• Tidak ada hasil yang ditemukan

FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR

DAFTAR LAMPIRAN

I.1 Latar Belakang

2.7 Penelitian Terdahulu

Dalam penelitian Lestari (2010), mengemukakan bahwa konsumsi karet alam dunia terus meningkat setiap tahunnya. Hal ini disebabkan oleh berkembangnya industri-industri yang berbahan baku karet alam. Sama halnya dengan penelitian Priyohutomo (2010), peneliti mengemukakan bahwa produktivitas karet alam Indonesia masih rendah yang menyebabkan ekspor karet alam Indonesia berfluktuasi. Penelitian ini mengkaji tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor karet ala mini menggunakan alat analisis model log ganda dan metode OLS. Variabel dependen yang digunakan adalah volume ekspor karet alam Indonesia serta variabel independennya meliputi volume produksi karet alam domestik, volume konsumsi karet alam domestik, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor bulan sebelumnya, harga karet alam domestik, harga karet alam dunia dan harga karet alam sintesis. Hasil penelitian dari penelitian tersebut adalah variabel yang berpengaruh signifikan adalah volume produksi domestik, volume konsumsi domestik dan harga karet sintesis. Volume produksi domestik menjadi satu-satunya variabel yang bersifat elastis terhadap volume ekspor karet alam Indonesia.

Penelitian yang dilakukan oleh Sunandar (2007) dan Pratama (2010), menunjukkan bahwa tingkat produksi karet alam Indonesia mengalami kenaikan setiap tahunnya. Peran penting kebijakan pemerintah dalam input adalah pemberian subsidi pupuk dan output sangat membantu petani karet alam dalam meningkatkan daya saing. Penelitian ini menggunakan alat analisis Policy

Analysis Matrix (PAM) atau Matriks Analisis Kebijakan. Hasil analisis ini

menujukkan bahwa pengusahaan komoditi tanaman karet mempunyai daya saing. Dengan adanya daya saing tersebut, menunjukkan bahwa karet alam masih mempunyai keunggulan kompetitif dan keunggulan komparatif. Ekspor terbanyak yang dilakukan Indonesia untuk Bahan Olah Karet (Bokar) adalah SIR (Standard

21

Indonesian Rubber) yang merupakan spesifikasi teknis yang dibuat dari

koagulump lateks. Alat analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah Model Regresi Logistik Biner dan analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa Faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan petani dalam menentukan jenis bahan olah karet secar signifikan adalah jumlah anggota keluarga petani, luas lahan yang dimiliki, keanggotaan petani dalam kelompok tani, keberadaan PPL serta variabel harga koagulump yang diterima oleh petani.

Widhyastuti (2006) dan Firwiyanto (2008), menggunakan alat analisis yang sama dalam penelitiannya yaitu metode Importance Performance Analysis

(IPA). Penelitian yang mengkaji tentang Evaluasi Program Pelaksanaan PIR serta tingkat pendapatan dan tingkat kepuasan peternak terhadap pelaksanaan kemitraan ayam broiler. Atribut penetapan denda sortasi merupakan atribut dengan nilai terendah. Hasil penelitian menunjukan tingkat pendapatan yang diperoleh peternak mitra lebih kecil dibandingkan dengan peternak mandiri tetapi cukup sepadan bagi peternak yang tidak memiliki modal. Berdasarkan hasil IPA dan CSI diketahui nilai sebesar 74 persen. Hal ini menandakan bahwa secara keseluruhan peternak mitra merasa puas terhadap kinerja atribut kemitraan yang dilaksanakan perusahaan inti.

Penelitian yang dilakukan oleh Syahid (2005), tentang pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani ternak itik di Kabupaten Banjar, Provinsi Kalimantan Selatan. Penelitian ini menunjukkan bahwa diperlukan langkah strategis dalam pengembangan ekonomi lokal melalui pengembangan kelompok tani ternak itik. Kajian ini juga bertujuan untuk mengkonstruksikan konsep pemberdayaan yang sesuai bagi seluruh komunitas dan kelompok tani dalam pengelolaan potensi sumberdaya lokal. Kegiatan dan proses pemberdayaan yang dilakukan ternyata belum menunjukkan keberdayaan masyarakat petani. Hal ini terbukti dengan masih banyaknya masalah-masalah sosial ekonomi yang dihadapi warganya.

