• Tidak ada hasil yang ditemukan

Analisis Keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kab Bogor

N/A
N/A
Protected

Academic year: 2017

Membagikan "Analisis Keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kab Bogor"

Copied!
159
0
0

Teks penuh

(1)

1

I.

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Pertanian dipandang sebagai sektor yang strategis untuk dikembangkan, karena kondisi alam Indonesia sangat menunjang untuk menghasilkan produk pertanian. Pertanian merupakan sektor unggulan dan memiliki potensi yang besar dalam perekonomian nasional Indonesia. Hal tersebut dapat dilihat dari kontribusi sektor pertanian terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). PDB merupakan salah satu indikator ekonomi makro yang ditujukan untuk mengetahui seberapa besar peranan kontribusi yang diberikan oleh suatu produk terhadap pendapatan nasional. Sektor pertanian memberikan kontribusi yang cukup besar dalam PDB nasional. (Tabel 1).

Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Berlaku (Milyar Rp) pada Tahun 2005-2009

364.169,89 433.233,45 541.593,60 731.291,66 858.252,80

Pertambangan Penggalian

309.014,45 366.521,05 441.007,91 543.364,09 591.531,67 Industri

Pengolahan

760.361,67 919.539,64 1.068.654,08 1.380.732,57 1.480.905,94 Listrik, Gas, Air

Bersih

26.694,32 30.355,17 34.725,61 40.847,34 46.823,11 Bangunan 195.111,80 251.132,36 305.216,27 419.322,50 554.982,62 Perdagangan,

Hotel Restoran

431.620,12 501.542,61 589.352,30 692.119,77 750.605,20 Pengangkutan

Komunikasi

180.585,78 231.524,45 264.264,45 312.454,41 352.407,72 Keuangan,

Persewaan dan Jasa Perusahaan

230.523,16 269.121,81 305.214,78 368.130,03 404.116,54

Jasa – Jasa 276.204,08 336.259,80 399.299,73 483.771,76 573.818,70 Produk Domestik

Bruto

2.774.281,76 3.339.216,20 3.949.321,85 4.954.029,41 513.44147

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2009

(2)

2 Tabel 2. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Konstan Menurut Lapangan

Usaha (Milyar Rupiah) Tahun 2005-2009

Tahun

Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008

* 2009** Pertanian, Peternakan,

Kehutanan dan Perikanan

253.163,68 262.402,81 271.509,43 284.620,87 296.369,03 a. Tanaman Pangan 125.801,85 129.548,26 133.888,45 142.000,64 148.691,86 b. Tanaman Perkebunan 39.810,09 41.318,50 43.199,32 44.785,65 45.887,21 c. Peternakan 32.346,45 33.430,62 34.220,07 35.425,43 36.743,56 d. Kehutanan 17.176,69 16.686,49 16.548,61 16.543,43 16.793,78 e. Perikanan 38.745,66 41.419,81 43.652,68 45.866,92 48.253,72

Keterangan : * Angka Sementara ** Angka Sangat Sementara Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Subsektor perkebunan umumnya berkembang di wilayah pedesaan, marginal dan kadang terpencil. Subsektor perkebunan mempunyai peranan yang strategis dalam pengembangan wilayah di daerah pedesaan dan terpencil tersebut. Keberadaan subsektor perkebunan telah memberi kontribusi yang signifikan pada pertumbuhan wilayah, dimana perkebunan tersebut berada. Berkembangnya berbagai industri pendukung perkebunan, sektor jasa transportasi, konstruksi dan perdagangan tidak terlepas dari multiplier effect pembangunan perkebunan di wilayah tersebut. Peranan subsektor perkebunan dalam perekonomian nasional adalah melalui kontribusi dalam pendapatan nasional, penyediaan lapangan kerja pertumbuhan ekonomi, sumber devisa, pengentasan kemiskinan, konservasi lingkungan serta penerimaan ekspor dan pajak (Direktorat Jenderal Perkebunan Departemen Pertanian, 2008).

(3)

3 Tabel 3. Persentase Perkebunan Karet Rakyat di Negara Produsen Utama Dunia

Pada Tahun 2008

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009

Tabel 3 menjelaskan bahwa Indonesia merupakan negara dengan luas kebun karet terbesar di dunia, yakni seluas 3.433.000 Ha, dengan rata-rata produktivitas sebesar 1.004 Kg/Ha/Tahun. Produksi karet nasional Indonesia menempati urutan kedua setelah Thailand, yakni sebesar 27,9 persen dan luas kebun karet rakyat di Indonesia sebesar 85 persen. Berdasarkan kondisi tersebut, Indonesia berpeluang untuk menjadi negara penghasil karet terbesar di dunia.

Karet alam (Hevea brasiliensis) merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet serta pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati (Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009). Luas areal tanaman karet di Indonesia menempati urutan kedua tertinggi setelah kelapa sawit dibandingkan dengan produk komoditas perkebunan unggulan lainnya (Tabel 4).

Tabel 4. Luas Lahan Perkebunan Rakyat di Indonesia menurut Jenis Tanaman pada Tahun 2005-2009 (Ribu Ha)

Komoditi

Sumber : Badan Pusat Statistik 2010

(4)

4 Tabel 5. Produksi Komoditi Perkebunan di Indonesia menurut Jenis Tanaman

pada Tahun 2005-2009 (Ton)

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010

Tabel 5 menunjukkan bahwa produksi nasional karet meningkat setiap tahunnya, dengan rata-rata peningkatan sebesar 558,441 Ton. Adanya peningkatan tersebut didorong oleh semakin luasnya lahan tanaman karet pada Tabel 4. Peningkatan luas lahan perkebunan karet di Indonesia disebabkan oleh banyaknya pembukaan lahan baru dan konversi tanaman perkebunan lain menjadi tanaman karet. Hal ini terjadi pada perkebunan besar dan perkebunan rakyat.

Nilai ekspor karet yang tinggi mempunyai kontribusi besar dalam perekonomian negara. Permintaan karet dunia yang terus mengalami peningkatan akan menjadi peluang bagi Indonesia untuk mengembangkan karet sebagai komoditi ekspor unggulan (Tabel 6).

Tabel 6. Luas Kebun, Produksi dan Konsumsi Karet di Indonesia Tahun 2001-2008

Tahun

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2010 (Diolah)

(5)

5 mengalami kenaikan dengan laju pertumbuhan rata-rata adalah sebesar 17,82 persen. Naiknya laju pertumbuhan rata-rata pertumbuhan karet pertahun mengindikasikan bahwa peluang ekspor karet dalam perdagangan dunia masih terbuka lebar.

Peluang ekspor karet alam Indonesia pada masa yang akan datang masih tetap cerah. Indonesia berpotensi untuk menjadi negara pemasok utama karet dalam perdagangan karet dunia mengingat dua negara pemasok utama lainnya (Malaysia dan Thailand) sudah tidak mampu lagi meningkatkan produksinya karena keterbatasan lahan pengembangan (Direktorat Jenderal Pengolahan dan Pemasaran Hasil Pertanian, 2010). Berdasarkan posisi yang cukup strategis tersebut, karet diharapkan menjadi salah satu penggerak kebangkitan ekonomi melalui peningkatan produksi yang akan meningkatkan ekspor karet. Strategi optimalisasi ekspor karet dinilai tepat, mengingat tingginya harga komoditi karet di pasar internasional.

Provinsi Jawa Barat merupakan salah satu daerah penghasil karet, dengan luas areal sebesar 44.825 Ha tanaman menghasilkan dan produksi rata-rata sebanyak 65.826 ton (Tabel 7). Jawa Barat mempunyai luas areal paling besar dan memiliki angka produksi tertinggi dibandingkan dengan provinsi lainnya yang ada di Pulau Jawa.

Tabel 7. Luas Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produksi Perkebunan Karet di Pulau Jawa Menurut Provinsi dan Status Penggunaan Lahan Tahun 2008 (*)

Provinsi Perkebunan Rakyat Perkebunan Negara Perkebunan Swasta

Jumlah Total

Sumber : Direktorat Jenderal Perkebunan, 2009

(6)

6 oleh produksi karet yang dilakukan oleh berbagai negara produsen karet alam, diantaranya adalah Thailand, Indonesia, Malaysia, India, Vietnam, dan China.

