• Tidak ada hasil yang ditemukan

2.2.1. Definisi dan Fungsi Uang

Uang diartikan sebagai alat pembayaran sekaligus sebagai standar unit (satuan hitung) dimana tingkat harga dan utang-utang (debts) dihitung (Sriram, 1999). Dari definisi ini, tergambar jelas bahwa uang dalam teori ekonomi tidaklah terbatas pada fisik uang (currency) yang kita kenal sekarang ini. “Sesuatu” dapat

didefinisikan sebagai uang apabila memiliki tiga fungsi dari uang, yaitu alat pertukaran, satuan hitung, serta sebagai alat penyimpan nilai (Mishkin, 2001)2.

Alat Pertukaran

Sebagaimana yang telah diketahui oleh masyarakat, uang berfungsi sebagai alat pertukaran. Artinya, melalui uang seseorang dapat menghemat banyak waktu (biaya transaksi) yang dibutuhkan dalam melakukan pertukaran (transaksi) barang maupun jasa seperti dalam transaksi barter. Dengan adanya uang, seseorang dapat langsung menukarkan uang tersebut dengan barang yang dibutuhkannya kepada orang lain yang menghasilkan barang tersebut. Uang dapat menemukan keinginan ganda (double coincidence of wants) antara penjual maupun pembeli. Suatu barang dapat diklasifikasikan sebagai uang, apabila kriteria berikut ini terpenuhi, yaitu barang tersebut dapat distandardisasikan dengan mudah, dapat secara luas diterima, dapat dibagi-bagikan sehingga mudah untuk melakukan pertukaran, sangat mudah untuk dibawa-bawa, serta tidak mudah rusak.

Satuan Hitung

Uang berfungsi sebagai satuan hitung, berarti uang merupakan alat yang digunakan untuk mengukur nilai ekonomi suatu komoditi (barang maupun jasa). Uang mengatasi kesulitan dalam melakukan pertukaran barang sebagaimana yang terjadi dalam sistem barter. Melalui alat pembayaran ini, biaya transaksi dalam pertukaran dalam sebuah ekonomi bisa ditekan.

2 Sementara itu, menurut Solikin dan Suseno (2002), uang juga berfungsi sebagai ukuran pembayaran yang tertunda. selain berfungsi sebagai alat pertukaran, satuan hitung, serta penyimpsn nilai. Maksudnya, uang merupakan salah satu cara untuk menghitung jumlah pembayaran pinjaman

Penyimpan Nilai

Uang berfungsi sebagai penyimpan nilai, berarti uang dapat menyimpan daya beli sepanjang waktu dari didapatkannya uang itu hingga dibelanjakannya. Uang harus tetap bernilai dan berguna karena seseorang berhak untuk mengatur waktu pembelanjaannya. Kebanyakan orang selalu menyimpan uangnya, dan tidak serta merta dibelanjakan ketika uang itu diterima. Berdasarkan fungsi ini maka saham, obligasi, tanah, perhiasan dapat juga berfungsi sebagai uang, jika komoditas-komoditas tersebut dapat dengan mudah dikonversikan menjadi uang.

2.2.2. Teori Ekonomi Klasik

Berdasarkan teori ekonomi klasik, seluruh pasar dari komoditi barang dan jasa selalu “bersih” dan harga relatif dari barang dan jasa fleksibel sehingga didapatkan keadaan yang seimbang (jumlah penawaran sama dengan jumlah permintaan). Perekonomian selalu dalam keadaan full employment terkecuali dalam keadaan transisi sebagai akibat dari gangguan dalam perekonomian (Sriram, 1999). Dalam perekonomian seperti ini, peran dari uang sangatlah mudah yaitu sebagai satuan hitung. Menurut konsep ini, uang merupakan alat pertukaran, penyimpan nilai, satuan hitung yang dapat mengekspresikan harga dan nilai suatu barang. Sehingga, dalam hal ini uang berposisi netral tidak mempengaruhi perubahan dalam harga relatif, tingkat suku bunga, tingkat keseimbangan dari tingkat pendapatan (Sriram, 1999).

2.2.3. Teori Kuantitas Uang

Teori kuantitas uang membawa pengkajian yang lebih proporsional terhadap konsep permintaan uang dalam perekonomian. Teori ini masih termasuk dalam teori ekonomi klasik dan dikembangkan dengan dua pendekatan, yaitu pendekatan oleh Irving Fisher (ekonom Universitas Yale), serta pendekatan Cambridge (cash balance approach) yang dikembangkan oleh A. C. Pigou.

Earlier dan Fisher menginisiasi konsep money holdings yang menjadi bagian formal dalam teori ekonomi. Pendekatan lebih memfokuskan pada pendekatan institusional. Fisher menemukan konsep velocity of money, tingkat kecepatan perputaran uang, yang menghubungkan kuantitas uang (M) dengan total barang dan jasa yang dibelanjakan (P x Y), dengan persamaan.

