• Tidak ada hasil yang ditemukan

ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET TERHADAP KINERJA USAHATANI DI KECAMATAN JASINGA KAB BOGOR

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2022

Membagikan "ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET TERHADAP KINERJA USAHATANI DI KECAMATAN JASINGA KAB BOGOR"

Copied!
86
0
0

Teks penuh

(1)

ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET TERHADAP KINERJA

USAHATANI DI KECAMATAN JASINGA KAB BOGOR

SKRIPSI

SALLY WULANDARI H34076137

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(2)

ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET TERHADAP KINERJA

USAHATANI DI KECAMATAN JASINGA KAB BOGOR

SKRIPSI

SALLY WULANDARI H34076137

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(3)

RINGKASAN

SALLY WULANDARI. Analisis Keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan YUSALINA).

Salah satu komoditas perkebunan unggulan yang dimiliki oleh Indonesia adalah tanaman karet. Indonesia merupakan negara dengan luas kebun karet terbesar di dunia, yakni seluas 3.433.000 Ha, dengan rata-rata produktivitas sebesar 1.004 Kg/Ha/Tahun. Salah satu daerah penghasil karet alam di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor. Kecamatan Jasinga merupakan sentra produksi karet rakyat terbesar di Kabupaten Bogor. Pengolahan bahan olah karet di Kecamatan Jasinga mempunyai potensi untuk terus dikembangkan. Keterbatasan pengetahuan petani dan sarana pasca panen menjadi salah satu kendala dalam pengolahan bahan olah karet yang dihadapi oleh sebagian besar petani karet di Kecamatan Jasinga. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya mutu dan kualitas hasil bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani karet di Kecamatan Jasinga. Untuk meningkatkan kualitas dan mutu karet yang dihasilkan oleh petani, maka Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Dirjen P2HP), Kementerian Pertanian melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor mengadakan sebuah program, yakni Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Setelah Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet berjalan selama satu tahun, diperlukan evaluasi untuk menilai keberhasilan dari program yang telah dilakukan oleh pemerintah terhadap petani karet di Kecamatan Jasinga.

Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengkaji gambaran pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet serta untuk mengkaji kinerja usahatani penerima bantuan dibandingkan dengan petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Metode penelitian yang digunakan adalah probability sampling dengan metode pengambilan sampel adalah metode sensus, dengan jumlah responden sebanyak 43 orang. Data primer diperoleh dari wawancara dengan responden dan pihak instansi terkait dengan menggunakan pedoman kuesioner, sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi atau lembaga yang terkait. Data yang diperoleh kemudian di tabulasi dan di analisis dengan analisis deskriptif, analisis usahatani untuk mengetahui tingkat pendapatan dari petani penerima bantuan program dan petani non penerima bantuan program.

Hasil penelitian berdasarkan analisis deskriptif bahwa status usahatani karet petani penerima bantuan adalah pekerjaan utama (81,40%) sebagian besar petani penerima bantuan berusia antara 35-44 tahun (58,14%), berpendidikan SD/sederajat (69,77%), mempunyai pengalaman bertani karet 16-20 tahun (25,58%), mempunyai luas lahan karet antara 1-2 Ha (44,19%), dan status kepemilikan lahan adalah milik sendiri (62,79%).

Pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga berjalan dengan baik. Penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terdiri dari tiga kelompok tani, yakni kelompok tani Mandiri, Binangkit dan Kuningsari. Masing-masing kelompok tani mendapatkan alat pasca panen berupa hand mangel, timbangan gantung, mangkok lateks, pisau sadap dan loyang. Adanya Program Pengembangan Agribisnis

(4)

Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga ini membawa dampak yang sangat positif pada usahatani karet yang ada pada kelompok tani penerima bantuan. Hal ini terlihat dari adanya peningkatan kualitas sheet yang dihasilkan oleh petani, dari sheet asalan menjadi sheet dengan kualitas 3. Peningkatan mutu dan kualitas tersebut mempunyai pengaruh yang signifikan pada pendapatan petani penerima bantuan program, yaitu bertambahnya nilai jual sheet yang dihasilkan dari Rp 4.500,- menjadi Rp 7.500,- per kilogram.

Berdasarkan hasil kinerja usahatani, petani karet penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet mampu menghasilkan mutu dan kualitas sheet dengan kualitas 3 yang rata-rata harga jualnya adalah Rp 7.500,- per kilogram. Petani penerima bantuan program pun memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Pendapatan atas biaya tunai dari petani penerima bantuan program adalah sebesar Rp 16.511.500,- dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 16.273.100,-. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,01 dan R/C atas biaya total adalah 1,98.

Berdasarkan analisis tersebut diperoleh beberapa rekomendasi yaitu diperlukan pelatihan dan penelitian mengenai teknik pasca panen karet yang baik.

Terutama mengenai proses pembekuan, penggilingan, pencucian dan pengeringan lateks. Diperlukan penerapan teknologi modern misalnya: mekanisasi pertanian, penerapan kawasan agropolitan atau penerapan integrated farming. Petani karet yang belum tergabung dengan kelompok tani diharapkan bisa bergabung dengan kelompok tani. Untuk meningkatkan perkembangan kelompok tani, diperlukan upaya penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif dari pihak BP3K atau BP4K.

(5)

ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET TERHADAP KINERJA

USAHATANI DI KECAMATAN JASINGA KAB BOGOR

SKRIPSI

SALLY WULANDARI H 34076137

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada

Departemen Agribisnis

DEPARTEMEN AGRIBISNIS

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

BOGOR

2012

(6)

Judul Skripsi : Analisis Keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kab Bogor

Nama : Sally Wulandari

NIM : H34076137

Disetujui, Pembimbing

Dra. Yusalina, M.Si NIP. 19650115 199003 2 001

Diketahui

Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen

Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002

Tanggal Lulus :

(7)

PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul ”Analisis Keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kab Bogor” adalah karya sendiri dan belum diajukan berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Sally Wulandari H34076137

(8)

RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Tasikmalaya, Jawa Barat pada tanggal 06 Januari 1986 sebagai anak pertama dari tiga bersaudara pasangan Drs Darmawan Adhi dan Yanti Heryanti. Penulis mengawali jenjang pendidikannya di Taman Kanak- Kanak Perwari Ciamis pada tahun 1990. Pendidikan dasarnya diselesaikan pada tahun 1998 di Sekolah Dasar (SD) Negeri Galuh II Ciamis. Penulis lalu melanjutkan pendidikannya ke Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama (SLTP) Negeri I Ciamis dan lulus pada tahun 2001. Tahun 2004 penulis menyelesaikan pendidikan di Sekolah Menengah Umum (SMU) Negeri I Ciamis dan pada tahun yang sama penulis diterima sebagai mahasiswi pada Program Diploma III Manajemen Agribisnis, Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) dan lulus pada tahun 2007. Pada tahun yang sama, penulis melanjutkan studi ke jenjang yang lebih tinggi pada Program Sarjana Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor.

