian Bogor.

Blakely, E. J. Planning Local Economic Development. Theory and Practice.

Second Edition. London: Sage Publications, Inc. 1989/1994.

http://bappenas.go .id/node/71/1142/kemitraan-bagi-pengembangan-ekonomi-lokal-kpel%C3. Diakses: Selasa, 12 Mei 2009.

Damanhuri, D. S. 2000. Paradoks Pembangunan Ekonomi Indonesia dan Perspektif Pemberdayaan Ekonomi Rakyat di Sektor Pertanian dan Perikanan. Bogor: IPB Pers.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2009. Petunjuk Teknis Kegiatan Bantuan Sosial Pembangunan Pengolahan Hasil dan Pemasaran.

Bogor: Dinas Pertanian dan Kehutanan.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. 2009. Potensi dan Peluang Pengembangan Pertanian dan Kehutanan. Bogor: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.

Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor 2009. Statistik Perkebunan Semester II Tahun 2009. Bogor: Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.

Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil dan Pemasaran. Departemen Pertanian.

2010. Pedoman Umum Pelaksanaan Kegiatan Pembangunan Pengolahan Hasil dan Pemasaran. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengolahan Hasil dan Pemasaran. Departemen Pertanian.

Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian. 2009. Karet Rakyat di Negara Produsen Utama Dunia Tahun 2008. Jakarta: Direktorat Jenderal Perkebunan. Departemen Pertanian.

Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia. Departemen Perindustrian. 2007.

Produk Hasil Olahan Getah Karet/ Lateks. Jakarta: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kima. Departemen Perindustrian.

66 Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian No 16. OT. 140/2/

2008. Jakarta: Deptan RI

Gujarati, D. 1978. Ekonometrika Dasar. Sumarno Z, penerjemah; Jakarta:

Erlangga. Terjemahan dari: Basic Econometric.

Krisnamurthi, B. 2002. Strategi Pembangunan Ekonomi Rakyat dalam Kerangka Pembangunan Ekonomi Daerah. Bogor: Pusat Studi Pembangunan Institut Pertanian Bogor.

Komarudin. 2009. Pengaruh Program Local Economic Resources Development Komoditi Nenas terhadap Produksi dan Pendapatan Petani di Desa Cipelang Kecamatan Cijeruk Kabupaten Bogor [Skripsi]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Lestari, A. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Penawaran Ekspor Karet Alam Indonesia. [Skripsi]. Bogor: Ekstensi Manajemen Agribisnis.

Fakultas Pertania. Institute Pertanian Bogor.

Mintarti N. 2008. Strategi Pengembangan Ekonomi Lokal Berbasis Komoditas Kelapa di Kabupaten Pacitan. [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor.

Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian Edisi Ketiga. Jakarta : LP3ES.

Nugraha. 2010. Analisis Efisiensi Produksi dan Pendapatan Usahatani Brokoli [Skripsi]. Bogor : Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Nasdian, F. 2003. Pengantar Pengembangan Masyarakat. Diktat Kuliah Komukasi Pembangunan. Institut Pertanian Bogor.

Nasution, M. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi untuk Agroindustri.

Bogor: IPB Press. Tidak dipublikasikan.

Rachmina, D dan Burhanuddin. 2008. Panduan Penulisan Proposal dan Skripsi.

Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Insitut Pertanian Bogor. Bogor.

Rahim, Abd. dan Diah. 2008. Pengantar, Teori dan Kasus Ekonomika Pertanian.

Jakarta : Penebar Swadaya.

Saptana. 2006. Pengembangan Kelembagaan Kemitraan Usaha Hortikultura di Sumatera Utara, Jawa Barat dan Bali. Bogor : Pusat Analisis Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian Departemen Pertanian.

Saragih, B. 2010. Suara Agribisnis Kumpulan Pemikiran Bungaran Saragih.

Jakarta: PT. Permata Wacana Lestari.

67 Soeharjo, A dan Dahlan Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani.

Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor. Bogor : IPB Press.

Suharto E. 2004. Pendampingan Sosial Dalam Pemberdayaan Masyarakat Miskin: Konsepsi dan Strategi. http://www.policy.hu/suharto/modul_a/

makindo_32.htm. Diakses: Sabtu, 23 Mei 2009.

Sunandar, Iwan. 2007. Analisis Daya Saing dan Dampak Kebijakan Pemerintah Terhadap Perusahaan Komoditi Tanaman Karet Alam (Hevea Brasiliensis) Kasus di Kecamatan Cambai, Kota Prabumulih Provinsi Sumatera Selatan.

[Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Susila, D. 2006. Panduan Budidaya Tanaman Tahunan. Bogor: Departemen Agronomi dan Hortikultura. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Syahid M. 2005. Pengembangan Ekonomi Lokal Melalui Pengembangan Kelompok Tani Ternak Itik, Kasus Desa Pematang Hambawang, Kecamatan Astambul, Kabupaten Banjar Provinsi Kalimantan Selatan [Tesis]. Bogor: Sekolah Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor.

Syaukat dan Hendrakusumaatmadja. 2003. Pembangunan Ekonomi Berbasis Lokal. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Tim Penebar Swadaya. 1994. Budidaya Karet. Jakarta: Penebar Swadaya.

Walpole, R.E. 1995. Pengantar Statistika Edisi ke-3. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Wayan. 2000. Prosiding Perspektif Pembangunan Pertanian dan Pedesaan dalam Era Otonomi Daerah. Bogor: Pusat Penelitian Sosial Ekonomi Pertanian.

Balitbang Deptan.

Widhyastuti, 2006. Evaluasi Pelaksanaan PIR Pada PT Indosawit Subur (Kasus PIR di Pabrik Minyak Kelapa Sawit Buatan, Kabupaten Pelalawan, Provinsi Riau) [Skripsi]. Bogor: Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.

Yulistia, N. 2009. Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Belimbing Dewa Peserta Primatani Di Kota Depok, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

68

LAMPIRAN

69 Lampiran 2. Penyusutan Alat-Alat Pasca Panen Petani Karet Penerima Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet dengan Metode Garis Lurus

Peralatan pertanian

Umur Pemakaian

(tahun)

Jumlah Nilai

awal Penyusutan Penyusutan

per Tahun Nilai akhir Ember

Penampung 5 1 30,000 5,400 1,080 3,000 Cincin

Mangkuk 2 1 15,000 6,750 3,375 1,500 Talang Sadap

2 1 25,000 11,250 5,625 2,500

Jumlah 70,000 23,400 10,080 7,000

70 Lampiran 3. Penyusutan Alat-Alat Pasca Panen Petani Karet Non Penerima Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet dengan Metode Garis Lurus