(2.1) V P Y M

× =

dengan mengalikan kedua persamaan dengan parameter M, maka didapatkan persamaan pertukaran (equation of exchange) berikut ini

M ×V =P×Y (2.2) Dari persamaan di atas, V (velocity of money), didefinisikan sebagai jumlah rata-rata waktu yang dihabiskan untuk membelanjakan komoditi barang dan jasa yang diproduksi dalam perekonomian (Mishkin, 2001). Persamaan ini tidak cukup baik menggambarkan keadaan keseimbangan. Keberadaan uang hanyalah untuk memfasilitasi transaksi dan tidak memiliki kegunaan intrinsik.

Parameter velocity of money ditetapkan secara institusional yang mengatur masyarakat dalam perekonomian. Misalkan, menggunakan kartu kredit, berarti masyarakat membelanjakan uang lebih kecil daripada barang yang didapatkannya

(M↓relatif terhadap PY) dan tingkat V akan meningkat. Parameter V akan menyesuaikan dengan lambat seiring perubahan institusional dan perubahan teknologi, dalam jangka pendek relatif konstan.

2.2.4. Pendekatan Cambridge.

Pendekatan Cambridge terlahir sebagai alternatif dalam teori kuantitas uang yang menghubungkannya dengan pendapatan nominal. Pendekatan ini menekankan pentingnya permintaan uang dalam menggambarkan pengaruh money supply dalam tingkat harga (Sriram, 1999). Disamping menganalisis permintaan uang secara institusional, ekonom Cambridge lebih dalam menganalisis bagaimana individu memegang uang daripada keseimbangan pasar (Mishkin, 2001). Tingkat kesejahteraan masyarakat mempengaruhi permintaan uang. Uang dalam pendekatan ini tidak saja berfungsi sebagai alat pertukaran, melainkan sebagai penyimpan nilai. Para ekonom seperti A. C. Pigou dan Alfred Marshall memformulasikan pendekatan ini melalui persamaan

(2.3) d

M = ×k PY

dimana Md= permintaan uang, P = tingkat harga, Y = tingkat pendapatan, dan k = konstanta.

Berdasarkan persamaan di atas dapat dijelaskan dua hal sebagai berikut. 1. Ekonom yang menganut pendekatan Cambridge sependapat dengan

pendekatan Fisher bahwa tingkat suku bunga tidak berpengaruh terhadap money demand dalam jangka pendek (Mishkin, 2001).

2. Sesuai dengan asumsinya, parameter k, sebagaimana ditunjukkan dalam persamaan 2.3 di atas dapat berfluktuasi seiring dengan perilaku masyarakat

dalam menggunakan uang untuk menyimpan kekayaan. Perilaku masyarakat ini juga dipengaruhi oleh penerimaan yang diharapkan dari penggunaan penyimpan kekayaan lain seperti saham dan obligasi (Sriram, 1999).

2.2.5. Teori Neo-Klasik

Analisis ekonom neo-klasik lebih memperkuat analisis Adam Smith (ekonom mazhab klasik). Menurut pandangan mereka uang lebih bersifat netral. Komoditas ini secara ekonomis menarik ketika disimpan dan disirkulasikan dalam perekonomian melalui transaksi barang dan jasa. Menurut Sriram (1999) teori neo-klasik berpendapat bahwa tidak ada pengaruh dari tingkat suku bunga. Meskipun demikian, masih terdapat perbedaan sudut pandang dalam mazhab ini, letak perbedaannya ialah pada faktor lain yang merupakan pelengkap dalam penelitian mereka, seperti ketidakpastian di masa yang akan datang (Marshall dan Pigou), antisipasi inflasi (Marshall). Lain halnya dengan ekonom Cambridge (seperti Lavington dan Hicks), yang menyatakan bahwa suku bunga merupakan faktor kunci yang mempengaruhi money demand, ceteris paribus.

2.2.6. Teori Keynessian

John Maynard Keyness melakukan pengkajian yang jauh lebih mendalam dalam teori money demand dengan sudut pandang analisis yang berbeda. Apabila ekonom dari mazhab klasik dan neo-klasik menganalisis permintaan uang dengan mengasumsikan uang berfungsi netral, Keyness menekankan besarnya pengaruh tingkat suku bunga. Keyness memformulasikan tiga motif permintaan uang, yaitu

motif transaksi, motif berjaga-jaga, serta motif berspekulasi. Adapun penjelasan ketiga motif tersebut ialah sebagai berikut.

1. Motif transaksi. Sama dengan teori kuantitas uang, Keyness dalam hal ini berpendapat bahwa uang merupakan alat pertukaran dan money demand dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat. Sebab, dia meyakini transaksi di tingkat individu dan juga tingkat masyarakat berhubungan dengan tingkat pendapatan masyarakat (Sriram, 1999).

2. Motif berjaga-jaga. Bermula dari asumsi bahwa individu tidak menentu dalam melakukan pembelanjaan, Keyness berpendapat bahwa masyarakat akan memegang uang untuk kebutuhan yang tidak bisa diekspektasi sebelumnya (untuk berjaga-jaga). Uang dalam hal ini tetap berfungsi netral sebagai alat pertukaran dan dipengaruhi oleh tingkat pendapatan masyarakat.

