SITUASI SUMBER DAYA KESEHATAN
Sumber : Dinas Kesehatan Kab/Kota
D. Tenaga Kesehatan
D. Tenaga Kesehatan
Salah satu dampak dari otonomi adalah kesulitan dalam menginventaris tenaga kesehatan. Tenaga kesehatan yang bekerja di Kab/Kota, seringkali keluar/masuk tanpa sepengetahuan maupun dilaporkan ke Dinas Kesehatan Propinsi. Bentuk pengumpulan data kepegawaian salah satunya dilakukan melalui pembuatan profil kesehatan kabupaten/ kota yang dikompilasi di tingkat Propinsi. Oleh karena itu tingkat validasi dan akurasi seringkali menjadi permasalahan utama.
Pada tahun 2005 rasio dokter terhadap 100.000 penduduk adalah 15,19 terjadi peningkatan pada tahun 2006 (16,5), tahun 2007 menurun lagi menjadi 13,86 per 100.000 penduduk, tahun 2008 naik kembali menjadi 16,25 per 100.000 penduduk dan di tahun 2009 meningkat kembali menjadi 17,19 per 100.000 tetapi di tahun 2010 menurun lagi menjadi 16,8 per 100.000 penduduk. Angka tersebut belum mencapai target Riau 2010 (25 per 100.000 penduduk), apalagi jika dibandingkan dengan standar nasional yaitu 40 per 100.000 penduduk masih jauh. Hal ini berarti penambahan penduduk tidak dibarengi dengan penambahan jumlah dokter di daerah. Ratio dokter spesialis setiap tahun meningkat, tahun 2005 sebesar 4,96 per 100.000 naik menjadi 7,9 pada tahun 2006 dan naik lagi menjadi 8,6 per 100.000 penduduk pada tahun 2007, tahun 2008 menjadi 9,25 per 100.000 penduduk dan di tahun 2009 terjadi peningkatan sampai dengan 11,19 per 100.000, tetapi menurun kembali tahun 2010 menjadi 10,9 per 100.000 penduduk. Penambahan dokter spesialis yang cukup signifikan berada di Kota Pekanbaru. Rasio dokter spesialis ini melebihi standar nasional (6:100.000).Walaupun rasio ini sudah melampaui namun dilapangan distribusi penempatan tidak merata, terfokus pada ibukota Propinsi. Untuk masa mendatang masih diperlukan penambahan dokter spesialis khusus penanganan kedaruratan mengingat lokasi dan geografis Propinsi Riau yang terdiri dari pulau‐pulau dan daerah‐daerah sulit guna perluasan jangkauan pelayanan.
Ratio dokter gigi terhadap 100.000 penduduk 5,79 di Tahun 2005, lalu turun pada tahun 2006 menjadi 4,8 per 100.000 penduduk, dan turun kembali pada tahun 2007 menjadi 4,52, tetapi tahun 2008 s/d 2010 terjadi kenaikan , tahun 2008 sebesar 5,16 per 100.000 penduduk, tahun 2009 sebesar 5,39 per 100.000 dan tahun 2010 sebesar 5,83 per 100.000 penduduk, namun angka ini masih jauh dibawah target nasional (11:100.000) dan masih dibawah target Renstra Riau (7:100.000).
Ratio perawat terhadap 100.000 penduduk adalah 90,81 pada tahun 2005, tahun 2006 turun menjadi 90,7 dan pada tahun 2007 menurun kembali menjadi 84,84, tahun 2008 meningkat lagi menjadi 97,41 dan pada 2009 meningkat cukup tajam menjadi 106,76 per 100.000 penduduk tetapi menurun lagi menjadi 103,15 per 100.000 penduduk di tahun 2010, belum mencapai target Renstra 2010 (115 :
100.000). Kebutuhan perawat masih merupakan prioritas mengacu kepada standar atau target nasional (117,5:100.000).
Rasio bidan terhadap 100.000 penduduk pada tahun 2005 adalah 31,59, pada tahun 2006 ratio bidan menjadi 35 per 100.000 penduduk. Dengan adanya program desa siaga ratio bidan meningkat dari tahun 2007 s/d 2010.
