• Tidak ada hasil yang ditemukan

BAB II KERANGKA TEORITIS DAN KERANGKA KONSEP

D. Teori Analisis Semiotika

1. Pengertian Analisis Semiotika

Semiotika berasal dari kata Yunani semeion yang berarti tanda. Maka semiotika berarti ilmu yang mempelajari tentang tanda. Semiotika adalah cabang ilmu yang mempelajari struktur, jenis, tipologi, serta relasi-relasi tanda dalam penggunaannya di dalam masyarakat.17

Analisis Semiotika adalah sebuah kajian mengenai tanda dan simbol yang merupakan tradisi penting dalam pemikiran tradisi komunikasi. Tradisi semiotika mencakup teori utama mengenai bagaimana tanda mewakili objek, ide, situasi, keadaan, perasaan dan apapun yang berada di luar diri. Namun, analisis Semiotika lebih dikenal hanya dengan sebutan Semiologi atau Semiotika saja.

Semiotika dapat didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari sederetan luas objek-objek, peristiwa-peristiwa, seluruh kebudayaan sebagai tanda. Tanda adalah stimulus yang menandakan atau menunjukan beberapa kondisi lain- seperti ketika ada asap menandakan adanya api. Konsep dasar teori Semiotika yang kedua adalah simbol, yang biasanya menandakan tanda

17

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hypersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna

yang kompleks dengan banyak arti yang sangat khusus. Kebanyakan pemikir Semiotik melibatkan ide dasar triad of meaninng yang menegaskan bahwa arti muncul dari hubungan di antara tiga hal, benda (atau yang dituju), manusia (penafsir) dan tanda.18

Banyak tokoh yang menjelaskan tentang paham semiotika, karena semiotika merupakan ilmu yang menunculkan banyak karakter. Ada tiga tokoh yang cukup terkenal teorinya, yakni Charles Sander Pierce, Ferdinand de Saussure dan Roland Barthes.

a. Charles Sander Pierce

Charles Sander Pierce adalah salah satu Filsuf Amerika yang paling orisinil dan multidimensional. Pierce dikenal sebagai ahli semiotik modern

pertama. Bagi pierce tanda adalalah “Is something whish stand somebody for something in some respect or capacity, sesuatu yang digunakan agar tanda

bisa berfungsi, oleh Pierce disebut ground.19 Sementara itu, Pierce mendefinisikan semiotik sebagai hubungan tanda-tanda, benda dan arti. Tanda tersebut merepresentasikan benda yang ditujuk dalam pikiran si penafsir. 20

Tampak pada definisi Peirce ini peran penafsir/ subjek sebagai bagian tak terpisahkan dari pertandaan. Model triadic Pierce (representamen+objek+interpretan=tanda) memperlihatkan peran besar subjek

18

Stephen W. Littejohn dan Karen A. Foss. Teori Komunikasi, Theories Of Human Communication.( Jakarta: Salemba Humatika, 2009 ) h. 54.

19

Alex sobur, Semiotika Komunikasi, (Bandung: Remaja Rosda Karya, 2009) h. 41

20

Stephen W. Littejohn dan Karen A. Foss, Teori Komunikasi, Theories Of Human Communication, h. l54

dalam proses transformasi bahasa. 21 Representamen adalah sesuatu yang merepresentasikan sesuatu yang lain, objek adalag sesuatu yang direpresentasikan sedangkan interpretan, interpetasi seseorang tentang tanda tertentu.