Selama masa perkuliahan, penulis aktif dalam kegiatan kemahasiswaan eksternal kampus, yaitu sebagai anggota Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Bogor periode tahun 2006-2007, anggota Association bfor Agriculture and Community Empowerment (ASPECT) dan staf redaksi DETAK Lembaga Pers Mahasiswa Islam (LAPMI). Pada tahun 2008, penulis diterima sebagai Pegawai Negeri Sipil pada Dinas Pertanian dan Kehutanan, Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor.

(9)

KATA PENGANTAR

Teriring salam dan doa selalu penulis panjatkan sebagai rasa syukur atas nikmat dan hidayah yang telah diberikan Allah SWT, karena hanya dengan rahmat dan kasih saying-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi dengan judul

“Analisis Keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kab Bogor. Penulisan skripsi ini adalah sebagai suatu syarat untuk memenuhi kelulusan pada Departemen Agribisnis. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji gambaran pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor dan dampak terhadap kinerja usahatani yang ada di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor. Hasil penelitian ini diharapkan mampu memberi masukan bagi pihak-pihak dan instansi yang terkait dengan pelaksanaan program pengembangan agribisnis komoditi karet di Kabupaten Bogor.

Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu mahasiswa yang sedang menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil maksimal yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis menyadari bahwa masih terdapat keterbatasan dan kendala yang dihadapi dalam skripsi ini.

Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan. Akhir kata penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian skripsi ini.

Bogor, Juni 2012

Sally Wulandari H34076137

(10)

UCAPAN TERIMA KASIH

Penyelesaian skripsi ini tentunya tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, Penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada :

1. Dra Yusalina, M.Si sebagai dosen pembimbing, yang telah memberikan bimbingan, saran dan pengarahan selama proses penyusunan skripsi ini.

2. Dr.Ir. Anna Farianty, M.Si selaku dosen penguji utama dan dosen evaluator pada kolokium yang telah memberikan berbagai saran dan masukan untuk penulis dalam upaya memaksimalkan penulisan skripsi ini.

3. Ir. Netti Tinaprilla, MSi sebagai perwakilan dari komisi akademik yang telah meluangkan waktunya serta memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.

4. Ayahanda tercinta atas segala didikan dan nasehatnya kepada penulis serta Ibunda atas perhatian, kepercayaan, kasih sayang dan doa tulus yang selalu membuat penulis menjadi lebih baik serta adik-adikku untuk doanya.

5. Edwin Ertiansyah sebagai pembahas pada seminar hasil penulis, dengan segala kritik dan saran yang bermanfaat untuk kesempurnaan skripsi ini.

6. Bapak Enjen sebagai ketua kelompok tani penerima bantuan Program untuk informasi dan bantuan yang diberikan selama penelitian.

7. Ir. Prasetiowati dan Ir. Cahyo Prayitno sebagai Kepala Bidang Perkebunan dan Kepala Seksi Pengelolaan Hasil dan Pemasaran Distanhut Kab Bogor yang memberikan banyak informasi serta masukan dalam skripsi ini.

8. Sahabat-sahabatku Ratna Khodijah, Andita Rahmawati, Dwi Novianti Lestari, Arie Fahmiyati, Annisa Febriani, dan Dwi Antoro atas doa dan bantuan serta semangat yang begitu besar.

9. Kakak-kakak ku Indri Wulandari, Lenny Sulistianty, Ine Prestiani, Mira Apriani, Asti Yayuk Wahyuni atas semua dukungan, semangatnya.

10. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu.

Bogor, Juni 2012

Sally Wulandari

(11)

i DAFTAR ISI

Halaman

DAFTAR ISI ... i

DAFTAR TABEL ... iii

DAFTAR GAMBAR ... v

DAFTAR LAMPIRAN ... vi

I PENDAHULUAN ... 1

1.1 Latar Belakang ... 1

1.2 Perumusan Masalah ... 7

1.3 Tujuan ... 10

1.4 Kegunaan ... 10

1.5 Ruang Lingkup ... 11

II TINJAUAN PUSTAKA ... 11

2.1 Agribisnis Karet di Indonesia ... 11

2.2 Industri Pengolahan Karet Alam Indonesia ... 13

2.3 Konsep Pemberdayaan Masyarakat ... 14

2.4 Pengembangan Ekonomi Lokal ... 15

2.5 Konsep Kelembagaan dan Peran Kelembagaan... 17

2.6 Kelompok Tani ... 19

2.7 Penelitian Terdahulu ... 20

III KERANGKA PEMIKIRAN ... 23

3.1 Kerangka Teoritis ... 23

3.1.1 Sumberdaya Ekonomi Lokal ... 23

3.1.2 Sistem Agribisnis ... ... 23

3.1.3 Kelembagaan dalam Agribisnis ... 25

3.1.4 Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet ... 27

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ... 28

IV METODE PENELITIAN ... 31

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ... 31

4.2 Jenis dan Sumber Data ... 32

4.3 Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Sampel ... 32

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data ... 34

4.4.1 Analisis Deskriptif ... 34

4.4.2 Analisis Pendapatan ... 36

4.4.3 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C) ... 36

4.5 Batasan Operasional ... 36

V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN ... 38

5.1 Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor ... 38

5.2 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kecamatan Jasinga .... 41

5.3 Karakteristik Petani Responden ... 44

5.3.1 Status Usahatani Karet ... 45

(12)

ii

5.3.2 Usia Petani ... 46

5.3.3 Pendidikan Petani ... 46

5.3.4 Pengalaman Bertani Karet ... 47

5.3.5 Luas Lahan Petani Responden ... 48

5.3.6 Status Kepemilikan Lahan Petani . ... 49

VI PELAKSANAAN PROGRAM PENGEMBANGAN AGRIBISNIS KOMODITI KARET ... 50

6.1 Mekanisme Penyaluran Bantuan ... 50

6.2 Tanggapan Petani Penerima Bantuan ... 53

VII ANALISIS KINERJA USAHATANI DAN PENDAPATAN PETANI KARET DI KECAMATAN JASINGA ... 55

7.1 Analisis Kinerja Usahatani ... 55

7.1.1 Penggunaan Input ... 56

7.1.1.1 Pupuk ... 57

7.1.1.2 Koagulan (Asam Semut) ... 58

7.1.1.3 Tenaga Kerja ... 58

7.2 Analisis Pendapatan Usahatani ... 59

7.2.1 Analisis Usahatani Karet Petani Penerima Bantuan Program ... 59

7.2.2 Analisis Usahatani Karet Petani Non Penerima Bantuan Program ... 61

VIII KESIMPULAN DAN SARAN ... 63

8.1 Kesimpulan ... 63

8.2 Saran ... 64

DAFTAR PUSTAKA ... 65

LAMPIRAN ... 68

(13)

iii

DAFTAR TABEL

Nomor Halaman 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Berlaku (Milyar Rp)

pada Tahun 2005-2009 ... 1 2. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Konstan Menurut

