• Tidak ada hasil yang ditemukan

PENERAPAN TEMA KE DALAM KASUS PROYEK

3.2 Teori Arsitektur Ekologis

Teori dan konsep pendekatan yang digunakan Penulis sebagai referensi dalam menyusun tesis ini meliputi antara lain meliputi:

3.2.1 Ken Yeang

Menurut Ken Yeang (2000) prinsip-prinsip desain Ekologis yang antara lain adalah sebagai berikut:

Desain yang direncanakan harus memiliki pendekatan Ekologis, sehingga diharapkan desain yang direncanakan tidak akan mengganggu lingkungan alam sekitar di kemudian hari.

Hal ini dapat dimulai dengan memperhatikan potensi alami yang dapat diolah menjadi energi dan hal positif bagi desain yang kita rencanakan. Pola yang dapat diterapkan antara lain dengan pola 3R, yakni Reduce (mengurangi pemborosan energi), Reuse (menggunakan kembali material sisa), dan Recycle (konsep daur ulang energi). Dengan pola ini, diharapkan desain bangunan tidak akan membebani alam dan lingkungan sekitar dengan pemborosan energi yang bersumber dari alam, namun energi pada desain bangunan dapat menggunakan potensi alam seperti air hujan yang dapat ditampung kemudian didaur ulang dengan sistem water treatment sehingga air tersebut dapat didaur ulang penggunaannya sesuai dengan kebutuhan sehingga bangunan akan ramah terhadap lingkungan dan alam.

Salah satu sistem yang dapat diaplikasikan sebagai sistem alamiah adalah elemen vegetasi. Dimana vegetasi yang biasanya hanya bersifat pendukung dapat menjadi sistem alamiah di dalam menurunkan suhu mikro kawasan serta bangunan, mereduksi polutan, menyerap CO dan memproduksi O2 sehingga bangunan akan nyaman serta sehat dengan sistem alamiah ini.

Dalam perkembangannya, pemahaman dan persepsi tentang Arsitektur Ekologis sudah cukup kompleks. Namun arsitek sebagai perencana jangan sampai salah dalam memahami prinsip dalam arsitektur Ekologis. Sebagai contoh, dengan arsitek mengaplikasikan peralatan seperti solar collector, photovoltaics, sistem daur

ulang secara biologis, sistem otomatis bangunan, double skin facade maka secara otomatis bangunan yang direncanakan oleh arsitek tersebut akan menjadi Ekologis, pemahaman seperti yang harus diluruskan. Bahwa Arsitektur Ekologis tidak hanya mencakup teknologi yang diaplikasikan untuk mendukung prinsip Ekologis saja, tapi lebih kepada penerapan desain yang Ekologis secara arsitektural pada bangunan. Sehingga kenyamanan yang dirasakan oleh pengguna bangunan akan maksimal, dan tentunya ramah terhadap lingkungan dan alam sekitarnya.

Dalam perkembangannya, ruang-ruang kota semakin sempit dan lahan untuk ruang terbuka hijau semakin sedikit, hal ini akan memiliki dampak terhadap keseimbangan Ekologis dalam lingkungan perkotaan secara makro. Namun secara mikro arsitek dapat memperbaikinya dengan menyediakan koridor-koridor Ekologis baik itu secara horizontal maupun secara vertikal. Sebagai contoh, jika area perancangan tidak memiliki luasan yang cukup untuk area terbuka hijau, maka dapat diambil langkah dengan menerapkan desain area hijau pada area atap bangunan (roof garden) dan balkon-balkon pada desain bangunan, sehingga bangunan tetap ramah lingkungan.