Atas dasar hubungan itu, Pierce mengadakan kualifikasi tanda. Tanda dibaginya menjadi qualisign, sinsign, legisign. Qualisign adalah kullitas yang ada pada tanda, misalnya kata-kata kasar, keras, merdu atau lemah lembut. Sinsign adalah eksistensi aktual benda atau peristiwa yang ada pada tanda,

misalnya kata kabur atau keruh yang ada pada urutan kata air sungai keruh yang menandakan bahwa ada hujan di hulu sungai. Legisign adalah norma yang dikandung tanda, misalnya rambu-rambu lalu lintas yang menandakan hal-hal yang boleh atau tidak boleh dilakukan manusia.

b. Ferdinand De Saussure

Ferdinand de Saussure, tokoh besar asal Swiss ini terkenal akan teorinya tentang tanda bahasa. Dalam catatannya yang kemudian dibukukan (1916) disebutkan lima hal penting, yakni (1) tanda terdiri dari penanda (signifiant) dan petanda (signifie) yang hubungan pemaknaannya didasari oleh konvensi sosial. (2) kerena itu, bahasa merupakan gejala sosial yang bersifat arbitrer serta konvensional dan terdiri dari perangkat kaidah sosial yang disadari bersama (langue) dalam praktik sosial (parole). (3) hubungan antar tanda bersifat sintagmatis (in-praesentia) dan asosiatif (in-absentia) dan (4) bahasa dapat didekati secara diakronis (perkembangannya) atau sinkronis

21

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna, h. 310

(sistemnya pada kurun waktu tertentu), (5) sebagai gejala sosial, bahasa terdiri dari dua tataran, yakni kaidah sistem internal (langue) dan praktik sosial (parole). 22

Saussure berpendapat bahwa ada yang namanya penanda dan petanda. Dengan kata lain, penanda dikatakan sebagai bunyi atau coretan yang mempunyai makna. Bisa diartikan aspek material dari bahasa. Contohnya adalah apa yang dikatakan atau didengar dan apa yang dibaca maupun ditulis. Petanda menurutnya adalah gambaran mental, konsep dan pikiran yang bisa disebut aspek mental dan bahasa. Kedua unsur ini tidak bisa dipisahkan. Saussure menyatakan bahwa penanda dan petanda merupakan kesatuan seperti dua sisi dari selembar kertas.23

c. Roland Barthes

Semiotika milik Roland Barthes (1915-1980) menggambarkan kekuatan penggunaan semiotika untuk membongkar struktur makna yang tersembunyi dalam tontonan, pertunjukan sehari-hari, dan konsep-konsep umum. Secara historis tokoh yang lahir dan dibesarkan di sebelah Barat Daya Prancis ini sering disebut sebagai penerus dari teori Saussurean. Barthes mengembangkan sebuah model relasi antara apa yang disebut sistem, yaitu pembendaharaan tanda (kata, visual, gambar, benda) dan sintagma, yaitu cara pengkombinasian tanda berdasarkan aturan main tertentu.24 Cara pengkombinasian tanda serta aturan yang melandasinya memungkinkan untuk

22

Benny H.Hoed. Semiotik dan dinamika SOSIAL Budaya, (Jakarta: Komunitas Bambu, 2014) H. 5-6

23

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h. 39-40

24

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna,

menghasilkan makna sebuah teks. Oleh karena itu terbentuklah hubungan antara sebuah penandan dan petanda secara konvensi.

Roland Barthes mengembangkan dua tingkatan pertandaan, yaitu denotasi dan konotasi. Denotasi adalah tingkat penandaan yang menjelaskan hubungan antara penanda dan petanda, atau antara tanda dan rujukannya pada realitas, yang menghasilkan makna eksplisit, langsung dan pasti.25 Makna denotasi dalam hal ini, adalah makna apa yang tampak. Misalnya foto wajah Jokowi berarti wajah Jokowi yang sesungguhnya.

Konotasi adalah hubungan petanda dan penanda yang di dalamnya beroperasi makna yang tidak eksplisit, tidak langsung dan tidak pasti.26

Gambar 2.1

Sumber: Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.69

Konotasi menciptakan makna-makna tingkat kedua, konotasi identik dengan operasi ideologi, disebutnya sebagai mitos yang berfungsi untuk mengungkapkan dan memberikan pembenaran bagi nilai-nilai dominan yang berlaku dalam periode tertentu.27 Barthes menjelaskan bahwa kunci dari

25

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna.

