• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENDAPATAN PETANI KARET DI KECAMATAN JASINGA

7.1 Analisis Kinerja Usahatan

7.2.1 Analisis Usahatani Karet Petani Penerima Bantuan Program

Usahatani karet yang dianalisis adalah selama satu tahun, petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet mendapatkan penerimaan dari hasil olahan sheet yang berupa sheet basah. Rata-rata produktivitas per hektar per musim karet adalah 1.411 kilogram/hektar. Harga jual

sheet basah dengan kualitas sheet 3 rata-rata adalah Rp 7.500,- per kilogram.

Rata-rata penerimaan petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per hektar per tahun adalah Rp 32.925.000 per hektar per tahun.

Biaya tunai yang dikeluarkan petani penerima bantuan diantaranya untuk membeli pupuk kandang, pupuk kimia, koagulan (asam semut) dan membayar upah tenaga kerja. Rata–rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani penerima bantuan adalah Rp 16.413.500 per hektar per tahun. Biaya tebesar digunakan untuk pembelian pupuk kandang dan membayar tenaga kerja.

Biaya diperhitungkan terdiri dari biaya pajak lahan dan biaya penyusutan alat. Biaya pajak lahan dibayar satu kali dalam satu tahun. Penyusutan alat terdiri dari penyusutan dari ember penampung, cincin mangkuk dan talang sadap. Perhitungan mengenai penyusutan alat pertanian petani karet penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terdapat pada Lampiran 3. Adapun untuk analisis pendapatan karet petani penerima bantuan Program Pengembangan Agrisnis Komoditi Karet terdapat pada Tabel 22.

60 Tabel 22. Analisis Pendapatan Sheet pada Petani Penerima Bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per Hektar per Tahun di Kec Jasinga

Uraian Satuan Harga Satuan (Rupiah)

Volume

Nilai (Rupiah)

A

Penerimaan Usahatani

Sheet Basah Kilogram 7.500 4.390 32.925.000

Total Penerimaan 32.925.000

B Biaya Usahatani

B1

Biaya Tunai

1.Pupuk

a. Pupuk Kandang Karung 10.000 600 6.000.000 b. Urea Kilogram 2.500 435 1.087.500 c. KCL Kilogram 2.000 397 794.000 d. NPK Kilogram 3.000 369 1.107.000 2. Koagulan (Asam Semut) Liter 45 5000 225.000 3. Tenaga Kerja Orang 20.000 360 7.200.000

Total Biaya Tunai 16.413.500

B2

Biaya diperhitungkan

1. Pajak Lahan 215.000 1 215.000

2. Penyusutan Alat 23.400 1 23.400

Total Biaya Diperhitungkan 238.400

C Total Biaya Usahatani (B1+B2) 16.651.900

D Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) 16.511.500

E Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) 16.273.100

F R/C Atas Biaya Tunai (A/B1) 2,01

H R/C Atas Biaya Total (A/C) 1,98

Pendapatan petani terdiri dari pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total. Besarnya pendapatan petani karet atas biaya tunai adalah Rp 16,511,500,- per hektar, sedangkan besarnya pendapatan petani atas biaya total Rp 16,273,100,- per hektar. Untuk mengetahui efisiensi usahatani dapat dicari dengan rasio penerimanan terhadap biaya (R/C rasio). R/C rasio juga terbagi menjadi dua jenis, yaitu R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,01 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya tunai akan menghasilkan penerimaan sebesar 2,01 satuan penerimaan. Nilai R/C atas biaya total sebesar 1,98 artinya setiap pengeluaran satu satuan biaya total akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,98 satuan penerimaan.

61 7.2.2 Analisis Usahatani Karet Petani Non Penerima Bantuan

Berdasarkan analisis usahatani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet, diperoleh data bahwa jumlah produksi

sheet yang dihasilkan lebih sedikit dibandingkan dengan petani penerima bantuan

program. Hal ini dikarenakan bantuan alat pasca panen yang diberikan pada petani penerima bantuan program memiliki pengaruh yang sangat signifikan terhadap hasil produksi sheet dan kualitas sheet yang dihasilkan. Petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet hanya mampu menghasilkan sheet dengan mutu sheet asalan yang rata-rata dihargai Rp 4,500 per kilogram. Rincian mengenai usahatani karet pada petani non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet pada Tabel 23. Tabel 23. Analisis Pendapatan Sheet pada Petani Non Penerima Bantuan

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet per Hektar per Tahun di Kec Jasinga

Uraian Satuan Harga Satuan (Rupiah)

Volume

Nilai (Rupiah)

A

Penerimaan Usahatani

Sheet Basah Kilogram

4.500 3.825 17.212.500 Total Penerimaan 17.212.500 B Biaya Usahatani B1 Biaya Tunai 1.Pupuk

a. Pupuk Kandang Karung 10.000 600 6.000.000 b. Urea Kilogram 2.500 435 1.087.500 c. KCL Kilogram 2.000 397 794.000 d. NPK Kilogram 3.000 369 1.107.000 2. Koagulan (Asam Semut) Liter 45 5000 225.000 3. Tenaga Kerja Orang 20.000 360 7.200.000