Lapangan Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005-2009 ... 2 3. Persentase Perkebunan Karet Rakyat di Negara Produsen

Utama Dunia Pada Tahun 2008 ... 3 4. Luas Lahan Perkebunan Karet Rakyat di Indonesia Menurut

Jenis Tanaman Pada Tahun 2005-2009 ... 3 5. Produksi Komoditi Perkebunan di Indonesia menurut Jenis

Tanaman pada Tahun 2005-2009 ... 4 6. Luas Kebun, Produksi dan Konsumsi Karet di Indonesia

Tahun 2001-2008 ... 4 7. Luas Tanaman Menghasilkan dan Produksi Karet di

Pulau Jawa dan Status Penggunaan Lahan Tahun 2008 ... 5 8. Perkembangan Jumlah Produksi Sheet Basah yang Dihasilkan

Oleh Petani di Kec Jasinga Kab Bogor Tahun 2009-2010 ... 9 9. Perbandingan Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) dan

Pembangunan Terpusat serta Kaitannya dengan Kebijakan

Sektor Publik ... 16 10. Sebaran Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor menurut

Sensus Penduduk Tahun 2010 ... 39 11. Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 43 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Jasinga Berdasarkan Jenis

Mata Pencaharian Tahun 2010 ... 44 13. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria

Status Usahatani Karet Di Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 45 14. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Usia di

Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 46 15. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Pendidikan di

Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 47

(14)

iv

16. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Pengalaman Berusahatani Karet di Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 48 17. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luas Lahan di

Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 48 18. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Status Lahan di

Kecamatan Jasinga Tahun 2011 ... 49 19. Perbaikan Mutu Sheet dan Harga Jual yang Diterima Petani

Sebelum dan Sesudah Pelaksanaan Program Pengembangan

Agribisnis Komoditi Karet Tahun 2009-2010 ... 53 20. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Karet per Hektar

per Tahun yang dilakukan Petani Penerima Bantuan Program

Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kec Jasinga ... 56 21. Rata-rata Penggunaan Input Usahatani Karet per Hektar

per Tahun yang dilakukan Petani Non Penerima Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di

Kec Jasinga ... 56 22. Analisis Pendapatan Sheet pada Petani Penerima Bantuan

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per

Hektar per Tahun di Kec Jasinga ... 60 23. Analisis Pendapatan Sheet pada Petani Non Penerima Bantuan

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per

Hektar per Tahun di Kec Jasinga ... 61

(15)

v

DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman

1. Produk Hasil Olahan Getah Karet/ Lateks di Indonesia ... 13 2. Sistem Agribisnis ... 24 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Keberhasilan

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terhadap

Kinerja Usahatani di Kec Jasinga Kab Bogor ... 30

(16)

vi

DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman

1. Luas Areal dan Produksi Perkebunan Rakyat Propinsi

Jawa Barat Menurut Komoditas dan Keadaan Tanaman... 69 2. Penyusutan Alat-Alat Pasca Panen Petani Karet Penerima

Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet

Dengan Metode Garis Lurus ... 71 3. Penyusutan Alat-Alat Pasca Panen Petani Karet Non Penerima

Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet

Dengan Metode Garis Lurus ... 72

(17)

1

I. PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pertanian dipandang sebagai sektor yang strategis untuk dikembangkan, karena kondisi alam Indonesia sangat menunjang untuk menghasilkan produk pertanian. Pertanian merupakan sektor unggulan dan memiliki potensi yang besar dalam perekonomian nasional Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang ditujukan untuk mengetahui seberapa besar peranan kontribusi yang diberikan oleh suatu produk terhadap pendapatan nasional. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PDB nasional. (Tabel 1).

Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Berlaku (Milyar Rp) pada Tahun 2005-2009

Tahun

Sektor 2005 2006 2007 2008 2009

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

364.169,89 433.233,45 541.593,60 731.291,66 858.252,80

Pertambangan Penggalian

309.014,45 366.521,05 441.007,91 543.364,09 591.531,67 Industri

Pengolahan

760.361,67 919.539,64 1.068.654,08 1.380.732,57 1.480.905,94 Listrik, Gas, Air

Bersih

26.694,32 30.355,17 34.725,61 40.847,34 46.823,11 Bangunan 195.111,80 251.132,36 305.216,27 419.322,50 554.982,62 Perdagangan,

Hotel Restoran

431.620,12 501.542,61 589.352,30 692.119,77 750.605,20 Pengangkutan

Komunikasi

180.585,78 231.524,45 264.264,45 312.454,41 352.407,72 Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

230.523,16 269.121,81 305.214,78 368.130,03 404.116,54

Jasa – Jasa 276.204,08 336.259,80 399.299,73 483.771,76 573.818,70 Produk Domestik

Bruto

2.774.281,76 3.339.216,20 3.949.321,85 4.954.029,41 513.44147

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

Sektor pertanian terbagi ke dalam beberapa subsektor. Salah satunya adalah subsektor tanaman perkebunan. Komoditas perkebunan mempunyai potensi yang besar untuk dikembangkan dan banyak diperlukan oleh pasar domestik dan pasar internasional. Subsektor perkebunan menempati urutan kedua setelah tanaman pangan dalam kontribusi Produk Domestik Bruto (Tabel 2).

(18)

2 Tabel 2. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Konstan Menurut Lapangan

Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005-2009

Tahun

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* 2009**

Pertanian, Peternakan, Kehutanan dan Perikanan

253.163,68 262.402,81 271.509,43 284.620,87 296.369,03 a. Tanaman Pangan 125.801,85 129.548,26 133.888,45 142.000,64 148.691,86 b. Tanaman Perkebunan 39.810,09 41.318,50 43.199,32 44.785,65 45.887,21 c. Peternakan 32.346,45 33.430,62 34.220,07 35.425,43 36.743,56 d. Kehutanan 17.176,69 16.686,49 16.548,61 16.543,43 16.793,78 e. Perikanan 38.745,66 41.419,81 43.652,68 45.866,92 48.253,72

Keterangan : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Subsektor perkebunan umumnya berkembang di wilayah pedesaan, marginal dan kadang terpencil. Subsektor perkebunan mempunyai peranan yang strategis dalam pengembangan wilayah di daerah pedesaan dan terpencil tersebut.