Untuk meningkatkan kenyamanan internal pada desain bangunan, arsitek dapat menerapkan 5 (lima) pola sebagai berikut:

1. Passive Mode.

Pola ini dirancang untuk meningkatkan suasana nyaman melebihi suasana eksternal tanpa penggunaan sistem mekanikal elektrikal. Contoh dari strategi passive mode termasuk mengadopsi bentuk bangunan yang tepat

dan orientasi dalam hubungannya dengan iklim lokal, desain fasade yang tepat (misalnya, rasio area dan level penyekatan yang cocok, penggunaan ventilasi alami, penggunaan vegetasi, dan lain-lain.). Strategi desain untuk bangunan terbangun harus diawali dengan passive mode.

Hal ini dapat mempengaruhi secara signifikan susunan dari bangunan dan bentuk penutupnya. Jadi, hal ini harus dijadikan pertimbangan desain tingkat pertama di dalam proses, berikut merupakan cara-cara lain yang dapat kita adopsi untuk lebih mempertinggi efisiensi energi. Passive mode membutuhkan sebuah pengertian tentang kondisi iklim lokal, lalu merancang tidak hanya dengan mencocokkan desain bentuk terbangun dengan kondisi iklim lokal, tetapi untuk mengoptimalkan energi alam lokal ke dalam sebuah desain bangunan dengan kondisi nyaman internal yang ditingkatkan tanpa penggunaan sistem mekanikal elektrikal. Dengan kata lain, jika kita menggunakan pendekatan khusus tanpa sebelumnya mengoptimalkan pilihan passive mode dalam bangunan, kita mungkin telah membuat keputusan desain non energy efficient yang harus mengkoreksi dengan pendukung sistem Full Mode.

Lebih jauh lagi jika desain mengoptimalkan passive mode, itu tetap merupakan level kenyamanan yang ditingkatkan selama terjadi kegagalan kekuatan elektrikal. Jika kita tidak mengoptimalkan passive mode dalam bangunan, lalu jika tidak ada listrik atau sumber energi eksternal, bangunan tidak akan bertahan untuk digunakan.

2. Mixed Mode.

Pola mixed mode adalah pola desain yang menggunakan sistem mekanikal-elektrikal. Misalnya, termasuk sistem kipas pada langit-langit, double facade, cerobong asap dan pendingin udara.

3. Full Mode

Pola Full Mode ini adalah pola yang sepenuhnya mengaplikasikan sistem mekanikal-elektrikal, sebagaimana terdapat pada bangunan konvensional. Jika pengguna memaksakan untuk merasakan kondisi nyaman yang konsisten sepanjang tahun, sistem desain harus merupakan desain full mode. Harus jelas bahwa desain hemat energi pada dasarnya merupakan kondisi yang dapat diatur oleh pengguna dan merupakan masalah gaya hidup. Kita harus menghargai bahwa desain passive mode dan mixed mode tidak akan pernah dapat bersaing dengan tingkat kenyamanan dengan energi yang tinggi (boros energi), kondisi full mode.

4. Productive Mode.

Pola productive mode ini adalah pola dengan sistem yang terbangun dapat menghasilkan energinya sendiri (misalnya, energi panas yang menggunakan photovoltaics, atau energi angin). Ekosistem menggunakan energi panas, yang berubah bentuk menjadi energi kimia melalui fotosintesis tanaman hijau dan mengatur siklus Ekologi. Jika desain Ekologis harus ecomimetic, kita harus mencoba melakukan hal yang sama. Pada waktu penggunaan energi panas dibatasi untuk alat

pengumpul panas yang bermacam-macam dan sistem photovoltaic. Pada kasus productive modes (misalnya, pengumpul panas, photovoltaics dan energi angin), sistem-sistem ini membutuhkan sistem teknologi yang canggih. Kemudian mereka meningkatkan kadar anorganik dari bangunan, penambahan kandungan energi dan penggunaan sumber material, dengan meningkatkan pengaruh tambahan terhadap lingkungan. 5. Composite Mode.

Pola full mode ini adalah sebuah pola gabungan dari semua cara-cara di atas dan merupakan sebuah sistem yang bervariasi sepanjang musim di sepanjang tahun.