Tahun 2007 sebesar 41,89 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebesar 54,32 per 100.000 penduduk, tahun 2009 : 57,57 per 100.000 penduduk dan 66,19 per 100.000 penduduk. Walaupun terjadi peningkatan rasio tenaga bidan dalam empat tahun terakhir, jumlah bidan di Propinsi Riau masih sangat kurang (target Nasional 100:100.000), target Riau 2010 (85:100.000). Disamping itu kebijakan Menteri Kesehatan RI dengan menetapkan status desa siaga pada setiap desa mau tidak mau penambahan jumlah bidan mutlak diperlukan.
Ratio tenaga gizi di Propinsi Riau di Tahun 2005 sebesar 3,9 per 100.000 penduduk, namun pada tahun 2006 dijumpai penurunan 2,75 per 100.000 penduduk, tahun 2007 meningkat cukup signifikan menjadi 4,45 per 100.000 penduduk, tahun 2008 sebesar 5,09 per 100.000 penduduk dan meningkat kembali di tahun 2009 dengan rasio tenaga sebesar 5,33 tetapi menurun lagi menjadi 4,42 per 100.000 penduduk di tahun 2010. Jumlah tenaga gizi di Provinsi Riau masih sangat kurang mengingat standar nasional adalah 22 per 100.000 penduduk. Hal ini sangat mempengaruhi operasional dan pelayanan upaya perbaikan gizi masyarakat. Kedepan diharapkan penempatan dan pengangkatan tenaga gizi dapat menjadi prioritas pemenuhan tenaga kesehatan.
Dalam mendukung terwujudnya konsep paradigma sehat peranan tenaga kesehatan masyarakat merupakan ujung tombak pada tingkat pelayanan kesehatan dasar di Puskesmas. Pada tahun 2005 rasio tenaga kesehatan masyarakat di Propinsi Riau adalah 3,74 per 100.000 penduduk , dan jumlah ini terus mengalami peningkatan sejak tahun 2006 yaitu 3,86 per 100.000 penduduk di tahun 2006, di tahun 2007 menjadi 5,88 per 100.000 penduduk, tahun 2008 berjumlah 7,65 per 100.000 penduduk, dan di tahun 2009 ini rasio meningkat cukup signifikan yaitu 10,01 per 100.000, tetapi menurun lagi di tahun 2010 menjadi 8,85 per 100.000 penduduk. Hal ini disebabkan karena sudah banyak tenaga kesehatan yang melanjutkan studinya ke fakultas kesehatan masyarakat. Walaupun terjadi jumlah
peningkatan tenaga kesehatan dari tahun ketahun, jumlah ini masih jauh dari standar nasional (40 : 100.000 penduduk). Merujuk kepada visi Depkes ” Masyarakat Yang Mandiri Untuk Hidup Sehat” seyogyanya keutuhan tenaga kesehatan masyarakat menjadi prioritas pengangkatan pegawai sesudah tenaga medis dan paramedis.
Peluang pengangkatan ini pada dasarnya sangat memungkinkan mengingat Propinsi Riau mempunyai dana cukup dan keberadaan Sekolah Tinggi di Propinsi Riau.
Keberhasilan pembangunan kesehatan tidak lepas dari kontribusi lintas program dan lintas sektor, khususnya dalam penanganan kesehatan lingkungan, penyediaan air bersih dan penyiapan sarana infrastruktur lainnya. Tenaga sanitasi merupakan fasilitator dan inovator dalam menjembatani perbaikan lingkungan yang sehat termasuk air bersih. Untuk itu peranan sanitasi didalam peningkatan upaya kesehatan masyarakat akan berdampak terhadap keberhasilan pembangunan kesehatan. Pada tahun 2005 ratio tenaga sanitasi di Propinsi Riau 5,39 per 100.000 penduduk, turun menjadi 4,64 per 100.000 penduduk di tahun 2006 dan tahun 2007 ada sedikit peningkatan menjadi 4,7 per 100.000, tahun 2008 terjadi penurunan kembali menjadi 4,43 per 100.000 penduduk, dan tahun 2009 menjadi 4,94 per 100.000,tahun 2010 menurun lagi menjadi 3,52 per 100.000 penduduk, rasio masih sangat jauh dari target nasional (40 per 100.000 penduduk).