Keberadaan subsektor perkebunan telah memberi kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan wilayah, dimana perkebunan tersebut berada. Berkembangnya berbagai industri pendukung perkebunan, sektor jasa transportasi, konstruksi dan perdagangan tidak terlepas dari multiplier effect pembangunan perkebunan di wilayah tersebut. Peranan subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional adalah melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja pertumbuhan ekonomi, sumber devisa, pengentasan kemiskinan, konservasi lingkungan serta penerimaan ekspor dan pajak (Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, 2008).

Salah satu komoditas perkebunan unggulan yang dimiliki oleh Indonesia adalah tanaman karet. Karet merupakan komoditas ekspor unggulan Indonesia yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa negara. Hal tersebut didukung dengan data yang menyatakan bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil karet nomor tiga di dunia setelah Thailand dan Malaysia (Tabel 3).

(19)

3 Tabel 3. Persentase Perkebunan Karet Rakyat di Negara Produsen Utama Dunia

Pada Tahun 2008 Negara Luas Kebun Karet

(000 Ha)

Pangsa Produksi Dunia (%)

Kebun Karet Rakyat (%)

Produktivitas (Kg/Ha/Tahun)

India 650,50 8,07 89,86 1.896,48

Indonesia 3.433,89 27,89 85,13 1.004,20

Malaysia 1.247,51 10,26 95,15 1.430,31

Thailand 2.675,66 30.66 95,06 1.706,46

Vietnam 619,34 6,06 49,91 1.660,89

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009

Tabel 3 menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan luas kebun karet terbesar di dunia, yakni seluas 3.433.000 Ha, dengan rata-rata produktivitas sebesar 1.004 Kg/Ha/Tahun. Produksi karet nasional Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand, yakni sebesar 27,9 persen dan luas kebun karet rakyat di Indonesia sebesar 85 persen. Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia berpeluang untuk menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia.

Karet alam (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet serta pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009). Luas areal tanaman karet di Indonesia menempati urutan kedua tertinggi setelah kelapa sawit dibandingkan dengan produk komoditas perkebunan unggulan lainnya (Tabel 4).

Tabel 4. Luas Lahan Perkebunan Rakyat di Indonesia menurut Jenis Tanaman pada Tahun 2005-2009 (Ribu Ha)

Komoditi

Tahun Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Teh

2005 512,40 3.593,43 85,79 52,90 81,71

2006 513,20 3.748,50 101,02 53,67 78,44

2007 514,07 4.101,77 106,25 52,50 77,65

2008 515,80 4.451,85 98,84 58,32 78,90

2009 526,40 4.520,68 102,96 58,98 75,71

Sumber : Badan Pusat Statistik 2010

Tabel 4 menunjukan bahwa luas lahan tanaman karet terus meningkat dari tahun 2005 sampai dengan 2009. Rata–rata peningkatan luas lahan tanaman karet adalah sebesar kurang lebih 307.920 Ha setiap tahunnya. Luas lahan yang terus meningkat tentunya akan berpengaruh terhadap jumlah produksi karet alam tersebut (Tabel 5).

(20)

4 Tabel 5. Produksi Komoditi Perkebunan di Indonesia menurut Jenis Tanaman

pada Tahun 2005-2009 (Ton) Komoditi

Tahun Karet Kelapa Sawit Coklat Kopi Teh

2005 432.221 10.119.061 55.127 24.809 128.154

2006 554.634 10.961.756 67.200 28.900 115.436

2007 578.486 11.437.986 68.600 24.100 116.501

2008 586.081 12.477.752 62.913 28.074 114.689

2009 640.787 12.954.662 63,628 28.448 112.761

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi nasional karet meningkat setiap tahunnya, dengan rata-rata peningkatan sebesar 558,441 Ton. Adanya peningkatan tersebut didorong oleh semakin luasnya lahan tanaman karet pada Tabel 4.

Peningkatan luas lahan perkebunan karet di Indonesia disebabkan oleh banyaknya pembukaan lahan baru dan konversi tanaman perkebunan lain menjadi tanaman karet. Hal ini terjadi pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

Nilai ekspor karet yang tinggi mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian negara. Permintaan karet dunia yang terus mengalami peningkatan akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan karet sebagai komoditi ekspor unggulan (Tabel 6).

Tabel 6. Luas Kebun, Produksi dan Konsumsi Karet di Indonesia Tahun 2001-2008 Tahun

Ket 2005 2006 2007 2008 Trend

Luas Areal (000) Ha 3.279,00 3.309,00 3.414,00 3.433,00 0,38 Produksi

(000) ton 2.271,00 2.637,00 2.765,00 2.751,00 8,14

Pangsa Pasar Dunia

(%) 26,25 27,20 27,85 27,87 3,28

Ekspor

(000) ton 2.023,80 2.286,00 2.406,70 2.295,50 6,92

Nilai

(Miliar US$) 2.582,50 4320,70 4.868,70 6.056,60 35,05

Produksi Domestik

(000) ton 221,00 355,00 391,00 414,00 17,82

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (Diolah)

Tabel 6 menjelaskan bahwa nilai ekspor karet cenderung mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata pertahun adalah sebesar 35,05 persen.

Sama halnya dengan pertumbuhan ekspor, produksi karet domestik pun

(21)

5 mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata adalah sebesar 17,82 persen. Naiknya laju pertumbuhan rata-rata pertumbuhan karet pertahun mengindikasikan bahwa peluang ekspor karet dalam perdagangan dunia masih terbuka lebar.

Peluang ekspor karet alam Indonesia pada masa yang akan datang masih tetap cerah. Indonesia berpotensi untuk menjadi negara pemasok utama karet dalam perdagangan karet dunia mengingat dua negara pemasok utama lainnya (Malaysia dan Thailand) sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2010). Berdasarkan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat, mengingat tingginya harga komoditi karet di pasar internasional.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil karet, dengan luas areal sebesar 44.825 Ha tanaman menghasilkan dan produksi rata-rata sebanyak 65.826 ton (Tabel 7). Jawa Barat mempunyai luas areal paling besar dan memiliki angka produksi tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Jawa.

Tabel 7. Luas Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produksi Perkebunan Karet di Pulau Jawa Menurut Provinsi dan Status Penggunaan Lahan Tahun 2008 (*)

Provinsi

Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta Jumlah Total Luas TM Produksi Luas TM Produksi Luas TM Produksi Luas TM Produksi

Jawa Barat 5,35 4,68 22,35 33,42 17,18 27,74 44,86 65,83

Banten 15,02 10,32 1,09 1,56 3,50 5,20 19,60 17,09

Jawa Tengah 6,67 5,94 18,65 26,24 4,20 6,91 23,51 33,75

Jawa Timur 0 0 13,73 20,72 4,27 6,42 18,00 27,15

Total 27,04 20,94 55,82 81,95 29,09 46,27 105,94 143,81

Keterangan : * Angka Sementara

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009

Karet alam merupakan bahan baku berbagai jenis produk diantaranya adalah ban, sarung tangan karet, balon dan kasur busa (Tim PS, 2009). Hal ini menunjukkan bahwa karet alam merupakan salah satu komoditas penting dalam perekonomian dunia. Pentingnya karet sebagai komoditas internasional didukung

(22)

6 oleh produksi karet yang dilakukan oleh berbagai negara produsen karet alam, diantaranya adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Vietnam, dan China.