Dari beberapa pola yang dijelaskan Ken Yeang untuk meningkatkan kenyamanan internal pada desain bangunan, pola yang dinilai relevan untuk dapat diaplikasi di dalam desain town house adalah pola mixed mode, dimana masih ada keseimbangan antara penggunaan energi alami dan energi mekanikal dan elektrikal sehingga dapat saling mendukung satu sama lain dalam meningkatkan kenyamanan pada bangunan town house.

3.2.2 Heinz Frick

Menurut Heinz Frick (2006) prinsip-prinsip desain Ekologis antara lain adalah sebagai berikut:

Eko-Arsiitektur sebagai suatu konsep arsitektur yang penuh perhatian kepada lingkungan alam dan sumber alam yang terbatas, serta membangun lingkungan binaan sebagai kebutuhan hidup manusia dalam hubungan timbal balik dengan lingkungan alamnya mempunyi dasar-dasar sebagai berikut:

a. Holistis, hubungan dengan sistem keseluruhan, sebagai satu kesatuan yang penting dari sekedar kumpulan bagian.

b. Memanfaatkan pengalaman manusia (tradisi dalam pembangunan) dan pengalaman lingkungan alam terhadap manusia.

c. Pembangunan sebagai proses dan bukannya sebagai kenyataan tertentu yang statis.

d. Kerja sama antara manusia dengan alam sekitarnya demi keselamatan kedua belah pihak.

Selain itu, menurut Heinz Frick, pola perencanaan Arsitektur Ekologis yang holistis selalu memanfaatkan peredaran alam yang dapat dijabarkan yang antara lain yakni, penyesuaian terhadap lingkungan alam setempat. Menghemat sumber energi alam yang tidak dapat diperbaharui dan menghemat penggunaan energi. Memelihara sumber lingkungan (udara, tanah, air). Memelihara dan memperbaiki peredaraan alam. Mengurangi ketergantungan kepada sistem pusat energi (listrik dan air) dan limbah (air limbah dan sampah).

Penghuni ikut serta secara aktif dalam perencanaan pembangunan dan pemeliharaan perumahan. Tempat kerja dan permukiman dekat. Kemungkinan penghuni menghasilkan sendiri kebutuhannya sehari-hari. Penggunaan teknologi

sederhana. Intensitas energi baik yang terkandung dalam bahan bangunan maupun yang digunakan pada saat pembangunan harus seminimal mungkin. Kulit (dinding dan atap) sebuah gedung harus sesuai dengan tugasnya harus melindungi dirinya dari sinar panas, angin dan hujan. Bangunan sebaiknya diarahkan berorientasi ke Timur-Barat dengan bagian Utara-Selatan menerima cahaya alami tanpa kesilauan. Dinding bangunan harus memberikan perlindungan terhadap panas, daya serap panas dan tebalnya dinding harus sesuai dengan kebutuhan iklim ruang dalamnya. Bangunan yang memperhatikan penyegaran udara secara alami bisa menghemat energi. Bangunan sebaiknya dibuat sedemikian rupa sehingga dapat manggunakan penyegaran secara alami yang memanfaatkan angin sepoi-sepoi untuk membuat ruang menjadi sejuk. Semua gedung harus bisa mengadakan regenerasi dari segala bahan bangunan, bahan limah, dan mudah dipelihara.