Teknik penyadapan dan penanganan pasca panen yang dilakukan akan berpengaruh pada kualitas dari sheet yang dihasilkan. Hal ini akan memberikan pengaruh yang baik terhadap harga jual yang diterima oleh petani karet. Sejauh ini teknik penyadapan, penanganan pasca panen serta pengelolaan hasil dan pemasaran hasil dari petani karet belum dilakukan secara optimal sehingga harga jual yang diterima oleh petani sangat rendah.

Salah satu daerah penghasil karet alam di Jawa Barat adalah Kabupaten Bogor, Sukabumi dan Cianjur. Kecamatan Jasinga merupakan sentra produksi karet rakyat di Kabupaten Bogor. Pengolahan bahan olah karet di Kecamatan Jasinga mempunyai potensi untuk terus dikembangkan, baik dalam bentuk lump

ataupun RSS. Keterbatasan pengetahuan petani dan sarana pasca panen menjadi salah satu kendala dalam pengolahan bahan olah karet yang dihadapi oleh sebagian besar petani karet di Kecamatan Jasinga. Hal tersebut dibuktikan dengan rendahnya mutu dan kualitas hasil bahan olah karet yang dihasilkan oleh petani karet di Kecamatan Jasinga.

Bertani karet merupakan mata pencaharian utama di Kecamatan Jasinga. Usahatani karet merupakan usaha yang dilakukan turun temurun di Kecamatan Jasinga. Jumlah kepala keluarga di Kecamatan Jasinga adalah sebanyak 22.138 kk, 4.218 kk diantaranya bermatapencaharian sebagai petani karet. (Statistik Kecamatan Jasinga, 2009). Luas lahan perkebunan karet rakyat di Kecamatan Jasinga adalah seluas 735,82 Ha, dengan produksi sebanyak 1318,90 ton bahan mentah dan 263,78 ton hasil olahan. Rata–rata produktivitas tanaman karet rakyat di Kecamatan Jasinga adalah 0,55 ton/Ha (Dinas Pertanian dan Kehutanan Kab Bogor, 2010) .

(7)

7 1.2 Perumusan Masalah

Upaya pengembangan potensi sumberdaya ekonomi lokal yang berbasis komoditi unggulan telah sejak lama dilakukan oleh pemerintah dalam rangka mengurangi tingkat kemiskinan masyarakat lokal, baik dalam bentuk bantuan dana maupun sarana produksi. Titik berat program tersebut lebih banyak diarahkan pada pemberdayaan masyarakat dan masih bersifat proyek dari pemerintah pusat, sehingga pada umumnya program-program tersebut tidak berkelanjutan setelah masa proyek berakhir (Hariyoga et al, 2006). Oleh karena itu, diperlukan suatu upaya pemanfaatan sumberdaya dan sumberdana untuk menggerakkan ekonomi lokal dengan meningkatkan peran swasta, baik dunia usaha maupun masyarakat terkait dengan agribisnis karet secara utuh dan saling berhubungan satu sama lain.

Komoditi karet sebagai salah satu produk unggulan dari Kabupaten Bogor yang mempunyai potensi untuk terus dikembangkan. Kecamatan Jasinga mempunyai luas lahan pertanian yang relatif luas serta keadaan agroekosistem yang mendukung untuk pengembangan komoditi karet. Kondisi ini pada dasarnya menjadi peluang pemerintah maupun masyarakat setempat untuk mengembangkan sektor pertanian di daerah tersebut. Kecamatan Jasinga merupakan sentra penghasil karet terbesar di Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Pengusahaan budidaya karet oleh para petani di Kecamatan Jasinga dilakukan pada lahan yang sempit (1-2 Hektar) maupun lahan yang luas (≥ (1-2 Hektar).

Kegiatan usahatani dan pasca panen karet yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Jasinga telah berlangsung secara turun temurun dan menjadi mata pencaharian utama di Kecamatan Jasinga. Keterbatasan sarana dan prasarana pasca panen karet menjadi salah satu masalah dalam upaya pengembangan komoditi ini. Adanya keterbatasan sarana dan prasarana tersebut berakibat pada mutu dan kualitas hasil yang didapatkan petani dalam melakukan pengolahan

sheet karet.

(8)

8 pisau sadap dan mangkok lateks. Umumnya petani menggunakan batok kelapa sebagai mangkok penampung lateks. Setelah lateks terkumpul, maka lateks tesebut dituang ke dalam loyang untuk proses pembekuan. Loyang yang digunakan petani adalah jerigen air yang dibelah dua sama panjang. Alat-alat tersebut sebetulnya tidak layak untuk digunakan dalam proses penyadapan dan pasca panen karet, karena akan mempengaruhi kualitas sheet basah yang dihasilkan. Untuk memperbaiki hal tersebut, maka Direktorat Jenderal Pangelolaan Hasil dan Pemasaran Kementerian Pertanian memberikan bantuan berupa alat pasca panen untuk memperbaiki kualitas hasil yakni Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet.

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet merupakan Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran Hasil Pertanian. Program Pengembangan Agribisnis ini merupakan serangkaian dari kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dari pasca panen hingga pemasaran hasil. Salah satu bentuk kegiatan dari program Pengembangan Agribisnis adalah Kegiatan Pengembangan Agroindustri Perdesaan, Sub Kegiatan Pengembangan Pasca Panen, Pengolahan dan Pemasaran Hasil Perkebunan yang diwujudkan dalam pemberian bantuan berupa alat pasca panen karet.

Mekanisme pemberian bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet adalah pemberian bantuan berupa alat pasca panen karet untuk pengolahan bahan olah karet. Pemberian bantuan alat pasca panen ini diberikan pada kelompok tani karet yang telah memenuhi persyaratan yang ditentukan oleh Kementrian Pertanian. Tujuan utama dari Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet adalah untuk meningkatkan mutu dan kualitas bahan olah karet yang dihasilkan oleh anggota kelompok tani penerima bantuan, sehingga pendapatan anggota kelompok tani penerima bantuan dapat meningkat.

(9)

9 dari lateks segar yang telah mengalami proses pembekuan dan diproses melalui penggilingan oleh hand mangel.

Adapun bantuan yang diberikan pada kelompok petani penerima bantuan adalah satu unit hand mangel, 43 buah loyang, satu unit timbangan gantung, 43 buah pisau sadap dan 43 buah mangkok lateks. Untuk hand mangel dan timbangan gantung, penggunaannya secara bersama-sama oleh seluruh anggota kelompok tani. Untuk pisau sadap, loyang dan mangkok lateks, seluruh anggota kelompok tani mendapatkannya dan penggunaan bantuan tersebut digunakan secara pribadi atau masing-masing.

Untuk melihat keberhasilan program tersebut, diperlukan monitoring dan evaluasi untuk perbaikan dan saran pada tahun yang akan datang. Salah satu cara yang dapat dilakukan untuk mengukur tingkat keberhasilan program adalah dengan mengukur kinerja usahatani yang terjadi setelah program berlangsung. Keberhasilan usahatani tersebut salah satunya bias dilihat dari pendapatan dan jumlah produksi sheet yang dihasilkan oleh petani karet.

Sejauh ini hasil dari kegiatan usahatani karet yang dilakukan oleh petani di Kecamatan Jasinga adalah sheet asalan. Sheet asalan adalah sheet yang kurang memenuhi standar pasar yang dibutuhkan. Harga rata-rata yang diterima oleh petani untuk sheet asalan ini adalah Rp 4.500,- per Kg. Dari 43 orang penerima bantuan program diperoleh data rata-rata jumlah produksi yang dihasilkan oleh petani sebelum dan sesudah program berlangsung. Tabel 8 menjelaskan perkembangan jumlah produksi sheet yang ada di Kecamatan Jasinga Kab Bogor Tabel 8. Perkembangan Jumlah Produksi Sheet basah yang dihasilkan oleh

petani di Kec Jasinga Kab Bogor Tahun 2009-2010

Tahun Rata-Rata Jumlah Produksi (Kg)

2009 219.000

2010 328.500

Sumber : Data Kelompok Tani, 2011 (Diolah)

(10)

10 Berdasarkan uraian di atas, maka permasalahan yang akan dianalisis dalam penelitian ini adalah:

1) Bagaimana gambaran pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor?

