• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II. LANDASAN TEORI

B. Altruisme

2. Teori Altruisme

Ada beberapa teori yang membahas tentang altruisme. Dalam bukunya, Sarwono (2009) menuliskan beberapa teori altruisme, antara lain adalah:

a. Teori evolusi.

Menurut teori evolusi, inti dari kehidupan adalah kelangsungan hidup gen. Manusia berusaha agar gennya tetap lestari atau tidak punah.

1.) Perlindungan kerabat (kin protection).

Menurut teori evolusi, tindakan orang tua dalam melindungi dan membantu anaknya ini adalah demi kelangsungan gen-gen orang tua yang ada di dalam diri anaknya. Orang tua yang

mengutamakan kesejahteraan anak dibandingkan dengan

gennya tetap bertahan dan lestari bila dibandingkan dengan orang tua yang mengabaikan anaknya (Myers dalam Sarwono, 1988). Hal tersebut juga berlaku untuk keluarga jauh yang masih memiliki kedekatan gen-gen secara biologis, sehingga manusia akan secara otomatis memiliki keinginan untuk lebih menolong orang yang masih memiliki hubungan keluarga dengannya.

2.) Timbal balik biologik (biological reciprocity).

Prinsip timbal balik biologik memiliki arti menolong untuk memperoleh pertolongan kembali (Sarwono, 2002). Seseorang menolong karena ia memiliki harapan kelak suatu saat ia akan memperoleh balasan pertolongan dari orang yang telah ia tolong.

b. Teori belajar.

Pengaplikasian teori belajar pada tingkah laku menolong merupakan salah satu cara untuk mengungkap bagaimana seseorang belajar untuk menolong orang lain dan dalam kondisi yang seperti apa seseorang memiliki kemungkinan untuk menolong.

1.) Teori belajar sosial (social learning theory).

Dalam teori belajar sosial, tingkah laku manusia dijelaskan sebagai hasil dari proses belajar terhadap lingkungan. Seseorang menolong karena sebelumnya telah mengalami proses belajar melalui observasi terhadap model prososial. Jika model prososial mendukung terjadinya tingkah laku menolong, maka sebaliknya

model antisosial dapat menghambat tingkah laku menolong (Baron, Bryne, dan Brascombe dalam Sarwono, 2009). Dengan demikian seseorang dapat menjadi pribadi yang altruis karena lingkungannya telah lebih dahulu memberi contoh-contoh yang dapat diobservasi oleh orang tersebut untuk bertindak menolong. 2.) Teori pertukaran sosial (social exchange theory).

Menurut teori pertukaran sosial, interaksi sosial bergantung pada untung dan rugi yang terjadi. Teori ini melihat tingkah laku sosial sebagai hubungan pertukaran dengan memberi dan menerima (take and give relationship). Menurut Deaux, Dane, dan Wrightsman (dalam Sarwono, 2009) sesuatu yang dipertukarkan dapat berupa materi (uang, barang, perhiasan) atau non materi (penghargaan, penerimaan). Teori ini menyatakan bahwa interaksi manusia mengikuti prinsip ekonomi, yaitu memaksimalkan ganjaran (keuntungan) dan meminimalkan kerugian. Menurut Myers (dalam Sarwono, 2009) keuntungan dari tingkah laku menolong dapat bersifat menolong untuk memperoleh imbalan dari lingkungan (external self rewards) atau menolong untuk mendapatkan kepuasan batin (internal self rewards).

c. Teori empati.

Empati merupakan respon yang kompleks, mencakup komponen afektif dan kognitif. Dengan komponen afektif seseorang

dapat merasakan apa yang sedang dirasakan oleh orang lain, dan dengan komponen kognitif seseorang mampu memahami apa yang orang lain sedang rasakan beserta dengan alasannya. Daniel Batson (dalam Sarwono, 2009) menjelaskan adanya hubungan antara empati dan tingkah laku menolong, serta menjelaskan bahwa empati adalah sumber dari moticasi altruistik.

1.) Hipotesis empati-altruisme (empathy-altruism hypothesis).