Pembangunan secara Ekologis berarti pemanfaatan prinsip-prinsip Ekologis pada perencanaan lingkungan buatan. Konsep dasar bangunan Ekologis adalah bangunan yang dapat mengakomodasi fungsi dengan baik dengan memperhatikan kekhasan aktifitas manusia pemakainya serta potensi lingkungan sekitarnya dalam membentuk citra bangunan. Bangunan yang nyaman bagi kondisi thermal, auidial maupun visual dalam cara-cara alami. Untuk itu bangunan harus tanggap terhadap masalah dan potensi iklim dan konteks lingkungan setempat sehingga menghasilkan sistem bangunan alami yang hemat energi. Memanfaatkan sumber daya alam terbaharui yang terdapat di sekitar kawasan perencanaan untuk sistem bangunan, baik yang berkaitan dengan material bangunan maupun untuk utilitas bangunan (sumber

energi, penyediaan air). Bangunan yang sehat, artinya yang tidak memberikan dampak negatif bagi kesehatan manusia dalam proses, pengoperasian/purna huni, maupun saat pembongkaran di dalamnya juga termasuk lokasi yang sehat, bahan yang sehat, bentuk yang sehat dan suasana yang sehat. Sistem bangunan yang mudah sehingga dapat dikerjakan dan dipelihara dengan tenaga kerja setempat.

Semua konsep desain Heinz Frick yang dijabarkan di atas dinilai relevan untuk dapat diaplikasi di dalam desain town house. Dimana masih ada keseimbangan antara lingkungan dan bangunan sehingga dapat saling mendukung satu sama lain dalam meningkatkan kenyamanan pada bangunan town house.

3.2.3 Hashem Akbari

Hashem Akbari memiliki beberapa prinsip mengenai atap dingin, antara lain: 1. Evolusi standard atap dingin.

Atap yang memiliki reflektansi matahari yang tinggi dan daya pancar panas yang tetap tinggi di bawah sinar matahari. Sebuah atap dengan daya pancar thermal lebih rendah tetapi reflektansi surya yang sangat tinggi juga bisa tetap dingin di bawah sinar matahari. Atap dingin dirancang untuk mengurangi penggunaan energi bangunan.

2. Manfaat atap dingin.

Suhu atap yang rendah dapat mengurangi aliran panas dari atap ke dalam gedung, mengurangi kebutuhan listrik ruang pendingin di gedung-gedung seperti AC. Sejak mendapatkan panas bangunan melalui puncak atap di

pertengahan hingga sore hari, saat musim panas menggunakan listrik tertinggi, atap dingin juga dapat mengurangi kebutuhan listrik puncak. Penelitian sebelumnya telah mengindikasikan bahwa tabungan terbesar untuk bangunan yang terletak di iklim dengan musim pendinginan yang lama dan pendek pemanasan musim, terutama bangunan-bangunan yang memiliki saluran distribusi di sidang pleno (Akbari, 1998; Konopacki dan Akbari, 1998; Akbari et al, 1999). Penurunan suhu yang dihasilkan udara luar dapat memperlambat pembentukan asap perkotaan dan meningkatkan kesehatan manusia dan kenyamanan luar ruangan. Mengurangi stres thermal juga dapat meningkatkan umur atap dingin, mengurangi pemeliharaan dan limbah (Akbari et al, 2001). Penelitian sebelumnya telah mengukur penghematan energi harian penggunaan AC dan puncak daya permintaan pengurangan dari penggunaan atap dingin pada bangunan dalam cuaca hangat beberapa iklim, termasuk California, Florida dan Texas. Sebagai contoh:

a. Konopacki (1998), setelah dilakukan pengukuran, penghematan energi pendinginan pada musim panas harian per Unit atap area 67, 39 dan 4Wh/m2 (18, 13 dan 2 persen, masing-masing) pada tiga bangunan di California, bangunan non hunian dan dua kantor medis di Davis dan Gilroy dan toko ritel di San Jose. Dengan asumsi reflektansi surya berusia dari 0,55, diperkirakan penghematan tahunan energi pendinginan (tabungan harian × jumlah hari

pendinginan per tahun) adalah 6,4, 3,7 dan 0.6kWh/m2 (16, 11 dan 2 persen, masing-masing), sedangkan puncak daya per unit pengurangan area atap permintaan adalah 3,3, 2,4 dan 1.6W/m2 (12, 8 dan 9 persen, masing-masing).

b. Hildebrandt (1998), setelah dilakukan pengukuran, penghematan energi pendinginan musim panas setiap hari dari 23, 44 dan 25Wh/m2 (17, 26 dan 39 persen, masing-masing) di bangunan kantor, sebuah museum dan rumah sakit di Sacramento, California. Perkiraan penghematan tahunan pendinginan energi yang 1,3, 2,6 dan 2.2kWh/m2, dengan asumsi reflektansi surya berusia dari 0,55.