Penelitian tentang program pengembangan pertanian (Primatani), dalam hal ini dilakukan oleh Nur Yulistia (2009), yang menganalisis pendapatan dan efisiensi produksi usahatani belimbing dewa peserta Primatani Di Kota Depok, menyatakan bahwa adanya program primatani dalam pengembangan belimbing

22 dewa ternyata tidak mempunyai pengaruh yang signifikan terhadap tingkat pendapatan petani peserta primatani. Hal ini terlihat dari pendapatan atas biaya tunai dan biaya total yang lebih besar diperoleh petani non peserta primatani dibandingkan petani peserta primatani. Namun demikian, usahatani belimbing dewa yang dilakukan Di Kota Depok selama ini sudah menguntungkan bagi para petani, analisis ini terlihat dari nilai R/C rasio pada petani primatani maupun non primatani yang lebih besar dari satu.

Konsep yang akan digunakan dalam penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan sebelumnya. Persamaannya adalah mengkaji suatu program pemerintah, dalam hal ini adalah Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terhadap masyarakat yang ada di suatu desa yang berbeda. Perbedaannya adalah penelitian ini mengkaji bagaimana pelaksanaan program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet dengan melihat bagaimana keberhasilan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

23

III.

KERANGKA PEMIKIRAN

3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis

Kerangka pemikiran untuk menguraikan nalar dan pola pikir dalam upaya menjawab tujuan penelitian. Uraian pemaparan mengenai hal yang berkaitan dan relevan dengan penelitian. Kerangka pemikiran teoritis dalam penelitian ini membahas konsep sumberdaya ekonomi lokal, sistem agribisnis,kelembagaan dalam agribisnis, pendapatan usahatani dan program pengembangan agribisnis komoditi karet. Alat hitung yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendapatan usahatani.

3.1.1 Sumberdaya Ekonomi Lokal

Sumberdaya ekonomi lokal yang dimiliki oleh suatu daerah pada dasarnya merupakan potensi yang dihasilkan dari suatu daerah. Pengembangan potensi lokal ini menjadi sebuah peluang ketika diterapkannya kebijakan tentang otonomi daerah. Pengembangan wilayah dalam ruang lingkup otonomi daerah juga harus didasarkan atas keunggulan komparatif suatu wilayah sesuai dengan potensi dan kendala bio-fisik (tanah, agroklimat) dan sosial ekonominya. Kecamatan Jasinga sebagai salah satu daerah penanaman karet memiliki keunggulan tersendiri untuk terus mengembangkan karet sebagai potensi lokal yang ada di kecamatan tersebut. Sebagai produk unggulan yang menjadi salah satu pendukung pembangunan kecamatan, sumberdaya ini menjadi penting untuk terus dikembangkan baik dari segi produksi maupun kegiatan pemasarannya.

3.1.2 Sistem Agribisnis

Istilah sistem (system) berasal dari bahasa Yunani, systema yang berarti, yaitu :(1) suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian dan (2) hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur. Jadi istilah systema mengandung arti sebagai bagian keseluruhan atau komponen atau himpunan yang saling berhubungan satu sama lain secara teratur menjadi satu kesatuan menjadi satu kesatuan yang terpadu sesuai dengan mekanismenya (Rahim dan Diah, 2008).

24 Agribisnis adalah sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem, yakni: susbsistem agribisnis hulu

(upstreamagribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan

perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industri pupuk, obat- obatan, bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain); subsistem usahatani

(on-farm agribusiness); subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness)

(Saragih,2010). Agribisnis ini membentuk suatu sistem yang simultan dan memiliki keterkaitan yang erat antara keempat subsistem tersebut.