Dalam penyelenggaraan upaya pelayanan kesehatan baik tingkat dasar maupun tingkat rujukan pertama ketersediaan obat merupakan salah satu faktor penentu. Distribusi dan pengawasan obat di Puskesmas maupun bidang farmasi menjadi tugas dan tanggungjawab apoteker. Keberadaan tenaga apoteker di Propinsi Riau tahun 2005 memiliki ratio 4,92 per 100.000 penduduk menurun menjadi 1,7 per 100.000 penduduk tahun 2006, tahun 2007 mengalami peningkatan yang cukup signifikan yaitu 7,77 per 100.000 penduduk, menurun lagi di dua tahun terakhir yaitu 2008 menjadi 2 per 100.000 penduduk dan tahun 2009 menjadi 1,9 per 100.000. Tahun 2010 naik menjadi 8,05 per 100.000 penduduk (angka ini bergabung dengan sarjana farmasi). Angka ini masih kurang dari target nasional (10 per 100.000 penduduk). Namun dilapangan kekurangan tenaga‐
tenaga ini disubsitusi dengan tenaga asisten apoteker. Jumlah tenaga asisten apoteker di tahun 2006 adalah 276 orang (ratio = 5,44 per 100.000 penduduk), rasio meningkat menjadi 6,37 per 100.000 penduduk tahun 2007 , meningkat lagi tahun 2008 menjadi 6,8 per 100.000 penduduk dan rasio turun menjadi 6,77 di tahun 2009, tahun 2010 meningkat lagi menjadi 8,25 per 100.000 penduduk. Jumlah ini masih sangat kurang dibandingkan dengan standar nasional (30 : 100.000 penduduk).
Dari data‐data diatas secara umum dapat diambil kesimpulan bahwa secara kuantitas tenaga kesehatan di Propinsi Riau masih belum mencukupi, disamping itu distribusi belum merata, sehingga di daerah sulit masih banyak yang belum tersedia tenaga‐tenaga kesehatan yang utama.
Berbicara mengenai sumber daya manusia kesehatan meliputi 3 pokok program : perencanaan, pendayagunaan tenaga kesehatan dan pengelolaan tenaga kesehatan. Ketiga faktor tersebut harus saling terkait satu sama lain dan dilakukan evaluasi secara terus menerus.
Tenaga kesehatan di Propinsi Riau baik kuantitas maupun kualitas masih merupakan masalah, didukung dengan penempatan, tanggungjawab yang sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. Untuk itu salah satu langkah awal kedepan adalah pemetaan tenaga kesehatan disertai dengan analisis kebutuhan berdasarkan problema spesifik dan kewilayahan. Gambaran tenaga kesehatan per Kab/Kota di Propinsi Riau tahun 2010 dapat dilihat pada grafik dan peta berikut. Gambar 5.9. Ratio Tenaga Kesehatan Propinsi Riau Tahun 2010 di Provinsi Riau Tahun 2010 16,8 10,9 5,83 66,19 103,15 4,42 8,85 3,52 8,05 8,25 0 20 40 60 80 100 120 Dokter dokter gigi
perawat kesmas apoteker
Gambar 5.10. Rasio Dokter Umum per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010 Gambar 5.11. Rasio Dokter Spesialis per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010 Gambar 5.12. Rasio Dokter Gigi per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010
Gambar 5.13. Rasio Bidan per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010 Gambar 5.14. Rasio Perawat per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010 Gambar 5.15. Rasio Tenaga Gizi per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010
Gambar 5.16. Rasio Tenaga Sanitasi per 100.000 Penduduk Menurut Kab/Kota di Provinsi Riau Tahun 2010