Saat seseorang melihat penderitaan orang lain maka akan muncul perasaan empati yang mendorong seseorang tersebut untuk menolong. Dalam kaitannya dengan hipotesis empati-altruisme, perhatian empatik yang dirasakan seseorang terhadap penderitaan orang lain akan menghasilkan motivasi untuk mengurangi penderitaan orang lain tersebut. Motivasi menolong ini bisa sangat kuat sehingga seseorang bersedia terlibat dalam aktivitas menolong yang tidak menyenangkan, berbahaya bahkan mengancam jiwanya (Batson dalam Sarwono, 2009). Dengan demikian motivasi seseorang untuk menolong adalah karena adanya orang lain yang membutuhkan bantuan dan menghasilkan rasa yang menyenangkan bila dapat berbuat baik.

2.) Model mengurangi perasaan negatif (negative-state-relief model). Melihat orang lain menderita dapat membuat perasaan seseorang menjadi tidak nyaman sehingga ia berusaha untuk mengurangi rasa tidak nyaman tersebut dengan cara menolong

orang yang menderita tersebut. Model mengurangi perasaan negatif ini dikemukakan oleh Cialdini dan timnya (dalam Sarwono, 2009), teori ini menjelaskan bahwa orang menolong dengan tujuan untuk mengurangi perasaan negatif akibat dari melihat penderitaan orang lain. Berdasarkan hal tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tingkah laku menolong dapat berperan sebagai self help agar seseorang dapat terbebas dari suasana hati yang tidak menyenangkan atau negatif (Sarwono, 2009).

3.) Hipotesis kesenangan empatik (empathic joy hypothesis).

Hipotesis kesenangan empatik merupakan salah satu teori yang dapat menjelaskan tingkah laku menolong (Smith dalam Sarwono, 2009). Menurut hipotesis tersebut, seseorang akan menolong bila ia dapat memperkirakan bisa ikut merasakan kebahagiaan orang yang akan menerima pertolongannya. Seseorang yang menolong juga perlu untuk mengetahui bahwa tindakannya akan memberikan pengaruh positif bagi orang yang ditolong.

d. Teori perkembangan kognisi sosial.

Saat seseorang berada didalam suatu situasi darurat yang membutuhkan pertolongan, ia perlu untuk memproses dengan cepat sejumlah informasi sebelum ia memutuskan untuk memberikan pertolongan. Dengan demikian, tingkah laku menolong melibatkan

proses kognitif seperti persepsi, penalaran, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan. Pendekatan kognisi memiliki fokus pada pemahaman yang mendasari terjadinya suatu tingkah laku sosial (Sarwono, 2009).

e. Teori norma sosial.

Saat seseorang menolong, ia mungkin tidak sadar akan keuntungan apa yang akan dirinya terima atas pertolongan yang ia berikan. Ia hanya merasa bahwa ia harus memberikan pertolongan kepada orang yang membutuhkan. Tindakan menolong ini dipersepsikan sebagai sesuatu yang diwajibkan oleh norma-norma masyarakat. Myers (dalam Sarwono, 2009) menyatakan bahwa norma merupakan harapan-harapan masyarakat berkaitan dengan tingkah laku yang seharusnya dilakukan seseorang.

1.) Norma timbal-balik (the reciprocity norm).

Alvin Gouldner (dalam Sarwono, 2009) mengemukakan bahwa salah satu norma yang bersifat universal adalah norma timbal balik. Yaitu individu harus menolong orang lain yang pernah menolongnya. Berdasarkan hal ini dapat disimpulkan bahwa dalam kehidupan bermasyarakat ada prinsip balas budi yang harus dilakukan. Dengan demikian, individu harus menolong orang lain karena kelak dimasa depan ia akan ditolong oleh orang lain, atau sebelumnya individu tersebut pernah ditolong oleh orang lain.

2.) Norma tanggung jawab sosial (the social-responsibility norm). Menurut Schwartz (dalam Sarwono, 2009) didalam norma tanggung jawab sosial, individu harus memberikan pertolongan kepada orang lain yang membutuhkan pertolongan tanpa mengharapkan adanya balasan dimasa yang akan datang. Norma ini memotivasi orang untuk memberikan pertolongannya kepada orang-orang yang lebih lemah dari dirinya. Misalnya membantu orang cacat, anak kecil, dan orang-orang tua.

Dokumen terkait