Sektor agribisnsis menurut Saragih (2010) adalah sebagai bentuk modern dari pertanian primer, paling sedikit mencakup empat subsistem, yakni: subsistem agribisnis hulu (upstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang menghasilkan dan perdagangan sarana produksi pertanian primer (seperti industry pupuk, obat-obatan,bibit/benih, alat dan mesin pertanian, dan lain-lain) ; subsistem usahatani (on-farm agribusiness) atau disebut sebagai sector pertanian primer; subsistem agribisnis hilir (downstream agribusiness), yaitu kegiatan ekonomi yang mengolah hasil pertanian primer menjadi produk olahan, baik yang siap untuk dimasak atau siap untuk disaji atau siap untuk dikonsumsi beserta kegiatan perdagangannya di pasar domestic dan internasional; dan subsistem jasa layanan pendukung seperti lembaga keuangan dan pembiayaan, transportasi, penyuluhan dan layan informasi agribisnis, penelitian dan pengembangan, kebijakan pemerintah, asuransi agribisnis dan lain-lain. Secara sederhana sistem agribisnis dapat dilihat pada Gambar 2.

Gambar 2. Sistem Agribisnis Sumber : Saragih (2010) Subsistem Agribisnis Hulu Subsistem Usahatani Subsistem Pengolahan

Subsistem Jasa dan penunjang

Subsistem Pemasaran

25 Agribisnis ini menunjukkan adanya keterkaitan vertical antar-subsistem agribisnis serta keterkaitan horizontal dengan system atau subsistem lain di luar seperti jasa-jasa (financial dan perbankan, transportasi, perdagangan, pendidikan, dan lainnya) (Saragih,2010). Sistem agribisnis ini pada dasarnya merupakan bentuk pertanian, industry dan jasa secara saling terkait (sinergis) dan menyeluruh (utuh/sebagai suatu sistem).

3.1.3 Kelembagaan dalam Agribisnis

Kelembagaan agribisnis dapat berupa kelompok tani. Kelompok tani ini yang kemudian menjalin kemitraan dengan pihak luar sebagai badan organisasi perkumpulan petani. Menurut Keputusan Menteri Pertanian nomor 940 tahun 1997, kemitraan usaha pertanian merupakan suatu bentuk kerjasama usaha diantara perusahaan dan kelompok mitra di bidang usaha pertanian.

Kemitraan merupakan suatu bentuk kerjasama yang mengacu pada terbentuknya keseimbangan, keselarasan dan keterampilan yang didasari oleh sikap saling percaya antara kedua pihak yang bermitra yaitu perusahaan dan kelompok, dimana adanya hubungan kemitraan ini akan terwujud hubungan saling menguntungkan, saling membutuhkan dan saling memperkuat. Hal tersebut mengindikasikan bahwa kerjasama dalam bentuk kemitraan ini bertujuan untuk meningkatkan pendapatan, kesinambungan usaha, adanya jaminan jumlah suplai, meningkatkan kualitas produksi, meningkatkan kualitas kelompok mitra, meningkatkan usaha, menciptakan kelompok mitra yang mandiri.

Kemitraan yang banyak dilakukan oleh petani adalah dengan adanya bentuk kelembagaan agribisnis. Menurut Baga (2009), pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian, yaitu : kelembagaan sebgai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya.

Menurut Saptana (2006) membagi proses terbentuknya kelembagaan menjadi dua, yaitu kelembagaan yang tumbuh secara alamiah dan kelembagaan yang sengaja dibentuk dalam rangka mencapai tujuan-tujuan tertentu. Ciri

26 kelembagaan yang tumbuh secara alamiah adalah terbentuk karena adanya kebutuhan masyarakat, berlangsung dalam kurun waktu yang lama, bersifat in formal dan umumnya tidak tertulis. Kelembagaan yang sengaja dibentuk memiliki ciri adanya inisiasi dalam proses pembentukannya, sifatnya lebih formal adan umumnya bersifat tertulis (rumusan tujuan, tata tertib yang berlaku dan rumusan kerja sama antara pelaku.

Pembangunan kelembagaan merupakan suatu proses untuk memperbaiki kemampuan suatu lembaga (institution) dalam menggunakan sumberdaya yang tersedia, berupa manusia (human) maupun dana (financial) secara efektif. Keefektifan suatu lembaga tergantung pada lokasi, aktivitas dan teknologi yang digunakan oleh suatu lembaga. Konsep keefektifan (effectiveness) diartikan sebagai kemampuan suatu lembaga dalam mendefinisikan seperangkat standar dan menyesuaikannya dengan tujuan operasionalnya (Baga, 2009).