Teknik penyadapan dan penanganan pasca panen yang dilakukan akan berpengaruh pada kualitas dari sheet yang dihasilkan. Hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap harga jual yang diterima oleh petani karet. Sejauh ini teknik penyadapan, penanganan pasca panen serta pengelolaan hasil dan pemasaran hasil dari petani karet belum dilakukan secara optimal sehingga harga jual yang diterima oleh petani sangat rendah.

Salah satu daerah penghasil karet alam di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Kecamatan Jasinga merupakan sentra produksi karet rakyat di Kabupaten Bogor. Pengolahan bahan olah karet di Kecamatan Jasinga mempunyai potensi untuk terus dikembangkan, baik dalam bentuk lump ataupun RSS. Keterbatasan pengetahuan petani dan sarana pasca panen menjadi salah satu kendala dalam pengolahan bahan olah karet yang dihadapi oleh sebagian besar petani karet di Kecamatan Jasinga. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya mutu dan kualitas hasil bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani karet di Kecamatan Jasinga.

Bertani karet merupakan mata pencaharian utama di Kecamatan Jasinga.

Usahatani karet merupakan usaha yang dilakukan turun temurun di Kecamatan Jasinga. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Jasinga adalah sebanyak 22.138 kk, 4.218 kk diantaranya bermatapencaharian sebagai petani karet. (Statistik Kecamatan Jasinga, 2009). Luas lahan perkebunan karet rakyat di Kecamatan Jasinga adalah seluas 735,82 Ha, dengan produksi sebanyak 1318,90 ton bahan mentah dan 263,78 ton hasil olahan. Rata–rata produktivitas tanaman karet rakyat di Kecamatan Jasinga adalah 0,55 ton/Ha (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab Bogor, 2010) .

Untuk meningkatkan kualitas dan mutu karet yang dihasilkan oleh petani, maka Direktorat Jenderal Pengelolaan dan Pemasaran Hasil Pertanian (Dirjen P2HP), Kementrian Pertanian melalui Pemerintah Daerah Kabupaten Bogor mengadakan sebuah program, yakni Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet.

(23)

7 1.2 Perumusan Masalah

Upaya pengembangan potensi sumberdaya ekonomi lokal yang berbasis komoditi unggulan telah sejak lama dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat lokal, baik dalam bentuk bantuan dana maupun sarana produksi. Titik berat program tersebut lebih banyak diarahkan pada pemberdayaan masyarakat dan masih bersifat proyek dari pemerintah pusat, sehingga pada umumnya program-program tersebut tidak berkelanjutan setelah masa proyek berakhir (Hariyoga et al, 2006). Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pemanfaatan sumberdaya dan sumberdana untuk menggerakkan ekonomi lokal dengan meningkatkan peran swasta, baik dunia usaha maupun masyarakat terkait dengan agribisnis karet secara utuh dan saling berhubungan satu sama lain.

Komoditi karet sebagai salah satu produk unggulan dari Kabupaten Bogor yang mempunyai potensi untuk terus dikembangkan. Kecamatan Jasinga mempunyai luas lahan pertanian yang relatif luas serta keadaan agroekosistem yang mendukung untuk pengembangan komoditi karet. Kondisi ini pada dasarnya menjadi peluang pemerintah maupun masyarakat setempat untuk mengembangkan sektor pertanian di daerah tersebut. Kecamatan Jasinga merupakan sentra penghasil karet terbesar di Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Pengusahaan budidaya karet oleh para petani di Kecamatan Jasinga dilakukan pada lahan yang sempit (1- 2 Hektar) maupun lahan yang luas (≥ 2 Hektar).

Kegiatan usahatani dan pasca panen karet yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Jasinga telah berlangsung secara turun temurun dan menjadi mata pencaharian utama di Kecamatan Jasinga. Keterbatasan sarana dan prasarana pasca panen karet menjadi salah satu masalah dalam upaya pengembangan komoditi ini. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana tersebut berakibat pada mutu dan kualitas hasil yang didapatkan petani dalam melakukan pengolahan sheet karet.

Kegiatan usahatani karet yang dilakukan adalah menanam dan memelihara tanaman karet sampai usia tanaman berumur lima tahun. Setelah tanaman berumur lima tahun, maka petani dapat menyadap getah karet. Penyadapan karet dilakukan setiap hari pada pagi hari. Alat yang dibutuhkan untuk menyadap karet adalah

(24)

8 pisau sadap dan mangkok lateks. Umumnya petani menggunakan batok kelapa sebagai mangkok penampung lateks. Setelah lateks terkumpul, maka lateks tesebut dituang ke dalam loyang untuk proses pembekuan. Loyang yang digunakan petani adalah jerigen air yang dibelah dua sama panjang. Alat-alat tersebut sebetulnya tidak layak untuk digunakan dalam proses penyadapan dan pasca panen karet, karena akan mempengaruhi kualitas sheet basah yang dihasilkan. Untuk memperbaiki hal tersebut, maka Direktorat Jenderal Pangelolaan Hasil dan Pemasaran Kementerian Pertanian memberikan bantuan berupa alat pasca panen untuk memperbaiki kualitas hasil yakni Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet.

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet merupakan Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran Hasil Pertanian. Program Pengembangan Agribisnis ini merupakan serangkaian dari kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dari pasca panen hingga pemasaran hasil. Salah satu bentuk kegiatan dari program Pengembangan Agribisnis adalah Kegiatan Pengembangan Agroindustri Perdesaan, Sub Kegiatan Pengembangan Pasca Panen, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan yang diwujudkan dalam pemberian bantuan berupa alat pasca panen karet.

Mekanisme pemberian bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet adalah pemberian bantuan berupa alat pasca panen karet untuk pengolahan bahan olah karet. Pemberian bantuan alat pasca panen ini diberikan pada kelompok tani karet yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Kementrian Pertanian. Tujuan utama dari Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas bahan olah karet yang dihasilkan oleh anggota kelompok tani penerima bantuan, sehingga pendapatan anggota kelompok tani penerima bantuan dapat meningkat.