Setelah dilakukan pengukuran, atap dingin pada bangunan perumahan dapat menghasilkan penghematan energi pendinginan musim panas dan puncak daya pengurangan sampai 80 persen, contohnya:

Dalam sebuah penelitian terhadap 11 rumah Florida, Parker (1998) Setelah dilakukan pengukuran, musim panas rata-rata harian dapat dilakukan pendinginan penghematan energi 7.7kWh (19 persen) per rumah dan rata-rata peakpower pengurangan 0.55kW (22 persen) per rumah. Penghematan listrik sehari-hari di rumah masing-masing berkisar dari 0.9kWh (0,2 persen) menjadi 15.4kWh (45 persen) dan pengurangan puncak daya berkisar dari 0,2 kw (12 persen) menjadi

0.99kW (23 persen). Tabungan ini dari awal menyebabkan peningkatan reflektansi surya sirap atap sampai 0,70 dari 0,08.

c. Akbari et al (1997), setelah dilakukan pengukuran, penghematan energi musim panas 14Wh/m2 harian (80 persen) dan puncak permintaan penghematan 3.8W/m2 (30 persen) dalam satu lantai, beratap datar rumah di Sacramento. Penghematan yang dihasilkan dari peningkatan reflektansi surya atap sampai 0,70 dari 0,18.

3. Kebutuhan atap dingin standar.

Sulit bagi pemilik bangunan untuk menilai pengaruh sifat atap di seumur hidup biaya pemanasan dan pendinginan energi, yang tergantung pada: a. Iklim dan bangunan-spesifik menggunakan jam pemanasan dan

pendinginan energi; b. Jam valuasi energi;

c. Nilai waktu (diskon) uang; dan d. Kehidupan pelayanan atap.

Pemilik bangunan juga dapat menyadari manfaat sosial dari atap dingin, seperti daya puncak permintaan yang rendah (mengurangi kemungkinan kegagalan daya pada hari-hari panas) dan menurunkan suhu udara luar (meningkatkan kenyamanan dan memperlambat pembentukan kabut asap). Oleh karena itu, tanpa atap dingin standar, pemilik akan cenderung memilih atap yang meminimalkan awal biaya konstruksi, daripada biaya agregat konstruksi dan konsumsi energi seumur hidup.

3.2.4 A.Dimoudi

Dimoudi memiliki beberapa prinsip mengenai cerobong, antara lain: 1. Sistem cerobong (chimney) panas pada bangunan.

Peningkatan kinerja energi bangunan dan pencapaian kenyamanan ruangan kondisi dapat dicapai dengan teknik pendinginan pasif dan langkah-langkah hemat energi. Ventilasi alami adalah salah satu strategi pendinginan yang paling sederhana dan paling banyak diterapkan, dicapai dengan memungkinkan udara untuk mengalir melalui gedung. Cerobong surya adalah konstruksi pada bangunan yang memanfaatkan energi matahari untuk melalui ventilasi pada gedung. Konfigurasi khas dari sebuah cerobong surya dan prinsip-prinsip operasi disajikan dalam bab ini. Gambaran yang diberikan dari masa lalu dan berkelanjutan penelitian pada pekerjaan eksperimental dan pemodelan kinerja surya yang berbeda konfigurasi cerobong asap. Karya ini disimpulkan dengan mengidentifikasi keuntungan utama dan kerugian dari cerobong surya.