2) Bagaimana kinerja usahatani petani penerima bantuan dibandingkan petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor ?

1.3 Tujuan Penelitian

Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan dari penelitian ini adalah :

1) Mengkaji pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

2) Mengkaji kinerja usahatani petani penerima bantuan dibandingkan dengan petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

1.4 Kegunaan Penelitian

Hasil dari penelitian yang akan dilaksanakan ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang terkait dengan program Pengembangan Agribisnis, antara lain:

1) Manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah memberikan informasi kepuasan petani pada dinas terkait sehingga dapat menjadi pertimbangan dinas pemberi bantuan dalam menentukan kebijakan.

2) Memberikan tambahan literatur berupa sumbangan perbendaharaan ilmu pengetahuan, khususnya bagi para peneliti yang akan meningkatkan pengetahuannya dalam bidang Pengembangan Agribisnis, terutama yang berbasis pada potensi komoditi unggulan agribisnis perkebunan.

(11)

11 1.5 Ruang Lingkup Penelitian

(12)

12

II.

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Agribisnis Karet di Indonesia

Tanaman karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama dengan Indonesia. Tanaman karet termasuk dalam divisio Spermatophyta, sub divisio Angiospermae, kelas

dycotyledonae, ordo Euphorbiaceae, genus Hevea. Tanaman karet dapat tumbuh

dengan baik pada ketinggian antara 1-600 meter di atas permukaan laut, dengan suhu harian antara 25-300C dan pH tanah untuk tanaman karet berkisar antara 5-6. (Tim Penebar Swadaya, 1994).

Tanaman karet mempunyai tiga fase, yakni tanaman belum menghasilkan (TBM), Tanaman Menghasilkan (TM ) dan Tanaman Tua Rusak (TTR). Pada fase TBM, tanaman karet berusia 0-5 tahun, tanaman tersebut belum bisa disadap getahnya. Fase TM tanaman karet adalah fase produktif tanaman, dimana tanaman sudah bisa disadap getahnya. Umur tanaman pada fase TM adalah 6-30 tahun. Setelah karet berusia lebih dari 30 tahun, maka tanaman memasuki fase TTR, dimana tanaman sudah tidak bisa disadap (sadap mati). Pada fase tersebut biasanya tanaman ditebang dan diambil kayunya.

Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa dari tanaman karet mencapai 25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi di atas. Di beberapa kebun karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke arah timur. Hal ini disebabkan oleh perkembangan tanaman karet yang mengikuti arah sinar matahari. Batang tanaman karet mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Semakin rendah letak tanaman karet, maka akan semakin banyak getah yang dihasilkan. Kondisi tanah yang paling baik untuk tempat hidup karet adalah tidak berbatu-batu dan terdapat pengaliran air tanah yang baik, karena air tidak boleh tergenang.

Di Indonesia tanaman karet disadap untuk diambil getahnya. Getah tersebut kemudian diolah menjadi lembaran atau yang dikenal dengan sheet. Sheet

(13)

13 2.2 Industri Pengolahan Karet Alam Indonesia

Ragam produk karet yang dihasilkan dan diekspor Indonesia masih terbatas. Umumnya masih didominasi produk primer (raw material) dan produk setengah jadi. Sebagian besar bahan olah karet (bokar) yang berasal dari perkebunan diolah menjadi karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi SIR

(Standard Indonesian Rubber) yang terdiri dari SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV,

SIR 3L dan SIR 3F. Selain itu, bokar diolah dalam bentuk lateks pekat dan sheet

yang terdiri dari smoked sheet dan unsmoked sheet. Pada lateks jenis sheet, yang paling banyak diproduksi adalah jenis smoked sheet dengan kodifikasi RSS

(Ribbed Smoked Sheet). Berbagai produk yang dihasilkan dari karet dapat dilihat

secara rinci pada Gambar 1.

Gambar 1. Produk Hasil Olahan Getah Karet/Lateks di Indonesia

Sumber : Ditjen Industri Agro dan Kimia, Departemen

Minyak Biji Karet Industri sabun, minyak cat

(14)

14 Apabila diolah lebih lanjut, karet remah dapat dijadikan berbagai produk, diantaranya adalah ban, sepatu, bola, balon, dot susu, perlak, karpet dan pelampung. Produk lanjutan dari lateks adalah berbagai alat kesehatan dan laboratorim, diantaranya adalah pipet, selang, stetoskop, dan sarung tangan. Hasil sampingan dari tanaman karet adalah kayu yang berasal dari kegiatan peremajaan kebun karet tua yang sudah tidak menghasilkan karet. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang ataupun kayu gergajian untuk rumah tangga (Furniture) serta bahan baku dalam industri bubur kertas (Pulp). Hasil sampingan lain dari tanaman karet adalah biji karet yang dapat diolah menjadi kerajinan tangan, minyak cat dan makanan ternak (Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia, Kementrian Perindustrian dan Perdagangan, 2007).

2.3 Konsep Pemberdayaan Masyarakat

Pemberdayaan masyarakat terutama di pedesaan tidak cukup hanya dengan upaya meningkatkan produktivitas atau modal saja, tetapi harus diikuti pula dengan perubahan struktur sosial ekonomi masyarakat, mendukung berkembangnya potensi masyarakat melalui peningkatan peran terhadap empat akses yaitu: akses sumberdaya, akses teknologi, akses pasar dan akses sumber pembiayaan. Dari empat akses ini, disamping menjadi tanggung jawab pemerintah untuk memfasilitasinya, juga diperlukan peran aktif dari kelompok-kelompok masyarakat di desa untuk membentuk usaha bersama atas kepentingan bersama (Wayan et al, 2000).

(15)

15 Pengertian pemberdayaan sebagai tujuan seringkali digunakan sebagai indikator keberhasilan pemberdayaan sebagai sebuah proses.

Konsep pemberdayaan masyarakat secara mendasar berarti menempatkan masyarakat beserta institusi-institusinya sebagai kekuatan dasar bagi pengembangan ekonomi, politik, sosial, dan budaya. Menghidupkan kembali berbagai pranata ekonomi masyarakat untuk dihimpun dan diperkuat sehingga dapat berperan sebagai lokomotif bagi kemajuan ekonomi merupakan keharusan untuk dilakukan. Ekonomi rakyat akan terbangun bila hubungan sinergis dari berbagai pranata sosial dan ekonomi yang ada di dalam masyarakat dikembangkan kearah terbentuknya jaringan ekonomi rakyat. Selain itu juga diharapkan tidak saja dituntut untuk dapat mendayagunakan dan menghasilkan potensi sumber daya lokal untuk kepentingan kesejahteraan rakyat, tetapi juga terlindunginya hak-hak rakyat dalam pengelolaan sumberdaya lokal sesuai dengan kepentingan ekonomi dan sosialnya.

2.4 Pengembangan Ekonomi Lokal

(16)

16 Tabel 9. Perbandingan Pembangunan Ekonomi Lokal (PEL) dan Pembangunan

Terpusat serta Kaitannya dengan Kebijakan Sektor Publik.

No Variabel Pembangunan Ekonomi

Lokal

5 Lokasi Kegiatan Desentralisasi kegiatan

Lokasi kegiatan dipilih yang

Pengembangan ekonomi yang memiliki keunggulan komparatif dan kompetitif termasuk dalam menghadapi pasar global adalah kegiatan ekonomi yang mutlak dikembangkan dengan berbasiskan sumberdaya alam (resource

based economy), terutama yang berbasiskan sumberdaya alam pertanian

(17)

17 Menurut Syaukat dan Hendrakusumaatmadja (2003), Pengembangan Ekonomi Lokal (PEL) merupakan kerjasama seluruh komponen masyarakat di suatu daerah (lokal) untuk mencapai partumbuhan ekonomi berkelanjutan yang akan meningkatkan kesejahteraan ekonomi dan kualitas hidup seluruh masyarakat di dalam komunitas. Keberhasilan program PEL sangat ditentukan oleh motivasi pemerintah pusat atau daerah dalam merencanakan, memformulasikan dan mengimplementasikan program-program otonomi daerah. Konsep dasar dari PEL adalah suatu proses dimana pemerintah setempat (Local governments) mengatur sumber-sumber daya setempat dan menciptakan pola kemitraan dengan sektor swasta atau sektor publik untuk menciptakan lapangan pekerjaan baru dan merangsang aktivitas ekonomi pada suatu wilayah ekonomi (Blakely, 1994).