Keberadaan kelembagaan agribisnis dalam bentuk kelompok tani memberikan peran yang sangat berarti bagi petani. Kelompok tani ini menjadi organisasi kerjasama petani untuk berhubungan dengan pihak luar misalnya perusahaan mitra untuk meningkatkan pendapatan. Selain itu, kelompok tani ini menjadi tempat untuk mengadopsi penerapan teknologi ditingkat petani. Keberadaan kelembagaan harus memberikan manfaat bagi anggotanya yaitu melalui kinerjanya. Kinerja dapat diartikan sebagai sesuatu yang dicapai atau prestasi yang diperlihatkan. Jhon Witmore dalam Coaching for Performance

(1997:104), menyatakan kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan. Kinerja merupakan suatu kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional.

Menurut Cascio (1992 :267), penilaian kinerja adalah sebuah gambaran atau deskripsi yang sistematis tentang kekuatan dan kelemahan yang terkait dari

27 seseorang atau suatu kelompok1. Kinerja mengenai keberadaan kelembagaan agribisnis ini adalah bentuk manfaat yang diberikan dari kelembagaan tersebut terhadapa anggotanya, dalam hal ini adalah bentuk kelompok tani yang keberadaannya seberapa efektif terhadap produkivitas dan pendapatan anggotannya.

3.1.4 Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet

Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet merupakan salah satu program yang dilakukan oleh Kementrian Pertanian (Kementan) yang baru dilakukan pada tahun 2009 hingga sekarang. Salah satu tujuan utamanya adalah meningkatkan penanganan pasca panen, dengan mengurangi tingkat kehilangan hasil. Penerapan program tersebut, diharapkan petani dapat meningkatkan kemampuan dan pengetahuannya dalam penanganan pasca panen karet dengan baik dan benar, yakni sesuai dengan kaidah Good Handling Practise (GHP) melalui pembinaan yang terarah, intensif dan berkelanjutan (Dirjen P2HP,2008).

Bentuk bantuan yang diberikan oleh pemerintah kepada petani adalah alat pasca panen karet yang terdiri atas hand mangel, timbangan gantung, mangkok lateks, loyang, dan pisau sadap. Bantuan tersebut didistribusikan pada beberapa kelompok, sesuai dengan proposal dan Rencana Usaha Kelompok (RUK) yang diajukan pada lingkup Dinas Pertanian Kabupaten/Kota.

Sasaran dari program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet adalah kelompok tani yang mempunyai usaha pasca panen karet, pengolahan karet dan atau pemasaran hasil karet, dengan ketentuan sebagai berikut :

a. Mempunyai pengurus aktif (minimal ketua, sekretaris, bendahara) dan aturan organisasi yang dibuktikan dengan Berita Acara pembentukan kelompok tani, dengan disetujui oleh anggotanya, dan usahanya telah berjalan.

b. Tidak termasuk dalam daftar kredit macet atau kredit bermasalah serta tidak termasuk dalam dalam daftar hitam Bank Indonesia

1

Anonim. Penilaian Kinerja. w w w .google.com/ / search/ / penilaian kinerja/ / w ikipedia/ / ht ml (15 Febr uari 2010).

28 c. Mengusahakan penanganan pasca panen karet, pengolahan dan atau pemasaran komoditas strategis yang telah ditetapkan Departemen Pertanian yang mempunyai potensi dan prospek pasar yang jelas.

d. Mempunyai proposal kegiatan dan rencana penggunaan anggaran untuk mengembangkan penanganan pasca panen, pengolahan, dan atau pemasaran karet

e. Lolos seleksi dan disetujui oleh tim teknis Dinas lingkup pertanian Kabupaten/Kota

f. Bersedia mengikuti petunjuk/pembinaan dari Dinas lingkup pertanian Kabupaten/Kota

3.2 Kerangka Pemikiran Operasional

Kecamatan Jasinga merupakan salah satu sentra pengembangan produksi karet di Kabupaten Bogor yang mempunyai jumlah produksi dan lahan budidaya yang lebih banyak dibandingkan beberapa kecamatan lainnya di Kabupaten Bogor (Lampiran 1). Hingga saat ini wilayah Kecamatan Jasinga, sebagai sentra produksi di Kabupaten Bogor belum mampu memberikan kontribusi untuk memenuhi permintaan pasar karena masih rendahnya mutu sheet yang dihasilkan oleh petani. Adanya kemajuan teknologi akan memungkinkan kualitas sheet yang dihasilkan petani akan meningkat.

