• Tidak ada hasil yang ditemukan

TEORAMA   COASE

Dalam dokumen Buku Ajar Ekonomi Industri (Halaman 194-198)

SOLUSI PEMERINTAH DAN SWASTA TERHADAP EKSTERNALITAS

E.   TEORAMA   COASE

Sejauh  mana  solusi  swata  tersebut  mampu  mengatasi  masalah  eksternalitas  ?.  Ada  sebuah  pemikiran  yang  disebut  teorema  Coase  (Coase  therem)  mengambil  nama perumusnya yakni ekonom Ronald Coase yang menyatakan bahwa solusi  swasta  bisa  sangat  efektif  seandainya  memenuhi  satu  syarat.  Syarat  itu  adalah  pihak‐pihak  yang  berkepentingan  dapat  melakukan  negosiasi  atau  merundingkan langkah‐langkah penanggulangan masalah ekternalitas yang ada  diantara mereka, tanpa menimbulkan biaya khusus yang memberatkan  

alokasi sumber daya yang sudah ada. Menurut teorema Coase, hanya jika syarat  itu  terpenuhi,  maka  pihak  swasta  itu  akan  mampu  mengatasi  masalah  eksternalitas  dan  meningkatkan  efisiensi  alokasi  sumber  daya.  Untuk  lebih  memahami makna teorema Coase, simaklah contoh berikut : 

 Di  sebuah  kota  tinggal  seseorang  bernama  Dick,  ditemani  anjingnya  yang  bernama  Spot.  Spot  ini  terus‐terusan  menggonggong  sehingga  sangat  mengganggu  Jane,  tetangga  Dick.  Dick  memetik  manfaat  dengan  memelihara  Spot,  berupa  rasa  aman  dan  nyaman.  Namun  pemeliharaannya  atas  Spot  itu  menimbulkan  eksternalitas  negatif  terhadap  Jane.  Haruskah  Dick  dipaksa  mengirim  anjing  ke  lokasi  khusus  penitipan  hewan,  ataukah  Jane  yang  harus  dipaksa  rela  begadang  sepanjang  malam,  karena  tidak  bisa  tidur  akibat  gonggongan Spot ?. 

 Pertama‐tama,  kita  perkirakan  dahulu  seperti  apa  pemecahan  yang  dalam  secara  sosial  (untuk  semua  pihak).  Ada  dua  alternatif  yang  perlu  dipertimbangkan,  dan  untuk  itu  diperlukan  perhitungan  atas  seberapa  banyak  nilai keuntungan bagi Dick dengan memelihara Spot, dan berapa kerugian yang  harus  ditanggung  Jane.  Jika  keuntungannya  melebihi  kerugiannya  maka  pemecahan  yang  efisien  secara  sosial  adalah  Dick  dibiarkan  terus  memelihara  anjingnya,  sedangkan  Jane  harus  rela  tidur  diiringi  gonggongan  anjing.  Sebaliknya,  jika  nilai  kerugiannya  melampaui  nilai  keuntungannya,  maka  Dick  harus  menyingkirkan  anjingnya.  Menurut  teorema  Coase,  pasar  swasta  dapat  menciptakan sendiri pemecahan yang efisien. Bagaimana caranya ?. Sebagai satu  contoh, Jane dapat menawarkan sejumlah uang kepada Dick agar menyingkirkan  anjingnya.  Dick  akan  terima  tawaran  itu,  jika  uang  yang  ditawarkan  melebihi  nilai keuntungannya dalam memelihara Spot. Melalui tawar menawar, Dick dan  Jane  akhirnya  akan  dapat  menyepakati  jumlah  imbalan  yang  dapat  diterima  kedua  belah  pihak,  dan  seandainya  kesepakatan  tersebut  benar‐benar  dapat  dicapai,  maka  itu  berarti  mereka  dapat  menciptakan  sendiri  pemecahan  atas  masalah  eksternalits  yang  mereka  hadapi.  Umpamakan  saja,  nilai  keuntungan  bagi  Dick  dari  memelihara  Spot  adalah  Rp.  50.000,‐  sedangkan  kerugian  Jane  bernilai Rp. 80.000,‐Dalam kasus ini, Jane dapat menawarkan imbalan sebanyak  Rp. 60.000,‐ dan Dick dengan senang hati akan menyingkirkan anjingnya. Kedua  belah pihak akan lebih sejahtera dibanding sebelumnya dan pemecahan efisien  pun tercipta. 