Pengembangan ekonomi lokal erat kaitannya dengan pemberdayaan sumberdaya manusia, lembaga dan lingkungan sekitarnya. Untuk mengembangkan ekonomi lokal tidak cukup hanya dengan meningkatkan kemampuan sumberdaya manusianya, tetapi juga diperlukan adanya lembaga yang terlatih untuk mengelola sumberdaya manusia yang sudah maju, dan memerlukan lingkungan yang kondusif untuk memungkinkan lembaga ekonomi lokal tersebut berkembang. Pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan lembaga kemitraan semua stakeholders (pemerintah, dunia usaha dan masyarakat) tentunya membutuhkan kemampuan komunikasi diantara semua lembaga yang bersangkutan, dalam menjamin kesinambungan mitra kerja dan mitra usaha. Untuk selanjutnya, komunikasi multi arah menjadi kebutuhan dasar dalam pengembangan lembaga kemitraan tersebut.

2.5 Konsep Kelembagaan dan Peran Kelembagaan

Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud dengan lembaga adalah organisasi atau kaidah-kaidah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu dalam kegiatan-kegiatan rutin sehari-hari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu.

(18)

18 pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987 dalam Baga, 2009). Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan, baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya.

Suatu kelembagaan (institution) baik sebagai aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, 1990 dalam Nasution, 2002) yaitu :

1. Batas Kewenangan (Jurisdictional Boundary)

Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, factor produksi serta barang dan jasa. Dalam suatu organisasi batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut.

2. Hak kepemilikan (Property Right)

Konsep property right selalu mengandung makna social yang berimplikasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat peserta yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau

consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu,

tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan bila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian tersebut mengandung dua implikasi, yakni hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin dalam kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya.

3. Aturan Representasi (Rule of Representation)

Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya tehadap

(19)

19 proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijaksanaan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut.

Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat local dapat dilakukan dengan system jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan.

Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok, yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa, BPD, KUD dan lain–lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Berdasarkan hal tersebut, maka lembaga di perdesaan yang saat ini memiliki kesamaan dalam karakteristik tersebut dapat dikatakan lembaga kelompok tani.

Peran kelembagaan sangat penting dalam mengatur sumberdaya dan ditribusi manfaat. Untuk itu unsur kelembagan perlu diperhatikan dalam upaya peningkatan potensi desa guna menunjang pembangunan desa. Dengan adanya kelembagaan petani dan ekonomi desa sangat terbantu dalam hal mengatur silang hubungan antar pemilik input dalam menghasilkan output ekonomi desa dan dalam mengatur distribusi dari output tersebut.

2.6 Kelompok Tani

(20)

20 dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota.

2.7 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Lestari (2010), mengemukakan bahwa konsumsi karet alam dunia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya industri-industri yang berbahan baku karet alam. Sama halnya dengan penelitian Priyohutomo (2010), peneliti mengemukakan bahwa produktivitas karet alam Indonesia masih rendah yang menyebabkan ekspor karet alam Indonesia berfluktuasi. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet ala mini menggunakan alat analisis model log ganda dan metode OLS. Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia serta variabel independennya meliputi volume produksi karet alam domestik, volume konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor bulan sebelumnya, harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan harga karet alam sintesis. Hasil penelitian dari penelitian tersebut adalah variabel yang berpengaruh signifikan adalah volume produksi domestik, volume konsumsi domestik dan harga karet sintesis. Volume produksi domestik menjadi satu-satunya variabel yang bersifat elastis terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Sunandar (2007) dan Pratama (2010), menunjukkan bahwa tingkat produksi karet alam Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Peran penting kebijakan pemerintah dalam input adalah pemberian subsidi pupuk dan output sangat membantu petani karet alam dalam meningkatkan daya saing. Penelitian ini menggunakan alat analisis Policy

Analysis Matrix (PAM) atau Matriks Analisis Kebijakan. Hasil analisis ini

(21)

21

Indonesian Rubber) yang merupakan spesifikasi teknis yang dibuat dari

koagulump lateks. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Regresi Logistik Biner dan analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet secar signifikan adalah jumlah anggota keluarga petani, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, keberadaan PPL serta variabel harga koagulump yang diterima oleh petani.

Widhyastuti (2006) dan Firwiyanto (2008), menggunakan alat analisis yang sama dalam penelitiannya yaitu metode Importance Performance Analysis

(IPA). Penelitian yang mengkaji tentang Evaluasi Program Pelaksanaan PIR serta tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan ayam broiler. Atribut penetapan denda sortasi merupakan atribut dengan nilai terendah. Hasil penelitian menunjukan tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri tetapi cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Berdasarkan hasil IPA dan CSI diketahui nilai sebesar 74 persen. Hal ini menandakan bahwa secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan perusahaan inti.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2005), tentang pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani ternak itik di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa diperlukan langkah strategis dalam pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani ternak itik. Kajian ini juga bertujuan untuk mengkonstruksikan konsep pemberdayaan yang sesuai bagi seluruh komunitas dan kelompok tani dalam pengelolaan potensi sumberdaya lokal. Kegiatan dan proses pemberdayaan yang dilakukan ternyata belum menunjukkan keberdayaan masyarakat petani. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi warganya.

(22)

22 dewa ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan petani peserta primatani. Hal ini terlihat dari pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang lebih besar diperoleh petani non peserta primatani dibandingkan petani peserta primatani. Namun demikian, usahatani belimbing dewa yang dilakukan Di Kota Depok selama ini sudah menguntungkan bagi para petani, analisis ini terlihat dari nilai R/C rasio pada petani primatani maupun non primatani yang lebih besar dari satu.

(23)

23

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan relevan dengan penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini membahas konsep sumberdaya ekonomi lokal, sistem agribisnis,kelembagaan dalam agribisnis, pendapatan usahatani dan program pengembangan agribisnis komoditi karet. Alat hitung yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan usahatani.

3.1.1 Sumberdaya Ekonomi Lokal

Sumberdaya ekonomi lokal yang dimiliki oleh suatu daerah pada dasarnya merupakan potensi yang dihasilkan dari suatu daerah. Pengembangan potensi lokal ini menjadi sebuah peluang ketika diterapkannya kebijakan tentang otonomi daerah. Pengembangan wilayah dalam ruang lingkup otonomi daerah juga harus didasarkan atas keunggulan komparatif suatu wilayah sesuai dengan potensi dan kendala bio-fisik (tanah, agroklimat) dan sosial ekonominya. Kecamatan Jasinga sebagai salah satu daerah penanaman karet memiliki keunggulan tersendiri untuk terus mengembangkan karet sebagai potensi lokal yang ada di kecamatan tersebut. Sebagai produk unggulan yang menjadi salah satu pendukung pembangunan kecamatan, sumberdaya ini menjadi penting untuk terus dikembangkan baik dari segi produksi maupun kegiatan pemasarannya.

3.1.2 Sistem Agribisnis

(24)

24 Agribisnis adalah sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem, yakni: susbsistem agribisnis hulu

(upstreamagribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan

perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat-obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem usahatani

(on-farm agribusiness); subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness)

(Saragih,2010). Agribisnis ini membentuk suatu sistem yang simultan dan memiliki keterkaitan yang erat antara keempat subsistem tersebut.

Sektor agribisnsis menurut Saragih (2010) adalah sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem, yakni: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industry pupuk, obat-obatan,bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain) ; subsistem usahatani (on-farm agribusiness) atau disebut sebagai sector pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic dan internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain. Secara sederhana sistem agribisnis dapat dilihat pada Gambar 2.

(25)

25 Agribisnis ini menunjukkan adanya keterkaitan vertical antar-subsistem agribisnis serta keterkaitan horizontal dengan system atau subsistem lain di luar seperti jasa-jasa (financial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan, dan lainnya) (Saragih,2010). Sistem agribisnis ini pada dasarnya merupakan bentuk pertanian, industry dan jasa secara saling terkait (sinergis) dan menyeluruh (utuh/sebagai suatu sistem).