3. Motif spekulasi (Liquidity Preference). Keyness mempertegas teori Cambridge, bahwa ketidakmenentuan di masa datang mempengaruhi masyarakat untuk meminta uang. Uang bersifat sebagai penyimpan kekayaan, dan masyarakat kadangkala akan menggunakan uang untuk kepentingan spekulasi. Biaya imbangan dari seseorang memegang uang adalah tingkat suku bunga dan interest jika dananya disimpan dalam bentuk portofolio. Dalam hal ini beliau memfokuskan pada variabel ekonomi, tingkat suku bunga di masa yang akan datang, yield dari obligasi di masa yang akan datang.

Keyness memformulasikan pendapatnya tentang pengaruh pendapatan serta suku bunga terhadap permintaan uang melalui persamaan liquidity preference yang mendefinisikan permintaan uang riil seperti di bawah ini

d ( , )

M = f y i+ (2.4) dimana y adalah pendapatan dan i adalah tingkat suku bunga

Implikasi dari persamaan diatas dapat diuraikan sebagai berikut. Jika tingkat suku bunga sangat rendah, maka tiap individu dalam perekonomian akan berekspektasi bahwa suku bunga akan meningkat di masa yang akan datang. Sehingga mereka lebih senang untuk memegang uang berapapun penawarannya. Dalam keadaan ini, permintaan agregat dari uang akan elastis sempurna terhadap tingkat suku bunga (Sriram, 1999). Keadaan ekonomi demikian disebut dengan “liquidity trap”.

2.2.7. Teori Permintaan Uang Pasca-Keyness (Neo-Keynessian)

Ekonom-ekonom yang sependapat dengan pemikiran Keynes di atas cukup banyak. Mereka melanjutkan penelitian dengan tetap berkerangka pemikiran yang sama dengan Keyness bahwa uang merupakan penyimpan nilai, tingkat suku bunga mempengaruhi permintaan uang. Setelah Keyness, sudut pandang penelitian mereka lebih memfokuskan pada perilaku individu dan meninggalkan perilaku masyarakat.

Pendekatan Perlengkapan (Inventaris) Teoritis (Inventory Theoretic)

Baumol serta Tobin menggunakan pendekatan ini untuk merumuskan kerangka teori permintaan uang, dimana uang diposisikan sebagai alat untuk transaksi. Walaupun aset finansial lain lebih liquid, tetapi biaya transaksinya membuat masyarakat tetap untuk menggunakan kelengkapan uang. Mereka membuat persamaan permintaan uang yang sensititf terhadap tingkat suku bunga.

Dalam model yang mereka bangun, uang bersifat earn zero interest, artinya kentungan yang didapatkan dari memegang uang itu nol. Ketika suku bunga meningkat, jumlah uang tunai untuk dipakai dalam transaksi akan menurun. Sehingga tingkat perputaran uang meningkat seiring peningkatan suku bunga.

Pendekatan Permintaan untuk Berjaga-jaga (Precautionary Demand)

Sebagaimana motif transaksi, setiap individu memegang uang untuk kepentingan berjaga-jaga. Permintaan uang masyarakat untuk berjaga-jaga berhubungan negatif dengan tingkat suku bunga. Dalam pendekatan ini, semakin banyak orang memegang uang, maka biaya imbangan mereka memegang uang tersebut akan semakin menurun (Mishkin, 2001).

Pendekatan Teori Permintaan Konsumen (Consumer Demand Theory)

Pendekatan ini dikembangkan oleh ekonom Chicago School (Friedman dan Barnett), yang menganggap uang sebagai komoditas barang yang bisa digunakan untuk mendapatkan kegunaan dari barang tersebut. Friedman secara sederhana menyebutkan faktor yang mempengaruhi permintaan uang sama dengan faktor yang mempengaruhi permintaan aset finansial lain (Mishkin, 2001). Permintaan uang merupakan fungsi dari kesejahteraan individu masyarakat dan expected return mereka dari aset lain, serta expected return mereka dari memegang uang. Pendekatan Friedman dapat diformulasikan dalam persamaan berikut ini.

) , , , ( e m m e m b p d r r r r r Y f P M − − − = π (2.5) (+) (-) (-) (-)

dimana

= P Md

permintaan uang riil

=

p

Y pendapatan permanen, ukuran Friedman untuk kesejahteraan =

m

r pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang uang

b

r = pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang obligasi =

e

r pengembalian yang diharapkan (expected return) dari memegang saham =

e

π perkiraan inflasi

tanda (+), (-) di bawah menunjukkan korelasi antara parameter di atasnya dengan permintaan uang riil.

Karena permintaan terhadap aset berhubungan positif dengan kesejahteraan, permintaan uang (money demand) berhubungan dengan konsep kesejahteraannya Friedman yaitu pendapatan permanen. Hal ini bertolak belakang dengan konsep pendapatan yaang kita pahami, yaitu bahwa pendapatan kita memiliki likuiditas yang lebih kecil, karena pergerakan pendapatan hanya bersifat transit saja untuk disalurkan ke pihak yang lain.

Dokumen terkait