H. 304

26

Yasraf Amir Piliang, Semiotika dan Hipersemiotika: Kode, Gaya dan Matinya Makna.

H. 304-305

27

Alex Sobur, Semiotika Komunikasi, h.70-71

1. Signifier (Penanda)

2. Signified (Petanda) 3. Denotative sign (Tanda denotatif)

4.Connotative Signifier (Penanda Konotatif)

5.Connotatieve Signified (Petanda konotatif) 6. Connotative Sign (Tanda Konotatif)

analisisnya ada pada konotasi dan denotasi, ia mendefinisikan sebuah tanda (sign) sebagai sebuah sistem yang terdiri dari sebuah ekspresi (E) atau signifier dalam hubungan (R) dengan isi (atau signified) C.28

Jadi, dalam konsep Barthes, tanda konotatif tidak sekadar memiliki makna tambahan namun juga mengandung kedua bagian tanda denotatif yang melandasi keberadaannya. Konotasi bekerja dalam tingkat subjektif sehingga kehadiranya tidak disadari. Pembaca mudah sekali membaca makna konotatif sebagai makna denotatif.

Pada signifikasi tahap kedua yang berhubungan dengan isi, tanda bekerja melalui mitos (myth). Mitos adalah bagaimana kebudayaan menjelaskan atau memahami beberapa aspek tentang realitas atau gejala alam. Mitos adalah perkembangan dari konotasi. Mitos merupakan sitem simiologis, yakni sistem tanda tanda yang dimaknai manusia, pemaknaanya bersifat arbitrer sehingga terbuka untuk berbagai kemungkinan.29 Mitos merupakan konotasi yang terbentuk oleh kekuatan mayoritas yang memberikan konotasi tertentu dalam jangka waktu yang lama. Pengertian mitos pada umumnya tidaklah menunjuk pada mitologi dalam pengertian sehari-hari seperti halnya cerita - cerita tradisional melainkan sebuah cara pemaknaan. Mitos menjadi pegangan atas tanda-tanda yang hadir dan menciptakan fungsinya sebagai penanda pada tingkatan yang lain.

28

Alex sobur, Semiotika Komunikasi, h. 70

29

Semiotika menurut Roland Barthes pada dasarnya hendak mempelajari bagaimana kemanusiaan (humanity) memaknai hal-hal (things). Memaknai (to sinify) dalam hal ini tidak dapat dicampuradukan dengan mengkomunikasikan

(to communicate). Memaknai berarti bahwa objek-objek tidak hanya membawa informasi, dalam hal mana objek-objek itu hendak berkomunikasi, tetapi juga mengkonstitusi sistem terstruktur dari tanda. 30

30

29

BAB III

GAMBARAN UMUM FILM AMERICAN SNIPER

A. Sinopsis Film American Sniper

Film American Sniper merupakan kisah nyata yang diangkat dari buku biografi seorang tentara Navy SEAL, Amerika Serikat, Chris Kyle yang berjudul American Sniper: The Autobiography of the Most Lethal Sniper in U.S. Military

History. Film ini memfokuskan pada kehidupan pribadi Chris sebagai penembak

jitu Amerika. Film yang dirilis Januari 2015 ini menggunakan alur maju mundur yang menampilkan kehidupan Chris di masa kecil. Chris dilahirkan dari keluarga koboi yang sederhana yang dididik dengan sangat disiplin. Sejak kecil, Chris selalu diajak ayahnya untuk berburu dan berlatih menembak. Ia pun diajarkan sang ayah untuk menjadi seorang „anjing pejaga” agar bisa melindungi keluarganya.