3.1.3 Kelembagaan dalam Agribisnis

Kelembagaan agribisnis dapat berupa kelompok tani. Kelompok tani ini yang kemudian menjalin kemitraan dengan pihak luar sebagai badan organisasi perkumpulan petani. Menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor 940 tahun 1997, kemitraan usaha pertanian merupakan suatu bentuk kerjasama usaha diantara perusahaan dan kelompok mitra di bidang usaha pertanian.

Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang mengacu pada terbentuknya keseimbangan, keselarasan dan keterampilan yang didasari oleh sikap saling percaya antara kedua pihak yang bermitra yaitu perusahaan dan kelompok, dimana adanya hubungan kemitraan ini akan terwujud hubungan saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kerjasama dalam bentuk kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, adanya jaminan jumlah suplai, meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra, meningkatkan usaha, menciptakan kelompok mitra yang mandiri.

Kemitraan yang banyak dilakukan oleh petani adalah dengan adanya bentuk kelembagaan agribisnis. Menurut Baga (2009), pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian, yaitu : kelembagaan sebgai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya.

(26)

26 kelembagaan yang tumbuh secara alamiah adalah terbentuk karena adanya kebutuhan masyarakat, berlangsung dalam kurun waktu yang lama, bersifat in formal dan umumnya tidak tertulis. Kelembagaan yang sengaja dibentuk memiliki ciri adanya inisiasi dalam proses pembentukannya, sifatnya lebih formal adan umumnya bersifat tertulis (rumusan tujuan, tata tertib yang berlaku dan rumusan kerja sama antara pelaku.

Pembangunan kelembagaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kemampuan suatu lembaga (institution) dalam menggunakan sumberdaya yang tersedia, berupa manusia (human) maupun dana (financial) secara efektif. Keefektifan suatu lembaga tergantung pada lokasi, aktivitas dan teknologi yang digunakan oleh suatu lembaga. Konsep keefektifan (effectiveness) diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga dalam mendefinisikan seperangkat standar dan menyesuaikannya dengan tujuan operasionalnya (Baga, 2009).

Keberadaan kelembagaan agribisnis dalam bentuk kelompok tani memberikan peran yang sangat berarti bagi petani. Kelompok tani ini menjadi organisasi kerjasama petani untuk berhubungan dengan pihak luar misalnya perusahaan mitra untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu, kelompok tani ini menjadi tempat untuk mengadopsi penerapan teknologi ditingkat petani. Keberadaan kelembagaan harus memberikan manfaat bagi anggotanya yaitu melalui kinerjanya. Kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Jhon Witmore dalam Coaching for Performance

(1997:104), menyatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

(27)

27 seseorang atau suatu kelompok1. Kinerja mengenai keberadaan kelembagaan agribisnis ini adalah bentuk manfaat yang diberikan dari kelembagaan tersebut terhadapa anggotanya, dalam hal ini adalah bentuk kelompok tani yang keberadaannya seberapa efektif terhadap produkivitas dan pendapatan anggotannya.

3.1.4 Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet merupakan salah satu program yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian (Kementan) yang baru dilakukan pada tahun 2009 hingga sekarang. Salah satu tujuan utamanya adalah meningkatkan penanganan pasca panen, dengan mengurangi tingkat kehilangan hasil. Penerapan program tersebut, diharapkan petani dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya dalam penanganan pasca panen karet dengan baik dan benar, yakni sesuai dengan kaidah Good Handling Practise (GHP) melalui pembinaan yang terarah, intensif dan berkelanjutan (Dirjen P2HP,2008).

Bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani adalah alat pasca panen karet yang terdiri atas hand mangel, timbangan gantung, mangkok lateks, loyang, dan pisau sadap. Bantuan tersebut didistribusikan pada beberapa kelompok, sesuai dengan proposal dan Rencana Usaha Kelompok (RUK) yang diajukan pada lingkup Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

Sasaran dari program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet adalah kelompok tani yang mempunyai usaha pasca panen karet, pengolahan karet dan atau pemasaran hasil karet, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Mempunyai pengurus aktif (minimal ketua, sekretaris, bendahara) dan aturan organisasi yang dibuktikan dengan Berita Acara pembentukan kelompok tani, dengan disetujui oleh anggotanya, dan usahanya telah berjalan.

b. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah serta tidak termasuk dalam dalam daftar hitam Bank Indonesia

1

(28)

28 c. Mengusahakan penanganan pasca panen karet, pengolahan dan atau pemasaran komoditas strategis yang telah ditetapkan Departemen Pertanian yang mempunyai potensi dan prospek pasar yang jelas.

d. Mempunyai proposal kegiatan dan rencana penggunaan anggaran untuk mengembangkan penanganan pasca panen, pengolahan, dan atau pemasaran karet

e. Lolos seleksi dan disetujui oleh tim teknis Dinas lingkup pertanian Kabupaten/Kota

f. Bersedia mengikuti petunjuk/pembinaan dari Dinas lingkup pertanian Kabupaten/Kota

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Jasinga merupakan salah satu sentra pengembangan produksi karet di Kabupaten Bogor yang mempunyai jumlah produksi dan lahan budidaya yang lebih banyak dibandingkan beberapa kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Hingga saat ini wilayah Kecamatan Jasinga, sebagai sentra produksi di Kabupaten Bogor belum mampu memberikan kontribusi untuk memenuhi permintaan pasar karena masih rendahnya mutu sheet yang dihasilkan oleh petani. Adanya kemajuan teknologi akan memungkinkan kualitas sheet yang dihasilkan petani akan meningkat.

Karet merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan di Kab Bogor sebagai potensi lokal pertanian daerah pembudidayaannya masih dinilai sangat sedikit dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya. Karet memiliki nilai ekonomis tinggi apabila penanganan pasca panen dilakukan dengan baik dan mengolahnya menjadi sheet yang memenuhi standar kualifikasi pasar yang diinginkan. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kab Bogor dalam mengembangkan komoditi karet sebagai potensi lokal diharapkan meningkatkan produk unggulan tersebut baik dari segi produksi maupun pemasarannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemberian bantuan alat pasca panen karet.

(29)

29 peningkatan kegiatan produksi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para petani karet Dalam pelaksanaannya, pihak pelaksana program juga melakukan kegiatan monitoring dan penyuluhan kepada para petani karet di Kecamatan Jasinga. Dalam kegiatan pasca panen ini dianalisis dari berbagai faktor yang mendukung, terutama penggunaan input seperti peralatan dan tenaga kerja.

(30)

30 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Keberhasilan Program

(31)

31

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Jasinga. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa Kecamatan Jasinga merupakan salah satu daerah budidaya karet terbesar di Kabupaten Bogor. Kondisi agroekosistem, infrastruktur serta kondisi perkebunan karet menjadi salah satu daya dukung Kecamatan Jasinga untuk terus mengembangkan agribisnis karet. Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet masih berjalan hingga saat ini termasuk untuk wilayah kecamatan lainnya, baik dalam tahap pembinaan, pemberian bantuan maupun dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.

Program pengembangan agribisnis pada dasarnya merupakan bentuk lain dari beberapa program pemerintah dalam mengembangkan potensi suatu daerah, hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam batasan penelitian ini yang hanya menganalisis pelaksanaan program pengembangan agribisnis karet yang dilakukan di Kecamatan Jasinga. Sumber dana yang digunakan dalam Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet ini berasal dari APBN Tahun 2009, yakni Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran-Kementrian Pertanian melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.

(32)

32 4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua data berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan secara langsung di lokasi penelitian serta wawancara yang dilakukan secara terstruktur dari responden yang menjadi peserta dari program tersebut, data yang relevan dengan evaluasi Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet, serta hasil wawancara terhadap instansi terkait di Kabupaten Bogor maupun yang lainnya sesuai dengan kerangka yang telah ditetapkan sebelumnya. Data primer juga diperoleh melalui hasil pengisisan kuesioner yang ditujukan kepada petani penerima bantuan.

Data sekunder diperoleh dengan membaca dan menganalisis berbagai dokumen, arsip, buku maupun bentuk data lainnya yang diperoleh melalui berbagai sumber yang memang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan topik penelitian, seperti Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran, Litbang, Dinas Pertanian dan kehutanan Kabupaten Bogor, Biro Pusat Statistik, artikel, internet, buku dan literatur lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

.

