• Tidak ada hasil yang ditemukan

Teori Belajar yang Melandasi Pembelajaran dengan Pendekatan Discovery yang menekankan Aspek Analogi

Sebelum membahas teori belajar-mengajar yang relevan dengan penelitian ini, terlebih dahulu akan diuraikan tentang definisi dari teori belajar dan teori mengajar. Menurut Ruseffendi (1991: 127) teori belajar berisi uraian tentang apa yang terjadi dan apa yang diharapkan terjadi pada mental anak, kemudian menguraikan tentang kegiatan mental anak, apa yang ia dapat lakukan pada usia tertentu. Dalam teori belajar tidak ada uraian tentang prosedur dan tujuan mengajar. Sementara itu teori mengajar adalah uraian tentang petunjuk bagaimana semestinya mengajar pada usia tertentu bila ia sudah siap untuk bisa belajar, sehingga pada teori mengajar terdapat tujuan dan prosedur mengajar.

Teori belajar yang mendasari pembelajaran dengan penekanan pada aspek analogi antara lain adalah teori belajar yang berpandangan konstruktivisme. Konstruktivisme merupakan teori perkembangan mental yang menekankan pada peran aktif siswa dalam membangun pengetahuannya sendiri. Teori belajar Piaget

salah satu teori belajar yang mendasari pandangan ini menyatakan bahwa pengetahuan terbentuk berdasarkan keaktifan orang itu sendiri dalam berhadapan dengan persoalan, bahan, atau lingkungan baru (Suparno, 2006: 36). Hal ini berarti dalam membentuk pengetahuannya orang itu sendirilah yang membentuk pengetahuannya.

Proses terbentuknya pengetahuan baru menurut Piaget adalah melalui mekanisme asimilasi dan akomodasi. Asimilasi maksudnya bahwa struktur pengetahuan baru dibentuk berdasarkan pengetahuan yang sudah ada. Sedang akomodasi merupakan proses menerima pengalaman baru yang tidak sesuai dengan pengetahuan lama sehingga terjadi ketidakseimbangan (disequilibrium). Untuk mencapai keseimbangan (equilibrium), struktur pengetahuan lama dimodifikasi untuk menampung serta menyesuaikan dengan pengalaman yang baru muncul tersebut. Terjadinya keseimbangan ini menandakan adanya peningkatan intelektual.

Dalam pembelajaran, hendaknya siswa diberi kesempatan untuk dapat memperoleh pengetahuan dengan jalan berinteraksi dengan lingkungannya, siswa diberi kebebasan untuk membangun pengetahuannya sendiri, dan guru memainkan peranannya sebagai fasilitator.

Teori belajar Vygotsky juga memuat pandangan konstruktivisme. Teori belajar Vygotsky yang dikenal dengan sebutan konstruktivis Sosiokultural menyatakan bahwa belajar merupakan suatu perkembangan pengertian (Suparno, 2006: 45). Vygotsky membedakan adanya dua pengertian, yaitu: pengertian spontan dan pengertian ilmiah. Pengertian spontan adalah pengertian yang didapatkan dari pengalaman anak sehari-hari. Pengertian ini tidak terdefenisikan dan tidak terangkai secara sistematis logis. Sebagai contoh, dalam soal

menyangkut pembagian kepada siswa SD kelas II disajikan suatu masalah mengenai sejumlah 19 orang tua yang menghadiri pertemuan orang tua murid dan guru dan perlu disediakan sejumlah meja dan kursi untuk tempat duduk mereka, bila satu meja menampung 4 orang, berapa meja yang harus disediakan?. Murid mungkin menyelesaikan persoalan tersebut dengan cara sbb:

I I I I I I I I I I I I I I I I I I I

meja meja meja meja meja meja yang disediakan 5 buah Pengertian ilmiah adalah pengertian yang didapat dari kelas. Pengertian ini adalah pengertian formal yang terdefenisikan secara logis dalam suatu sistem yang luas. Sebagai contoh, kepada siswa SD kelas IV diminta membagi 321 dibagi 3. Langkah pengerjaan pembagian harus diterapkan secara konstan untuk mendapatkan hasil pembagian ini. Perhatikan hasil kerjaan yang biasanya dilakukan siswa berikut:

1 0 7 3 / 3 2 1 3__ _ 2 _ 0 _ _ 2 1

2 1 _ hasil pembagian 321 dibagi 3 adalah 107 0

Menurut Vygotsky, pengertian ilmiah itu tidak datang dalam bentuk yang jadi pada seorang anak, pengertian ini seakan bekerja ke bawah, yaitu menekankan logika kepada pikiran anak, sehingga pengertian yang spontan diangkat atau dianalisis secara lebih ilmiah. Sedangkan pengertian spontan seakan bekerja ke atas, yaitu berusaha bertemu dengan pengertian yang lebih ilmiah dan membiarkan diri menerima segi logis formal dari pengertian ilmiah tersebut (Fosnot dalam Suparno, 2006: 45). Dalam proses belajar, kedua pengertian tersebut saling berelasi dan saling mempengaruhi, dengan demikian semakin

seseorang belajar, ia akan semakin mengangkat pengertiannya menjadi pengertian yang ilmiah