Film American Sniper dimulai dengan kumandang adzan saat belum ada adegan di layar. Kemudian, tampil sejumlah prajurit Amerika Serikat dengan seragam dan persenjataan lengkap mengawal kendaraan lapis baja di sebuah kota yang sudah hancur lebur di Irak. Lalu adegan selanjutnya, muncul seorang pria Irak yang mencurigakan yang tengah menelepon. Sadar keberadaannya diketahui Chris, pria itu pergi. Tak lama keluar seorang perempuan dengan hijab lebar berwarna hitam mengandeng seorang laki-laki. Kepada sang anak, perempuan itu menyerahkan sebuah granat dan memerintahkannya berlari ke arah prajurut AS. Chris yang telah mengawasi mereka dari atap gedung langsung mengarahkan senapan ke anak yang mengenakan baju gamis hitam itu.

Di adegan selanjutnya, muncul seorang pria muslim yang berperan sebagai pengantar bom yang hendak membunuh para militer AS. Di dalam film itu juga terdapat kelompok laki-laki muslim yang dengan tega mengebor tubuh seorang anak laki-laki dan menembak ayahnya hingga tewas. Dalam adegan lain, Chris dan istrinya sedang menyaksikan laporan menakutkan Serangan WTC 11 September dari televisi. Melihat berita tersebut membuat Chris marah dan berniat untuk melindungi negaranya dengan cara apapun. Akhirnya, ia pun memutuskan untuk masuk Navy SEAL. Navy SEAL merupakan unit gabungan dari pasukan militer darat, laut dan udara milik Amerika Serikat. Serangkaian latihan ia ikuti hingga akhirnya Chris ditugaskan di Irak untuk memburu teroris.

Di Film American Sniper, selain Chris, ada juga sniper yang tak kalah jitu darinya. Ia adalah seorang penerima mendali emas, atlet tembak jitu asal Suriah. Dalam Film tersebut seorang atasan Chris berkata kepadanya bahwa dengan membunuh seorang sniper musuh, mareka akan memenangi perang. Akhirnya, penembak jitu yang dimiliki Irak itu pun mati di tangan Chris. Dengan jarak yang sangat jauh, Chris mampu menembak sniper Irak yang bersembunyi diatas gedung tinggi. Chris yang sangat mahir menembak dan paling banyak membunuh musuh itu membuat namanya sangat dikenal dan diagung-agungkan negaranya. Dalam empat kali perang di Irak, Chris berhasil membunuh 225 orang dan secara resmi diakui oleh Pentagin sebanyak 160 warga. Itulah yang menyebabkan Chris dianggap sebagai sebagai sniper mematikan dan pahlawan untuk negaranya.

Selain tentang peperangan antara Amerika dan Irak. Film ini juga mengisahkan sisi hidup Chris lainnya. Dalam film yang masuk dalam tujuh nominasi Piala Oscar itu Chris diceritakan sebagai sosok tentara yang sangat

menyayangi keluarganya. Beberapa kali ia dihadapai dua pilihan, antara keluarga atau membela negaranya. Karena jiwa patriotismenya yang tinggi, Chris pun memutuskan untuk ikut berperang dan meninggalkan istrinya yang sedang hamil tua.

Diakhir cerita, Chris memutuskan untuk berhenti dari Navy SEAL dan kembali kepada isteri dan ketiga buah hatinya. Namun, keputusannya itu mengakibatkan Chris mengalami Post Traumatic Stress Disorder (PTSD). Untuk mengisi waktu luangnya, Chris memberikan latihan menembak kapada para veteran perang yang mengalami cedera atau cacat. Di scene paling akhir, Chris dikabarkan mati ditembak oleh salah satu veteran yang juga menjadi anak didiknya. Sayangnya, tim produksi American Sniper memutuskan untuk tidak membuat adegan saat karakter utama Chris menemui ajalnya di lapangan tembak Texas pada 2013. Film ini ditutup dengan menayangkan video dokumenter kematian Chris. Kepergiannya meninggalkan keharuan yang sangat mendalam bagi keluarga, rakyat serta negara Amerika. Ribuan orang terlihat ikut mengiringi Chris saat hendak diberangkatkan ke pemakaman.

Selain mendulang kesuksesan, film ini juga menjadi kontroversi kerena dianggap sebagai bentuk propaganda Amerika terhadap Islam.

Dokumen terkait