Total Biaya Tunai 16.413.500

B2

Biaya diperhitungkan

1.Pajak Lahan 118.000 1 118.000

2.Penyusutan Alat 36.900 1 36.900

Total Biaya Diperhitungkan 154.900

C Total Biaya Usahatani (B1+B2) 16.568.400

D Pendapatan Atas Biaya Tunai (A-B1) 799.000

E Pendapatan Atas Biaya Total (A-C) 644.100

F R/C Atas Biaya Tunai (A/B1) 1,05

62 Pada Tabel 23 menunjukkan analisis pendapatan usahatani petani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Berdasarkan hasil perhitungan, rata–rata biaya tunai yang dikeluarkan oleh petani non penerima bantuan adalah sama dengan petani penerima bantuan program yaitu sebesar Rp 16.413.500,- per hektar. Biaya tunai terbesar dikeluakan untuk pembelian pupuk kandang dan pembayaran tenaga kerja. Rata-rata biaya yang diperhitungkan berupa pajak lahan dan penyusutan alat adalah sebesar Rp 154.900,- per hektar. Nilai penyusutan alat pada petani non penerima bantuan program bernilai lebih kecil dibandingkan dengan petani penerima bantuan program. Hal ini dikarenakan petani non penerima bantuan program harus membeli pisau sadap, sedangkan petani penerima bantuan program mempunyai pisau sadap yang diperoleh dari bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Variabel – variabel biaya tersebut akan mempengaruhi nilai R/C rasio.

Nilai R/C rasio dibedakan menjadi R/C rasio atas biaya tunai dan R/C rasio atas biaya total. Perbandingan antara nilai R/C rasio petani non anggota dengan petani anggota adalah lebih kecil petani non anggota. Hal ini dikarenakan mutu dari kualitas sheet yang dihasilkan sangat jauh dari petani penerima bantuan program. Petani penerima bantuan program mampu menghasilkan sheet dengan kualitas 3 yang mempunyai nilai jual rata-rata adalah sebesar Rp 7.500 per kilogram, sedangkan petani non penerima bantuan program hanya mampu menghasilkan sheet dengan kualitas asalan yang mempunyai nilai jual rata-rata adalah Rp 4.500 per kilogram. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada petani non penerima bantuan adalah sebesar 1,05 artinya setiap satu satuan biaya tunai yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,05 satuan penerimaan. Sedangkan, nilai R/C rasio atas biaya totalnya adalah 1,04 artinya setiap satu satuan biaya total yang dikeluarkan akan menghasilkan penerimaan sebesar 1,54 satuan penerimaan.

63

VIII KESIMPULAN DAN SARAN

8.1Kesimpulan

Berdasarkan hasil pembahasan dalam penelitian ini, maka dapat ditarik kesimpulan sebagai berikut :

1. Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet dilaksanakan di Kecamatan Jasinga, Kabupaten Bogor. Program ini merupakan Program yang diselenggarakan oleh Kementerian Pertanian, Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran Hasil Pertanian. Program Pengembangan Agribisnis ini merupakan serangkaian dari kegiatan-kegiatan yang terintegrasi dari pasca panen hingga pemasaran hasil. Pelaksana teknis dari Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet ini adalah Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Bentuk dari pelaksanaan program pemerintah ini adalah pemberian bantuan berupa alat pasca panen karet pada kelompok tani yang telah ditetapkan. Kelompok tani yang mendapatkan bantuan Program Pengembangan Agribisnis berjumlah tiga kelompok tani, yaitu kelompok tani Mandiri, Kuning Sari dan Binangkit. Bantuan yang diberikan pada masing- masing kelompok tani alat pasca panen karet yang terdiri atas satu unit hand

mangel, loyang, timbangan gantung, pisau sadap dan mangkok lateks.

2. Berdasarkan hasil kinerja usahatani, petani karet penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet mampu menghasilkan mutu dan kualitas sheet dengan kualitas 3 yang rata-rata harga jualnya adalah Rp 7.500,- per kilogram. Petani penerima bantuan program pun memiliki pendapatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan pendapatan petani karet non penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Pendapatan atas biaya tunai dari petani penerima bantuan program adalah sebesar Rp 16.511.500,- dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp 16.273.100,-. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 2,01 dan R/C atas biaya total adalah 1,98. Petani non penerima bantuan hanya mampu menghasilkan sheet dengan kualitas asalan yang rata-rata harga jualnya adalah Rp 4.500,- per kilogram. Pendapatan atas biaya tunai dari petani non penerima bantuan program adalah sebesar Rp 799.000,- dan pendapatan atas biaya total adalah sebesar Rp

64 644.100,-. Nilai R/C rasio atas biaya tunai adalah 1,05 dan R/C atas biaya total adalah 1,04.

8.2Saran

Berdasarkan analisis yang telah dilakukan, saran yang dapat diberikan penulis adalah:

1. Berdasarkan analisis usahatani karet, diperlukan pelatihan dan penelitian mengenai teknik pasca panen karet yang baik. Terutama mengenai proses pembekuan, penggilingan, pencucian dan pengeringan lateks. Diperlukan penerapan teknologi modern misalnya: mekanisasi pertanian, penerapan kawasan agropolitan atau penerapan integrated farming. Dengan banyaknya anggota kelompok tani penerima bantuan yang membudidayakan kambing, kotoran dan air seni kambing dapat dijadikan pupuk kandang, sehingga biaya untuk pembelian pupuk kandang dapat ditekan.

2. Petani karet yang belum tergabung dengan kelompok tani diharapkan bisa bergabung dengan kelompok tani yang telah terdaftar pada Dinas Pertanian dan Kehutanan, hal ini dimaksudkan untuk kemudahan dalam mendapatkan akses teknologi, modal dan pasar.

3. Untuk meningkatkan perkembangan kelompok tani, diperlukan upaya penyuluhan dan pelatihan yang lebih intensif dari pihak BP3K atau BP4K. Pertemuan harus lebih intensif dari satu bulan sekali menjadi satu minggu sekali. Dengan demikian permasalahan-permasalahan yang menjadi kendala petani karet di Kecamatan Jasinga dapat diatasi.

ANALISIS KEBERHASILAN PROGRAM PENGEMBANGAN

Dokumen terkait