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet merupakan salah satu program pada bidang pasca panen yang menitikberatkan proses pengolahan bahan olah karet pada perkebunan karet rakyat. Sejauh ini, bahan olah karet yang mampu dihasilkan oleh sebagian besar petani karet di Kecamatan Jasinga adalah dalam bentuk sheet basah. Sheet basah merupakan bahan olah karet yang terbuat

(25)

9 dari lateks segar yang telah mengalami proses pembekuan dan diproses melalui penggilingan oleh hand mangel.

Adapun bantuan yang diberikan pada kelompok petani penerima bantuan adalah satu unit hand mangel, 43 buah loyang, satu unit timbangan gantung, 43 buah pisau sadap dan 43 buah mangkok lateks. Untuk hand mangel dan timbangan gantung, penggunaannya secara bersama-sama oleh seluruh anggota kelompok tani. Untuk pisau sadap, loyang dan mangkok lateks, seluruh anggota kelompok tani mendapatkannya dan penggunaan bantuan tersebut digunakan secara pribadi atau masing-masing.

Untuk melihat keberhasilan program tersebut, diperlukan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan dan saran pada tahun yang akan datang. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan program adalah dengan mengukur kinerja usahatani yang terjadi setelah program berlangsung.

Keberhasilan usahatani tersebut salah satunya bias dilihat dari pendapatan dan jumlah produksi sheet yang dihasilkan oleh petani karet.

Sejauh ini hasil dari kegiatan usahatani karet yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Jasinga adalah sheet asalan. Sheet asalan adalah sheet yang kurang memenuhi standar pasar yang dibutuhkan. Harga rata-rata yang diterima oleh petani untuk sheet asalan ini adalah Rp 4.500,- per Kg. Dari 43 orang penerima bantuan program diperoleh data rata-rata jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani sebelum dan sesudah program berlangsung. Tabel 8 menjelaskan perkembangan jumlah produksi sheet yang ada di Kecamatan Jasinga Kab Bogor Tabel 8. Perkembangan Jumlah Produksi Sheet basah yang dihasilkan oleh

petani di Kec Jasinga Kab Bogor Tahun 2009-2010

Tahun Rata-Rata Jumlah Produksi (Kg)

2009 219.000

2010 328.500

Sumber : Data Kelompok Tani, 2011 (Diolah)

Tabel 8 menjelaskan adanya perkembangan yang cukup signifikan pada rata-rata jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Hal tersebut diduga karena dengan adanya pemberian bantuan Program Pengembangan Agribisnis telah memperbaiki kualitas hasil sheet yang dihasilkan petani.

(26)

10 Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana gambaran pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor?

2) Bagaimana kinerja usahatani petani penerima bantuan dibandingkan petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengkaji pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

2) Mengkaji kinerja usahatani petani penerima bantuan dibandingkan dengan petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan program Pengembangan Agribisnis, antara lain:

1) Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepuasan petani pada dinas terkait sehingga dapat menjadi pertimbangan dinas pemberi bantuan dalam menentukan kebijakan.

2) Memberikan tambahan literatur berupa sumbangan perbendaharaan ilmu pengetahuan, khususnya bagi para peneliti yang akan meningkatkan pengetahuannya dalam bidang Pengembangan Agribisnis, terutama yang berbasis pada potensi komoditi unggulan agribisnis perkebunan.

3) Bagi penulis, proses dan hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat sebagai media pembelajaran dalam menerapkan ilmu pengetahuan yang telah diperoleh.

(27)

11 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

Penelitian ini hanya mengkaji pada subsistem pasca panen, dimana objek yang akan diteliti adalah petani yang mengusahakan pengolahan bahan olah karet sampai produk sheet basah dan yang menerima bantuan program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Hal ini dikarenakan bantuan yang diberikan pemerintah pada petani karet di Kecamatan Jasinga adalah alat pasca panen karet.

Kajian lain yang akan dibahas dalam penelitian ini adalah komponen peningkatan mutu dan kualitas hasil melalui pelaksanaan program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Kabupaten Bogor di Kecamatan Jasinga, yaitu dengan menganalisis pelaksanaan program dan kepuasan petani terhadap bantuan program yang diberikan.

(28)

12

II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis Karet di Indonesia

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama dengan Indonesia. Tanaman karet termasuk dalam divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas dycotyledonae, ordo Euphorbiaceae, genus Hevea. Tanaman karet dapat tumbuh dengan baik pada ketinggian antara 1-600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu harian antara 25-300C dan pH tanah untuk tanaman karet berkisar antara 5-6.

(Tim Penebar Swadaya, 1994).

Tanaman karet mempunyai tiga fase, yakni tanaman belum menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM ) dan Tanaman Tua Rusak (TTR). Pada fase TBM, tanaman karet berusia 0-5 tahun, tanaman tersebut belum bisa disadap getahnya. Fase TM tanaman karet adalah fase produktif tanaman, dimana tanaman sudah bisa disadap getahnya. Umur tanaman pada fase TM adalah 6-30 tahun.

Setelah karet berusia lebih dari 30 tahun, maka tanaman memasuki fase TTR, dimana tanaman sudah tidak bisa disadap (sadap mati). Pada fase tersebut biasanya tanaman ditebang dan diambil kayunya.

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa dari tanaman karet mencapai 25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah timur. Hal ini disebabkan oleh perkembangan tanaman karet yang mengikuti arah sinar matahari. Batang tanaman karet mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Semakin rendah letak tanaman karet, maka akan semakin banyak getah yang dihasilkan. Kondisi tanah yang paling baik untuk tempat hidup karet adalah tidak berbatu-batu dan terdapat pengaliran air tanah yang baik, karena air tidak boleh tergenang.

Di Indonesia tanaman karet disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut kemudian diolah menjadi lembaran atau yang dikenal dengan sheet. Sheet merupakan bahan baku untuk berbagai industri.

(29)

13 2.2 Industri Pengolahan Karet Alam Indonesia

Ragam produk karet yang dihasilkan dan diekspor Indonesia masih terbatas. Umumnya masih didominasi produk primer (raw material) dan produk setengah jadi. Sebagian besar bahan olah karet (bokar) yang berasal dari perkebunan diolah menjadi karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi SIR (Standard Indonesian Rubber) yang terdiri dari SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L dan SIR 3F. Selain itu, bokar diolah dalam bentuk lateks pekat dan sheet yang terdiri dari smoked sheet dan unsmoked sheet. Pada lateks jenis sheet, yang paling banyak diproduksi adalah jenis smoked sheet dengan kodifikasi RSS (Ribbed Smoked Sheet). Berbagai produk yang dihasilkan dari karet dapat dilihat secara rinci pada Gambar 1.