 Namun  ada  pula  kemungkinan  Jane  tidak  membayar  imbalan  itu,  yakni  jika  ternyata nilai keuntungan Dick lebih besar dari pada nilai kerugiannya. Misalkan  saja, nilai keuntungan  

Dick  dari  memelihara  Spot  ternyata  Rp.  100.000,‐  sedangkan  kerugian  Jane  akibat  gonggongan  Spot  hanya  Rp.  80.000,‐Jika  ini  kasusnya,  maka  tentu  saja  Dick akan menolak tawaran imbalan yang lebih kecil dari Rp. 100.000,‐ padahal  Jane  tidak  akan  mau  membayar  lebih  dari  Rp.  80.000,‐.  Akibatnya,  Dick  akan  tetap  memelihara  Spot.  Ditinjau  dari  perhitungan  untung  ruginya,  kondisi  tersebut juga terhitung efisien. 

 Semua  uraian  dalam  contoh  di  atas,  tentu  saja  bertumpu  pada  asumsi  bahwa  Dick secara hukum memang dibenarkan memelihara anjingnya yang berisik itu,  sehingga Jane tidak bisa mengganggu gugat. Artinya, kita berasumsi bahwa Dick  dapat memelihara Spot dengan bebas, dan Jane harus memberinya imbalan agar  Dick  menyingkirkan  anjingnya  itu  secara  sukarela.  Lantas  bagaimana  jika 

ternyata hukum berpihak pada Jane, atau jika Jane secara hukum berhak untuk  menikmati ketenangan dan ketentraman di rumahnya sendiri. 

 Menurut teorema Coase, distribusi awal hak atau perlindungan hukum itu tidak  menjadi  persoalan,  karena  tidak  ada  pengaruhnya  terhadap  kemampuan  pasar  dalam  mencapai  hasil  yang  efisien.  Misalkan  saja,  Jane  secara  hukum  dapat  menggugat  Dick  agar  menyingkirkan  anjingnya.  Dalam  kasus  ini,  hukum  berpihak pada Jane, namun hasil akhirnya tidak akan berubah. Dalam kasus ini,  Dick  dapat  menawarkan  sejumlah  imbalan  kepada  Jane  agar  ia  dapat  terus  memelihara  anjingnya.  Andaikata  nilai  keuntungan  Dick  lebih  besar  daripada  kerugian  Jane,  maka  keduanya  akan  dapat  mencapai  suatu  kesepakatan  yang  memungkinkan Dick terus memelihara Spot. 

 Jadi, terlepas dari distribusi hak pada awalnya, Dick dan Jane tetap berpeluang  mencapai  kesepakatan.  Meskipun  demikian,  soal  distribusi  hak  itu  bukannya  sama  sekali  tidak  relevan,  karena  distribusi  awal  itulah  yang  menentukan  distribusi  kesejahteraan  ekonomi.  Jika  Dick  yang  memiliki  hak  awal  untuk  memelihara  Spot,  maka  Jane  lah  yang  harus  memberi  imbalan  dalam  kesepakatan yang mereka buat. Sebaliknya, jika Jane yang mempunyai hak awal  untuk  hidup  tenang,  maka  Dick  yang  harus  memberi  imbalan.  Namun  dalam  kedua  kasus  ini,  kesepakatan  tetap  dapat  dibuat  dalam  rangka  mengatasi  masalah  eksternalitas.  Pada  akhirnya,  Dick  hanya  akan  terus  memelihara 

melebihi nilai ker

anjingnya jika nilai keuntungannya  ugiannya. 