Konsumsi energi untuk pendinginan ruang menunjukkan peningkatan tren dalam beberapa tahun terakhir. Pertumbuhan ekonomi dari banyak negara dan meningkatnya standar hidup diharapkan untuk meningkatkan konsumsi listrik untuk pendinginan ruang dalam masa depan. Dalam Organisasi Kerjasama Ekonomi dan Pembangunan (OECD) negara, kebutuhan listrik untuk pendinginan ruang hunian meningkat sebesar 13 persen antara 1990 dan 2000 (IEA, 2003). Selanjutnya, total permintaan AC, pada tingkat internasional,

meningkat sebesar 6,8 persen selama periode 1999-2002. Tantangan mengurangi emisi gas rumah kaca di tingkat lokal dan global tidak hanya menuntut penggunaan energi proses produksi lebih efisien, dan distribusi teknologi tetapi juga perubahan perilaku gaya hidup dan konsumsi energi. Teknik pendinginan pasif dan langkah-langkah jauh hemat energi dapat berkontribusi untuk peningkatan kinerja energi bangunan dan pencapaian kenyamanan interior dan kondisi kualitas udara. Ventilasi alami adalah salah satu strategi pendinginan yang paling sederhana dan paling banyak diterapkan, dicapai dengan memungkinkan udara untuk mengalir melalui gedung.

2. Tipologi Cara Pengoperasian.

Sebuah cerobong surya merupakan konstruksi yang digunakan untuk mengalirkan gerakan udara ke seluruh bangunan dengan menggunakan energi matahari melalui ventilasi. Fungsi dari dinding dan double skin facade pada prinsip cerobong surya adalah adalah serupa karena dengan rongga terbuka yang mengeksploitasi energi surya untuk meningkatkan gerakan udara melalui ventilasi, sebagai akibat dari stack effect. Dinding selatan dicat hitam yang kemudian berperan sebagai penyimpanan energi kemudian ditutupi dengan panel kaca. Double skin facade, yaitu fasad dari dua lapisan kaca dengan celah udara antara, digunakan bukan hanya digunakan untuk pendinginan thermal tetapi juga untuk perlindungan ventilasi, pencahayaan dan suara. Cerobong surya biasanya menempel pada fasad bangunan atau atap dan

terhubung untuk ruang internal dengan ventilasi. Sangat penting untuk membedakan antara stack effect ventilasi yang timbul murni dari desain bangunan dan yang disebabkan oleh matahari cerobong asap. Dalam kasus pertama, stack effect dibuat dalam ruang yang ditempati dan dengan suhu udara terbatas dalam rangka untuk memastikan kenyamanan penghuninya. Dalam kasus cerobong surya, pada prinsipnya tidak ada batasan untuk kenaikan suhu di dalam cerobong asap. Hal ini memungkinkan cerobong asap yang akan dirancang dengan cara yang membuat penggunaan maksimal keuntungan thermal surya. Udara meninggalkan cerobong akan digantikan oleh udara segar memasuki gedung lain bukan dari tingkat rendah, sehingga dalam ventilasi di seluruh gedung. Cerobong surya digunakan bukan hanya berguna pada ventilasi malam hari tetapi juga dapat digunakan untuk meningkatkan ventilasi pada siang hari. Untuk ventilasi malam, cerobong asap ditutup sehari dengan tujuan desain adalah untuk memaksimalkan keuntungan surya dan menyimpannya pada cerobong asap sampai ventilasi diperlukan. Ventilasi biasanya dimulai pada sore hari dan terus pada malam hari, dengan durasi operasi ventilasi cerobong asap itu tergantung pada jumlah energi yang tersimpan dalam struktur cerobong asap. Udara yang ada di dalam cerobong akan menjadi panas, semakin besar perbedaan suhu dan tekanan dibandingkan dengan lingkungan eksternal dan semakin besar aliran udara. Dalam modus siang hari ventilasi, panas harus segera ditransfer ke udara di cerobong asap. Hal ini akan berarti sebuah konstruksi thermal yang ringan untuk siang hari

operasi dan struktur thermal kelas yang berat untuk malam hari. Konfigurasi biasa dari sebuah cerobong surya adalah sebagai berikut:

a) Saluran sederhana, biasanya berbentuk persegi panjang, yang melekat ke dinding cerobong surya di tingkat atap, sebagai bagian dari atau di atas sebuah kolektor surya.