4.3 Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Sampel

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor merupakan dinas penyelenggaran Program Pengembangan Agribisnis di tingkat Kabupaten. Wawancara dengan petani penerima bantuan program dipandu dengan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis di lapangan, dalam hal ini adalah di tingkat petani, tingkat kepuasan dan kepentingan petani dalam pelaksanan program yang telah dilakukan.

(33)

33 kelompok tani penerima bantuan program. Informasi petani diperoleh dari kelompok tani maupun instansi terkait.

Penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus atau sampel total, karena anggota populasi relatif kecil dan seluruh populasi menjadi responden penelitian. Metode tersebut digunakan atas dasar kondisi para petani responden yang memperoleh bantuan program, juga berdasarkan pertimbangan syarat yang harus dipenuhi oleh para petani peserta program dari total petani yang menjadi

sampling frame sebanyak 75 orang. Sampel diambil sebanyak 43 orang petani

yang menjadi peserta program diambil secara sengaja dari sampling frame yang ada. Jumlah populasi petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Karet adalah 43 orang petani. Sebagai pembanding, yaitu petani non penerima bantuan diambil lima orang. Pengambilan sampel ini dilakukan secara sengaja dan berdasarkan kemudahan akses para petani responden baik terhadap informasi pelaksanaan program maupun informasi lainnya dalam kegiatan budidaya karet. Selain itu, hal ini dilakukan berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak kelompok tani Mandiri yang ada di Kecamatan Jasinga maupun atas dasar kemampuan petani dalam menyediakan sarana produksi lain yang memang diperlukan.

Berdasarkan metode ini sampel dapat langsung dipilih di lokasi penelitian saat penelitian dilakukan dengan syarat sampel memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria sampel petani penerima anggota adalah petani yang mendapatkan bantuan alat pasca panen dari program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Analisis data yang lainnya juga digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari berbagai pihak yang berkompeten dan berhubungan dengan pelaksanaan program, seperti bagian penelitian dan evaluasi Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor, maupun Unit Pelaksana Teknis (UPT) pertanian yang ada di Kecamatan Jasinga. Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut:

a) Desk Study; cara ini dilakukan dengan mengumpulkan informasi dari berbagai

(34)

34

b) Interview (wawancara); cara ini digunakan untuk memperoleh pendapat,

pandangan seseorang maupun informasi secara tertulis dari responden maupun pihak-pihak terkait lainnya terhadap pelaksanaan program.

c) Observasi (pengamatan langsung); digunakan untuk memperoleh informasi secara akurat yang dilakukan para petani dalam program pengembangan agribisnis komoditi karet di lokasi penelitian.

4.4 Metode Pengolahan dan Analisis Data

Menurut Nazir (1983), kegiatan menganalisis data merupakan bagian yang sangat penting dalam metode ilmiah, hal ini karena dengan adanya analisis data. Data tersebut akan memiliki makna dan arti yang bermanfaat dalam memberikan informasi maupun dukungan lainnya dalam mencari dan memberikan alternatif penyelesaian masalah yang di bahas dalam penelitian termasuk dalam menguji hipotesis. Analisis data yang dikumpulkan dari sampling pada lokasi penelitian dikelompokkan menjadi dua yaitu data yang bersifat kuantitatif dan kualitatif, data tersebut selanjutnya disajikan baik dalam bentuk uraian maupun tabulasi.

Data yang diolah dan dianalisis dalam penelitian ini adalah data kualitatif dan data kuantitatif. Data kualitatif dianalisis secara deskriptif yang bertujuan untuk melihat pelaksanaan program pengembangan agribisnis komoditi karet apakah dapat dilakukan dengan baik dan peningkatan kesejahteraan petani. Pengolahan data kuantitatif dilakukan dengan menggunakan program Microsoft

Office Excel dan Minitab 14.

4.4.1 Analisis Deskriptif

(35)

35 4.4.2 Analisis Pendapatan

Analisis pendapatan dalam kegiatan usahatani ini didukung oleh data dalam penerimaan usahatani, kemudian dianalisis tingkat pendapatan yang diperoleh dengan mempertimbangkan besaran penerimaan dan biaya. Penerimaan usahatani pada dasarnya merupakan perkalian antara produksi yang diperoleh dengan harga jual yang ada, secara matematik dapat dirumuskan sebagai berikut:

TRi = = 1Yi . Pyi Dimana:

TRi : Total Penerimaan

Yi : Produksi yang diperoleh dalam suatu usahatani Py : Harga y

Penggunaan biaya dalam suatu kegiatan usahatani akan di analisis melalui perhitungan biaya yang merupakan hasil perkalian antara jumlah input yang digunakan dengan harga input yang berlaku. Secara matematik perhitungan biaya ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

TCi = ∑= 1Xi .Pxi Dimana:

TCi : Total Biaya

Xi : Input yang digunakan dalam suatu usahatani Px : Harga x

Setelah besarnya penerimaan dan biaya di analisis, maka pada tahap selanjutnya akan di analisis tingkat pendapatan yang diperoleh. Pendapatan usahatani merupakan selisih antara penerimaan dan biaya (Soekartawi, 2002). Secara matematik analisis ini dapat dirumuskan sebagai berikut:

π = TRi-TCi

Kriteria yang digunakan dalam analisis pendapatan ini adalah:

TR > TC : Usaha yang dijalankan memberikan keuntungan TR = TC : Usaha yang dijalankan impas (Break Event Point) TR < TC : Usaha yang dijalankan mengalami kerugian

(36)

36 a) Data produktivitas dapat dipakai sebagai ukuran apakah produktivitas yang

diperoleh itu sudah cukup tinggi, sedang atau masih rendah.

b) Data pendapatan usahatani dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat apakah usahatani itu menguntungkan atau merugikan dan sampai seberapa besar keuntungan atau kerugian tersebut.

c) Data sebaran penggunaan input dapat dipakai untuk memberikan informasi bagaimana alokasi input dan berapa besar biaya yang di alokasikan pada masing-masing input.

4.4.3 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (Rasio R/C)

Rasio R/C menunjukkan sebeerapa besar penerimaan yang diperoleh dari setiap biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan uasahatani. Jika nilai rasi R/C >1, maka penerimaan lebih besar dari setiap unit biaya yang dikeluarkan. Hal ini berarti usahatani tersebut menguntungkan. Jika nilai rasio R/C <1, maka penerimaan yang diperoleh lebih kecil dari unit biaya yang dikeluarkan dan usahatani yang dilakukan tidak menguntungkan. Secara matematis, rasio R/C dapat dirumuskan sebagai berikut :

Rasio R/C =

Penerimaan total Biaya total

4.5 Batasan Operasional

Variabel-variabel yang digunakan dalam menganalisis tingkat produksi

sheet dan pendapatan usahatani karet, baik untuk petani peserta program maupun

non peserta program di wilayah penelitian antara lain adalah:

a. Luas lahan garapan adalah luas areal usahatani karet yang diusahakan dalam satuan hektar (ha).

b. Tenaga kerja adalah tenaga kerja yang digunakan dalam kegiatan produksi

sheet, baik yang berasal dari dalam keluarga maupun dari luar keluarga yang

(37)

37 c. Produksi total adalah hasil pengolahan lateks menjadi sheet yang diukur dalam

satuan kilogram (kg).

d. Produktivitas adalah produksi total karet yang dibagi oleh luas lahan (kg/ha). e. Biaya tetap merupakan biaya yang tidak tergantung pada banyaknya produksi

komoditi karet yang dihasilkan dan dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp). f. Biaya variabel merupakan biaya yang dikeluarkan dalam pembelian sarana

produksi yang jumlahnya akan berubah sesuai dengan perubahan produksi usahatani yang dihasilkan dan dinayatakan dalam satuan Rupiah (Rp).

g. Biaya total adalah semua jenis pengeluaran dalam usahatani karet, baik yang tunai maupun yang diperhitungkan dan dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp). h. Biaya penyusutan merupakan biaya yang dikeluarkan karena adanya

penyusutan alat-alat pertanian yang dihitung dengan metode garis lurus dan diperoleh dari nilai pembelian dibagi periode produksi serta umur ekonomis alat-alat pertanian dan dihitung dengan menggunakan satuan Rupiah (Rp). i. Biaya tunai adalah biaya faktor produksi untuk kegiatan usahatani karet yang

dibayarkan petani secara tunai dan dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp). j. Biaya diperhitungkan merupakan biaya faktor produksi milik sendiri maupun

dari bantuan program yang digunakan dalam usahatani karet. Biaya ini pada dasarnya tidak dibayarkan secara tunai, namun hanya diperhitungkan untuk melihat pendapatan petani bila faktor produksi yang dimiliki sendiri dibayar dan dinyatakan dalam satuan Rupiah (Rp).

k. Harga produk adalah harga jual rata-rata sheet bogor ditingkat petani dalam setiap kali panen dan diukur dalam satuan Rupiah per buah (Rp./kg).

l. Penerimaan usahatani karet merupakan nilai produksi total komoditi karet dalam satu kali panen yang dikalikan dengan harga jual sheet yang diterima petani dan menggunakan satuan Rupiah (Rp).

m. Pendapatan atas biaya tunai merupakan selisih antara penerimaan usahatani dan biaya tunai usahatani karet dalam satuan Rupiah (Rp).