Karet merupakan salah satu komoditas yang dikembangkan di Kab Bogor sebagai potensi lokal pertanian daerah pembudidayaannya masih dinilai sangat sedikit dibandingkan dengan jenis tanaman perkebunan lainnya. Karet memiliki nilai ekonomis tinggi apabila penanganan pasca panen dilakukan dengan baik dan mengolahnya menjadi sheet yang memenuhi standar kualifikasi pasar yang diinginkan. Upaya yang dilakukan oleh Pemerintah Kab Bogor dalam mengembangkan komoditi karet sebagai potensi lokal diharapkan meningkatkan produk unggulan tersebut baik dari segi produksi maupun pemasarannya. Salah satu upaya yang dilakukan adalah pemberian bantuan alat pasca panen karet.

Pelaksanaan program melalui pemberian bantuan alat pasca panen diharapkan dapat meningkatkan kegiatan pasca panen karet yang merupakan salah satu mata pencaharian utama para petani responden. Secara tidak langsung adanya

29 peningkatan kegiatan produksi ini diharapkan dapat meningkatkan pendapatan para petani karet Dalam pelaksanaannya, pihak pelaksana program juga melakukan kegiatan monitoring dan penyuluhan kepada para petani karet di Kecamatan Jasinga. Dalam kegiatan pasca panen ini dianalisis dari berbagai faktor yang mendukung, terutama penggunaan input seperti peralatan dan tenaga kerja.

Analisis pendapatan usahatani dalam penelitian ini sebagai gambaran untuk mengukur seberapa besar tingkat keberhasilan program pengembangan agribisnis komoditi karet di Ketingkat kepuasan penerima bantuan. Dari hasil analisis ini diharapkan bisa dijadikan sebagai gambaran umum pelaksanaan program pengembangan agribisnis komoditi karet di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor yang bisa dirumuskan menjadi kebijakan yang mungkin dilakukan oleh pelaksana teknis program tersebut, yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Secara sistematis, kerangka berpikir operasional pada penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 3.

30 Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional Analisis Keberhasilan Program

Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet terhadap Kinerja Usahatani di Kecamatan Jasinga Kabupaten Bogor.

Kualitas bahan olah karet di Kab Bogor belum optimal

Usaha perbaikan kualitas bahan olah karet sebagai potensi ekonomi lokal

Kementerian Pertanian bekerjasama dengan Dinas Pertanian dan

Kehutanan Kab Bogor

Pemberian bantuan alat pasca panen karet

Analisis pendapatan usahatani sebagai indikator keberhasilan

usahatani Rekomendasi Pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet  Gambaran pelaksanaan program  Mekanisme penyaluran bantuan  Tanggapan petani Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet

Pendapatan Usahatani Variabel :

1. Pupuk

2. Koagulan (asam semut) 3. Pajak lahan

4. Tenaga kerja 5. Ember penampung 6. Cincin mangkuk 7. Talang sadap

31

IV. METODE PENELITIAN

4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Bogor Jawa Barat, tepatnya di Kecamatan Jasinga. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa Kecamatan Jasinga merupakan salah satu daerah budidaya karet terbesar di Kabupaten Bogor. Kondisi agroekosistem, infrastruktur serta kondisi perkebunan karet menjadi salah satu daya dukung Kecamatan Jasinga untuk terus mengembangkan agribisnis karet. Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet masih berjalan hingga saat ini termasuk untuk wilayah kecamatan lainnya, baik dalam tahap pembinaan, pemberian bantuan maupun dalam kegiatan monitoring dan evaluasi.

Program pengembangan agribisnis pada dasarnya merupakan bentuk lain dari beberapa program pemerintah dalam mengembangkan potensi suatu daerah, hal ini menjadi salah satu pertimbangan dalam batasan penelitian ini yang hanya menganalisis pelaksanaan program pengembangan agribisnis karet yang dilakukan di Kecamatan Jasinga. Sumber dana yang digunakan dalam Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet ini berasal dari APBN Tahun 2009, yakni Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran-Kementrian Pertanian melalui Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor.

Program Pengembangan Agribisnis ini berakhir pada tahun anggaran 2009 dan terus dievaluasi sampai tahun 2010. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan pada tahun 2011, pada saat evaluasi Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet telah selesai proses monitoring dan evaluasi. Diharapkan penelitian ini dapat memberikan gambaran yang baik dan representatif dari program dan lokasi yang akan diteliti.