Gambar 1. Produk Hasil Olahan Getah Karet/Lateks di Indonesia

Sumber : Ditjen Industri Agro dan Kimia, Departemen Perindustrian dan Perdagangan, 2007

Bahan olah

Lateks Pekat

Industri Peralatan Kesehatan

Sheet Unsmoked Sheet

Smoked Sheet

Karet Remah

SIR 5 SIR 10 SIR 20 SIR 3CV SIR 3L SIR 3F

Industri tas, sepatu dan alat

rumah tangga

Biji Karet

Minyak Biji Karet Industri sabun, minyak cat

Industri Kerajinan Tangan Getah

Karet (Lateks)

Kayu Karet Industri Furniture, Pulp

(30)

14 Apabila diolah lebih lanjut, karet remah dapat dijadikan berbagai produk, diantaranya adalah ban, sepatu, bola, balon, dot susu, perlak, karpet dan pelampung. Produk lanjutan dari lateks adalah berbagai alat kesehatan dan laboratorim, diantaranya adalah pipet, selang, stetoskop, dan sarung tangan. Hasil sampingan dari tanaman karet adalah kayu yang berasal dari kegiatan peremajaan kebun karet tua yang sudah tidak menghasilkan karet. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang ataupun kayu gergajian untuk rumah tangga (Furniture) serta bahan baku dalam industri bubur kertas (Pulp). Hasil sampingan lain dari tanaman karet adalah biji karet yang dapat diolah menjadi kerajinan tangan, minyak cat dan makanan ternak (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, 2007).

2.3 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan tidak cukup hanya dengan upaya meningkatkan produktivitas atau modal saja, tetapi harus diikuti pula dengan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat, mendukung berkembangnya potensi masyarakat melalui peningkatan peran terhadap empat akses yaitu: akses sumberdaya, akses teknologi, akses pasar dan akses sumber pembiayaan. Dari empat akses ini, disamping menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasinya, juga diperlukan peran aktif dari kelompok-kelompok masyarakat di desa untuk membentuk usaha bersama atas kepentingan bersama (Wayan et al, 2000).

Menurut Suharto (2004), pemberdayaan merupakan suatu rangkaian kegiatan untuk memperkuat kekuasaan atau keberdayaan kelompok lemah dalam masyarakat, termasuk individu-individu yang mengalami masalah kemiskinan.

Pemberdayaan sebagai suatu tujuan menunjuk pada keadaan atau hasil yang ingin dicapai oleh sebuah perubahan sosial; yaitu masyarakat miskin yang berdaya, memiliki kekuasaan atau mempunyai pengetahuan dan kepercayaan diri, mampu menyampaikan aspirasi, mempunyai mata pencaharian, berpartisipasi dalam kegiatan sosial dan mandiri dalam melaksanakan tugas-tugas kehidupannya.

(31)

15 Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada di dalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat. Selain itu juga diharapkan tidak saja dituntut untuk dapat mendayagunakan dan menghasilkan potensi sumber daya lokal untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, tetapi juga terlindunginya hak-hak rakyat dalam pengelolaan sumberdaya lokal sesuai dengan kepentingan ekonomi dan sosialnya.

2.4 Pengembangan Ekonomi Lokal

Menurut Krisnamurthi (2002), pembangunan ekonomi lokal adalah suatu proses pembangunan yang dilaksanakan di tingkat lokal untuk kepentingan masyarakat lokal dan dilakukan terutama oleh anggota masyarakat itu sendiri.

Pembangunan ekonomi lokal menjadi alternatif pilihan kebijakan pembangunan yang lebih bersifat pembangunan ekonomi lokal. Adapun perbandingan antara pembangunan ekonomi lokal dan pembangunan ekonomi terpusat dapat dilihat pada Tabel 9.

(32)

16 Tabel 9. Perbandingan Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) dan Pembangunan

Terpusat serta Kaitannya dengan Kebijakan Sektor Publik.

No Variabel Pembangunan Ekonomi Lokal

Pembangunan Ekonomi Terpusat

1 Tanggung Jawab

Sektor publik bertanggung jawab dalam memberikan arahan bagi investasi swasta sehingga dapat mendorong perkembangan ekonomi yang diharapkan.

Sektor publik bertanggung jawab untuk menciptakan lingkungan ekonomi dan sosial yang kondusif bagi investasi swasta.

2 Tujuan

Sektor publik ditujukan untuk menciptakan manfaat langsung kepada kelompok masyarakat yang paling membutuhkan.

Sektor publik ditujukan untuk mendorong pertumbuhan dan ekspansi pengeluaran publik.

3 Sarana

Sumberdaya sektor publik merupakan sarana untuk memastikan agar

perkembangan ekonomi yang spesifik dapat dicapai.

Sumberdaya publik menjadi sarana untuk mengakomodasi kepentingan sektor swasta.

4 Target

 Target kegiatan publik diarahkan langsung kepada kelompok tertentu yang membutuhkan.

 Target kegiatan publik adalah kegiatan yang dimiliki oleh masyarakat lokal

 Target kegiatan pada pertumbuhan sektoral

 Target kegiatan sepenuhnya mengikuti kriteria efisiensi

5 Lokasi Kegiatan Desentralisasi kegiatan

Lokasi kegiatan dipilih yang paling ekonomis dengan dukungan sarana yang paling baik

6 Fokus Kegiatan

Menekankan pada penciptaan kesempatan kerja yang sesuai dengan kebutuhan tenaga kerja lokal

Menekankan pada kompetisi kesempatan kerja berdasarkan keahlian dan keterampilan Sumber: Krisnamurthi, 2002

Pengembangan ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif termasuk dalam menghadapi pasar global adalah kegiatan ekonomi yang mutlak dikembangkan dengan berbasiskan sumberdaya alam (resource based economy), terutama yang berbasiskan sumberdaya alam pertanian (Damanhuri, 2000). Kondisi tersebut diharapkan dapat mendukung pengembangan agribisnis maupun agroindustri menjadi leading sector (core) dalam proses pembangunan, termasuk kaitannya dengan pemberdyaan ekonomi rakyat.

(33)

17 Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja (2003), Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai partumbuhan ekonomi berkelanjutan yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kualitas hidup seluruh masyarakat di dalam komunitas. Keberhasilan program PEL sangat ditentukan oleh motivasi pemerintah pusat atau daerah dalam merencanakan, memformulasikan dan mengimplementasikan program-program otonomi daerah. Konsep dasar dari PEL adalah suatu proses dimana pemerintah setempat (Local governments) mengatur sumber-sumber daya setempat dan menciptakan pola kemitraan dengan sektor swasta atau sektor publik untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang aktivitas ekonomi pada suatu wilayah ekonomi (Blakely, 1994).