(38)

38

V. GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN

5.1. Gambaran Wilayah Kabupaten Bogor

Kabupaten Bogor merupakan salah satu Kabupaten di Jawa Barat yang memiliki potensi besar dalam sektor pertanian. Berdasarkan data geografis, wilayah Kabupaten Bogor teletak diantara 6°18’0” – 6°47’10” Lintang Selatan (LS) dan 106°23’45” – 107°13’30” Bujur Timur (BT). Wilayah sebelah utara Kabupaten Bogor berbatasan dengan Kabupaten Tangerang, Kota Depok, Kab/Kota Bekasi. Wilayah sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Lebak, sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Karawang, Kabupaten Cianjur serta Kabupaten Purwakarta. Wilayah sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Sukabumi dan Kabupaten Cianjur serta bagian tengah berbatasan dengan Kota Bogor. Wilayah Kabupaten Bogor memiliki luas ± 298.838,304 Ha.

Secara administratif Kabupaten Bogor terdiri dari 40 kecamatan dan 428 desa/kelurahan, 3.768 Rukun Warga dan 14.951 Rukun Tetangga. Jumlah kecamatan sebanyak 40 kecamatan tersebut merupakan jumlah kumulatif setelah adanya hasil pemekaran lima kecamatan pada tahun 2005, yaitu Kecamatan Leuwisadeng, Kecamatan Tanjungsari, Kecamatan Cigombong, Kecamatan Cijeruk dan Kecamatan Tajurhalang. Keadaan alam di Kabupaten Bogor cukup potensial untuk pertanian dan pendistribusian hasil pertanian karena wilayahnya merupakan jalur tranportasi antar kota maupun antar provinsi serta berbatasan langsung dengan Ibukota Republik Indonesia, Jakarta.

Kabupaten Bogor memiliki tipe morfologi tanah yang bervariasi, dari dataran yang relatif rendah di bagian utara hingga dataran tinggi di bagian selatan. Sekitar 29,28 persen berada pada ketinggian 15-100 meter di atas permukaan laut (dpl), 42,62 persen berada pada ketinggian 100-500 meter dpl, 19,53 persen berada pada ketinggian 500-1000 meter dpl, 8,43 persen berada pada ketinggian 1000-2000 meter dpl dan 0,22 persen berada pada ketinggian 2000-2500 meter dpl.

(39)

39 Tabel 10. Sebaran Jumlah Penduduk Kabupaten Bogor menurut Sensus Penduduk

Tahun 2010

No Jenis Kelamin Jumlah (orang)

1 Laki-Laki 2.446.251

2 Perempuan 2.316.958

Jumlah 4.763.209

Sumber : Badan Pusat Statistik, 2011

Jumlah penduduk di Kabupaten Bogor dengan 11,07 persen dari jumlah penduduk di Provinsi Jawa Barat, yaitu 43.021.826 jiwa dan merupakan jumlah penduduk terbesar diantara kabupaten/kota lain di Jawa Barat. Jumlah penduduk Kabupaten Bogor pada tahun 2010 lebih tinggi daripada jumlah penduduk pada tahun 2009 yaitu sebanyak 4.477.296 jiwa, atau meningkat sebanyak 285.913 jiwa. Kondisi ini disebabkan oleh tingginya pertumbuhan penduduk alami dan migrasi yang masuk ke Kabupaten Bogor. Rata-rata laju pertumbuhan penduduk di Kabupaten Bogor selama 10 tahun terakhir (2000-2010) adalah sebesar 3,13 persen.

Sektor pertanian merupakan sektor yang mempunyai peranan yang strategis dalam pembangunan di Kabupaten Bogor. Hal tersebut tertuang dalam misi kedua Kabupaten Bogor yaitu “Meningkatnya Perekonomian Daerah yang Berdaya Saing dengan titik berat pada Revitalisasi Pertanian dan Pembangunan yang berbasis Perdesaan”. Misi tersebut bertujuan untuk meningkatkan ketahanan pangan dan pengembangan agribisnis perdesaan dengan sasaran meningkatnya produksi, produktivitas, distribusi dan konsumsi pangan daerah serta berkembangnya agribisnis pertanian, perikanan, peternakan dan agribisnis hasil perkebunan.

(40)

40 Pertanian di Kabupaten Bogor terdiri dari pertanian tanaman pangan, sayuran, hortikultura serta perkebunan. Tanaman pangan padi menyebar hampir di semua kecamatan, dengan variasi luasan yang berbeda. Umumnya padi sawah menyebar di wilayah tengah dan utara, dimana daerah tersebut sudah tersedia irigasi yang memadai. Daerah tersebut yakni Kecamatan Rumpin, Cigudeg, Sukajaya, Pamijahan, Cibungbulang, Ciampea, Caringin, Jonggol, Sukamakmur dan Cariu. Tanaman padi gogo menyebar hanya di beberapa kecamatan dalam luasan yang terbatas. Produktivitas tanaman padi sawah berkisar antara 4-5 ton per Ha, sedangkan produktivitas padi gogo berkisar antara 3-4 ton per Ha. Produktivitas ini masih bisa ditingkatkan dengan memperbaiki kondisi lingkungan seperti menekan bahaya banjir serta perbaikan manajemen ushatani. Perbaikan manajemen usahatani dapat dilakukan dengan cara melakukan pemberian pupuk tepat dosis dan waktu, penyediaan modal, sarana dan prasarana serta penyediaan sarana pasca panen yang optimal.

Komoditas tanaman pangan lainnya seperti jagung dan kedelai pun menyebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor. Tanaman jagung terdapat di Kecamatan Dramaga, Cisarua, Megamendung, Cileungsi, Kelapanunggal, Rancabungur, Cibinong, Ciseeng, Gunung Sindur dan Rumpin. Untuk tanaman kedelai, hanya terdapat di beberapa kecamatan saja diantaranya adalah Kecamatan Tamansari, Kemang, Rancabungur, dan Megamendung.

Daerah pertanian hortikultur seperti sayur dan buah mengalami hal yang serupa dengan pertanian tanaman pangan, yang membedakan adalah konsentrasi komoditas tertentu hanya menyebar pada wilayah tertentu, seperti manggis yang banyak dikembangkan di wilayah barat, seperti Kecamatan Nanggung, Leuwiliang, Leuwisadeng, Cigudeg dan Jasinga. Tanaman buah nanas banyak dikembangkan di wilayah tengah seperti di Kecamatan Caringin, Cijeruk dan Cigombong. Sayuran banyak dikembangkan di wilayah atas yang memiliki kondisi bentang alam berupa dataran tinggi, seperti Kecamatan Ciawi, Megamendung dan Cisarua.

(41)

41 Gunung Sindur dan Bojong Gede. Dengan beragamnya tanaman hias di Kabupaten Bogor yang menyebar di Kecamatan-Kecamatan tersebut, maka tidak heran apabila Kabupaten Bogor dijadikan salah satu pusat produksi dan pemasaran tanaman hias terbesar di Provinsi Jawa Barat.