32 4.2 Jenis dan Sumber Data

Data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi dua data berdasarkan sumbernya, yaitu data primer dan data sekunder. Data primer diperoleh dengan cara pengamatan secara langsung di lokasi penelitian serta wawancara yang dilakukan secara terstruktur dari responden yang menjadi peserta dari program tersebut, data yang relevan dengan evaluasi Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet, serta hasil wawancara terhadap instansi terkait di Kabupaten Bogor maupun yang lainnya sesuai dengan kerangka yang telah ditetapkan sebelumnya. Data primer juga diperoleh melalui hasil pengisisan kuesioner yang ditujukan kepada petani penerima bantuan.

Data sekunder diperoleh dengan membaca dan menganalisis berbagai dokumen, arsip, buku maupun bentuk data lainnya yang diperoleh melalui berbagai sumber yang memang terkait, baik secara langsung maupun tidak langsung dengan topik penelitian, seperti Direktorat Jenderal Pengelolaan Hasil dan Pemasaran, Litbang, Dinas Pertanian dan kehutanan Kabupaten Bogor, Biro Pusat Statistik, artikel, internet, buku dan literatur lainnya yang relevan dengan penelitian yang dilakukan.

.

4.3 Metode Pengumpulan Data dan Penarikan Sampel

Data primer dikumpulkan melalui wawancara dengan instansi terkait, yaitu Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor. Dinas Pertanian dan Kehutanan Kabupaten Bogor merupakan dinas penyelenggaran Program Pengembangan Agribisnis di tingkat Kabupaten. Wawancara dengan petani penerima bantuan program dipandu dengan kuesioner yang telah dipersiapkan sebelumnya. Kuesioner yang digunakan berisi pertanyaan mengenai pelaksanaan Program Pengembangan Agribisnis di lapangan, dalam hal ini adalah di tingkat petani, tingkat kepuasan dan kepentingan petani dalam pelaksanan program yang telah dilakukan.

Petani yang menjadi responden pada penelitian ini adalah petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Pemilihan petani responden ini diperoleh dari daftar nama petani yang merupakan anggota

33 kelompok tani penerima bantuan program. Informasi petani diperoleh dari kelompok tani maupun instansi terkait.

Penarikan sampel dilakukan dengan metode sensus atau sampel total, karena anggota populasi relatif kecil dan seluruh populasi menjadi responden penelitian. Metode tersebut digunakan atas dasar kondisi para petani responden yang memperoleh bantuan program, juga berdasarkan pertimbangan syarat yang harus dipenuhi oleh para petani peserta program dari total petani yang menjadi

sampling frame sebanyak 75 orang. Sampel diambil sebanyak 43 orang petani

yang menjadi peserta program diambil secara sengaja dari sampling frame yang ada. Jumlah populasi petani penerima bantuan Program Pengembangan Agribisnis Karet adalah 43 orang petani. Sebagai pembanding, yaitu petani non penerima bantuan diambil lima orang. Pengambilan sampel ini dilakukan secara sengaja dan berdasarkan kemudahan akses para petani responden baik terhadap informasi pelaksanaan program maupun informasi lainnya dalam kegiatan budidaya karet. Selain itu, hal ini dilakukan berdasarkan hasil koordinasi dengan pihak kelompok tani Mandiri yang ada di Kecamatan Jasinga maupun atas dasar kemampuan petani dalam menyediakan sarana produksi lain yang memang diperlukan.

Berdasarkan metode ini sampel dapat langsung dipilih di lokasi penelitian saat penelitian dilakukan dengan syarat sampel memenuhi kriteria yang telah ditetapkan. Kriteria sampel petani penerima anggota adalah petani yang mendapatkan bantuan alat pasca panen dari program Pengembangan Agribisnis Komoditi Karet. Analisis data yang lainnya juga digunakan sebagai pendukung dalam penelitian ini. Data tersebut diperoleh dari berbagai pihak yang berkompeten dan berhubungan dengan pelaksanaan program, seperti bagian penelitian dan evaluasi Bidang Perkebunan Dinas Pertanian dan Kehutanan

Dokumen terkait