Vygotsky menekankan pentingnya interaksi sosial antara anak dengan orang-orang lain terlebih yang punya pengetahuan lebih baik dan sistem yang secara kultural telah berkembang dengan baik (Cobb dalam Suparno, 2006: 46). Ia menekankan dialog dan komunikasi verbal antara anak dengan orang dewasa dalam perkembangan pengertian anak. Dalam interaksi verbal antara anak dengan orang dewasa, anak ditantang untuk lebih mengerti pengertian ilmiah dan mengembangkan pengertian spontan mereka. Itulah sebabnya banyak implikasi pendidikan yang membuat siswa berpartisipasi dengan aktivitas para ahli. Dalam interaksi dengan mereka itulah, para murid ditantang untuk mengkonstruksikan pengetahuannya lebih sesuai dengan konstruksi para ahli.

Teori belajar lainnya adalah teori Belajar Bermakna. Ada dua jenis belajar, yaitu: (1) belajar bermakna (meaningful learning); dan (2) belajar menghafal (rote

learning). Belajar bermakna adalah suatu proses dimana informasi baru dihubungkan dengan sturktur pengertian yang sudah dipunyai seseorang yang sedang belajar, (Ausubel, Novak, dan Hanesian dalam Suparno, 1997: 53)

Belajar bermakna terjadi bila siswa mencoba menghubungkan fenomena baru kedalam struktur pengetahuan mereka. Sedangkan belajar menghafal diperlukan bila seseorang memperoleh informasi baru dalam pengetahuan yang sama sekali tidak berhubungan dengan yang telah diketahui.

Menurut Ausubel, seseorang belajar dengan mengasosiasikan fenomena, pengalaman, dan fakta-fakta baru kedalam skemata yang telah dipunyai. Hal ini sangat dekat dengan inti pembelajaran dengan pendekatan analogi yang

menekan-kan pentingnya asimilasi pengalaman baru ke dalam pengertian yang telah dimiliki siswa.

Teori belajar yang juga mempunyai hubungan adalah teori Thorndike, teori ini mengemukakan beberapa hukum belajar yang dikenal dengan sebutan Law of Effect. Edward L. Thorndike (Suherman, 2001: 31) menyatakan belajar akan lebih berhasil bila respon murid terhadap suatu stimulus segera diikuti dengan rasa senang atau kepuasan. Rasa senang atau kepuasan ini bisa timbul sebagai akibat anak mendapatkan pujian atau ganjaran lainnya. Stimulus ini termasuk reinforcement. Setelah anak berhasil melaksanakan tugasnya dengan tepat dan cepat, pada diri anak muncul kepuasan diri sebagai akibat sukses yang diraihnya. Anak memperoleh suatu kesuksesan yang pada gilirannya akan mengantarkan dirinya kejenjang kesuksesan berikutnya. Teori belajar Stimulus-Respon (S-R) yang dikemukakan oleh Thorndike ini disebut juga koneksionisme. Teori ini menyatakan bahwa pada hakikatnya belajar merupakan proses pembentukan hubungan antara stimulus dan respon.

Teori belajar Pavlov juga mempunyai hubungan dengan pembelajaran dengan pendekatan discovery yang menekankan aspek analogi. Pavlov (Suherman, 2001:37) mengemukakan konsep pembiasaan (conditioning). Dalam kegiatan belajar-mengajar, agar siswa belajar dengan baik maka harus dibiasakan. Misalnya, agar siswa mengerjakan soal pekerjaan rumah dengan baik, biasakanlah dengan memeriksanya, menjelaskannya, atau memberi nilai terhadap hasil pekerjaannya.

Jhon Dewey (Ruseffendi, 1991: 130) yang dikenal dengan aliran pendidikan progresif juga mendukung pembelajaran dengan pendekatan ini, Dewey berpendapat bahwa siswa itu akan belajar sesuatu, matematika misalnya,

sesuai dengan keperluannya. Jadi siswa itu belajarnya jangan dipaksa. Selain itu aliran ini juga berpendapat bahwa guru itu sebaiknya menunggu siswa siap untuk belajar atau mengatur suasana pengajaran sehingga siswa bisa siap belajar lebih cepat. Dan hasil belajar siswa itu lebih baik bila sesuatu itu diajarkan tidak secara sistematik. Jhon Dewey juga menggambarkan pembelajaran sebagai tindakan dimana pengetahuan dan gagasan muncul ketika siswa berinteraksi dengan siswa lainnya dalam komunitas dan membangun pengetahuan mereka dengan menggunakan kesimpulan-kesimpulan dari pengalaman masa lalu yang memiliki makna dan kepentingan.

Dokumen terkait