Tanaman perkebunan relatif terbatas di wilayah Kabupaten Bogor. Berdasarkan pengelolaan usahanya, perkebunan dibagi menjadi dua, yaitu perkebunan besar dan perkebunan rakyat. Perkebunan besar dikelola oleh perusahaan negara ataupun swasta, sedangkan perkebunan rakyat dikelola sepenuhnya oleh masyarakat tani setempat. Jumlah perkebunan negara di Kabupaten Bogor berjumlah tiga kebun, yakni Kebun Cikasungka, Kebun Gunung Mas dan Kebun Cianten dengan komoditas yang ditanami adalah kelapa sawit, teh dan kina. Perkebunan besar negara dikelola oleh BUMN PT. Perkebunan Nusantara VIII. Jumlah perkebunan besar swasta di Kabupaten Bogor berjumlah 18 kebun dengan komoditi yang ditanami antara lain adalah karet, teh, pala, coklat, kopi dan pinang. Perkebunan rakyat tersebar di seluruh wilayah Kabupaten Bogor, dengan komoditi yang ditanami antara lain adalah karet, kopi, cengkeh, kelapa, vanili, aren, pala dan tanaman obat.

(42)

42 5.2 Keadaan Umum, Geografis dan Iklim Kecamatan Jasinga

Kecamatan Jasinga merupakan salah satu kecamatan di Kabupaten Bogor yang memiliki potensi dalam pengembangan komoditas perkebunan. Luas Kecamatan Jasinga adalah 10.848 Hektar dengan jumlah penduduk sebanyak 97.235 jiwa. Jarak dengan ibukota kabupaten cukup jauh, yakni 64 kilometer dengan akses transportasi sudah cukup baik. Kecamatan Jasinga ini merupakan kecamatan yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Rangkasbitung Provinsi Banten. Jarak tempuh ke Kabupaten Rangkasbitung relatif lebih dekat apabila dibandingkan dengan jarak tempuh ke ibukota kabupaten. Akses transportasi yang sudah cukup baik dengan wilayah lainnya terutama dengan Kota Bogor dan Kabupaten Rangkasbitung telah memberikan suatu gambaran yang dapat mendukung kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Kondisi jalan dan infrastruktur yang ada juga telah mendukung kegiatan sehari-hari dan mobilitas masyarakat Kecamatan Jasinga.

Kecamatan Jasinga memiliki suhu rata-rata tiap bulan sebesar 260 C dengan suhu terendah 21,80 C dan suhu tertinggi adalah sebesar 30,40 C. Kelembaban udara di Kecamatan Jasinga adalah sebesar 70% dengan curah hujan sebesar 1.561,3 mm/tahun dan jumlah hari hujan sebanyak 125 hari. Hujan dalam satu tahun. Secara umum kondisi topografi wilayah Kecamatan Jasinga adalah berbukit-bukit dengan ketinggian 207 meter diatas permukaan laut. Lahan di wilayah Kecamatan Jasinga sebagian besar didominasi oleh tanaman perkebunan dan kehutanan seperti karet, manggis atau sengon dan sisanya adalah persawahan dengan jenis tingkat kelerengan datar, landai dan curam. Tingkat kelerengan yang datar dan landai ditanami dengan jenis tanaman pertanian dan kebun campuran seperti padi, sengon, manggis dan karet. Tingkat kelerengan yang curam digunakan untuk tanaman kopi arabika. Cara penanaman yang umumnya dilakukan oleh petani di Kecamatan Jasinga adalah polikultur atau tanaman keras yang ditumpangsarikan dengan tanaman semusim. Kondisi agroekosistem yang ada di Kecamatan Jasinga memberikan gambaran peluang yang cukup baik dalam pengembangan usaha perkebunan maupun bentuk usahatani lainnya.

(43)

43 pemanfaatan lahan untuk wilayah perkebunan karet, manggis, kopi, maupun rempah-rempah. Keberadaan lahan untuk wilayah perkebunan ini merupakan milik Perhutani dan pihak swasta, namun sudah beberapa tahun ini kurang dimanfaatkan dengan baik, sehingga banyak dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dengan pemberian hak garap kepada para petani setempat. Wilayah yang dimanfaatkan untuk perkebunan rakyat dan swasta sendiri mencapai 3.326 Hektar atau sekitar 30,66 persen. Kondisi ini menggambarkan bahwa Kecamatan Jasinga memiliki potensi yang dapat dikembangkan dalam bidang perkebunan, terutama dalam mengembangkan kegiatan perekonomian masyarakat setempat. Tabel 11 memberikan gambaran secara lengkap pemanfaatan lahan yang ada di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor.

Tabel 11. Pemanfaatan Lahan di Kecamatan Jasinga Tahun 2010

Pemanfaatan Lahan Luas Lahan (Ha) Persentase (%) Perumahan, pemukiman dan Pekarangan 2.545,56 23,46

Tanah sawah 3.024,63 27,88

Perkebunan rakyat dan swasta 3.326,00 30,66

Kolam 354,61 3,26

Sungai 453,56 4,18

Jalan Kabupaten 1.078,65 9,94

Pemakaman Umum 29,92 0,27

Perkantoran 1,25 0,01

Lapangan Olah Raga 1,89 0,01

Tanah Peribadatan 15,93 0,15

Tanah Bangunan Pendidikan 16,00 0,15

Total 10.848,00 100,00

Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Jasinga, 2011

(44)

44 Jasinga berdasarkan jenis mata pencaharian. Pekerjaan sebagai petani maupun peternak pada masyarakat setempat tentunya dipengaruhi oleh kondisi alam maupun lingkungan sekitar yang memang mendukung kegiatan pertanian dan peternakan, terutama dalam bidang perkebunan yang selama ini terus dikembangkan dalam meningkatkan kegiatan perekonomian masyarakat. Sementara sebagian yang lainnya bermata pencaharian sebagai pedagang maupun pengrajin dan wiraswasta. Tabel 12 berikut menyajikan secara lengkap jumlah penduduk Kecamatan Jasinga berdasarkan mata pencaharian masyarakat setempat.

Tabel 12. Jumlah Penduduk Kecamatan Jasinga Berdasarkan Jenis Mata Pencaharian Tahun 2010

N0. Jenis Mata Pencaharian Jumlah (orang) Persentase (%)

1 Petani dan peternak 667 13,74

Sumber: Data Kependudukan Kecamatan Jasinga, 2011

5.3 Karakteristik Petani Responden

Gambar

Tabel 1. Pendapatan Domestik Bruto Atas Harga Berlaku (Milyar Rp) pada Tahun 2005-2009
Tabel 6. Luas Kebun, Produksi dan Konsumsi Karet di Indonesia Tahun 2001-2008
Tabel 7. Luas Tanaman Menghasilkan (TM) dan Produksi Perkebunan Karet di Pulau Jawa Menurut Provinsi dan Status Penggunaan Lahan Tahun 2008 (*)
Gambar 1. Produk Hasil Olahan Getah Karet/Lateks di Indonesia
+7

Referensi

Dokumen terkait

Tujuan penelitian ini : (1) Mengkaji persepsi petani sayuran terhadap kebijakan pemerintah daerah dalam upaya pengembangan agribisnis di kawasan agropolitan, (2) Menjelaskan

Hubungan Karakteristik Sosial Ekonomi Petani Penerima PUAP (Umur, Pendidikan, Lama Berusahatani, Frekuensi Mengikuti Penyuluhan, Luas Lahan, Jumlah Tanggungan, Produksi

Perbedaan pendapatan ini disebabkan karena jumlah produksi yang dihasilkan petani padi setelah menerima program CSR CGS lebih besar dibandingkan dengan petani

diperoleh gabungan kelompok tani (Gapoktan) sebelum dan sesudah menerima bantuan dana Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) nilai t sebesar -14,126

Sedangkan dampak ekonomi yang ditimbulkan oleh Program PUAP terhadap petani di daerah penelitian adalah sebagai berikut: (1) petani dapat memperoleh bantuan

Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, dapat dilihat bahwa product (hasil) pelaksanaan kinerja kelompok tani penerima bantuan PUAP di daerah penelitian

Pada tabel di atas dapat dilihat bahwa rata-rata biaya tetap yang digunakan petani responden yang ada di Desa Puncak Harapan Kecamatan Maiwa kabupaten Enrekang dalam