 Jadi,  dapat  disimpulkan  bahwa  :  Teorema  Coase  menyatakan  bahwa  pelaku‐ pelaku ekonomi pribadi/swasta, dapat mengatasi sendiri masalah  eksternalitas  yang muncul diantara mereka. Terlepas dari distribusi hak pada awalnya, pihak‐ pihak  yang  berkepentingan  selalu  berpeluang  mencapai  kesepakatan  yang 

ak, dan merupakan pemecahan yang efisien.   menguntungkan semua pih

PERTUMBUHAN 

Dalam perkembangannya bila dilihat mulai menggeliatnya industri nasional pada  sekitar  akhir  tahun  60‐an  telah  mengalami  kemajuan  yang  cukup  menggembirakan, baik yang menyangkut pendalaman struktur, diversifikasi dan  orientasi pasar. Kemajuan tersebut pada dasarnya tidak terlepas dari terjadinya  perkembangan‐perkembangan eksternal yang mempengaruhi kebijakan industri  yang  diterapkan.  Secara  kronologis  kebijakan  pengembangan  industri  dapat  digambarkan,  bahwa  dalam  periode  rehabilitasi  dan  stabilitasi  (tahun  1967‐ 1972), serta periode terjadinya boom minyak (tahun 1973‐1981), kebijakan yang 

diterapkan  adalah  mendorong  tumbuhnya  industri  substitusi  impor,  seperti  industri tekstil dan produk tekstil (TPT), kertas, semen, makanan dan minuman.   Dengan  membaiknya  harga  minyak  (boom  minyak),  kebijakan  yang  ditempuh  adalah  mengupayakan  agar  industri  mampu  mencapai  tingkat  pertumbuhan  yang tinggi. Hal itu tentunya dengan harapan selain dapat menghasilkan produk‐ produk  konsumsi,  substitusi  impor,  juga  dapat  menimbulkan  dampak  pembangunan  kepada  kegiatan‐kegiatan  ekonomi  lainnya  yang  terkait  (trickle­

down effect).  

Akan tetapi di dalam pelaksanaannya, meskipun kegiatan pembangunan tersebut  telah  mencapai  tingkat  pertumbuhan  yang  tinggi,  ternyata  juga  menimbulkan  kesenjangan  pendapatan  di  dalam  masyarakat  (social­gap)  mengingat  pelaksanaan pembangunan, serta yang menikmati hasil‐hasilnya sebagian besar  masih  terfokus  pada  beberapa  kelompok  masyarakat  tertentu  (konglomerat).  Sementara dampak hasil pembangunan yang mengalir kepada sebahagian besar  anggota masyarakat lainnya masih sangat terbatas.  

Dengan  melemahnya  harga  minyak  pada  era  tahun  1982‐1996,  kebijakan  dari  tujuan  yang  semula  hanya  untuk  pengembangan  industri  substitusi  impor,  ditambah misi baru dari pemerintah, yakni pengembangan industri berorientasi  ekspor yang harus didukung oleh usaha pendalaman dan pemantapan struktur  industri.  Kebijakan  ini mulai  diterapkan  pada  industri  kimia,  logam,  kendaraan  bermotor,  industri  mesin  listrik/peralatan  listrik  dan  industri  alat/mesin  pertanian.  

Di  bidang  industri  padat  teknologi  dikembangkan  penguasaan  teknologi  di  beberapa  bidang  seperti  pesawat  terbang,  permesinan  dan  perkapalan.  Sedangkan  langkah‐langkah  kebijakan  yang  diterapkan  sejak  terjadinya  krisis  moneter sampai dengan sekarang adalah program Revitalisasi, Konsolidasi dan  Restrukturisasi  industri.  Kebijakan  ini  ditempuh  dengan  tujuan  untuk  mengembalikan kinerja industri yang terpuruk akibat goncangan krisis ekonomi  yang berlanjut dengan krisis multi dimensi. Industri‐industri yang direvitalisasi  adalah  industri  yang  mempekerjakan  banyak  tenaga  kerja  serta  yang  memiliki  kemampuan ekspor. Secara kronologis perkembangan kebijakan industri seperti  yang diuraikan tersaji pada Gambar 3.1.  

Dalam dokumen Buku Ajar Ekonomi Industri (Halaman 194-198)