Pengembangan ekonomi lokal erat kaitannya dengan pemberdayaan sumberdaya manusia, lembaga dan lingkungan sekitarnya. Untuk mengembangkan ekonomi lokal tidak cukup hanya dengan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusianya, tetapi juga diperlukan adanya lembaga yang terlatih untuk mengelola sumberdaya manusia yang sudah maju, dan memerlukan lingkungan yang kondusif untuk memungkinkan lembaga ekonomi lokal tersebut berkembang. Pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan lembaga kemitraan semua stakeholders (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat) tentunya membutuhkan kemampuan komunikasi diantara semua lembaga yang bersangkutan, dalam menjamin kesinambungan mitra kerja dan mitra usaha.

Untuk selanjutnya, komunikasi multi arah menjadi kebutuhan dasar dalam pengembangan lembaga kemitraan tersebut.

2.5 Konsep Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud dengan lembaga adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.

Menurut Nasution (2002), kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur norma perilaku individual dan sangat penting artinya bagi

(34)

18 pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987 dalam Baga, 2009). Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan, baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya.

Suatu kelembagaan (institution) baik sebagai aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, 1990 dalam Nasution, 2002) yaitu :

1. Batas Kewenangan (Jurisdictional Boundary)

Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, factor produksi serta barang dan jasa. Dalam suatu organisasi batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut.

2. Hak kepemilikan (Property Right)

Konsep property right selalu mengandung makna social yang berimplikasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat peserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan bila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian tersebut mengandung dua implikasi, yakni hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin dalam kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.

3. Aturan Representasi (Rule of Representation)

Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya tehadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam

(35)

19 proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.

Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat local dapat dilakukan dengan system jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan.

Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD dan lain–lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal.

Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri.

Berdasarkan hal tersebut, maka lembaga di perdesaan yang saat ini memiliki kesamaan dalam karakteristik tersebut dapat dikatakan lembaga kelompok tani.

Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan ditribusi manfaat. Untuk itu unsur kelembagan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi dari output tersebut.

2.6 Kelompok Tani

Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita), maupun petani taruna (pemuda atau pemudi) yang terkait secara informal

(36)

20 dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

2.7 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Lestari (2010), mengemukakan bahwa konsumsi karet alam dunia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya industri-industri yang berbahan baku karet alam. Sama halnya dengan penelitian Priyohutomo (2010), peneliti mengemukakan bahwa produktivitas karet alam Indonesia masih rendah yang menyebabkan ekspor karet alam Indonesia berfluktuasi. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet ala mini menggunakan alat analisis model log ganda dan metode OLS. Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia serta variabel independennya meliputi volume produksi karet alam domestik, volume konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor bulan sebelumnya, harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan harga karet alam sintesis. Hasil penelitian dari penelitian tersebut adalah variabel yang berpengaruh signifikan adalah volume produksi domestik, volume konsumsi domestik dan harga karet sintesis. Volume produksi domestik menjadi satu-satunya variabel yang bersifat elastis terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Sunandar (2007) dan Pratama (2010), menunjukkan bahwa tingkat produksi karet alam Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Peran penting kebijakan pemerintah dalam input adalah pemberian subsidi pupuk dan output sangat membantu petani karet alam dalam meningkatkan daya saing. Penelitian ini menggunakan alat analisis Policy Analysis Matrix (PAM) atau Matriks Analisis Kebijakan. Hasil analisis ini menujukkan bahwa pengusahaan komoditi tanaman karet mempunyai daya saing.

Dengan adanya daya saing tersebut, menunjukkan bahwa karet alam masih mempunyai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Ekspor terbanyak yang dilakukan Indonesia untuk Bahan Olah Karet (Bokar) adalah SIR (Standard

(37)

21 Indonesian Rubber) yang merupakan spesifikasi teknis yang dibuat dari koagulump lateks. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Regresi Logistik Biner dan analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet secar signifikan adalah jumlah anggota keluarga petani, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, keberadaan PPL serta variabel harga koagulump yang diterima oleh petani.

Widhyastuti (2006) dan Firwiyanto (2008), menggunakan alat analisis yang sama dalam penelitiannya yaitu metode Importance Performance Analysis (IPA). Penelitian yang mengkaji tentang Evaluasi Program Pelaksanaan PIR serta tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan ayam broiler. Atribut penetapan denda sortasi merupakan atribut dengan nilai terendah. Hasil penelitian menunjukan tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri tetapi cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Berdasarkan hasil IPA dan CSI diketahui nilai sebesar 74 persen. Hal ini menandakan bahwa secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan perusahaan inti.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2005), tentang pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani ternak itik di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa diperlukan langkah strategis dalam pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani ternak itik. Kajian ini juga bertujuan untuk mengkonstruksikan konsep pemberdayaan yang sesuai bagi seluruh komunitas dan kelompok tani dalam pengelolaan potensi sumberdaya lokal. Kegiatan dan proses pemberdayaan yang dilakukan ternyata belum menunjukkan keberdayaan masyarakat petani. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi warganya.

Penelitian tentang program pengembangan pertanian (Primatani), dalam hal ini dilakukan oleh Nur Yulistia (2009), yang menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani belimbing dewa peserta Primatani Di Kota Depok, menyatakan bahwa adanya program primatani dalam pengembangan belimbing

Gambar

Tabel 4.   Luas  Lahan  Perkebunan  Rakyat  di  Indonesia  menurut  Jenis  Tanaman  pada Tahun 2005-2009 (Ribu Ha)
Tabel  5  menunjukkan  bahwa  produksi  nasional  karet  meningkat  setiap  tahunnya, dengan rata-rata peningkatan sebesar 558,441 Ton
Gambar 1. Produk Hasil Olahan Getah Karet/Lateks di Indonesia
Gambar 2. Sistem Agribisnis                               Sumber : Saragih (2010) Subsistem Agribisnis Hulu Subsistem Usahatani Subsistem Pengolahan
+6

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini : (1) Mengkaji persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis di kawasan agropolitan, (2) Menjelaskan

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Penerima PUAP (Umur, Pendidikan, Lama Berusahatani, Frekuensi Mengikuti Penyuluhan, Luas Lahan, Jumlah Tanggungan, Produksi

Perbedaan pendapatan ini disebabkan karena jumlah produksi yang dihasilkan petani padi setelah menerima program CSR CGS lebih besar dibandingkan dengan petani

diperoleh gabungan kelompok tani (Gapoktan) sebelum dan sesudah menerima bantuan dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) nilai t sebesar -14,126

Sedangkan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Program PUAP terhadap petani di daerah penelitian adalah sebagai berikut: (1) petani dapat memperoleh bantuan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa product (hasil) pelaksanaan kinerja kelompok tani penerima bantuan PUAP di daerah penelitian

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tetap yang digunakan petani responden yang ada di Desa Puncak Harapan Kecamatan Maiwa kabupaten Enrekang dalam