b)Permukaan eksternal dari cerobong surya.

c) Thermal kelas berat langsung terkena untuk mendapatkan surya.

d)Permukaan yang mengkilap, dengan dinding internal pada sisi berlawanan di permukaan penyimpanan.

e) Lembaran logam (biasanya lembaran galvanis).

f) Lembaran logam dengan kaca pada permukaan eksternal. Permukaan eksternal kelas berat dengan kaca pada operasional musim panas dari dinding yang juga memanfaatkan efek cerobong surya.

Dalam kasus cerobong surya, orientasi harus dipilih dengan cermat sesuai dengan mode operasional. Secara umum, orientasi Selatan-Barat dan orientasi Barat merupakan sisi yang paling berguna pada sistem ini. Permukaan eksternal yang terkena sinar matahari harus memiliki tingkat penyerapan sinar matahari yang tinggi dan untuk memenuhi fungsi tersebut warna gelap atau permukaan yang selektif merupakan pilihan yang dinilai sesuai. Dalam kasus permukaan kaca eksternal, disarankan untuk menyediakan akses yang mudah ke permukaan kaca, untuk pemeliharaan dan pembersihan berkala. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.1.

\

Gambar 3.1 Proses Pertukaran Udara Panas dan Udara Sejuk pada Proses Stack Effect

Sumaber: A. Dimoudi (Solar Chimney in Building, 2009)

Cerukan pembukaan ruangan dapat digunakan untuk mengatur aliran udara dan mengisolasi cerobong asap dari ruangan. Jika perlu, bagian atas pembukaan harus dilindungi dari hujan dan penetrasi dapat ditambahkan untuk mencegah masuknya burung dan serangga. Beberapa studi juga menyelidiki operasi dari sebuah cerobong surya dalam modus dari ventilasi fasad. Ketika beban pendinginan dominan dan suhu di luar ruangan lebih tinggi dari suhu udara ruangan, cerobong surya tidak boleh digunakan untuk meningkatkan ventilasi alami bangunan karena masuknya udara luar ruang tanpa precooling menyebabkan peningkatan beban pendinginan. Proses ini sangat penting diterapkan pada desain bangunan Ekologis. Proses ini dapat dilihat pada Gambar 3.2.

Suhu tinggi meningkatkan pergerakan udara

Turbin

Logam Absorber dengan black coating

Insulasi

Damper penggantian udara ditarik sehingga sejuk pada sisi interior

Gambar 3.2 Proses Pertukaran Udara pada Bangunan Sumber: A. Dimoudi (Solar Chimney in Building, 2009)

3. Ventilasi Arus dalam Cerobong Asap.

Laju aliran ventilasi pada bangunan secara alami dapat diketahui dengan baik oleh angin yang diinduksi oleh perbedaan tekanan atau dengan gaya apung yang disebabkan oleh perbedaan suhu antara berbagai ketinggian. Untuk cerobong tinggi H, yang melekat ke sebuah ruangan Hb tinggi (Gambar 2.3), stack ΔPs tekanan diberikan oleh:

... (3.1)

Dimana Ta, Tch, udara dan Tb adalah suhu absolut dari cerobong asap, ambien dan ruang udara. Menimbang bahwa kerugian tekanan utama dalam cerobong asap dibandingkan dengan kamar, tekanan stack

Udara Panas

seimbang dengan kerugian tekanan melalui cerobong asap, Δploss yang terdiri dari inlet dan tekanan keluar kerugian dan hilangnya gesekan

Dokumen terkait